• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian mengenai subjective well-being tergolong penelitian yang masih baru di Indonesia. Belum banyak penelitian yang dipublikasi mengenai SWB ini. Namun demikian, publikasi mengenai penelitian ini telah banyak dilakukan oleh negara-negara asing, seperti Amerika dan Eropa, bahkan di beberapa negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea, Singapura dan Malaysia. Berikut akan dipaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai SWB yang khususnya berkaitan dengan penelitian yang saat ini sedang dilakukan oleh penulis.

2.5.1. School ConnectednessdanSubjective Well-being

Fydenberg dkk., dengan analisis path dalam penelitiannya menemukan bahwa school connectedness memiliki hubungan yang positif dengan well-being, secara khusus emotional well-being, namun hubungannya lemah (.29). Semua bobot regresi yang ditemukan dalam penelitian ini secara statistik signifikan ( < .05). Dilakukan juga Multivariate analysis of varian (MANOVA) untuk menguji perbedaan gender darischool connectednessdanwell-being,produktifcopingdan non-produktif coping. Hasilnya, ditemukan bahwa ada perbedaan jender (1.531) = 5.90, < .001, = .04.Dari hasilunivariate test dibuktikan bahwa perbedaan ini terutama pada school connectedness. Dalam pengukuran school connectedness, perempuan = 20.60, = 2.92) memiliki skor lebih tinggi daripada laki-laki

= 19.41, 3.26), (1.534) = 19.96, < .001, = .40.

Oberle, Schonert-Reichl dan Zumbo (2010) melakukan penelitian mengenai perkembangan positif remaja, khususnya komponen kognitif SWB yang dipengaruhi oleh optimisme dan konteks sosial (school connectedness, dukungan sosial yang dirasakan dari lingkungan, dukungan keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya), menemukan bahwa optimisme dan semua konteks sosial (ecological asset) secara signifikan dan positif merupakan prediktor kepuasan hidup remaja awal. Penelitian ini dilakukan dengan analisis multi level dan conditional model, dengan hasil prediktor signifikan pada model yang dibuat mengindikasikan hubungan dukungan orang tua/keluarga, 10= .19, 1,339.23 = 4.80, < .001, hubungan positif dari teman sebaya 20 = .12, (1,339.55) = 4.00, < .001, dan

optimisme 30 =. 61, (1,339.66) = 20.85, < .001 pada kepuasan hidup remaja awal. Lebih daripada signifikansi dan efek positif dari school connectedness 40 = .18, (1,339.33) = 6.11, < .001, dan dukungan dari lingkungan 50 = .05, (1,339.25) = 2.33, < .001 pada level siswa, ditemukan juga pengaruh yang signifikan dari rata-rata school connectedness dengan kepuasan hidup, 01

= .43, (18.59) = 2.76, = .01.

Penelitian untuk menguji hubungan siswa dengan sekolahnya juga dilakukan oleh Lau & Li (2011). School connectedness yang dalam penelitian ini dikelompokkan dalam variabe school capital merupakan salah satu variabel yang memberikan pengaruh terhadap SWB anak ( = .337, < .001) disamping hubungan dengan orang tua ( = .245, < .001) dan teman ( = .342, < .001). Studi ini merupakan cross-sectional survey design dengan pengambilan sampel stratifikasi random sampling. Total sampel dari penelitian ini 1306 siswa kelas 6 SD dan juga orang tua mereka yang berasal dari 16 sekolah di Shenzen, Cina.

2.5.2. Dukungan Sosial Teman Sebaya danSubjective Well-being Penelitian Gülaçt yang dilakukan pada mahasiswa calon guru di Turki ditemukan bahwa dukungan teman tidak menjadi prediktor bagi SWB, sebaliknya dukungan keluarga menjadi penting. Hasil analisis regresi berganda menemukan bahwa 18% (R2 = 0.18) dukungan sosial yang diterima dari keluarga berpengaruh pada SWB siswa. Sebaliknya dukungan sosial teman dan orang terdekat (kekasih, pacar) tidak berpengaruh terhadap SWB (t=1857, > 0.05; = 0.341, > 0.05). Gülaçt mengindikasikan bahwa hubungan positif yang terjalin dengan keluarga menyebabkan perkembangan dalam aspek emosi, sosial dan

kognitif anak dan hal ini secara positif berdampak pada kehidupan yang dijalani oleh anak; anak mengalami kepuasan dan lebih bahagia.

