• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan pada beberapa Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara yaitu di SD Negeri No. 078 Panyabungan, SD Negeri No. 082 Aek Banir, SD Negeri No. 088 Panyabungan dan SD Negeri No. 109 Siobon dengan tujuan untuk mengetahui prevalensi maloklusi pada anak sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan. Penelitian ini menggunakan kuisioner dan melibatkan 324 orang, terdiri dari 137 laki-laki dan 187 perempuan.

Berdasarkan hasil pencatatan data klinis pada rongga mulut subjek penelitian, dilakukan uji statistik deskriptif untuk mengetahui prevalensi maloklusi pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Panyabungan dalam bentuk frekuensi dan persentase (Tabel 1).

Tabel 1. Prevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angle pada anak sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

Maloklusi

Tabel 1 memperlihatkan hasil maloklusi klasifikasi Angle menurut hubungan molar terdapat Kelas I Angle memiliki persentase paling tinggi yaitu 68,2% (221 orang) yang terdiri dari 134 perempuan dan 87 laki-laki. Maloklusi Kelas II yaitu 17,0% (55 orang) yang terdiri dari 25 perempuan dan 30 laki-laki. Persentase Kelas III yaitu 14,8% (48 orang) yang terdiri dari 28 perempuan dan 20 laki-laki.

Total pencatatan dan pengamatan jumlah sampel penelitian data klinis sebanyak 324 orang, jika dirincikan tipe maloklusi skeletal yang didasarkan inklinasi dan overlap insisif atas, Kelas II terbagi atas Kelas II divisi 1, Kelas divisi 2 dan Kelas II subdivisi, sedangkan untuk Kelas III yaitu adanya Kelas III subdivisi. Hasil tabel 1 memperlihatkan Kelas II subdivisi memiliki total paling tinggi yaitu 33 orang (10,8%) terdiri dari 15 perempuan dan 18 laki-laki, kemudian Kelas III subdivisi yaitu 27 orang (8,33%) terdiri dari 16 perempuan dan 11 laki-laki, Kelas II divisi 1 yaitu 21 orang (6.4%) terdiri dari 9 perempuan dan 12 laki-laki, sedangkan total persentase paling rendah Kelas II divisi 2 yaitu hanya dimiliki 1 perempuan (0,3%).

Selain melihat secara keseluruhan prevalensi maloklusi pada anak sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan menurut jenis kelamin, penelitian ini juga melihat prevalensi maloklusi dengan klasifikasi Angle berdasarkan usia subjek penelitian (Tabel 2) yang terbagi atas usia 9 tahun, 10 tahun, 11 tahun, 12 tahun dan 13 tahun.

Tabel 2. Prevalensi maloklusi klasifikasi Angle berdasarkan usia pada anak sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan

Usia

Tabel 2 memperlihatkan hasil maloklusi klasifikasi Kelas I Angle berdasarkan usia 12 tahun memiliki persentase paling tinggi yaitu 71,3% (72 orang), sedangkan paling rendah adalah usia 13 tahun yaitu 64.3% (17 orang). Sampel dengan usia 9 tahun yaitu 68,0% (17 orang), usia 10 tahun yaitu 69,9% (51 orang) dan usia 11 tahun yaitu 65,1% (54 orang). Hasil maloklusi klasifikasi Kelas II Angle berdasarkan usia 10 tahun memiliki persentase paling tinggi yaitu 20,5% (15 orang), sedangkan persentase paling rendah usia 13 tahun yaitu 11,9% (4 orang). Sampel dengan usia 9 tahun yaitu 16,0% (4 orang), usia 11 tahun yaitu 15,7 (13 orang) dan usia 12 tahun yaitu 17,8% (18 orang). Hasil persentase maloklusi klasifikasi Kelas III Angle berdasarkan usia 13 tahun memiliki persentase paling tinggi yaitu 23,8% (10 orang), sedangkan usia 10 tahun paling rendah yaitu 9,6% (4 orang). Sampel usia 9 tahun yaitu 16,0% (4 orang), usia 11 tahun yaitu 19,3% (16 orang) dan usia 12 tahun yaitu 10,9% (11 orang).

