• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai Juni tahun 2014 di Instalasi Bedah Pusat RSUP H. Adam Malik Medan, dan diperoleh 86 pasien yang bersedia mengikuti penelitian dengan status fisik ASA I dan II yang menjalani tindakan pembedahan dengan anestesi umum intubasi. Dari 86 pasien yang menjadi subjek penelitian dibagi secara random dalam 2 kelompok dengan menggunakan obat anti mual muntah yang berbeda, yakni kelompok M menggunakan midazolam 0,035 mg/kg/iv dan kelompok O menggunakan ondansetron 4 mg/iv. Tidak ada subjek yang dikeluarkan (drop-out) dari penelitian ini.

4.1. Karakteristik sampel penelitian pada kedua kelompok penelitian Tabel 4.1-1. Data karakteristik umum

Karakteristik umum subjek penelitian (umur, berat badan, indeks massa tubuh (BMI), lama anestesi, lama operasi dan lama rawatan di PACU) dapat dilihat pada tabel 4.1-1 di bawah ini.

Tabel 4.1-1. Data karakteristik umum

Karakteristik umum Kelompok M Kelompok O p

n Mean SD n Mean SD Umur (thn) 43 40,86 10,49 43 41,6 12,70 0,768a Berat badan(kg) 43 63,35 8,64 43 61,72 7,92 0,366a BMI (kg/m2) 43 24,23 2,3 43 24,16 2,28 0,881b Lama anestesi (mnt) 43 162,05 49,71 43 169,19 45,86 0,491a Lama operasi (mnt) 43 135,84 48,54 43 143,42 44,97 0,455a

Lama rawatan PACU (mnt) 43 142,28 24,14 43 150 26,59 0,162a aMann-Whitney bT-independent

55

Karakteristik umum subjek penelitian (jenis kelamin, PS ASA dan skor Apfel) dapat dilihat pada tabel 4.1-2 di bawah ini.

Tabel 4.1-2. Data karakteristik umum

Karakteristik umum Kelompok M Kelompok O p

(n = 43) (n = 43) Jenis kelamin: Lk 16 (37,2%) 13 (30,2%) 0,494c Pr 27 (62,8%) 30 (69,8%) PS ASA : I 20 (46,5%) 18 (41,9%) 0,787c II 23 (53,5%) 25 (58,1%) Skor Apfel : 3 35 (81,4%) 34 (79,1%) 0,787c 4 8 (18,6%) 9 (20,9%) cChi-square

56

4.2. Jenis operasi pada kedua kelompok penelitian

Jenis operasi pada penelitian dapat dilihat dari tabel 4.2-1 di bawah ini. Tabel 4.2-1. Jenis operasi subjek penelitian

Jenis operasi Kelompok M Kelompok O p (n= 43) (n = 43) Obgyn 6 (14%) 6 (14%) Bedah Digestif 0 (0%) 3 (7%) Bedah Onkologi 12 (27,9%) 17 (39,5%) Mata 4 (9,3%) 3 (7%) THT 4 (9,3%) 2 (4,7%)

Gigi dan mulut 2 (4,7%) 1 (2,3%) 0,529c

Orthopedi 8 (18,6%) 3 (7%) Bedah Syaraf 2 (4,7%) 1 (2,3%) Bedah Plastik 1 (2,3%) 2 (4,7%) Urologi 4 (9,3%) 5 (11,6%) Total 43 (100%) 43 (100%) c Chi-square

4.3. Angka kejadian mual dan muntah pada kedua kelompok penelitian Angka kejadian mual muntah yang diukur berdasarkan skor mual muntah pada jam ke-0, 2, 4, 8 dan 24 setelah operasi pada kelompok M dan kelompok O selama di ruang pemulihan atau PACU dapat dilihat pada tabel berikut ini (tabel 4.3-1).

