PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN OMSK PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Tesis
Oleh: dr. Balqhis Nora
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN OMSK PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Tesis
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala Leher
Oleh: dr. Balqhis Nora
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Medan, Januari 2012
Tesis dengan judul
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN OMSK PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua
NIP: 19460305 197503 1 001 Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K)
Anggota
Prof.Dr.dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K)
NIP: 19540126 198403 1 0001 NIP: 130 422 449
dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL(K)
Diketahui oleh
Ketua Departemen Ketua Program Studi
Prof. dr. Abdul Rachman S. SpTHT-KL(K)
NIP: 19471130 198003 1 002 NIP: 19790620 200212 2 003 dr. T.Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr,Wb.
Dengan mengucapkan Bismillahirahmanirrahim, Saya sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya, saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh tanda keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Saya menyadari penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun bahasannya. Walaupun demikian, mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah perbendaharaan penelitian tentang Pengaruh Faktor-Faktor Sosio-demografi
terhadap Kejadian OMSK pada Anak di RSUP H.Adam Malik Medan.
Dengan telah selesainya tulisan ini, pada kesempatan ini dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
Dengan telah berakhirnya masa pendidikan saya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, Sp.A(K), DTM&H dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Chairuddin Panusunan Lubis, Sp.A(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD(KGEH), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Bapak Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah mengizinkan saya untuk menjalani masa pendidikan dan melakukan penelitian di rumah sakit yang beliau pimpin.
Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H.Adam Malik Medan sampai selesai.
Yang terhormat supervisor di jajaran Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Asroel Aboet, Sp.THT-KL, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp.THT-KL(K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL(K), Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp.THT-KL(K), Prof. dr. Abdul Rachman Saragih, Sp.THT-KL(K), dr. Muzakkir Zamzam, SpTHT-KL(K), dr. T.Sofia Hanum, Sp.THT-KL(K), dr. Linda I. Adenin, SpTHT-KL, dr. Ida Sjailandrawati Hrp, SpTHT-KL, dr. Mangain Hasibuan, SpTHT-KL, Prof.Dr.dr.Delfitri Munir, SpTHT-KL(K), dr.Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina Y.M. Rambe, KL, dr. Harry Agustaf Asroel, KL, dr. Farhat, Sp.THT-KL(K),, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-KL, dr. Asri Yudhistira, Sp.THT-KL, dr. Devira Zahara, SpTHT-KL, dr. H.R. Yusa Herwanto, SpTHT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, SpTHT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, SpTHT-KL. Terima kasih atas segala ilmu, keterampilan dan bimbingannya selama ini. Dan kepada Almh dr.Hafni, KL(K) dan Almh dr.Ainul Mardiah, SpTHT-KL(K), saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya selama saya menjalani pendidikan, dan memohon doa kepada Allah SWT agar beliau ditempatkan disisinya sesuai amal ibadahnya.Amin.
Ucapan terima kasih kepada Direktur dan staff serta perawat di RSUP H Adam Malik, RS PTP II Tembakau Deli, Rumkit DAM I/BB Medan dan RSU Lubuk Pakam, serta RSU FL Tobing Sibolga, yang telah mengizinkan dan memberikan bimbingan kepada saya selama menjalani stase pendidikan di rumah sakit tersebut.
Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran USU, atas bantuan, nasehat, saran maupun kerjasamanya selama masa pendidikan.
Yang mulia dan tercinta Ayahanda M.Noor AR,BBA, dan Ibunda Hj. Rahimah NST, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini, dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, Ya Allah ampuni dosa kami dan dosa kedua orang tua kami, serta kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi kami sejak kecil. Yang tercinta bapak mertua H.Djajasdi Djalil, BA dan ibu mertua Hj. Nellyati yang selama ini telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Terima kasih juga kepada kakak, abang serta saudara ipar yang selalu mendoakan dan memberikan nasehat, dorongan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan ini.
tara, kesabaran, ketabahan, pengertian dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya dan doa kepada ibunda sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.
Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin.
Medan, Oktober
2011 Penulis
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN OMSK PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Abstrak
Latar belakang: Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit radang telinga
yang paling banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Namun data yang berhubungan dengan faktor sosio-demografi masih jarang, padahal informasi mengenai faktor sosio-demografi sangat bermanfaat dalam pengembangan strategi pencegahan dan pengobatan penyakit ini.
Bahan dan cara: Desain penelitian adalah observasi analitik dngan pendekatan survey
yang bertujuan untuk melihat pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kekerapan menderita OMSK. Lokasi penelitian adalah di Departemen/SMF THT-KL FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan. Populasi dan sampel adalah pasien penderita OMSK berusia 14 tahun ke bawah yang datang berobat pada periode Juni 2011 sampai November 2011. Data sosio-demografi yang mencakup tingkat pendapatan, status gizi, status imunisasi, riwayat minum ASI, paparan asap dan kepadatan tempat tinggal dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji-coba. Status gizi ditentukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan sesuai dengan NCHS-WHO. Pengujian dilakukan secara bertingkat, dengan uji korelasi untuk melihat hubungan dan uji regresi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kejadian OMSK.
Hasil: Bahwa anak yang mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan
memiliki hubungan yang signifikan dengan kekerapan anak menderita OMSK (p=0.000) dan tidak ada hubungan signifikan antara variabel yang lain yaitu status gizi, penghasilan orang tua, orang tua merokok, proporsi persentase penghasilan untuk kesehatan, sumber air minum keluarga, kebiasaan memasak keluarga, kebiasaan pengolahan sampah dan kepadatan tempat tinggal, dengan kekerapan menderita OMSK. Ada korelasi negatif antara status imunisasi dan pemberian ASI selama 6 bulan (r=0.882).
THE INFLUENCE OF SOCIO-DEMOGRAPHIC FACTORS ON CHRONIC SUPPURATIF OTITIS MEDIA (CSOM) RECURRENCY OF CHILDREN IN
ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN
Abstract
Background: Chronic suppuratif otitis media (CSOM) is one of the most common ear
diseases in many of developing countries including Indonesia. However, knowledge of associated socio-demographic factors is sparse, whereas the socio-demographic information very useful for control of the disease and complications and possible preventive strategies.
Method: Design of the study was observational analytical survey aiming at exploring
the influence of socio-demographic factors on CSOM. Research was done at Ear Nose and Throath-Head and Neck Surgery Department Medical Faculty University of North Sumatera / H. Adam Malik General Hospital Medan with consecutive sampling start from June 2011 until November 2011 involving 50 CSOM children with no more than 14 years old. Data collected by using pre-tested questionnaires. Variables are including family income level, nutritional status of the children, immunization status, breastfeeding, smoke eksposure and home density. Testing is done
Result: There is significant relationship between CSOM recurrency and either
in a graduated, with correlation test to see the correlation between the variable and regression test to know the influence of socio-demographic factors on CSOM.
children who have been immunized and breastfed for as long as 6 months (p=0,000) while no significant relationship can be found with nutritional status, family income, smoking habit of father, percentage proportion of income for health, family drinking water sources, family cooking habits, customs of a sewage treatment and home density . There was negatif correlation between recurrency of CSOM and immunization status and breastfeeding for 6 month (r=-0,882).
