• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enampuluh orang pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria penelitian dikumpulkan dari Unit Gawat Darurat dan Poliklinik Psikiatri BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan randomisasi untuk menentukan pasien mana yang akan memperoleh injeksi olanzapin dan haloperidol. Pasien yang diikut sertakan pada penelitian ini adalah pasien yang datang berobat dalam periode 1 April 2010 – 30 Juni 2010.

Tabel 4.1. Distribusi sampel penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin Karakteristik Demografi Olanzapin i.m n (%) Haloperidol i.m n (%) p Umur (tahun)  15 20 – 25 – 30 – 35 – 40 –  45 Jumlah Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah 0 (0) 5 (16,7) 7 (23,3) 8 (26,7) 8 (26,7) 2 (6,6) 0 (0) 30 (100) 24 (80) 6 (20) 30 (100) 0 (0) 3 (10) 11 (36,7) 8 (26,7) 7 (23,3) 1 (3,3) 0 (0) 30 (100) 26 (86,7) 4 (13,3) 30 (100) 0,606 0,488

Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik demografi dari kelompok subjek yang mendapatkan injeksi olanzapin dan haloperidol. Pada kedua kelompok tidak dijumpai subjek pada kelompok umur < 20 tahun dan  45 tahun. Dari uji statistik pada kelompok umur terhadap pemberian injeksi

hasil p = 0,606 (p > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan proporsi subjek penelitian menurut umur yang bermakna pada kedua kelompok yang akan diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol.

Tabel 4.1 juga dapat diketahui bahwa dari subjek penelitian yang mendapatkan injeksi olanzapin berjenis kelamin laki-laki sebanyak 24 orang (80%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 orang (20%). Selanjutnya, pada subjek penelitian yang mendapatkan injeksi haloperidol yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 26 orang (86,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (13,3%). Dari uji statistik pada jenis kelamin terhadap pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil p = 0,488 (p > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan proporsi subjek penelitian menurut jenis kelamin yang bermakna pada kedua kelompok yang diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol.

Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan injeksi olanzapin dan haloperidol

Olanzapin i.m Haloperidol i.m

n Mean SD n Mean SD p

Berat

Badan 30 65,0 5,9 30 65,7 4,9 0,638

BMI 30 22,6 1,5 30 22,8 1,2 0,636

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test pada berat badan terhadap pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol diperoleh nilai rata-rata berat badan pada kelompok subjek yang mendapatkan injeksi

olanzapin adalah 65,0 (SD 5,9) kg dan rata-rata berat pada kelompok subjek yang mendapatkan injeksi haloperidol 65,7 (SD 4,9) kg dengan nilai p = 0,638 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan proporsi berat badan yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat injeksi olanzapin dan haloperidol.

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test

terhadap BMI diperoleh nilai rata-rata BMI pada kelompok subjek yang mendapatkan injeksi olanzapin 22,6 (SD 1,5) dan rata-rata BMI pada kelompok sampel yang mendapatkan injeksi haloperidol 22,8 (SD 1,2) dengan

p = 0,636 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan BMI yang bermakna pada terhadap kelompok yang akan mendapat injeksi olanzapin dan haloperidol.

Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS-EC saat pertama kali masuk Olanzapin i.m Haloperidol i.m 0 jam

n mean SD n mean SD p

PANSS-EC 30 27,3 3,1 30 28,0 2,9 0,375

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa rata-rata skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi yang mendapatkan injeksi olanzapin adalah sebesar 27,3 (SD 3,1) sedangkan yang mendapatkan injeksi haloperidol adalah sebesar 28,0 (SD 2,9).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test

terhadap skor PANSS-EC terhadap pasien skizofrenik dengan agitasi pada saat datang ke rumah sakit diperoleh nilai p = 0,375 (p > 0,05). Hal ini

menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan skor PANSS-EC yang bermakna terhadap pada pasien skizofrenik dengan agitasi sebelum diberikan injeksi pada masing-masing kelompok.

Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan agitasi saat pertama kali masuk Tingkat keparahan

Agak berat Berat Sangat berat 0 jam

n (%) n (%) n (%)

p

Olanzapin 9 (30,0) 17 (56,7) 4 (13,3)

Haloperidol 5 (16,7) 19 (63,3) 6 (20,0) 0,437

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa tingkat keparahan agitasi subjek penelitian yang akan mendapat injeksi olanzapin dengan katagori agak berat adalah sebanyak 9 orang (30%), berat sebanyak 17 orang (56,7%) sedangkan yang sangat berat sebanyak 4 orang (13,3%). Sementara itu, tingkat keparahan agitasi pada subjek penelitian yang akan mendapatkan injeksi haloperidol dengan kategori agak berat adalah sebanyak 5 orang (16,7%), berat sebanyak 19 orang (63,3%) sedangkan yang sangat berat sebanyak 6 orang (20%). Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap tingkat keparahan agitasi saat pertama kali masuk rumah sakit, didapatkan hasil p=0,437 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan tingkat keparahan agitasi yang bermakna pada pasien skizofrenik yang akan mendapat injeksi olanzapin dan haloperidol.

Tabel 4.5. Perubahan skor PANSS-EC setelah 2 jam diinjeksi PANSS-EC 2 jam n Mean SD p Olanzapin i.m Haloperidol i.m 30 30 12,5 14,7 2,1 2,7 0,001

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata skor PANSS-EC pada pasien yang mendapatkan injeksi olanzapin adalah sebesar 12,5 (SD 2,1) sedangkan yang mendapatkan injeksi haloperidol adalah sebesar 14,7 (SD 2,9). Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test

terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 2 jam pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol, diperoleh nilai p = 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol setelah 2 jam.