57

Tabel 4.3-1. Angka kejadian mual muntah pada jam ke-0, 2, 4, 8 dan 24 setelah operasi

Kelompok obat Total p

Midazolam Ondansetron n % n % n % T0 Tidak mual/muntah 43 100 36 83,7 79 91,9 Mual 0 0 3 7 3 3,5 0,619d Muntah 0 0 4 9,3 4 4,7 T2 Tidak mual/muntah 42 97,7 34 79,1 76 88,4 0,007c Mual 1 2,3 9 20,9 10 11,6 Muntah 0 0 0 0 0 0 T4 Tidak mual/muntah 43 100 33 76,7 76 88,4 0,001c Mual 0 0 10 23,3 10 11,6 Muntah 0 0 0 0 0 0 T8 Tidak mual/muntah 43 100 35 81,4 78 90,7 0,005e Mual 0 0 8 18,6 8 9,3 Muntah 0 0 0 0 0 0 T24 Tidak mual/muntah 43 100 43 100 86 100 Mual 0 0 0 0 0 0 Muntah 0 0 0 0 0 0 c Chi-square dKolmogorov-Smirnov 2 sample e Fisher's-Exact

58

4.4. Urutan dan hubungan jenis operasi terhadap kejadian mual muntah setelah operasi diantara kedua kelompok penelitian

Jenis operasi berhubungan erat dengan resiko PONV. Pada tabel 4.4-1 di bawah ini dapat diperlihatkan urutan jenis operasi dan hubungannya dengan kejadian PONV diantara kedua kelompok.

Tabel 4.4-1. Urutan dan hubungan jenis operasi terhadap kejadian PONV No. Jenis operasi (n) PONV (+) PONV (-)

Midazolam Ondansetron Midazolam Ondansetron

(n = 1) (n = 27) (n = 42) (n = 16) 1. Bedah Onkologi (29) 0 (0%) 12 (41,4%) 12 (41,4%) 5 (17,2%) 2. Urologi (9) 1 (11,1%) 3 (33,3%) 3 (33,3%) 2 (22,2%) 3. Obgyn (12) 0 (0%) 3 (25%) 6 (50%) 3 (25%) 4. Orthopedi (11) 0 (0%) 3 (27,3%) 8 (72,7%) 0 (0%) 5. THT (6) 0 (0%) 2 (33,3%) 4 (66,7%) 0 (0%) 6. Bedah Digestif (3) 0 (0%) 2 (66,6%) 0 (0%) 1 (33,4%) 7. Bedah Syaraf (3) 0 (0%) 1 (33,4%) 2 (66,6%) 0 (0%) 8. Mata (7) 0 (0%) 0 (0%) 4 (57,2%) 3 (42,8%)

9. Gigi dan Mulut (3) 0 (0%) 0 (0%) 2 (66,6%) 1 (33,4%)

10. Bedah Plastik (3) 0 (0%) 1 (33,3%) 1 (33,3%) 1 (33,3%)

59

4.5. Hubungan lama operasi terhadap kejadian mual muntah setelah operasi diantara kedua kelompok penelitian

Lama waktu operasi yang dijalani berhubungan dengan kejadian PONV yang dialami oleh 28 orang subjek penelitian dari kedua kelompok. Hal tersebut dapat diperlihatkan pada tabel 4.5-1 di bawah berikut ini.

Tabel 4.5-1. Hubungan lama operasi terhadap kejadian mual muntah setelah operasi

Lama operasi (menit) Kelompok M Kelompok O

(n = 1) (n = 27)

60-120 0 (0%) 10 (100%)

121-180 0 (0%) 13 (100%)

181-240 1 (25%) 4 (75%)

Total 1 (3,6%) 27 ( 96,4%)

4.6. Hubungan faktor resiko mual muntah terhadap kejadian mual muntah setelah operasi

Faktor resiko mual muntah berhubungan erat dengan kejadian mual muntah setelah operasi. Pada tabel 4.6-1 berikut ini diperlihatkan faktor resiko mual muntah setelah operasi (berdasarkan skor Apfel) yang dimiliki oleh subjek penelitian yang mengalami mual muntah diantara kedua kelompok.