Key words: chronic suppuratif otitis media (CSOM), socio-demographic factors,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.3.1 Tujuan Umum 3
1.3.2 Tujuan Khusus 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 4
2.1 Anatomi Telinga Tengah 4
2.1.1 Membran Timpani 4
2.1.2 Kavum Timpani 5
2.1.3 Tuba Eustachius 6
2.1.4 Prosessus Mastoideus 7
2.2 Otitis Media Supuratif Kronis 7
2.2.1 Defenisi 7
2.2.2 Epidemiologi 7
2.2.3 Etiologi dan Faktor Risiko 8
2.2.5 Klasifikasi 11
2.2.6 Patogenesis 12
2.2.7 Gambaran Klinis 13
2.2.8 Diagnosa 13
2.2.9 Komplikasi 15
2.2.10 Penatalaksanaan 15
BAB 3 METODE PENELITIAN 16
3.1 Jenis Penelitian 17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 17
3.3 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 17
3.3.1 Populasi 17
3.3.2 Sampel Penelitian 17
3.3.3 Besar Sampel 17
3.4 Variabel Penelitian 17
3.5 Defenisi Operasional 18
3.6 Pengukuran Data 19
3.7 Kerangka Kerja 20
3.8 Pengumpulan Data 20
3.9 Cara Pengolahan dan Analisis Data 20
BAB IV HASIL PENELITIAN 21
BAB V PEMBAHASAN 26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 33
KEPUSTAKAAN 34
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Membran Timpani 4
Gambar 2 Kavum Timpani 5
Gambar 3 Tuba Eustachius 6
Gambar 4 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian 16
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 . Kuesioner Penelitian LAMPIRAN 2. Lembar Penjelasan
LAMPIRAN 3. Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan
LAMPIRAN 4 . Tabulasi Hasil
PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP KEJADIAN OMSK PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Abstrak
Latar belakang: Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah penyakit radang telinga
yang paling banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Namun data yang berhubungan dengan faktor sosio-demografi masih jarang, padahal informasi mengenai faktor sosio-demografi sangat bermanfaat dalam pengembangan strategi pencegahan dan pengobatan penyakit ini.
Bahan dan cara: Desain penelitian adalah observasi analitik dngan pendekatan survey
yang bertujuan untuk melihat pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kekerapan menderita OMSK. Lokasi penelitian adalah di Departemen/SMF THT-KL FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan. Populasi dan sampel adalah pasien penderita OMSK berusia 14 tahun ke bawah yang datang berobat pada periode Juni 2011 sampai November 2011. Data sosio-demografi yang mencakup tingkat pendapatan, status gizi, status imunisasi, riwayat minum ASI, paparan asap dan kepadatan tempat tinggal dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji-coba. Status gizi ditentukan dengan mengukur berat badan dan tinggi badan sesuai dengan NCHS-WHO. Pengujian dilakukan secara bertingkat, dengan uji korelasi untuk melihat hubungan dan uji regresi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kejadian OMSK.
Hasil: Bahwa anak yang mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan
memiliki hubungan yang signifikan dengan kekerapan anak menderita OMSK (p=0.000) dan tidak ada hubungan signifikan antara variabel yang lain yaitu status gizi, penghasilan orang tua, orang tua merokok, proporsi persentase penghasilan untuk kesehatan, sumber air minum keluarga, kebiasaan memasak keluarga, kebiasaan pengolahan sampah dan kepadatan tempat tinggal, dengan kekerapan menderita OMSK. Ada korelasi negatif antara status imunisasi dan pemberian ASI selama 6 bulan (r=0.882).
THE INFLUENCE OF SOCIO-DEMOGRAPHIC FACTORS ON CHRONIC SUPPURATIF OTITIS MEDIA (CSOM) RECURRENCY OF CHILDREN IN
ADAM MALIK HOSPITAL MEDAN
Abstract
Background: Chronic suppuratif otitis media (CSOM) is one of the most common ear
diseases in many of developing countries including Indonesia. However, knowledge of associated socio-demographic factors is sparse, whereas the socio-demographic information very useful for control of the disease and complications and possible preventive strategies.
Method: Design of the study was observational analytical survey aiming at exploring
the influence of socio-demographic factors on CSOM. Research was done at Ear Nose and Throath-Head and Neck Surgery Department Medical Faculty University of North Sumatera / H. Adam Malik General Hospital Medan with consecutive sampling start from June 2011 until November 2011 involving 50 CSOM children with no more than 14 years old. Data collected by using pre-tested questionnaires. Variables are including family income level, nutritional status of the children, immunization status, breastfeeding, smoke eksposure and home density. Testing is done
Result: There is significant relationship between CSOM recurrency and either
in a graduated, with correlation test to see the correlation between the variable and regression test to know the influence of socio-demographic factors on CSOM.
children who have been immunized and breastfed for as long as 6 months (p=0,000) while no significant relationship can be found with nutritional status, family income, smoking habit of father, percentage proportion of income for health, family drinking water sources, family cooking habits, customs of a sewage treatment and home density . There was negatif correlation between recurrency of CSOM and immunization status and breastfeeding for 6 month (r=-0,882).
Key words: chronic suppuratif otitis media (CSOM), socio-demographic factors,
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otitis media supuratif kronis (OMSK) salah satu penyakit telinga yang paling banyak terjadi di negara berkembang (Akinpelu et al, 2007; Adhikari, 2009) termasuk Indonesia. Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut dengan karakteristik adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani (WHO, 2004).
Survei prevalensi di seluruh dunia, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta penderita dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang, diperkirakan 28000 mengalami kematian dan <2 juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang (WHO, 2004).
Keadaan malnutrisi, tempat kumuh, tingkat kebersihan yang rendah, infeksi saluran nafas berulang, dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai, hal ini merupakan faktor risiko. Masyarakat miskin mempunyai angka kejadian yang tinggi (Adoga et al, 2010; Adhikari, 2009). Memon et al (2008) mendapatkan 68% penderita OMSK berasal dari keluarga miskin.
Lasisi et al (2009) di Nigeria meneliti 189 anak dengan OMSK dan mendapatkan kelas sosial rendah, malnutrisi, minum susu botol, memasak di dalam rumah dan jumlah anggota keluarga yang banyak secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan otitis media.
Faktor yang mempengaruhi otitis media berperan dalam perkembangan OMSK, termasuk faktor intrinsik yaitu ras, umur, riwayat ISPA dan / atau otitis media akut (OMA), dan tingkat pengetahuan orang tua, sedangkan faktor ekstrinsik/ lingkungan antara lain orang tua perokok, tempat penitipan anak dan mengkonsumsi susu botol (Veen et al, 2006).
