• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di departemen Ortodonsia RSGMP FKG USU Medan dengan menggunakan model studi pasien yang dirawat di departemen Ortodonsia RSGMP FKG USU. Sampel penelitian berjumlah 100 model studi yang terdiri dari 40 model Klas I, 49 model Klas II dan 11 model Klas III di RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (metode purposive sampling). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui perbedaan kedalaman kurva Spee antara maloklusi Klas I, II dan III. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada model studi, selanjutnya dilakukan uji statistik deskriptif pada data-data hasil pengukuran.

Tabel 1. Distribusi sampel penelitian pada pasien RSGMP FKG USU

Maloklusi Jumlah Persentase (%)

Klas I 40 40,0

Klas II Divisi 1 32 32,0

Klas II Divisi 2 10 10,0

Klas II Subdivisi 7 7,0

Klas III 11 11,0

Jumlah 100 100,0

Tabel 1 menunjukkan distribusi sampel penelitian dari 100 pasien RSGMP FKG USU. Dari penelitian diperoleh jumlah pasien Klas I adalah 40%, pasien Klas II divisi 1 adalah 32%, pasien Klas II divisi 2 adalah 10%, pasien Klas II subdivisi adalah 7% serta pasien Klas III adalah 11%.

Tabel 2. Perbedaan nilai rerata kedalaman kurva Spee pada maloklusi Klas I, II dan III pada pasien RSGMP FKG USU

Tabel 2 menunjukkan hasil penelitian rerata nilai kedalaman kurva Spee berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle, Klas I (2,74 mm), Klas II divisi 1 (3,83 mm), Klas II divisi 2 (4,65 mm), Klas II subdivisi (3,41 mm) dan Klas III (2,34 mm).

Tabel 3. Distribusi Maloklusi berdasarkan Nilai Kedalaman Kurva Spee pasien RSGMP FKG USU

Maloklusi N Rerata Standar Deviasi

Klas I 40 2,74 0,70046

Klas II divisi 1 32 3,83 0,92539

Klas II divisi 2 10 4,65 1,41071

Klas II subdivisi 7 3,41 0,64179

Klas III 11 2,34 0,95723

Jumlah 100 3,30 1,12474

Maloklusi

Kedalaman Kurva Spee

<2mm (Datar) 2-4mm (Normal) >4mm (Dalam)

N % N % N %

Klas I 7 53,8 32 50,0% 1 4,3%

Klas II Div 1 0 0,0% 19 29,7% 13 56.5%

Tabel 3 menunjukkan 13 pasien memiliki kurva Spee yang datar, 64 pasien memiliki kurva Spee yang normal serta 23 pasien memiliki kurva Spee yang dalam.

Pada kelompok kurva Spee yang datar, Klas I (53,8%) sedangkan Klas III (46,2%).

Pada kelompok kurva Spee yang normal, Klas I (50,0%), Klas II divisi 1 (29,7%), Klas II divisi 2 (3,1%), Klas II subdivisi (9,4%) serta Klas III (7,8%). Pada kelompok kurva Spee yang dalam, Klas I (4,3%), Klas II divisi 1 (56,5%), Klas II divisi 2 (34,8%), Klas II subdivisi (4,3%) sedangkan tidak ada pada Klas III.

0 0,0% 2 3,1% 8 34,8%

0 0,0% 6 9,4% 1 4,3%

Klas III

6 46,2% 5 7,8% 0 0,0%

Jumlah 13 100 64 100 23 100

Div 2 Subdiv

BAB 5 PEMBAHASAN

Kurva Spee mendeskripsikan susunan dari perencanaan permukaan kurvatura oklusal dari gigi mandibula sesuai dengan posisi individual gigi dalam lengkung.