60

Tabel 4.6-1. Hubungan faktor resiko mual muntah terhadap kejadian mual muntah setelah operasi

Faktor resiko Kelompok M Kelompok O

(n = 1) (n = 27)

Jenis kelamin : L 0 (0%) 10 (100%)

P 1 (5,6%) 17 (94,4%)

Tidak merokok 1 (3,6%) 27 (96,4%)

Riwayat PONV/motion sickness 1 (3,6%) 27 (96,4%)

Pemakaian opioid postoperasi : Ada 1 (5,3%) 18 (94,7%)

61

4.7. Efek samping sakit kepala pada kedua kelompok penelitian

Efek samping sakit kepala setelah pemberian obat pada jam ke-0, 2, 4, 8 dan 24 setelah operasi pada kelompok M dan kelompok O yang diamati selama di ruang pemulihan dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 4.7-1)

Tabel 4.7-1. Angka kejadian sakit kepala pada jam ke-0, 2, 4, 8 dan 24 setelah operasi

Kelompok obat Total p

Midazolam Ondansetron n % n % n % T0 Ada 0 0 1 2,3 1 1,2 1,000e Tidak ada 43 100 42 97,7 85 98,8 T2 Ada 0 0 4 9,3 4 4,7 0,116e Tidak ada 43 100 39 90,7 82 95,3 T4 Ada 0 0 6 14 6 7 0,026e Tidak ada 43 100 37 86 80 93 T8 Ada 0 0 4 9,3 4 4,7 0,116e Tidak ada 43 100 39 90,7 82 95,3 T24 Ada 0 0 0 0 0 0 Tidak ada 43 100 43 100 86 100 e Fisher's Exact

62

4.8. Tingkat sedasi setelah operasi pada kedua kelompok penelitian

Pada penelitian ini tingkat sedasi diukur menggunakan skala Observer's Assessment of Alertness/Sedation (OAA/S) dan diamati pada menit ke-5, 15, 30, 60 dan 120 selama di PACU. Hasil penelitian didapatkan bahwa skor sedasi adalah sama pada kedua kelompok studi, dengan skor 5 yang berarti pasien dapat menyebutkan namanya dengan intonasi yang jelas atau pasien sadar/waspada.

4.9. Pemakaian opioid setelah operasi pada kedua kelompok penelitian

Pemakaian opioid setelah operasi pada pada kelompok M dan kelompok O dapat dilihat pada tabel di bawah ini (tabel 4.9-1).

Tabel 4.9-1. Pemakaian opioid setelah operasi

Pemakaian opioid Kelompok M Kelompok O p

(n = 43) (n = 43) Ada 28 (65,1%) 27 (62,8%) 0,822c Tidak ada 15 (34,9%) 16 (37,2%) Total 43 (100%) 43 (100%) c Chi-square

BAB V

PEMBAHASAN

Dari data karakteristik umum sampel penelitian terlihat bahwa umur, jenis kelamin, berat badan, indeks massa tubuh, PS ASA, skor Apfel, lama anestesi, lama operasi dan lama rawatan di PACU pada kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistika (p>0,05) yang berarti sampel yang diambil relatif homogen dan layak dibandingkan (tabel 4.1-1).

Pada penelitian ini, jenis operasi diantara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, dengan uji Chi-square didapatkan nilai p>0,05. Jenis operasi yang paling banyak pada kelompok M dan kelompok O adalah bedah onkologi terutama operasi tumor payudara dan tumor thyroid.

Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistika antara kedua kelompok untuk kejadian mual muntah yang diukur dengan skor mual muntah pada jam ke-0 paska operasi dengan nilai p>0,05 walaupun secara klinis dijumpai kejadian mual dan muntah pada kelompok ondansetron sedangkan pada kelompok midazolam tidak dijumpai kejadian mual dan muntah. Hal ini mungkin disebabkan dosis ondansetron yang diberikan tidak berdasarkan berat badan sehingga subjek penelitian dengan berat badan >50 kg ditemukan kejadian mual dan muntah. Walaupun demikian, ada subjek penelitian dengan berat badan >50 kg yang menerima ondansetron tidak mengalami kejadian mual dan muntah. Pemberian ondansetron dengan dosis besar akan meningkatkan efek samping sakit kepala.