Belum ada ketentuan mengenai penanganan yang paling efektif terhadap OMSK, baik dengan terapi medikamentosa ataupun operatif memiliki angka kegagalan yang besar (Veen et al, 2006). Untuk itu pencegahan ataupun penanganan dini terhadap OMSK sangat penting, sehingga informasi akan faktor sosio-demografi OMSK sangat dibutuhkan, walaupun datanya masih jarang. Oleh karenanya, kami ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor predisposisi terhadap pasien yang menderita OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kejadian OMSK di RSUP H.Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin penderita.
b. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan pendapatan. c. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan status gizi. d. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan status imunisasi. e. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan paparan asap. f. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan tempat tinggal.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat antara lain:
a. Untuk pengawasan dan pengaturan terhadap perkembangan penyakit, sehingga dapat mengurangi komplikasi yang terjadi.
b. Mengusahakan strategi pencegahan penyakit sehingga mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Dhingra, 2007).
2.1.1.
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra, 2007). Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang) (Dhingra, 2007).
Membran Timpani
2.1.2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani (Helmi, 2005).
Gambar 2. Kavum timpani (Probst dan Grevers, 2006)
bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus stapedius (Helmi, 2005; Dhingra, 2007).
2.1.3. Tuba Eusthachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani (Dhilon, 2000; Helmi, 2005).
2.1.4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum
2.2.
(Dhingra, 2007).
2.2.1.
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
Otitis media merupakan suatu keadaan inflamasi pada telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya dibagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12 minggu). OMSK dicirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tube yang tidak respon dengan terapi medikamen (Kenna dan Latz, 2006).
Definisi
2.2.2. Epidemiologi
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak-anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia (7-46%). Negara industri seperti Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1% (Chole dan Nason, 2009).
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208 dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.
2.2.3. Etiologi dan Faktor risiko
Penyebab utama dari otitis media adalah urutan dari kejadian-kejadian: otitis media akut dimulai oleh adanya infeksi virus yang merusak mucosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri ini memperoleh respon inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit. Efusi telinga tengah dihasilkan dari sekresi nasofaring yang memasuki rongga telinga tengah dan dapat juga dihasilkan dari ventilasi yang inadekuat dari telinga tengah. Tekanan telinga tengah yang berkurang akan menyebabkan perkembangan efusi, yang disebut teori hydrops ex vacuo. Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke telinga tengah (Chole dan Nasun,2009).
2.2.4. Faktor sosio-demografi
Faktor sosio-demografi berperan dalam mempengaruhi risiko berkembangnya otitis media. Begitu banyak laporan epidemiologi yang mengindikasikan otitis media dan efusi telinga tengah memiliki kejadian yang cukup tinggi di musim dingin dan lebih rendah di musim semi di kedua hemisphere. Infeksi saluran nafas atas sering timbul di musim dingin, dan virus pada saluran nafas dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada 19% anak-anak dengan otitis media akut (Kong dan Coates, 2009).
Didapatkan peningkatan kejadian di rumah yang penuh sesak / padat penghuni dan jumlah anggota keluarga yang banyak, hal ini dikenal dengan “mini-epidemik” pada otitis media (Kong dan Coates, 2009).
Jacoby et al dalam Kalgoorlie Otitis Media Researches Project mendapatkan perokok pasif meningkatkan risiko otitis media pada anak-anak Aborigin dan non-Aborigin yaitu sebanyak 64%. Penelitian lain oleh Uhari mendapatkan risiko yang meningkat (60%) pada OMA rekuren dan otitis media efusi kronis yang penderitatuanya merokok (RR 1,66; 95% CI, 1,33-2,06) (Kong dan Coates, 2009). Hampir sama yang didapatkan Ilicali et al (1999), pada kelompok kasus terpapar asap dengan rata-rata 19,6 batang rokok perhari dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan rata-rata 14,4 batang rokok perhari (P<0,004). Didapatkan hubungan yang signifikan pada ibu yang merokok (P<0,001).
Status sosio-ekonomi rendah dengan akses yang terbatas ke tempat pelayanan kesehatan kemungkinan sebagai faktor yang berhubungan dengan otitis media (Kong dan Coates, 2009), juga tergantung pada infrastruktur sosial secara keseluruhan dan fasilitas kesehatan di daerah tempat tinggalnya (Uddin et al, 2008). Perlu perhatian mendalam terhadap perbaikan pembangunan perumahan dan akses aliran air bersih, nutrisi, kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat, dimana hal-hal tersebut akan meningkatkan kualitas kesehatan sehingga anak-anak dari status ekonomi rendah mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik (Uddin et al, 2008).
Penelitian Akinpelu et al (2007) di Nigeria terhadap 160 penderita OMSK mendapatkan faktor predisposisi antara lain yang berhubungan dengan masalah malnutrisi, tempat tinggal kumuh dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 66 penderita (41,3%).
Hubungan antara perilaku dan kebiasaan
Hasil dari wawancara prepartum memperlihatkan 90% perempuan mengetahui gejala dan tanda otitis media, 73% responden percaya bahwa merokok disekitar anak meningkatkan risiko mendapat infeksi telinga. Meskipun begitu hanya 15% responden yang memberikan susu formula, dan 24% menitipkan anak di pusat penitipan anak.
Menurut data terjadi peningkatan otitis media, 46% mengakui bahwa infeksi telinga adalah kejadian normal dari kehidupan anak, hanya 7% setuju bahwa otitis media tidak perlu dikuatirkan.
dan kebiasaannya merokok. Sedangkan 80% setuju merokok mempengaruhi otitis media pada anak namun hal itu juga tidak merubah caranya (Uddin et al, 2008).
2.2.4. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : tipe tubotimpanal (tipe mukosa = tipe benigna) dan tipe atikoantral (tipe tulang = tipe maligna. Penyakit tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous (Dhingra, 2007).
Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang di temukan polip yang besar pada liang telinga luar. Sedangkan yang tidak aktif, pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga (Dhingra, 2007).
berwarna putih. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
Kolesteatom didapat terbagi atas primary acquired cholesteatoma dimana kolesteatom terjadi pada daerah atik atau pars flaksida, dan secondary acquired cholesteatoma yang berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan
peradangan kronis, biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior (Meyer, 2006).
kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah: Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh, tidak ada riwayat otitis media sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan (Mills, 1997).
2.2.5. Patogenesis
Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Dhingra, 2007; Djaafar, 2007).
Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Dhingra, 2007; Djaafar, 2007).
2.2.6. Gambaran Klinis
OMSK memiliki beberapa gambaran klinis, antara lain telinga berair (sekret) dimana sekret bersifat purulen (kental) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap (Dhingra, 2007).
Gangguan pendengaran berupa tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran bervariasi namun jarang melebihi 50 dB. Perforasi membran timpani pada yang jinak biasanya sentral, bisa di anterior, posterior atau inferior dari malleus. Pada yang ganas di daerah atik atau posterosuperior. Mukosa kavum timpani tampak pada perforasi membran timpani yang besar. Secara normal warnanya merah muda, saat terjadi inflamasi warnanya menjadi merah, udem dan lunak. Kadang-kadang tampak polip (Dhingra, 2007).