Tabel 4.6. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 2 jam setelah diinjeksi Tingkat keparahan

Ringan Sedang Agak berat 2 jam

n (%) n (%) n (%)

p

Olanzapin 29 (96,7) 1 (3,3) 0 (0)

Haloperidol 27 (90,0) 1 (3,3) 2 (6,7) 0,355

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa dalam waktu 2 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat injeksi olanzapin, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 29 orang (96,7%) sedangkan dengan tingkat keparahan sedang menjadi 1 orang (3,3%). Sedangkan dalam waktu 2 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat injeksi haloperidol, jumlah pasien dengan

tingkat keparahan ringan menjadi 27 orang (90%), tingkat keparahan sedang menjadi 1 orang (3,3%), sedangkan jumlah pasien dengan tingkat keparahan agak berat masih dijumpai sebanyak 2 orang (6,7%). Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan agitasi dalam waktu 2 jam setelah pemberian injeksi, didapatkan hasil p=0,355 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 2 jam setelah diberikan injeksi dengan olanzapin tidak dijumpai perubahan tingkat keparahan agitasi yang bermakna dibandingkan dengan setelah diinjeksi haloperidol.

Tabel 4.7. Perubahan skor PANSS-EC setelah 4 jam diinjeksi PANSS-EC 4 jam n mean SD p Olanzapin i.m Haloperidol i.m 30 30 8,2 9,8 1,3 1,7 0,0001

Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa rata-rata skor PANSS-EC pada pasien yang mendapatkan injeksi olanzapin adalah sebesar 8,2 (SD 1,3) sedangkan yang mendapatkan injeksi haloperidol adalah sebesar 9,8 (SD 1,7).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test

terhadap skor PANSS –EC terhadap pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 4 jam pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol, diperoleh nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol setelah 4 jam.

Tabel 4.8. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 4 jam setelah diinjeksi Tingkat keparahan

Minimal Ringan Sedang 4 jam

n (%) n (%) n (%)

p

Olanzapin 24 (80) 6 (20) 0 (0)

Haloperidol 15 (50) 15 (50) 0 (0) 0,015

Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa dalam waktu 4 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat injeksi olanzapin, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 24 orang (80%) sedangkan dengan tingkat keparahan ringan menjadi 6 orang (20%). Sedangkan dalam waktu 4 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat injeksi haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 15 orang (50%), dan dengan tingkat keparahan ringan menjadi 15 orang (50%). Dengan menggunakan uji statistik

Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan agitasi dalam waktu 4 jam setelah pemberian injeksi, didapatkan hasil p=0,015 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 4 jam setelah diberikan injeksi dengan olanzapin dijumpai perubahan tingkat keparahan agitasi yang bermakna dibandingkan dengan setelah diinjeksi haloperidol.

Tabel 4.9. Perubahan skor PANSS-EC setelah 24 jam setelah diinjeksi PANSS-EC 24 jam n mean SD p Olanzapin i.m Haloperidol i.m 30 30 6,7 8,2 0,7 0,9 0,0001

Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa rata-rata skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi yang mendapatkan injeksi olanzapin adalah

sebesar 6,7 (SD 0,7) sedangkan yang mendapatkan injeksi haloperidol adalah sebesar 8,2 (SD 0,9).

Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test

terhadap skor PANSS-EC pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 24 jam pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol, diperoleh nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS-EC yang bermakna pada pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol setelah 24 jam.

Tabel 4.10. Perubahan tingkat keparahan agitasi dalam 24 jam setelah diinjeksi PANSS-EC

Minimal Ringan Sedang 24 jam

n (%) n (%) n (%)

p

Olanzapin 30 (100,0) 0 (0,0) 0 (0,0)

Haloperidol 29 ( 96,7) 1 (3,3) 0 (0,0) 0,313

Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa dalam waktu 24 jam, tingkat keparahan seluruh pasien yang mendapat injeksi olanzapin semuanya menjadi minimal. Sedangkan dalam waktu 24 jam, dari 30 orang pasien yang mendapat injeksi haloperidol, jumlah pasien dengan tingkat keparahan minimal menjadi 29 orang (96,7%) dan jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 1 orang (3,3%). Dengan menggunakan uji statistik Chi-square

terhadap perubahan tingkat keparahan agitasi dalam waktu 24 jam setelah pemberian injeksi, didapatkan hasil p=0,313 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu 24 jam setelah diberikan injeksi, tidak dijumpai perbedaan perubahan tingkat keparahan agitasi yang bermakna baik dengan olanzapin

Tabel 4.11. Efek samping setelah diinjeksi

Ada Tidak ada

Efek samping

n % n % Total Olanzapin 0 0% 30 100% 30 100% Haloperidol 6 20% 24 80% 30 100%

Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa dari 30 orang yang mendapatkan injeksi olanzapin tidak ada satupun yang menunjukkan efek samping distonia akut sedangkan dari 30 orang yang mendapatkan injeksi haloperidol sebanyak 6 orang mengalami efek samping distonia akut.

Dari 30 subjek yang mendapat injeksi haloperidol, ada 5 orang yang membutuhkan 2 kali injeksi, sedangkan subjek yang mendapat injeksi olanzapin hanya membutuhkan sekali injeksi. Dalam penelitian ini mean dose

olanzapin intramuskular yang digunakan adalah 10 mg (SD 0) sedangkan

mean dose haloperidol intramuskular yang digunakan adalah 5,84 mg (SD 2,03).

Dokumen terkait