Ada perbedaan bermakna kejadian mual muntah pada jam ke-2, 4 dan 8 paska operasi setelah pemberian midazolam 0,035 mg/kg/iv dibandingkan ondansetron 4 mg/iv dengan nilai p<0,05. Namun demikian, kejadian mual

64

muntah pada jam ke-24 paska operasi tidak dijumpai pada kedua kelompok penelitian. Dari hasil penelitian ini dapat dianggap bahwa midazolam mempunyai efek yang lebih baik untuk menurunkan dan mencegah mual dan muntah 24 jam paska operasi dibandingkan ondansetron. Pada penelitian ini, mual yang terjadi tidak lebih dari 30 menit dan muntah yang terjadi tidak lebih dari 2 kali sehingga tidak dilakukan pemberian rescue emetic.

Peneliti mencoba untuk mencari hubungan antara jenis operasi dengan kejadian PONV diantara kedua kelompok. Kejadian PONV pada penelitian ini, paling banyak dijumpai pada bedah onkologi, urologi, obgyn, orthopedi, THT, bedah digestif dan bedah syaraf dengan jumlah subjek penelitian yang mengalami PONV sebanyak 28 orang dari kedua kelompok. Demikian juga, dari 28 orang yang mengalami mual dan muntah berdasarkan urutan lamanya operasi didapatkan pada 13 orang yang menjalani operasi selama 2-3 jam, 10 orang yang menjalani operasi selama 1-2 jam dan 5 orang yang menjalani operasi selama 3-4 jam. Dalam hal ini, semakin lama waktu tindakan operasi maka akan resiko kejadian PONV akan semakin meningkat. Walaupun demikian, lamanya operasi bukanlah satu-satunya kriteria faktor resiko PONV pada penelitian ini sebab jenis operasi, riwayat kemoterapi sebelumnya, pemakaian opioid, banyaknya perdarahan selama operasi, jumlah cairan atau jenis cairan (kristaloid atau koloid) preoperasi dan intraoperasi yang digunakan dan lain sebagainya, dapat menjadi faktor resiko lain yang dapat meningkatkan kejadian PONV.2,4,53

Berdasarkan skor Apfel ditetapkan bahwa prediksi faktor resiko wanita, tidak merokok, mempunyai riwayat PONV/motion sickness sebelumnya dan pemakaian opioid paska operasi dapat meningkatkan resiko PONV. Dari 28 subjek penelitian diantara kedua kelompok yang mengalami mual dan muntah, peneliti mencoba menganalisa bahwa jenis kelamin wanita paling banyak mengalami PONV yaitu 17 orang (94,4%) pada kelompok ondansetron dan 1 orang (5,6%) pada kelompok midazolam dibandingkan laki-laki sebanyak 10 orang (100%) pada kelompok ondansetron. Tidak merokok dan adanya riwayat

65

PONV/motion sickness dijumpai sebanyak 27 orang (96,4%) pada kelompok ondansetron dan 1 orang (3,6%) pada kelompok midazolam. Dari pemakaian opioid terdapat 18 orang (94,7,%) pada kelompok ondansetron dan 1 orang (5,3%) pada kelompok midazolam yang menerima opioid sedangkan yang tidak menerima opioid sebanyak 9 orang (100%) pada kelompok ondansetron.

Tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistika pada kejadian efek samping sakit kepala antara kedua kelompok setelah pemberian obat pada jam ke-0, 2 dan 8 paska operasi dengan nilai p>0,05 walaupun secara klinis dijumpai kejadian sakit kepala pada kelompok ondansetron sedangkan pada kelompok midazolam tidak dijumpai kejadian sakit kepala. Ada perbedaan bermakna kejadian sakit kepala pada jam ke-4 paska operasi setelah pemberian ondansetron 4 mg dibandingkan midazolam 0,035 mg/kg intravena dengan nilai p<0,05. Namun demikian, kejadian sakit kepala pada jam ke-24 paska operasi tidak dijumpai pada kedua kelompok penelitian. Efek samping sakit kepala pada kelompok ondansetron terjadi akibat vasodilatasi pembuluh darah serebral yang dimediasi oleh reseptor 5HT3.54

Tingkat sedasi pada menit ke-5, 15, 30, 60, 120 setelah operasi adalah sama pada kedua kelompok penelitian, dengan skor 5 yang berarti pasien sadar/waspada. Dari penelitian ini, peneliti mengganggap bahwa midazolam dosis 0,035 mg/kg/iv tidak menyebabkan pemanjangan efek sedasi dan waktu pulih sadar setelah pembiusan dengan anestesi umum.

Mual dengan atau tanpa disertai muntah paska operasi atau PONV merupakan salah satu faktor penyebab penundaan pemulangan pasien ke ruang rawat inap dan lamanya masa rawatan di ruang pemulihan yang berarti bertambahnya biaya perawatan, kebutuhan obat-obat antiemetik dan cairan infus. Selain itu mual muntah juga dapat menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan dapat meningkatkan resiko pneumonia aspirasi akibat tertundanya fungsi saluran nafas yang normal paska operasi, dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, wound

66

dehiscence dan perdarahan.2,5 Pada penelitian ini, baik lama anestesi (162,05 (SD 49,79) vs 169,19 (SD 45,86)), lama operasi (135,84 (SD 48,53) vs 143,42 (SD 44,97)) dan masa rawatan di PACU (142,28 (SD 24,14) vs 150 (SD 26,59)) diantara kedua kelompok penelitian tidak berbeda bermakna sehingga peneliti menggangap bahwa kedua kelompok layak untuk dibandingkan.

Berbagai penyebab PONV berhubungan dengan faktor pasien, pra operatif, intraoperatif seperti teknik anestesi, obat-obat anestesi dan tindakan pembedahan serta paska operatif. Pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami PONV dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa skor faktor resiko berdasarkan Apfel, Koivuranta, Pallazo-Evans, dll. Faktor resiko paling kuat untuk prediksi kejadian PONV adalah wanita, tidak merokok, mempunyai riwayat PONV atau motion sickness, lama operasi lebih dari 1 jam dan adanya pemakaian opioid intra dan post operatif. Semakin tinggi skor faktor resiko PONV yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kemungkinannya untuk mengalami mual muntah.7,28,36,37

Pada penelitian ini, jumlah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki dan kejadian PONV lebih banyak dijumpai pada pasien perempuan walaupun secara statistika tidak berbeda. Demikian juga, skor Apfel 3 atau resiko tinggi mengalami PONV lebih banyak dibandingkan skor Apfel 4 atau resiko sangat tinggi untuk mengalami PONV. Dari data karakteristik subjek penelitian, peneliti dapat menjelaskan bahwa skor Apfel 3 adalah skor faktor resiko PONV tertinggi untuk pasien laki-laki sehingga skor Apfel 3 lebih banyak dibandingkan skor Apfel 4.

Obat-obat induksi anestesi seperti etomidat dan ketamin berkaitan dengan tingginya kejadian PONV dibandingkan thiopental atau propofol. Propofol yang rutin digunakan sebagai agen induksi atau pemeliharaan anestesi total intravena (TIVA) telah dilaporkan dapat mengurangi resiko PONV. Pemakaian agen anestesi inhalasi seperti sevofluran dan desfluran dilaporkan berhubungan dengan

67

rendahnya kejadian PONV dibandingkan enfluran dan halotan. Nitrous oxide

(N2O) dapat meningkatnya kejadian PONV akibat pengaruhnya terhadap reseptor opioid di sentral, perubahan tekanan dari telinga bagian tengah dan distensi usus.28,29