2.2.7. Diagnosa
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan bakteriologi. Melalui
anamnesa dapat diketahui tentang awal mula penyakit, riwayat penyakit terdahulu, faktor risiko, gejala klinis serta hal-hal lainnya yang mengarah ke diagnosis yang mungkin terjadi. Diagnosis pasti OMSK dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati. Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa kavum timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip. Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi yang letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar, atau pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan hanya pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz , 2006).
kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting untuk menentukan bakteri penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) dan komplikasi ekstratemporal. Komplikasi intratemporal terdiri dari parese n. fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis. Pada OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial (Kenna dan Latz, 2006).
2.2.9. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi atas penatalaksanaan medis dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret, dan terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal (Mills, 1997).
mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti (Johnson, 2003).
2.3.Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian
[image:33.595.97.516.314.481.2]Berdasarkan kepustakaan diatas disusunlah kerangka teori sebagaimana tertera pada gambar berikut:
Gambar 4. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian Status
imunisasi
ASI Paparan
asap Status
gizi
Pendapatan Rumah padat penghuni
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan survei untuk melihat pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap penyakit Otitis Media Supuratif Kronik pada anak dibawah 14 tahun.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen/SMF THT-KL FK-USU / RSUP H.Adam Malik Medan mulai Juni 2011.
3.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita baru OMSK berumur tidak lebih dari 14 tahun yang datang berobat ke Poli THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juni 2011 hingga November 2011.
3.3.2. Sampel Penelitian dan Penentuan Besar Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita baru OMSK berumur tidak lebih dari 14 tahun yang datang berobat ke Poli THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juni 2011 hingga November 2011.
3.4. Variabel Penelitian
3.5.Defenisi Operasional
3.5.1. Sampel pada penelitian merupakan anak berumur tidak lebih dari 14 tahun.
3.5.2. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) adalah radang kronis pada telinga tengah dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani lebih dari 12 minggu.
3.5.3. Tingkat Pendapatan merupakan jumlah uang yang didapatkan sebagai hasil kerja dalam sebulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan dikategorikan menjadi:
- Rendah apabila kurang dari Rp. 200,000/anggota keluarga
- Sedang apabila antara Rp. 200,000 - Rp. 500,000/anggota keluarga - Tinggi apabila lebih dari Rp. 500,000/anggota keluarga
3.5.4. Status gizi merupakan keadaan kecukupan nutrisi yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan NCHS-WHO yang direkomendasikan pada semiloka antropometri di Indonesia. Pengelompokan terdiri atas gizi baik, kurang dan buruk.
3.5.5. Status imunisasi adalah jenis dan frekuensi imunisasi dasar yang didapat dan dikategorikan menjadi:
- Lengkap bila jenis dan frekuensi sesuai menurut umur
- Tidak lengkap bila jenis dan frekuensi tidak sesuai menurut umur 3.5.6. Riwayat minum ASI dikategorikan menjadi:
3.5.7. Paparan asap adalah kondisi penderita yang sehari-harinya terpapar dengan asap, baik asap rokok ataupun asap hasil pembakaran kayu.
3.5.8. Kepadatan tempat tinggal merupakan kondisi rumah tempat tinggal dilihat dari jumlah anggota keluarga dibandingkan dengan luas rumah. Dikategorikan menjadi:
- Padat apabila luas rumah < 8 m2 - Tidak padat bila luas rumah > 8 m
per anggota keluarga 2
3.6.Pengukuran Data
per anggota keluarga
Pengukuran data adalah sebagai berikut:
No Variabel Nilai 1
Indikator
Nilai 1 variabel Skala
Pengukuran
1 Variabel Terukur
- OMSK 0 – 1 1 Nominal
2 Variabel Laten
- Jenis Kelamin
- Usia
- Tingkat pendapatan
- Status Gizi
- Status Imunisasi
- Riwayat minum ASI
- Paparan asap
- Kepadatan tempat
tinggal
1 – 2
1 – 14
1 – 3
1 – 3
1 – 2
1 – 3
1 – 2
1 – 2
Laki-laki 1 Perempuan 2 Usia sesuai tahun Rendah 1 Sedang 2 Tinggi 3 Buruk 1 Kurang 2 Baik 3
Tidak lengkap 1 Lengkap 2 Susu formula 1 ASI Lengkap 2 ASI Eksklusif 3 Terpapar 1 Tidak terpapar 2 Padat 1
Tidak padat 2
3.7.Kerangka Kerja
Gambar 5. Kerangka kerja
Kerangka kerja pada penelitian ini dimulai dengan menegakkan diagnosa pasien, pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, mengolah data, menganalisa data dan menyajikan dalam bentuk tabel.
3.8. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diujicoba sebelumnya. Wawancara dilakukan kepada orangtua pasien atau orang dewasa yang membawa pasien berobat. Status gizi diperoleh dengan mengukur berat badan dan tinggi pasien dan merujuknya kepada standar NCHS-WHO.
1. Karakteritik Umum Responden : 10 pertanyaan 2. Riwayat Persalinan dan kesehatan : 12 pertanyaan 2. Riwayat Penyakit : 8 pertanyaan 3. Karakteristik sosio-demografi : 14 pertanyaan
3.9. Cara Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul dalam status penelitian diolah dengan menggunakan program komputer untuk melihat hubungan antar variabel yang dinyatakan dengan nilai p (untuk mengetahui signifikansi hubungan) dan nilai r (untuk melihat kedekatan hubungan, koefisien korelasi) disajikan secara deskriptif dan disusun dalam bentuk
Kuisioner
Pendapatan Status gizi Status imunisasi Riwayat minum ASI
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juni 2011. Jumlah sampel diambil secara consecutive sampling sebesar 50 sampel. Data yang dikumpulkan disajikan dalam
[image:38.595.83.515.321.393.2] [image:38.595.77.519.541.601.2]bentuk tabel.
Tabel 4.1. Proporsi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur
Kelompok Umur Jumlah (n) Persen (%) ≤ 5 tahun 23 46 6 – 10 tahun 10 20 11-14 17 34 Total 50 100
Dari tabel diatas diketahui proporsi penderita OMSK terbanyak pada kelompok umur ≤ 5 tahun yaitu 23 penderita (46%) dan diikuti kelompok umur 11-14 tahun sebanyak 17 penderita (34%), sedangkan kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 10 penderita (20%).
Tabel 4.2. Proporsi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Jumlah (n) Persen (%)
- Laki-laki - Perempuan
34 16
68 32
Total 50 100
Tabel 4.3. Proporsi penderita OMSK berdasarkan tingkat pendapatan
Tingkat pendapatan perbulan Jumlah (n) Persen (%) - Tinggi
- Sedang - Rendah
1 36 13 2 72 26
Total 50 100
[image:39.595.79.519.292.353.2]Berdasarkan tabel diatas tampak tingkatan pendapatan perbulan adalah tingkat pendapatan sedang yaitu 36 (72%), diikuti tingkat pendapatan rendah yaitu 13 penderita (26%).
