• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.4. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Hendra (2004) dengan menggunakan formulasi Williamsons (CVw) untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB di luar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan yang belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan ketimpangan dan faktor yang cenderung dapat menurunkan ketimpangan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan terhadap propinsi.

Tabel 2.1. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau

Tahun Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Lainnya 1984 0,2460 0,5680 0,4381 0,0522 0,3435 1985 0,2459 0,5377 0,4629 0,0408 0,3582 1986 0,2470 0,5177 0,4420 0,0423 0,3780 1987 0,2460 0,5120 0,4710 0,0390 0,3324 1988 0,2521 0,5054 0,4595 0,0460 0,4129 1989 0,2157 0,6209 0,4681 0,0508 0,4183 1990 0,1931 0,6034 0,4516 0,0515 0,4086 1991 0,1814 0,6041 0,4448 0,0580 0,4507 1992 0,1860 0,6108 0,4502 0,0591 0,4550 1993 0,1883 0,6158 0,4404 0,0632 0,4775 Sumber: Tadjoedin (1996) dalam Hendra (2004)

Tadjoedin (1996) juga mengukur besarnya ketimpangan antar pulau dengan hasil yang menunjukkan bahwa pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian (Pulau Sumatera) mempunyai tingkat ketimpangan yang

relatif kecil dibandingkan dengan pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri (Pulau Jawa). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak berada pada posisi dikotomis dengan pemerataan.

Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Indonesia

Tahun

Di Luar Migas

Sjafrizal U & H Tadjoedin Tadjoedin, et al

1971 0,369 1972 0,406 1973 0,415 1974 0,483 1975 0,462 1976 0,4631 0,415 1977 0,4609 0,396 1978 0,4344 0,429 1979 0,5240 0,417 1980 0,4433 0,425 1981 0,445 1982 0,438 1983 0,498 1984 0,4875 0,515 1985 0,4714 0,494 1986 0,4600 0,474 1987 0,4567 0,471 1988 0,4609 0,465 1989 0,5632 0,493 1990 0,5385 0,484 1991 0,5392 0,536 1992 0,5442 0,535 1993 0,5489 0,923 0,544 1994 0,938 0,643 1995 0,962 0,653 1996 0,966 0,654 1997 0,982 0,671 1998 0,965 0,605

Sumber: Uppal dan Handoko (1986), Tadjoedin (1996), dan Tadjoedin et al (2001) dalam Hendra (2004)

Begitu juga dengan Tadjoedin (1996) dalam Hendra (2004) yang juga mengukur ketimpangan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama, hanya saja dilakukan pengukuran untuk tahun 1984-1993. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoedin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan nasional untuk tahun 1993-1998. Ketimpangan dihitung dengan menggunakan PDRB perkapita menurut kabupaten/kota yang ada di Indonesia berdasarkan harga konstan 1993. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat ketimpangan semakin meningkat.

Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003), menganalisis ketimpangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan memakai PDRB tahun 1971-1998. Dengan menggunakan formulasi yang sama, hasil yang diperoleh menunjukkan adanya tendensi peningkatan ketimpangan ekonomi antar propinsi di Indonesia sejak awal 1970-an.

Hendra (2004) melakukan penelitian tentang peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah di Propinsi Lampung. Dengan menggunakan Indeks Williamson, Hendra menganalisis ketimpangan daerah Lampung pada tahun 1995-2001. Untuk melihat peranan sektor pertanian, dia membandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan dan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan semakin meningkat jika sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan. Hendra juga melakukan analisis korelasi, sehingga didapat hubungan negatif yang kuat antara kontribusi pertanian dan Indeks

Ketimpangan, yang berarti peningkatan produktivitas pertanian akan menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi.