Opioid mempunyai reseptor di CTZ, meningkatkan efek inhibisi GABA, menurunkan aktifitas dopaminergik dan menyebabkan pelepasan 5HT3 di otak sehingga meningkatkan kejadian PONV.28 Pemakaian antikolinesterase seperti neostigmin sebagai antagonis residual obat pelumpuh otot mempunyai efek meningkatkan motilitas gastrointestinal dan sekresi asam lambung sehingga dosis > 2,5 mg dapat meningkatkan kejadian PONV.51 Selain itu, puasa yang lama, status volume yang kurang maupun kelebihan cairan selama operasi dapat menyebabkan tingginya kejadian PONV. Lokasi operasi di daerah abdomen, payudara, mata, THT dan ekstremitas serta penambahan waktu operasi setiap 30 menit akan meningkatkan resiko PONV sampai 60% sehingga resiko yang awalnya hanya 10% meningkat menjadi 16% sesudah 30 menit.28

Dari penelitian ini, pemakaian opioid paska operasi diantara kedua kelompok tidak berbeda bermakna secara statistika (p>0,05). Pada kelompok midazolam sebanyak 28 orang (65,1%) menerima opioid dan 15 orang (34,9%) tidak menerima opioid sedangkan pada kelompok ondansetron sebanyak 27 orang (62,8%) menerima opioid dan 16 orang (37,2%) tidak menerima opioid. Sehingga subjek pada kedua kelompok penelitian mempunyai kemungkinan yang sama untuk mengalami mual muntah paska operasi.

Penelitian ini juga menggunakan obat-obat anestesi yang dapat menyebabkan PONV seperti opioid fentanil, N2O, isofluran dan neostigmin. Namun demikian, pemakaian propofol untuk induksi anestesi dianggap mempunyai efek untuk mengurangi kejadian PONV pada kedua kelompok penelitian. Tindakan intubasi dianggap juga dapat meningkatkan resiko PONV akibat terjadinya stimulasi pada mekanoreseptor aferen di faring. Sedangkan blok

68

saraf perifer, anestesi total intravena dan anestesi regional berhubungan dengan rendahnya kejadian PONV dibandingkan anestesi umum dengan intubasi dan teknik anestesi yang menggunakan anestesi inhalasi.28,29

Pusat muntah yang terletak di formasi lateral reticular medulla oblongata akan menerima stimulus yang berasal 6 (enam) jalur aferen primer yaitu pusat kortikal tertinggi dan thalamus, CTZ, sistem vestibular, nervus vagus, nukleus traktus solitarius dan sistem spinoreticular sehingga memicu aktifitas muntah di sentral melalui reseptor kolinergik (muskarinik), dopaminergik, histaminergik, serotonergik (5HT3) atau opioid.29,30

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) adalah kelompok sel yang terdiri dari 40 neurotransmiter dan berada di dasar ventrikel IV dalam area postrema batang otak. Namun hanya beberapa reseptor neurotransmiter di CTZ yang memegang peranan penting dalam terjadinya mual muntah yaitu dopamin, histamin, kolinergik dan serotonin. Sedangkan area postrema dapat mendeteksi toksin yang beredar di dalam CSF dan mengaktivasi pusat muntah di medulla oblongata. CTZ juga dapat dipengaruhi oleh agen anestesi, opioid dan faktor humoral (5HT) yang dilepas sewaktu operasi. Sehingga penggunaan obat-obat antiemetik yang dapat mengantagonis reseptor neurotransmiter ini akan memberikan efek secara tidak langsung terhadap pusat muntah untuk mencegah atau mengurangi mual dan muntah.27-29