Tabel 4.4. Proporsi penderita OMSK berdasarkan status gizi
Status gizi Jumlah (n) Persen (%)
- Baik - Kurang
14 36
28 72
Total 50 100
Berdasarkan status gizi, proporsi terbanyak adalah status gizi kurang yaitu 36 penderita (72%), sedangkan status gizi baik sebanyak 14 penderita (28%). Gizi buruk tidak ditemukan.
Tabel 4.5. Proporsi penderita OMSK berdasarkan status imunisasi
Status imunisasi Jumlah (n) Persen (%)
- Lengkap - Tidak lengkap
41 9
82 18
Total 50 100
Dari tabel 4.5 diatas yang terbanyak adalah status imunisasi lengkap sebanyak 41 penderita (82%) sedangkan imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 penderita (18%). Tabel 4.6. Proporsi penderita OMSK berdasarkan riwayat minum ASI
Riwayat minum ASI Jumlah (n) Persen (%)
- ASI ekslusif - ASI lengkap - Susu formula
29 19 2 58 38 4
[image:39.595.80.519.474.535.2] [image:39.595.82.518.624.701.2]Dari tabel 4.6 diatas didapati riwayat minum ASI ekslusif selama 6 bulan pertama adalah yang terbanyak pada proporsi penderita OMSK yaitu 29 penderita (58%), diikuti riwayat minum ASI dan susu botol sebanyak 19 penderita (38%).
Tabel 4.7. Proporsi penderita OMSK berdasarkan paparan asap
Paparan asap Jumlah (n) Persen (%)
- Terpapar - Tidak terpapar
34 16
68 32
Total 50 100
[image:40.595.80.517.392.460.2]Berdasarkan paparan asap, proporsi terbanyak adalah terpapar yaitu 34 penderita (68%) yang didapat dari penderita tua yang merokok dan pembakaran sampah yang dilakukan disekitar rumah. Sedangkan yang tidak terpapar sebanyak 16 penderita (32%).
Tabel 4.8. Proporsi penderita OMSK berdasarkan kepadatan tempat tinggal
Kepadatan tempat tinggal Jumlah (n) Persen (%) - Tidak padat
- Padat
8 42
16 84
Total 50 100
Tabel 4.9. Tabel sosio-demografi keluarga penderita
Jumlah (n) Persen (%)
Anak ke 1 2 3 4 5 11 23 11 4 1 22 46 22 8 2
Jumlah penghuni rumah
4 5 6 7 8 9 3 12 16 14 4 1 6 24 32 28 8 2
ANC bila Ya berapa kali
<4 kali >4 kali 29 21 58 42
Orang tua merokok
Ya Tidak 34 16 68 32
Proporsi penghasilan untuk kesehatan
0 % 5 % 10 % 20 % 17 25 7 1 34 50 14 2
Sumber air minum keluarga
Sungai Sumur PAM 1 37 12 2 74 24
Kebiasaan memasak keluarga
Menggunakan kayu bakar Menggunakan kompor minyak Menggunakan gas 4 36 10 8 72 20
Kebiasaan pengolahan sampah
Dibakar
Dibuang ke tempat sampah Dikutip oleh petugas
Dari tabel diatas tampak penderita merupakan anak ke 2 sebanyak 23 penderita (46%), jumlah penghuni rumah 6 orang sebanyak 16 (32%), pemeriksaan ANC <4 kali sebanyak 29 penderita (58%), orang tua merokok 34 penderita (68%), proporsi penghasilan untuk kesehatan 5 % sebanyak 25 penderita (50%), sumber air minum keluarga dari sumur 37 penderita (74%), kebiasaan memasak keluarga menggunakan kompor minyak sebanyak 36 penderita (72%) dan kebiasaan pengolahan sampah dengan dibakar sebanyak 33 penderita (66%).
Tabel 4.10. Korelasi kekerapan anak menderita sakit dengan variabel-variabel laten
Variabel Nilai p Nilai ( r )
Status gizi
Anak mendapat imunisasi
.260 .000
0.162 -0.882
Mendapat ASI selama 6 bulan .000 -0.882
Penghasilan Ayah .295 0.020
Penghasilan Ibu .064 0.157
Orang tua merokok .166 0.004
Proporsi % penghasilan untuk kesehatan .063 -0.273
Sumber air minum keluarga .195 0.201
Kebiasaan memasak keluarga .148 0.122
Kebiasaan pengolahan sampah Kepadatan penghuni rumah
.176 .081
-0.248 0.249
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengambil 50 sampel berumur tidak lebih dari 14 tahun yang menderita OMSK dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 diketahui bahwa proporsi penderita OMSK terbanyak pada kelompok umur ≤ 5 tahun yaitu 46% dan diikuti kelompok umur 11-14 tahun sebanyak 34%, sedangkan kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 20%. Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki 68% dan perempuan 32%. Hal ini hampir sama dengan penelitian deskriptif retrospektif di rumah sakit pendidikan Makassar selama 5 tahun, jumlah kasus OMSK pada balita selama periode 2004-2008 sebanyak 700 kasus dari seluruh kasus OMSK dan yang terbanyak terjadi pada kelompok umur 2-4 tahun (51,3%) dimana laki-laki sebanyak 55,3% dibandingkan perempuan 44,7% (Talango, 2009). Veen et al (2005) di Belanda pada 100 anak berusia hingga 12 tahun dengan OMSK sebanyak 49% berusia dibawah 4 tahun dan sebanyak 55% laki-laki. Lasisi et al (2007) terhadap 189 anak-anak berusia hingga 14 tahun dengan OMSK mendapatkan laki-laki sebanyak 60%.
memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian OMSK pada status sosio-ekonomi tinggi dan rendah.
Seperti yang telah diuraikan bahwa OMSK merupakan penyakit infeksi yang secara umum berhubungan dengan status sosio-ekonomi rendah yang juga berkaitan erat dengan kondisi malnutrisi, kepadatan tempat tinggal, tingkat kesehatan dibawah standar, infeksi saluran napas atas berulang dan kurangnya sarana kesehatan yang memadai (Adoga et al, 2010).
Berdasarkan status gizi, proporsi OMSK yang terbanyak adalah pada penderita dengan status gizi kurang yaitu 72%, sedangkan status gizi baik 28%.
Pengaruh nutrisi dan vitamin dalam peranannya mempengaruhi penyakit telinga tengah terutama di negara berkembang telah banyak dilakukan. Elemraid et al (2011) melakukan studi case control terhadap 75 anak dengan OMSK dan 74 anak sebagai kontrol, mendapatkan anak dengan OMSK memiliki gizi yang kurang dibandingkan kontrol dengan konsentrasi Zn, Se dan Ca yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan malnutrisi pada anak, namun yang paling penting adalah kesanggupan membeli makanan yang bergizi. Faktor lain diantaranya ketersediaan makanan bergizi, fasilitas penyimpanan makanan dan ketersediaan air bersih, pendinginan dan peralatan memasak, yang tergantung kondisi di tiap keluarga, ikut mempengaruhi gizi (Elemraid et al, 2011).
hubungan yang signifikan antara kejadian otitis media dengan imunisasi dan lamanya anak menyusui.