Sehingga, pemahaman nilai standard kurvatura oklusal sangat membantu dalam pemeriksaan, diagnosa dan perawatan disharmoni oklusal. Salah satu kunci prosedur klinis dalam rehabilitasi restorasi posterior jangka panjang yang banyak (multiple) adalah pembentukan kembali dataran oklusal. Restorasi kurva kompensasi membentuk dasar untuk penyusunan gigi yang ideal.10 Menurut Andrews, pembentukan kembali dataran oklusal harus menjadi tujuan perawatan ortodonsia.

Kedalaman kurva Spee berperan sebagai kunci oklusi normal yang keenam harus dipertimbangkan dan diukur pada prosedur pengelolaan ruang untuk mencegah incisor flaring dan estetik yang tidak memuaskan serta menjaga stabilitas dari hasil dan fungsi perawatan.11,12Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kedalaman kurva Spee antara maloklusi Klas I, II dan IIIpada pasien RSGMP FKG USU.

Penelitian Hasan dan Dhiaa mengatakan bahwa kurva Spee lebih dipengaruhi oleh faktor dental dibandingkan faktor skeletal sehingga hubungan kurva Spee lebih sesuai dievaluasi terhadap jaringan lunak dan tekanan kunyah.28 Pada penelitian ini menggunakan metode pengukuran nilai kedalaman kurva Spee pada model studi yang

dikumpul dari RSGMP FKG USU. Kedalaman kurva Spee diukur sebagai jarak tegak lurus antara puncak cusp yang paling dalam dengan satu bidang datar yang menyentuh tepi insisal dari gigi insisivus sentralis dan puncakcusp distal dari gigi paling posterior pada lengkung mandibula yang dilakukan oleh Baldridge.11Pengukuran kedalaman kurva Spee dilakukan pada sisi kanan dan kiri dari lengkung gigi sampai ketelitian 0.01mm.Nilai kedalaman kurva Spee dari kedua sisi tersebut dicatat serta rata-rata antara kedua pengukuran tersebut diambil sebagai nilai kedalaman kurva Spee.25

Tabel 2 menunjukkan hasil penelitian rerata nilai kedalaman kurva Spee berdasarkan klasifikasi maloklusi Angle, pada Klas I sebesar 2,74 mm, pada Klas II divisi 1 sebesar 3,83 mm, pada Klas II divisi 2 sebesar 4,65 mm, pada Klas II subdivisi sebesar 3,41 mm dan pada Klas III sebesar 2,34 mm. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nayar dkk pada 30 sampel penelitian yang mendapatkan hasil bahwa nilai kedalaman kurva Spee pada maloklusi Klas II terdapat perbedaan yang bermakna dibandingkan maloklusi Klas I dan III dimana kurva Spee adalah paling dalam pada sampel maloklusi Klas II serta lebih datar pada sampel maloklusi Klas III.12 Begitu pula halnya dengan Ahmed dkk dalam penelitiannya terhadap 100 sampel penelitian menyatakan nilai rerata kedalaman kurva Spee pada maloklusi Klas I adalah 2.4 mm, pada maloklusi Klas II divisi 1 adalah 2.8 mm, pada maloklusi Klas II divisi 2 adalah 4.3 mm, pada maloklusi Klas II subdivisi adalah 2.54 mm serta pada maloklusi Klas III adalah 2.0 mm.11

Tabel 3 menunjukkan 13 pasien memiliki kurva Spee datar, 64 pasien memiliki kurva Spee normal serta 23 pasien memiliki kurva Spee dalam. Pada kelompok kurva Spee datar, Klas I (53,8%) sedangkan Klas III (46,2%). Pada kelompok kurva Spee normal, Klas I (50,0%), Klas II divisi 1 (29,7%), Klas II divisi 2 (3,1%), Klas II subdivisi (9,4%) serta Klas III (7,8%). Pada kelompok kurva Spee dalam, Klas I (4,3%), Klas II divisi 1 (56,5%), Klas II divisi 2 (34,8%), Klas II subdivisi (4,3%) sedangkan tidak ada pada Klas III. Hasil penelitian ini juga menunjukkan pada maloklusi Klas I, kurva Spee normal (80%), kurva Spee datar (17,5%) serta kurva Spee dalam (2,5%). Pada maloklusi Klas II divisi 1, kurva Spee