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada beberapa sekolah di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Peneliti memilih 4 Sekolah Dasar dari total jumlah 44 Sekolah Dasar di Kecamatan Panyabungan dengan latar belakang heterogen pada tingkat sosial ekonomi maupun demografi. Salah satunya Sekolah Dasar di Siobon merupakan sekolah yang terpencil di Kecamatan Panyabungan karena infrastruktur masih kurang memadai yang menjadi hambatan bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan. Seperti menurut hasil penelitian Agusni (cit: Kusuma dkk) bahwa prevalensi maloklusi pada anak-anak dipedesaan sedikit lebih tinggi dibanding anak yang tinggal diperkotaan.5

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian dengan maloklusi Kelas I paling banyak dari keseluruhan jumlah sampel 324 orang. Angle menyatakan maloklusi kelas I Angle memiliki prevalensi lebih banyak dari populasi meskipun tidak ada malrelasi anteroposterior pada keadaan ini, tetapi kemungkinan ada penyimpangan dimensi vertikal atau transversal.13,23 Berdasarkan penelitian ini, pada anak sekolah dasar di Kecamatan Panyabungan didapatkan hasil maloklusi (Tabel 1) yaitu Kelas I Angle 68,2% (221 orang), Kelas II Angle 17,0% (55 orang) dan Kelas III 14,8% (48 orang). Penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Siddegowda di Karnataka-India mengobservasi disekolah-sekolah dengan rentang usia 10-16 tahun mendapatkan hasil maloklusi Angle Kelas I 79,2% (7530 orang), Kelas II 20,7%

(1970 orang), dan Kelas III 0,1% (5 orang).17 Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Daniel dkk pada anak usia 9-12 tahun di Nova Friburgo, Brazil mendapatkan hasil hubungan molar Kelas I 76,7% (312 orang), Kelas II 19,2% (79 orang) dan Kelas III 4,2% (16 orang).15 Hasil penelitian oleh Gabrielly dkk di Manado juga sesuai dengan hasil maloklusi Angle Kelas I 66,7% (20 orang), Kelas II 26,7% (8 orang), dan Kelas III 6,7% (2 orang).2

Hasil penelitian ini terdapat dua sekolah yang memiliki total persentase maloklusi Kelas III Angle lebih tinggi dibanding Kelas II Angle (Tabel 1) yaitu SDN

088 Panyabungan dengan persentase Kelas III Angle 13,6% (11 orang) dan Kelas II Angle 12,3% (10 orang). Subjek penelitian di SDN 109 Siobon dengan persentase Kelas III Angle 24,7% (20 orang) dan Kelas II Angle 13,6% (11 orang). Hal ini berbeda dengan penelitian Wijayanti dkk di SD At-Tufiq, Jakarta yang mendapatkan hasil Kelas II lebih banyak daripada Kelas III yaitu 31,6% (31 orang) dan 3,1% (3 orang).3 Penelitian oleh Rajendra dkk di Nalgonda, India juga berbeda mendapatkan hasil Kelas II 13,9% lebih tinggi daripada yaitu Kelas III 7,8%.10 Angle menyatakan maloklusi Kelas III lebih jarang ditemukan, terjadi pada individu dengan tampilan dagu bawah yang menonjol dimana lengkung rahang dan bibir atas perkembangannya kurang baik.2,13 Namun prevalensi pada penelitian ini berbeda, disebabkan maloklusi merupakan suatu evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam kelompok ras.23

Berdasarkan jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada maloklusi Kelas I Angle. Perempuan dan laki-laki mempunyai kemungkinan hal yang sama mengalami maloklusi. Hasil dari penelitian ini didapat persentase maloklusi Kelas I Angle (Tabel 1) yaitu 71,7% (134 perempuan) dan 63,5% (87 laki-laki), Kelas II Angle 13,4% (25 perempuan) dan 21,9% (30 laki-laki), dan Kelas III Angle 15,0% (28 perempuan) dan 14,6% (20 laki-laki). Penelitian oleh M. Oshagh dkk pada anak usia sekolah juga serupa mendapatkan hasil bahwa perempuan memiliki persentase Kelas I Angle lebih tinggi daripada laki-laki yaitu 55,5% (217 perempuan) dan 47,6% (147 laki-laki). Maloklusi Kelas II Angle 31,5% (123 perempuan) dan 34% (105 laki-laki). Sedangkan untuk maloklusi Kelas III Angle M. Oshagh mendapatkan hasil laki lebih tinggi dibanding perempuan yaitu 15,5% (48 laki-laki) dan 9,7% (38 perempuan).20 Hasil penelitian ini serupa dengan Siddegowda di Karnataka-India persentase Kelas I Angle yaitu 80,2% (3639 perempuan) dan 78,4%