Selain manfaat nutrisi dan psikis, ASI mengandung zat antibodi yang akan menghambat mikroba yang merugikan sehingga anak tidak mudah terinfeksi (Kong dan Coates, 2009).
ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak hanya vitamin A saja tapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan paparan asap, proporsi penderita OMSK yang terbanyak adalah terpapar yaitu 68%. Hasil didapatkan Sophia et al (2010) pada 800 anak, Jones et al (2011) pada 61 anak dan Jocoby et al (2008) terhadap 100 anak dengan otitis media, paparan asap rokok memiliki hubungan yang signifikan dalam meningkatkan risiko terjadi otitis media. Sedangkan Homoe (2001) mendapatkan hasil yang berbeda.
Paparan asap rokok terhadap bayi dan anak-anak merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Berbeda dengan dewasa, bayi lebih rentan terhadap paparan asap rokok, sehingga akan meningkatkan risiko terjadi otitis media kronis. Konsekuensi dari paparan dalam jarak dekat oleh penderita tua perokok adalah kekebalan tubuh bayi dan sistem pulmonar yang menurun, ukuran tubuh kecil dan frekuensi nafas yang meningkat (Daly, 2001).
Asap rokok memiliki >4000 toksin kimia, diantaranya nikotin, CO, formaldehid, hidrogen sianida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ammonia, polycyclic aromatic hydrocarbon dan nitrosamin. Zat-zat tersebut menyebabkan subjek lebih rentan
clearence nasofaring juga terganggu, memudahkan mikroorganisme berinvasi ke
permukaan epitel sel, dan menekan fungsi imun lokal seperti produksi Ig A (Nji et al, 2006).
Proporsi penderita OMSK berdasarkan tempat tinggal, yang terbanyak tinggal di tempat yang padat yaitu sebanyak 84%, sedangkan yang tinggal di tempat yang tidak padat 16%.
Penelitian yang dilakukan oleh Lasisi et al (2007) memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan terhadap beberapa faktor risiko antara lain sosioekonomi rendah, malnutrisi, tempat tinggal yang padat dan minum susu botol. Kontribusi dari status sosio-ekonomi rendah dalam meningkatkan keparahan otitis media merupakan multifaktor. Keluarga dari kelas sosial rendah sering memiliki banyak anak dan tinggal dalam rumah yang sempit dengan sanitasi dan kebersihan yang kurang memadai, sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif bagi transmisi kuman infeksius. Selain itu malnutrisi, yang berkaitan erat dengan kondisi status ekonomi rendah, akan menekan sistem imun. Kurangnya akses ke pusat pelayanan kesehatan menempatkan anak-anak dalam kategori risiko tinggi terhadap terjadi penyakit ( Lasisi et al, 2007).
Berikutnya Lasisi (2008) meneliti kejadian OMSK yang dini pada anak dan didapatkan sosio-ekonomi rendah dan jumlah anak yang banyak dalam rumah merupakan faktor risiko terhadap terjadinya otitis media dini, sedangkan minum susu botol, memasak di dalam rumah dan infeksi saluran napas atas secara statistik tidak mempunyai hubungan yang signifikan.
kekerapan anak menderita sakit. Anak yang mendapat imunisasi dan diberi ASI akan lebih jarang menderita sakit. Sedangkan variabel lain seperti status gizi, penghasilan orang tua, orang tua yang merokok, sumber air minum keluarga, kebiasaan memasak keluarga dan kepadatan penghuni rumah tidak terdapat hubungan signifikan dengan kekerapan menderita sakit. Kendati demikian, tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar proporsi penghasilan untuk kesehatan maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit. Demikian pula halnya dengan kebiasaan pengolahan sampah, semakin baik pengolahan sampah maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit.
Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan pada imunitas aktif tubuh membentuk kekebalan sendiri. Pentingnya pemberian imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalannya sendiri (humoral), hanya imunoglobulin G yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai 3 tahun, anak akan membentuk imunoglobulin G
Sebagai contoh, di Indonesia pemberian imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin) pada bayi baru lahir saat kontak pertama dengan petugas kesehatan atau
sebaiknya diberikan pada umur ≤ 2 bulan . Jika anak yang sudah mendapat imunisasi BCG terinfeksi oleh Micobacterium tuberculosis maka sel limposit-T memori segera berproliferasi, berdiferensiasi, mengaktifkan makrofag dan memproduksi sitokin. Sitokin ini selanjutnya meningkatkan kemampuan makrofag dalam mekanisme mikrobisida. Juga telah dibuktikan bahwa sitokin ini mampu menghambat pertumbuhan
basil, membunuh basil dan menghambat mobilitas makrofag yang terinfeksi sehingga tidak terjadi penyebaran infeksi secara hematogen (Matondang CS, 2001).
Air susu ibu selain sebagai sumber nutrisi dapat member perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun, ASI tetap mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit dan immunoglobulin. Pembentukan kekebalan tubuh pada bayi umur 0-6 bulan belum sempurna. Peran ASI belum mampu digantikan oleh susu formula seperti peran bakteriostatik, anti alergi atau peran psikososial. Pemberian ASI pada bayi tersebut dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi. ASI mengandung sIgA, Limfosit T, Limfosit B, dan Laktoferin yang dapat merangsang peningkatan status imun pada bayi (Munasir dan Kurniati, 2008).
Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga meningkatkan IgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva bayi. Ini disebabkan faktor pertumbuhan dan hormon sehingga dapat merangsang perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya penyakit otitis media, pneumonia, bakteriemia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat PASI (Matondang dkk, 2008).
keluarga dengan tingkat pendapatan yang sedang dan rendah, anak dengan status gizi kurang, paparan asap dan tinggal di rumah yang padat penghuni.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
6.1.1. Terdapat hubungan yang signifikan antara anak yang mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan terhadap kekerapan anak menderita OMSK (p=0.000)
6.1.2. Tidak ada hubungan signifikan antara variabel lain yaitu status gizi, penghasilan orang tua, orang tua merokok, proporsi persentase penghasilan untuk kesehatan, sumber air minum keluarga, kebiasaan memasak keluarga, kebiasaan pengolahan sampah dan kepadatan tempat tinggal, dengan kekerapan menderita OMSK
6.1.3. Ada korelasi negatif antara status imunisasi dan pemberian ASI selama 6 bulan (r=0.882).
6.2. Saran
6.2.1. Program imunisasi dan anjuran kepada orang tua dalam memberikan ASI kepada anak harus terus digalakkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dalam melawan penyakit.
KEPUSTAKAAN
Aboet A, 2007. Radang telinga tengah menahun. Pidato pengukuhan jabatan guru besar tetap. USU. Medan.