Chou (1999) dalam penelitiannya mengenai dukungan sosial dan SWB yang dilakukan pada dewasa awal (young adult) dengan jumlah sampel 475 orang menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara emosi positif (positive affect) dan semua dimensi dukungan sosial, kecuali jaringan komposisi teman dan keluarga dekat dan frekeunsi pertemuan secara teratur. Kuatnya nilai asosiasi antara afektif (skor positif afek dan negatif afek) dan dukungan sosial atau jaringan sosial antara . 23 | | .10. Dengan model regresi berganda ditemukan bahwa kepuasan dengan anggota keluarga dan teman secara konsisten berasosiasi dengan semua ukuran SWB, dan jumlah teman dekat yang dimiliki secara positif berhubungan dengan emosi positif (positive affect). Secara spesifik, semakin tinggi level kepuasan dalam hubungan dengan keluarga dan teman maka semakin rendah level gejala depresi. Model analisis regresi untuk dukungan sosial atau jaringan sosial terhitung 10% dari setiap varian, (15,459) = 3.41, < .0001, = .10. Sampel pada penelitian ini terdiri dari 12 sekolah yang secara random diikutsertakan untuk berpartisipasi.

Kef dan Dekovic (2004) dalam penelitian yang dilakukan mengenai dukungan sosial teman sebaya dan dukungan orang tua pada well-being remaja; dalam penelitiaannya digunakan dua kelompok, kelompok pertama adalah remaja dengan masalah penglihatan/tidak bisa melihat dan kelompok kedua remaja yang tidak mengalami masalah penglihatan, menemukan bahwa dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua terbukti penting bagi kedua kelompok tersebut; untuk remaja dengan masalah penglihatan ( = 0.47, < 0.05); remaja tanpa masalah penglihatan ( = 0.24, < 0.05), tapi

besarannya lebih rendah. Di mana pada kelompok dengan masalah penglihatan terdapat hubungan positif yang linear antara dukungan sosial teman sebaya dan well-being, sedangkan pada kelompok yang tidak mengalami masalah penglihatan, well-being kelihatannya tidak dipengaruhi oleh dukungan sosial teman sebaya. Dukungan orang tua yang lebih memberikan pengaruh pada kelompok ini. Dalam penelitian ini juga digunakan multivariate analysis of variance (MANOVA) untuk menguji efek kelompok, jenis kelamin dan usia pada dukungan sosial. Hasilnya, ditemukan perbedaan antara dua kelompok dalam semua variabel dukungan sosial (dukungan emosional, (1.513) = 23.94, < 0.001; dukungan praktis, (1.513) = 21.93, < 0.001; dansocial companionship, (1.513) = 53.46, < 0.001).Dari ketiga variabel dukungan sosial, yang menghasilkan perbedaan yang sangat signifikan yaitu social companionship, (1.513) = 9.37, < 0.05. Dari pengujian ini juga ditemukan bahwa untuk skor dukungan sosial teman sebaya, perempuan memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (social companionship (1,513) = 4.95, < 0.05; emosi (1,513) = 19.21, < 0.001; praktis (1,513) = 12.29, < 0.001). Sedangkan untuk dukungan sosial dari orang tua tidak ditemukan perbedaan. Pengujia ANOVA untuk well-being tidak menemukan adanya perbedaan dalam kelompok (1,513) = 2.42, > 0.05, namun laki-laki merasa lebih bahagia dibandingkan perempuan

(1,513) = 6.30, < 0.05.

Ratelle, Simard & Guay (2012) melakukan studi untuk menginvestigasi hubungan antara dukungan autonomi dari tiga sumber dukungan yang signifikan (orang tua, teman, dan kekasih) dan SWB mahasiswa dengan menggunakan dua pendekatan: pendekatan berpusat pada variabel dan pendekatan yang berpusat pada orang. Partisipan

adalah 256 mahasiswa (191 perempuan, 65 laki-laki) yang memiliki pasangan. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa dukungan yang diterima dari ketiga sumber ini dapat memprediksikan level yang lebih tinggi pada SWB. Korelasi yang paling kuat terutama dari teman ( = .42) dan orang tua ( = .43), diikuti oleh pacar/kekasih ( = .17). Dengan pengujian model yang menggunakan hybrid SEM, yang mana meliputi alat ukur dan struktur komponen, ditemukan bahwa semua variabel eksogen berkorelasi satu dengan yang lainnya. Nilai untuk model ini adalah 268.25 ( = 165) dan secara statistik signifikan ( < .01). Rasio / dibawah 3 (1.63), dan indeks fit memuaskan (NNFI=.95; CFI=.96; RMSEA=.05). SWB dapat diprediksikan melalui dukungan yang diperoleh dari keluarga ( = .27, < .05), teman( = .35, < .05)dan kekasih/pacar ( = .22,

< .05).

Dari beberapa penelitian di atas, ada penelitian yang menemukan hubungan yang signifikan, namun ada pula yang hubungannya rendah atau sama sekali tidak ada hubungan yang signifikan.

Dokumen terkait