(3891 laki-laki). Maloklusi Kelas II Angle yaitu 19,8% (899 perempuan) dan 21,5%

(1071 laki-laki), dan untuk Kelas III juga berbeda dengan hasil peneliti, Siddegowda mendapatkan hasil yaitu 0,1% (4 laki-laki) dan 0,0% (1 perempuan).17

Selain melihat klasifikasi maloklusi Angle secara umum, peneliti juga melihat tipe maloklusi skeletal didasarkan inklinasi dan overlap insisif atas (Tabel 1). Dalam

hal ini Kelas II divisi 1 didapatkan hasil 3,4% (11 orang), Kelas II divisi 2 yaitu 0,3%

(1 orang) dan Kelas II subdivisi 9,25% (30 orang). Penelitian ini berbeda dengan Siddegowda yang mendapatkan hasil persentase paling tinggi yaitu Kelas II divisi 1 sebanyak 13,3% (1264 orang), persentase kedua yaitu Kelas II divisi 2 sebanyak 3,9% (375 orang) dan persentase paling rendah yaitu Kelas II subdivisi sebanyak 3,5% (331 orang).17 Bila hanya melihat Kelas II divisi 1 dan divisi 2 penelitian ini sesuai dengan Piya dkk di Nepal mendapatkan hasil persentase tertinggi yaitu 10,7%

(14 orang) Kelas II divisi 1 dan diikuti oleh Kelas II divisi 2 yaitu 3,1% (4 orang).31 Penelitian ini juga sesuai dengan Bittencourt dan Machado pada anak usia 6-10 tahun di Brazil mendapatkan hasil maloklusi Kelas II divisi 1 yaitu 18,40% (879 orang) dan Kelas II divisi 2 yaitu 3,20% (153 orang).9 Persentase maloklusi Kelas II divisi 1 lebih banyak daripada divisi 2. Gigi insisif atas protrusi dapat disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan seperti bibir yang tidak kompeten dapat mempengaruhi posisi insisif atas karena hilangnya keseimbangan yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisif atas protrusi, dan adanya kebiasaan mengisap jari juga mempengaruhi maloklusi Kelas II divisi 1.2

Hasil penelitian maloklusi klasifikasi Angle berdasarkan usia persentase Kelas I Angle paling tinggi (Tabel 2) yaitu usia 12 tahun 71,3% (72 orang) dan paling rendah yaitu usia 13 tahun 64,3% (27 orang). Kemungkinan hal ini terjadi karena distribusi sampel peneliti tidak sama rata setiap masing-masing usia yang diteliti. Ini juga disebabkan usia 12 tahun sudah memasuki tahap geligi permanen terjadinya maloklusi sudah mulai menurun karena seiring bertambahnya usia, pertumbuhan dan perkembangan rahang semakin tumbuh besar atau sempurna.19 Kemudian persentase maloklusi Kelas II Angle paling tinggi yaitu usia 10 tahun 20,5% (15 orang) dan paling rendah yaitu usia 13 tahun 11,9% (5 orang). Kelas II Angle tinggi dikarenakan usia 10 tahun masih dalam tahap geligi campuran yang berarti masih dalam perkembangan gigi dan oklusi serta maloklusi yang terlihat dapat berubah semakin parah.19 Persentase maloklusi Kelas III Angle paling tinggi yaitu usia 13 tahun 23,8%

(10 orang) dan paling rendah yaitu usia 10 tahun 9,6% (7 orang).

BAB 6

Dokumen terkait