Adhikari P, 2007. Chronic Suppurative Otitis Media in School Children of Kathmandu Valley. Arquivos deORL. Nepal. 11(2). P 421.
Adhikari P, 2009. Chronic Suppurative Otitis Media in urban private school children of Nepal. Braz J Otorhinolaryngol. Nepal. 75(5). P 669-72.
Adoga A, Nimkur T, Silas O, 2010. Chronic suppurative otitis media: Socio-economic implications in a tertiary hospital in Northern Nigeria. PanAfrican Medical Journal. Nigeria. 4:3. hal 1-8.
Akinpelu AV, Amusa HB, Komolafe EO, 2007. Challenges in management of chronic suppurative otitis media in a developing country. The Journal of Laryngology and Otology. Nigeria. 122. p 16-20.
Alabassi AM, Alsaimary IE, Najim JM, 2010. Prevalence and pattern of chronic suppurative otitis media and hearing impairment in Basrah city. Journal of Medicine and Medical Sciences. Irak. 1(4). p 129-33.
nose and throat area. Kulak Burun Bogaz Ihtis Derg. Turkey. 21(6). p 345-8. Amusa YB, Ijadunola IK, Onayadi OO, 2005. Epidemiology of otitis media in a local
African population. West Afr J Med. Negeria. 24(3). p 227-30.
Chadha SK, Agarwal AK, Gulati A. Garg A, 2006. A comparative evaluation of ear diseases in children of higer versus lower socioeconomic status. The Journal of Laryngology and Otology. India. 129 (1). p 16-19.
Chole RA, Nasun R, 2009. Chronic Otitis Media with Cholesteatoma in Ballengers Otorhinolaryngology head and neck surgery. BC Decker Inc. USA. p 217-27. Daly JB, Wiggers JH, Considine RJ, 2001. Infant exposure to environmental tobacco
smoke: A prevalence study in Australia. Australian and New Zealand Journal of Public Health.New South Wales. 25 (2). p 132-137
Daly KA, Casselbrant ML, Hoffman HJ, 2002. Epidemiology, natural history, and risk factors. The annals of Otology, Rhinology & Laryngology. USA. 111(3). p 19-24. Daly KA, Pirie PL, Rhodes KL, Hunter LL, Davey CS, 2007. Early otitis media among
Minnesota American Indians: The little ears study. American journal of public health. USA. 97(2). p 317-22.
Depkes. 2001. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI tahun 2001-2005. Makalah disampaikan pada Workshop Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta
Dhingra PL, 2007. Anatomy of ear, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 3-13.
Dhingra PL, 2007. Cholesteatoma and Chronic Suppurative Otitis Media, in Disease of Ear, Nose, and Throat. 3rd ed. Elsevier. New Delhi. p 66-73.
Djaafar ZA, 2007. Kelainan Telinga Tengah, dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung, Tenggorok Kepala Leher. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 49-62. Elemraid MA, Mackenzie IJ, Fraser WD et al, 2011. A case-control study of nutritional
Helmi, 2005. Otitis Media Supuratif Kronis, dalam Otitis Media Supuratif Kronis Pengetahuan Dasar Terapi Medik Mastoidektomi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. Hal 55-72.
Homoe P, 2001. Otitis media in Greenland. Studies on historical, epidemiological, microbiological and imunisasiological aspects. Int J Circumpolar Health. 60(2). p 1-54.
Ilicali OC, Keles N, Deger K, Savas I, 1999. Relationship of passive cigarette smoking to otitis media. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. Turkey. 125. p 758-62.
Jacoby PA, Coates HL, Arumugaswanni A et al, 2008. The effect of passive smoking on the risk of otitis media in Aboriginal and non-Aboriginal children in a Kargoorlie-boulder region of Western Australia. MJA. Australia. 188 (10). p 599-603.
Johnson G.D, 2003. Simple mastoid operation. In: Glasscock-Shambough Surgery of the ear. 5th
Jones LL, Hassanien A, Cook DH, Britton J, Bee JL, 2011. Parental smoking and the risk of middle ear Disease in children. Arch Pediatr Adolesc Med. p 158
ed. BC. Decker, Hamilton, Ontario. p 487.
Kenna MA dan Latz AD, 2006. Otitis Media and Middle Ear Effusion, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th
Koch A, Homoe P, Pipper C et al, 2011. Chronic Suppurative Otitis Media in a Birth Cohort of Children in Greenland, Population-based study of incidence and risk factors. Denmark. The Pediatric Infectious Disesase Journal. 30(1). p 25-29.
ed . vol 1. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 1265-75.
Lasisi AO, Olaniyan FA, Muibi SA, 2007. Clinical and demographic factors associated with chronic suppurative otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. Nigeria. 71(10). p 1549-54.
Lasisi AO, Olayemi O, Irabor AE, 2008. Early onset otitis media: risk factors and effects on the outcome of chronic suppurative otitis media. Eur Arch Otorhinolaryngol. Nigeria. 265(7). P 765-8.
Matondang CS. Aspek imunologi imunisasi. Dalam: Ranuh IGN, Suyitno, Hadinegoro SRS, Kartasasmita C, penyunting. Buku imunisasi di Indonesia. Edisi ke-1. Jakarta: Satgas Imunisasi – IDAI; 2001, h.5-11.
Matondang CS., Munatsir Z., Sumadiono. 2008. Aspek Imunologi Air Susu Ibu. dalam : Akib A.A.P., Munasir Z., Kurniati N (eds). Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak, Edisi II. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp: 189-202.
Memon MA, Matiullah S, Ahmed Z, Marfani MS, 2008. Frequency of un-safe Chronic Suppurative Otitis Media in patients with discharging ear. J Lumhs. Pakistan. p 102-5.
Meyer TA, 2006. Cholesteatoma, in Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, editors. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th
Mills RP, 1997. Management of Chronic Suppurative Otitis Media, in Kerr AG (Ed) Scott-Brown’s Otolaryngology. Vol 3. 6th ed. Butterworth-Heinemann. p 3/10/1-19.
ed . vol 2. Philadelphia, USA. Lippincott Williams & Wilkins. p 2081-91.
Neto JFL, Hemb L, silva DB, 2004. Systematic literature review of modifiable risk factors for recurrent acute otitis media in childhood. J Pediatr (Rio J). Brazilia. 82(2). p 87-96.
Nji PK, Meloy L, Herrod HG ,2006. Environmental Tobacco Smoke Exposure: Prevalence and Mechanisms of Causation of Infections in Children. Pediatrics. United States. 117(5). p 1745-52.
Pelton SI, Leibovitz E, 2009. Recent Advances in Otitis Media. The Pediatric Infectious Disease Journal. 28(10). p 133-137.
Probst R, Grevers G, 2006. The Middle Ear in Basic Otorhinolaryngology-A step-by-step Learning Guide. Thieme. New York. p 241-9
Roovers MM, Schilder AGM, Zielhuis GA, Rosenfeld RM, 2004. Otitis Media. The Lancet. Netherlands. 363. p 465-72.