Midazolam adalah obat depresan sistem saraf pusat golongan benzodiazepin yang larut dalam air dan mempunyai potensi 2-3 kali lipat dibandingkan diazepam. Midazolam telah digunakan secara luas sebelum prosedur medis atau premedikasi dan induksi anestesi sebelum pembedahan untuk mengurangi ansietas dan menghasilkan amnesia. Dari beberapa penelitian telah dilaporkan bahwa midazolam mempunyai efek antiemetik karena dapat mengurangi keparahan dan lamanya kejadian mual muntah.32,41 Hanya midazolam yang dapat mengurangi kecemasan dan mencegah ingatan yang buruk sekaligus

69

menghentikan semua gejala muntah.11 Namun demikian, midazolam dapat menghasilkan sedasi dan pemanjangan efek ansiolitik yang tidak diinginkan.41 K.P. Bauer dkk. menemukan bahwa pemberian midazolam 0,04 mg/kg/iv preoperatif dapat mengurangi kejadian PONV dan meningkatkan kenyamanan pasien.52 Hakki Unlugenc dkk. menunjukkan bahwa pemakaian midazolam dosis subhipnotik mempunyai efek yang sama dengan ondansetron untuk mencegah PONV tanpa pemanjangan efek sedasi.23

Mekanisme kerja midazolam sebagai antiemetik secara menyeluruh belum sepenuhnya diketahui. Midazolam dianggap berperan mengurangi input dopamin di CTZ dan mengurangi pengambilan adenosin. Akibatnya terjadi penurunan sintesa dan pelepasan adenosin yang diperantarai midazolam dan penurunan kerja dopamin postsinaptik pada CTZ. Disertai dengan berkurangnya aktifitas dopaminergik di saraf dan pelepasan 5HT3 akibat ikatan midazolam dengan reseptor GABAA.44 Midazolam juga menurunkan input psikis dari thalamus yang dapat mempengaruhi pusat muntah secara langsung. Van den Bosch dkk. dan Chandrakantan dkk. menyatakan bahwa kecemasan pada periode perioperatif dapat mempengaruhi angka kejadian PONV.3

Peneliti memahami bahwa pemanjangan sedasi dapat terjadi akibat efek potensiasi pemberian midazolam dan opioid. Akan tetapi, dosis rendah midazolam yang digunakan pada penelitian ini tidak menunjukkan pemanjangan waktu pulih sadar pada kelompok midazolam sehingga aman untuk diberikan pada periode postoperatif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jae Hyun Ha dkk yang membandingkan midazolam 0,075 mg/kg, ondansetron 4 mg dan plasebo dengan hasil ada perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok penelitian, dimana kejadian PONV sebesar 34% pada kelompok midazolam, 46% pada kelompok ondansetron dan 64% pada kelompok plasebo sedangkan skor sedasi dan skor nyeri pada ketiga kelompok tidak berbeda bermakna.15 Walaupun

70

terdapat perbedaan dosis midazolam yang digunakan antara penelitian Jae Hyun Ha dengan penelitian ini.

Penelitian lain oleh Y. Lee dkk didapatkan hasil yang berbeda dari penelitian ini. Dari penelitian dengan anestesi umum inhalasi dan Laryngeal Mask Airway (LMA) tersebut diperoleh hasil baik ondansetron 4 mg maupun midazolam 2 mg intravena yang diberikan 30 menit sebelum operasi berakhir tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam mengurangi kejadian PONV. Proporsi pasien yang mengalami PONV 24 jam pertama paska operasi sebesar 30% dengan midazolam dan 27% dengan ondansetron. Namun demikian, hampir sama dengan penelitian saya bahwa tidak ditemukan penambahan efek sedasi dan lama waktu pemulihan diantara kedua kelompok pada penelitian Y. Lee dkk.16 Dalam hal ini ondansetron yang harganya lebih mahal ternyata tidak lebih superior dibandingkan midazolam.

