• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental two group pretest- posttest design yang merupakan uji klinis terbuka secara paralel dengan 2 kelompok dengan melakukan randomisasi. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik akut dengan agitasi dan pemilihan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive sampling.28 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektifitas olanzapin intramuskular dan haloperidol intramuskular terhadap penurunan agitasi pada pasien skizofrenik. Penurunan agitasi pada pasien skizofrenik diukur dengan menggunakan PANSS-EC yang terdiri atas komponen gaduh gelisah (P4), permusuhan (P7), ketegangan (G4), ketidakkooperatifan (G8) dan pengendalian impuls yang buruk (G14).27

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelompok yang diberikan injeksi olanzapin umur pasien paling banyak dalam rentang 30- < 35 tahun dan 35- < 40 tahun yaitu masing-masing sebanyak 8 orang (26,7%) dengan umur tertua adalah 40 tahun sebanyak 2 orang dan yang termuda adalah umur 21 tahun sebanyak 2 orang. Sedangkan pada kelompok yang diberikan injeksi haloperidol umur pasien paling banyak dalam rentang 25- <30 tahun yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) dengan umur tertua yaitu 40 tahun sebanyak 1 orang dan yang termuda adalah umur 21 tahun yaitu sebanyak 1 orang. Dari uji statistik pada kelompok umur terhadap pemberian injeksi olanzapin dan haloperidol dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh

nilai p=0,606. Tidak ada perbedaan bermakna proporsi sampel menurut umur pada kedua kelompok yang akan diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelompok yang diberikan injeksi olanzapin dan haloperidol, pasien yang paling banyak adalah yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing sebanyak 24 orang (80,0%) dan 26 orang (86,7%) sedangkan yang berjenis kelamin perempuan masing-masing sebanyak 6 orang (20,0%) dan 4 orang (13,3%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil p=0,488. Tidak ada perbedaan bermakna proporsi sampel menurut jenis kelamin pada kedua kelompok yang akan diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol.

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan olanzapin mempunyai rata-rata berat badan 65,0 (SD 5,9) kg dengan berat badan tertinggi adalah 70 kg yaitu sebanyak 4 orang dan berat badan terkecil adalah 48 kg sebanyak 1 orang. Selanjutnya dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan haloperidol mempunyai rata-rata berat badan 65,7 (SD 5,9) kg dengan berat badan tertinggi adalah 74 kg yaitu sebanyak 1 orang dan berat badan terkecil adalah 48 kg sebanyak 1 orang. Dari hasil uji statistik menggunakan independent sample test terhadap berat badan diperoleh nilai p=0,638. Tidak ada perbedaan proporsi berat badan yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat injeksi olanzapin dan haloperidol.

Dari hasil penelitaian ini diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan olanzapin mempunyai rata-rata BMI 22,6 (SD 1,5),

sedangkan dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan haloperidol mempunyai rata-rata BMI 22,8 (SD 1,2). Dari hasil uji statistik menggunakan independent sample test terhadap BMI diperoleh nilai p=0,636. Tidak ada perbedaan BMI yang bermakna pada terhadap kelompok yang akan mendapat injeksi olanzapin dan haloperidol.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang akan diinjeksi dengan olanzapin mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 27,3 (SD 3,1) dengan skor tertinggi adalah 33 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 21 sebanyak 1 orang. Selanjutnya dari 30 orang pasien yang akan diinjeksi dengan haloperidol mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 28,0 (SD 2,9) dengan skor tertinggi adalah 33 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 21 sebanyak 2 orang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi diperoleh nilai p =0,375. Tidak ada perbedaan yang bermakna terhadap skor PANSS-EC sebelum diberikan injeksi pada masing-masing kelompok.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dari 30 orang pasien yang akan diinjeksi dengan olanzapin memiliki tingkat keparahan agak berat sebanyak 9 orang (30%), berat sebanyak 17 orang (56,7%) dan sangat berat sebanyak 4 orang (13,3%). Selanjutnya dari 30 orang pasien yang akan diinjeksi dengan haloperidol memiliki tingkat keparahan agak berat sebanyak 5 orang (16,7%), berat sebanyak 19 orang (63,3%) dan sangat berat sebanyak 6 orang (20%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil

kelompok yang akan diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol.

Dari hasil uji statistik terhadap umur, jenis kelamin, berat badan, BMI, skor PANSS-EC saat pertama kali dan tingkat keparahan pada pasien skizofrenik diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok penelitian yang akan di injeksi olanzapin maupun haloperidol, yakni nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok penelitian tersebut memiliki kesetaraan pada saat awal, sebelum dilakukan intervensi pengobatan baik dengan injeksi olanzapin ataupun haloperidol.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan olanzapin, setelah 2 jam kemudian, mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 12,5 (SD 2,1) dengan skor tertinggi adalah 17 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 10 sebanyak 6 orang. Selanjutnya dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan haloperidol, setelah 2 jam kemudian, mempunyai rata- rata skor PANSS-EC 14,7 (SD 2,7) dengan skor tertinggi adalah 25 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 11 sebanyak 1 orang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 2 jam pemberian injeksi, diperoleh nilai p < 0,05. Terdapat perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah 2 jam pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dalam waktu 2 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan

sangat berat, setelah mendapat injeksi olanzapin jumlah pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 1 orang (3,3%) dan ringan menjadi 29 orang (96,7%). Sedangkan yang mendapat injeksi haloperidol dalam waktu 2 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan sangat berat mengalami perubahan menjadi agak berat sebanyak 2 orang (6,7%), sedang sebanyak 1 orang (3,3%) dan ringan sebanyak 27 orang (90%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil

p=0,355. Tidak ada perbedaan perubahan tingkat keparahan yang bermakna pada kedua kelompok baik yang diintervensi dengan injeksi olanzapin maupun dengan haloperidol dalam 2 jam.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan olanzapin, setelah 4 jam kemudian, mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 8,2 (SD 1,3) dengan skor tertinggi adalah 11 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 6 sebanyak 3 orang. Selanjutnya dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan haloperidol, setelah 4 jam kemudian, mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 9,8 (SD 1,7) dengan skor tertinggi adalah 15 sebanyak 4 orang dan skor terkecil adalah 8 sebanyak 4 orang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 4 jam pemberian injeksi, diperoleh nilai p < 0,05. Terdapat perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah 4 jam pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dalam waktu 4 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan sangat berat, setelah mendapat injeksi olanzapin jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan menjadi 6 orang (20%) dan minimal sebanyak 24 orang (80%). Sedangkan yang mendapat injeksi haloperidol dalam waktu 4 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan sangat berat mengalami perubahan menjadi ringan sebanyak 15 orang (50%) dan minimal sebanyak 15 orang (50%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil p=0,015. Dijumpai adanya perubahan tingkat keparahan yang bermakna pada kelompok yang diintervensi dengan injeksi olanzapin dibandingkan dengan haloperidol dalam 4 jam.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan olanzapin, setelah 24 jam kemudian, mempunyai rata-rata skor PANSS-EC 6,7 (SD 0,7) dengan skor tertinggi adalah 8 sebanyak 4 orang dan skor terkecil adalah 6 sebanyak 13 orang. Selanjutnya dari 30 orang pasien yang diinjeksi dengan haloperidol, setelah 24 jam kemudian, mempunyai rata- rata skor PANSS-EC 8,2 (SD 0,9) dengan skor tertinggi adalah 11 sebanyak 1 orang dan skor terkecil adalah 7 sebanyak 6 orang. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan independent sample test terhadap skor PANSS-EC pada pasien skizofrenik dengan agitasi setelah 24 jam pemberian injeksi, diperoleh nilai p < 0,05. Terdapat perubahan skor PANSS-EC yang bermakna setelah 24 jam pemberian injeksi olanzapin dibandingkan dengan yang diberikan injeksi haloperidol.

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa dalam waktu 24 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan sangat berat, setelah mendapat injeksi olanzapin, seluruh pasien mempunyai tingkat keparahan minimal. Sedangkan yang mendapat injeksi haloperidol dalam waktu 24 jam, dari 30 pasien yang sebelumnya memiliki tingkat keparahan agak berat, berat dan sangat berat mengalami perubahan menjadi ringan sebanyak 1 orang (3,3%) dan minimal sebanyak 29 orang (96,7%). Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square test diperoleh hasil

p=0,313. Tidak dijumpai adanya perubahan tingkat keparahan yang bermakna pada kelompok yang diintervensi dengan injeksi olanzapin dibandingkan dengan haloperidol dalam 24 jam.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa olanzapin intramuskular memberikan hasil yang berbeda secara bermakna dalam mengurangi agitasi yang diukur dengan PANSS-EC pada pasien skizofrenik dibandingkan haloperidol intramuskular. Hasil penelitian ini mendukung penelitian- penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Baker,7 Alan Breier,8 dan Padraig Wright10 yang menyatakan bahwa olanzapin lebih bermakna mengurangi agitasi pasien skizofrenik yang diukur dengan PANSS-EC.

Dari penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa waktu yang diperlukan untuk mengurangi tingkat keparahan agitasi dengan memberikan injeksi olanzapin dan haloperidol memberikan hasil yang bermakna dalam 4 jam setelah pemberian injeksi tetapi tidak bermakna dalam waktu 2 jam dan 24 jam setelah pemberian injeksi. Penelitian ini agak berbeda hasilnya dengan

penelitian Alan Breier dkk dan Padraig Wright dkk yang menyatakan bahwa olanzapin sudah menunjukkan hasil dalam 1 jam setelah diberikan,8,9 namun diperoleh juga hasil yang sama dengan Padraig Wright yang mendapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna diantara kedua obat antipsikotik tersebut setelah 24 jam pemberian.10

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa pada kelompok yang diberikan injeksi olanzapin tidak ada yang mengalami efek samping distonia akut sedangkan dari 30 orang pada kelompok yang diberikan injeksi haloperidol, sebanyak 6 orang (20%) pasien mengalami efek samping distonia akut. Hasil penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Padraig Wright dan kawan-kawan yang memperoleh hasil bahwa efek samping distonia akut lebih sering terjadi setelah pemberian injeksi haloperidol dibandingkan olanzapin.10

Dokumen terkait