Tabel 2.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung Tahun 1995-2001 Tahun CVw Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan Daerah (%) Tanpa PDRBSektor Pertanian Dengan PDRB Sektor Pertanian 1995 0,8373 0,4404 47,4 1996 0,8380 0,4499 46,3 1997 0,8391 0,4846 42,2 1998 0,8369 0,4426 47,1 1999 0,7951 0,4207 47,1 2000 0,7793 0,4160 46,6 2001 0,7680 0,4068 47,0 Sumber: Hendra (2004)

Nugroho (2004) melakukan penelitian dengan judul “Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat”. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson, ternyata pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir di bagian selatan Jawa Barat sebagian besar digerakkan oleh basis pertanian. Sebelum krisis, antara tahun 1993-1996 rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir selatan Jawa Barat sebesar 6,93 persen, bagian utara Jawa Barat selama krisis 1997-2000 pertumbuhannya lebih lambat yaitu -1,38 persen dibandingkan bagian barat Jawa Barat yaitu -0,35 persen. Hal ini menunjukkan perekonomian yang berbasis pertanian lebih tahan menghadapi krisis. Ketimpangan Pembangunan antar kecamatan tertinggi terdapat di Kabupaten Ciamis yaitu 1,54. Sementara

ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Garut, Subang, dan Karawang relatif sama yaitu 1,00. Ditemukan bahwa ketimpangan pembangunan sebagian besar berasal dari kecamatan-kecamatan non pesisir.

Kristiyanti (2007) menganalisis sektor basis perekonomian dan peranannya dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur pada tahun 2001-2005. Berdasarkan perhitungan, sektor pertanian merupakan salah satu sektor basis Propinsi Jawa Timur pada tahun 2004-2005. Ketimpangan pendapatan di propinsi Jawa Timur termasuk dalam kategori ketimpangan yang sangat tinggi karena menunjukkan angka Indeks Williamson yang lebih besar dari satu, besar nilai ketimpangan pada periode 2001-2005 berturut-turut yaitu: 1,1150; 1,1008; 1,1015; 1,1104; dan 1,0915. Hal ini mengindikasikan upaya pemerintah Jawa Timur untuk menciptakan pemerataan belum optimal. Sektor basis yang memiliki peranan terbesar dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Propinsi Jawa Timur adalah sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 19 persen. Sektor Industri pengolahan dan sektor perdagangan justru memberikan dampak negatif bagi ketimpangan dan menyebabkan kenaikan tingkat ketimpangan rata-rata sebesar 45 persen selama periode analisis.

Fitria (2006), menganalisis tentang kesenjangan antar kabupaten/kota di pulau Jawa pada periode 1993-2004. Dengan menggunakan Indeks Williamson, diperoleh bahwa kesenjangan (ketimpangan) sebelum krisis selama periode 1993-1998 memburuk. Pada tahun 1993 kesenjangan antar kabupaten kota sebesar 0,991 sedangkan pada tahun 1998 menjadi 0,9924. Akan tetapi setelah krisis

keenjangan membaik, tahun 2004 kesenjangan kembali menyentuh angka 0,991. Tingkat konvergensi antar kabupaten/kota di pulau Jawa selama periode 1993-2004 tidak terjadi. Dengan menganggap pendidikan pendidikan mempengaruhi konvergensi pendapatan, maka tingkat konvergensi antar kabupaten/kota di pulau Jawa selama periode 1993-2004 tidak terjadi dan tidak signifikan.

Soetopo (2009) menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi antar pulau di Indonesia pada periode 1996-2006. Dengan menggunakan Indeks Williamson, enam pulau tergolong dalam taraf ketimpangan yang rendah dengan nilai Indeks Ketimpangan antara 0,210 sampai 0,261. Untuk ketimpangan yang terjadi di dalam setiap pulau yang terdiri dari propinsi-propinsi yang berada pada taraf ketimpangan yang tinggi untuk Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku dan Irian yaitu antara 0,521 - 0,966, pada Pulau Sulawesi taraf ketimpangannya relatif rendah yaitu antara 0,050 - 0,109, sedangkan untuk pulau Bali taraf ketimpangannya sedang yaitu antara 0,379 - 0,498.

Penelitian-penelitian sebelumnya sudah menghitung Indeks ketimpangan Indonesia antar pulau, Indeks ketimpangan Indonesia antara KBI dan KTI, Indeks Ketimpangan propinsi Jawa Timur, serta Indeks Ketimpangan propinsi Lampung. Belum ada penelitian yang meneliti Indeks Ketimpangan di Pemerintah Aceh pada periode 2000-2007. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengambil judul “Peranan Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Pemerintah Aceh”.

Dokumen terkait