normal (59,1%) sedangkan kurva Spee dalam (40,6%). Pada maloklusi Klas II divisi 2, kurva Spee (20,0%) sedangkan kurva Spee dalam (80,0%). Pada maloklusi Klas II subdivisi, kurva Spee normal (85,7%) sedangkan kurva Spee dalam (14,3%). Pada maloklusi Klas III, kurva Spee normal (45,4%) sedangkan kurva Spee datar (54,5%).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ahmed dkk pada 100 sampel yang mengatakan 15 sampel memiliki kurva Spee datar, 52 sampel memiliki kurva Spee normal serta 33 sampel memiliki kurva Spee dalam. Pada maloklusi Klas I kebanyakan memiliki kurva Spee normal (65%), kurva Spee dalam (20,3%) serta kurva Spee datar (13,3%). Pada maloklusi Klas II divisi 1, kebanyakan memiliki kurva Spee normal (60%), kurva Spee dalam (30%) serta kurva Spee datar (9%).

Pada maloklusi Klas II divisi 2, kebanyakan memiliki kurva Spee dalam (81%) sedangkan memiliki kurva Spee normal (18,7%). Pada Klas II subdivisi, kurva Spee normal (53%), kurva Spee dalam (23%) serta kurva Spee datar (23%). Pada maloklusi Klas III kebanyakan memiliki kurva Spee datar (55%) sedangkan kurva Spee normal (33%) serta kurva Spee dalam (11%).11

Menurut penelitian Ahmed dkk yang mengatakankedalaman kurva Spee adalah paling dalam pada maloklusi Klas II divisi 2 sedangkan datar pada maloklusi Klas III telah mengatakan bahwa kurva Spee pada lengkung mandibula dipengaruhi oleh posisi anteroposterior dari tulang rahang. Kurva Spee berpengaruh dalam overbite anterior serta dataran oklusal maksila dan mandibula ketika elevasi mandibula.11 Konsep ini sesuai dengan penelitian Negi Cit Shannon dan Danda yang mengatakan maloklusi Klas II dengan kasus deepbite memiliki kurva Spee yang lebih dalam dibandingkan maloklusi Klas I sebelum perawatan ortodonsia.23 Penelitian Nayar juga mengatakan kurva Spee berbanding lurus dengan derajat overjet dan overbite sehingga overbite yang parah dapat menjadi indikasi kedalaman kurva Spee yang tidak tepat ataupun kurva Spee yang dalam sering dijumpai pada kasus overbite parah.12 Penelitian Batham dkk mengatakan subjek dengan karakteristik maloklusi Klas II akan memiliki kurva Spee yang dalam disertai dengan diskrepansi sagital serta posisi gigi yang secara posterior dan superior pada rahang mandibula. Secara

dental, subjek ini akan memiliki deepbite, gigi anterior yang ekstrusi, premolar yang intrusi serta molar yang tilting secara mesial.13

Secara umum, kedalaman kurva Spee adalah minimal pada gigi desidui namun meningkat ke kedalaman maksimum seiring erupsi gigi molar dua permanen dan menjadi relatif stabil sehingga dewasa.25Hal ini disebabkan gigi permanen mandibula erupsi sebelum gigi antagonisnya sehingga kurva Spee dipengaruhi oleh faktor dental (bukan skeletal). Selain itu, ukuran gigi juga berbeda pada populasi dan ras masing-masing sehingga dapat berpengaruh pada kasus tertentu. Oleh karena itu, nilai kedalaman kurva Spee penting untuk diketahui pada kelompok usia dan populasi masing-masing.10

BAB 6

Dokumen terkait