Sayed Morteza Heidari dkk meneliti tentang penurunan kejadian PONV dan kebutuhan antiemetik metoklopramid dengan pemberian midazolam 0,075 mg/kg/iv 15 menit sebelum induksi anestesi dibandingkan plasebo dimana ada perbedaan bermakna kejadian mual muntah 6 jam pertama paska operasi setelah pemberian midazolam dibandingkan plasebo (p<0,05) sehingga mengurangi pemakaian metoklopramid.13 Hasil penelitian Heidari dkk tersebut hampir sama dengan penelitian ini dimana midazolam 0,035 mg/kg/iv yang diberikan 30 menit sebelum ekstubasi dapat mengurangi kejadian mual muntah selama 24 jam pertama paska operasi.

Mohammad Reza Safavi dan Azim Honarmand melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan kejadian PONV dengan midazolam 0,035 mg/kg/iv 15 menit sebelum induksi, midazolam 0,035 mg/kg/iv 30 menit sebelum ekstubasi dan plasebo. Hasil yang didapatkan ada perbedaan bermakna kejadian mual muntah pada 6, 12, 18 dan 24 jam paska operasi, dimana 1 orang (3%) mengalami PONV setelah pemberian midazolam 30 menit sebelum ekstubasi, 5 orang (24%) mengalami PONV setelah pemberian midazolam 15 menit sebelum

71

induksi anestesi dan 15 orang (73%) mengalami PONV dengan plasebo. Tidak dijumpai pemanjangan waktu pemulihan dan efek sedasi yang berlebihan.12 Hal ini dapat dijelaskan bahwa lama kerja midazolam sekitar 1-4 jam setelah pemberian sehingga apabila midazolam diberikan 15 menit sebelum induksi maka efek antiemetik midazolam mungkin sudah berkurang sebelum atau bahkan setelah operasi berakhir.

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menganggap bahwa midazolam dosis rendah dapat diberikan sebagai antiemetik untuk mengurangi kejadian PONV pada pasien yang akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum tanpa menyebabkan pemanjangan waktu pulih sadar. Dengan demikian hipotesa pada penelitian ini dapat diterima.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Midazolam dosis 0,035 mg/kgbb/iv dapat digunakan sebagai obat pilihan selain ondansetron dan obat-obat antiemetik lainnya untuk mengurangi kejadian PONV pada pasien dengan skor prediksi resiko tinggi dan sangat tinggi mengalami PONV berdasarkan Apfel yang akan dilakukan anestesi umum dengan harga relatif murah dibandingkan ondansetron tanpa pemanjangan efek sedasi.

2. Angka kejadian PONV sesudah pemberian midazolam 0,035 mg/kgbb/iv 30 menit sebelum ekstubasi adalah 1 orang selama 24 jam pertama setelah operasi sedangkan angka kejadian PONV sesudah pemberian ondansetron 4 mg/iv 30 menit sebelum ekstubasi adalah 7 orang pada jam ke-0; 9 orang pada jam ke-2; 10 orang pada jam ke-4; dan 8 orang pada jam ke-8 setelah operasi sedangkan pada jam ke-24 setelah operasi tidak dijumpai kejadian PONV.

3. Angka kejadian sakit kepala sesudah pemberian ondansetron 4 mg/iv 30 menit sebelum ekstubasi adalah 1 orang pada jam ke-0, 4 orang pada jam ke-2, 6 orang pada jam ke-4 dan 4 orang pada jam ke-8 setelah operasi sedangkan pada jam ke-24 setelah operasi tidak dijumpai kejadian sakit kepala.

73

6.2. SARAN

Beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah :

1. Pada pasien yang mempunyai faktor resiko tinggi dan sangat tinggi untuk mengalami PONV dan akan menjalani pembedahan dengan anestesi umum, dapat direkomendasikan pemberian midazolam 0,035 mg/kgbb/iv 30 menit sebelum ekstubasi sebagai profilaksis mual dan muntah paska operasi sesuai dengan kesimpulan no. 1 dan 6 di atas.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan midazolam dan obat antiemetik lain untuk penanganan PONV dengan jumlah sampel yang lebih besar.

3. Untuk mengurangi kejadian mual muntah paska operasi dengan ondansetron sebaiknya dosis pemberian disesuaikan dengan berat

Dokumen terkait