Sophia A, Isaac R, Rebekah G, Brahmadathan K, Rupa V, 2010. Risk factors for otitis media among preschool, rural Indian children. 274(6). p 677-83
Talango R, Kodrat L, 2009. Insidens otitis media supuratif kronik pada balita di rumah sakit pendidikan di Makassar periode Januari 2004-Desemberr 2008. Pertemuan Ilmiah Tahunan Otologi (PITO)-4. Palembang. Hal 57.
Telian SA, Schmalbach CE, 2002. Chronic Otitis Media. In Snow JB. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery. London: BC Decker Inc. p 46-57.
Veen EL, Schilder AGM, Heerbeek N, 2006. Predictors of Chronic Suppurative Otitis Media in Children. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 132. p 1115-8.
WHO, 2004. Chronic Suppurative Otitis Media; burden of illness and management options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO Geneva, Switzerland. p 7-8.
Personalia Penelitian
1. Peneliti Utama
Nama : dr. Balqhis Nora
NIP : 19780122 200502 2 001 Gol/Pangkat : III-c/ Penata
Jabatan : PPDS THT FK-USU (Asisten Ahli) Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan Leher Waktu Disediakan : 12 jam/minggu
2. Anggota Peneliti / Pembimbing
A. Nama : Prof.dr.Askaroellah Aboet, SpTHT-KL(K) NIP : 19460305 197503 1 001
Gol/Pangkat : IV/d, Pembina Utama Madya Jabatan : Guru Besar, Kepala Divisi Otologi
Departemen THT-KL FK USU/RSUP HAM Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
B. Nama : Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, SpTHT-KL(K) NIP : 19540126 198403 1 0001
Gol/Pangkat : IV/a, Pembina
Jabatan : Kepala Divisi Rinologi
Departemen THT-KL FK USU/RSUP HAM Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala dan Leher Waktu Disediakan : 5 jam/minggu
C. Nama : dr. Yuritna Haryono, SpTHT-KL(K) NIP : 130 422 449
Gol/Pangkat : IV/c, Pembina Utama Muda
Jabatan :Staf Divisi Rinologi Departemen THT-KL FK USU/RSUP HAM
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Kuesioner Penelitian
Pengaruh Faktor-faktor Sosio-demografi terhadap Kejadian OMSK di RSUP HAM 2011
A. Data Umum Responden (allo anamnesa)
1. Inisial/Kode Responden : ………..
2. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Usia : ………..tahun
4. Anak ke : ………..dari …………bersaudara
5. Jumlah anak saat ini : ……….…….penderita 6. Jumlah penghuni rumah : ………. penderita 7. Tinggi badan saat lahir : ………..sentimeter 8. Berat badan saat lahir : ………..kilogram 9. Tinggi badan saat ini : ………..sentimeter 10. Berat badan saat ini : ………..kilogram
B. Riwayat Persalinan dan Kesehatan
1. Selama kehamilan apakah dilakukan pemeriksaan kandungan?
A. Ya
B. Tidak
2. Bila Ya, berapa kali selama kehamilan? A. < 4kali
B. > 4kali
3. Siapa yang memeriksa kehamilan? A. Dukun bayi
B. Bidan
C. Dokter Umum D. Dokter Spesialis
4. Apakah ada masalah selama kehamilan?
A. Ya
B. Tidak 5. Bila Ya, seperti apakah?
A. Ibu perdarahan B. Ibu kejang-kejang C. Ibu mengalami demam
6. Apakah masalah kehamilan tersebut bisa diselesaikan sebelum persalinan?
A. Ya
B. Tidak
7. Dimanakah anak dilahirkan? A. Di rumah B. Di klinik C. Di rumah sakit 8. Siapa yang menolong persalinan?
A. Dukun bayi B. Bidan
C. Dokter Umum D. Dokter Spesialis 9. Bagaimana proses persalinan?
A. Lahir spontan
B. Lahir dengan operasi
C. Penyulit lain, sebutkan: ……… 10. Apakah anak mendapat imunisasi?
A. Ya
B. Tidak
11. Dimana mendapatkan imunisasi? A. Di Posyandu B. Di praktik swasta C. Di Puskesmas D. Di rumah sakit
12. Imunisasi apa saja yang didapat anak?
Jenis Imunisasi
Usia saat Imunisasi (bulan
Berapa Kali
C. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Apakah anak sering menderita sakit?
A. Ya
B. Tidak
2. Jika Ya, penyakit apakah yang paling sering? A. Batuk pilek
B. Diare
C. Demam
D. Kejang
E. Lain-lain: sebutkan ………..
3. Sudah berapa lama anak menderita penyakit sekarang?... bulan 4. Apakah sudah pernah dibawa berobat?
A. Ya
B. Tidak 5. Jika Ya, kemana?
A. Pengobatan tradisional B. Posyandu
C. Klinik D. Puskesmas E. Rumah sakit
6. Bagaimana keadaannya setelah dibawa berobat? A. Tidak ada perubahan
B. Semakin baik C. Semakin parah
7. Sudah berapa kali anak dibawa ke rumah sakit ini? ………..kali 8. Bagaimana keadaannya setelah dibawa berobat kesini?
A. Tidak ada perubahan B. Semakin baik
C. Semakin parah
D. Faktor Sosio-demografi
1. Pendidikan Ayah : ……….
2. Pendidikan Ibu : ……….
3. Pekerjaan Ayah
4. Pekerjaan Ibu
A. Tidak bekerja B. Bekerja paruh waktu C. Pegawai negeri D. Karyawan swasta E. Wirausaha
F. Lain-lain: sebutkan………
5. Rata-rata penghasilan Ayah per bulan :Rp. ………. 6. Rata-rata penghasilan Ibu per bulan :Rp.………. 7. Apakah penderita tua merokok?
A. Ya
B. Tidak
8. Berapakah kira-kira proporsi penghasilan keluarga untuk kesehatan : ..…%
9. Status rumah tinggal
A. Milik sendiri B. Menyewa bulanan C. Menyewa tahunan
D. Lain-lain: sebutkan ………
10. Luas rumah : ……… m2
11. Jumlah kamar : ……… kamar
12. Sumber air minum keluarga A. Sungai B. Sumur
C. PAM
D. Lain-lain: sebutkan 13. Kebiasaan memasak keluarga
A. Menggunakan kayu bakar B. Menggunakan kompor minyak C. Menggunakan gas
D. Lain-lain: sebutkan ……… 14. Kebiasaan pengolahan sampah
A. Dibakar
B. Dibuang ke tempat sampah C. Dikutip oleh petugas
Lembar Penjelasan
Pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kejadian OMSK di RSUP HAM 2011
Tanggal wawancara : ………2011
Pewawancara : ………
PETUNJUK WAWANCARA (UNTUK DIBACAKAN KEPADA RESPONDEN)
Bapak/Ibu yang terhormat, nama saya Balqhis Nora, Residen Telinga Hidung Tenggorokan – Bedah Kepala Leher Faku