• Tidak ada hasil yang ditemukan

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan pemberian terapi tambahan omega-3 untuk memperbaiki skor PANSS pada pasien skizofrenia kronis di unit rawat inap RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta, pada bulan Februari-Maret 2016. Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 60 subyek, yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kemudian dari seluruh jumlah tersebut, secara acak dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan terdiri dari 30 subyek, mendapat terapi tambahan omega-3 1000mg/hari selama 6 minggu, selain terapi antipsikotik standar. Pada kelompok kontrol terdiri dari 30 subyek dan mendapat terapi antipsikotik standar.

Karakteristik demografi subyek penelitian kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Demografi Subyek Penelitian

Variabel Kelompok p Intervensi n=30 Kontrol n=30 Jenis Kelamin*** Laki-laki Perempuan Umur (th)* 15 (50%) 15 (50%) 37.03+ 6.66 15 (50%) 15 (50%) 36.43+ 7.40 1,000 0,742 Pendidikan** 0.962 Tidak Sekolah 2 (6.7%) 0 (0.0%) SD 8 (26.7%) 11 (36.7%) SMP 13 (43.3%) 12 (40.0%)

SMA/SMK 7 (23.3%) 6 (20.0%) PT 0 (0.0%) 1 (3.3%) Pekerjaan*** 0.075 Buruh 19 (63.3%) 12 (40.0%) IRT 3 (10.0%) 1 (3.3%) Karyawan 0 (0.0%) 2 (6.7%) Sales 1(3.3%) 0(0.0%) Tidak Bekerja 7 (23.3%) 15 (50.0%) Diagnostik*** 0.693 skizofrenia katatonik 1 (3.3%) 0 (0 .0%) skizofrenia paranoid 15 (50.0%) 13(43.3%) skizofrenia lainnya 1 (3.3%) 1 (3.3%) skizofrenia tak terinci 13 (43.3%) 16 (53.3%)

Status***

0.598

Kawin 13 (43.3%) 11 (36.7%)

Tidak Kawin 17 (56.7%) 19 (63.3%)

Ket : * Data Numerik Berdistribusi Normal; Mean + SD Uji Independent Sampel T Test ** Data Kategorik Rasio; Jumlah (Prosentase); Uji Mann Whitney

** *Data Kategorik Nominal; Jumlah (Prosentase); Uji Chi Square

Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa karakteristik demografik kedua kelompok dilakukan uji komparatif. Dengan uji tersebut didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada jenis kelamin (p=1,000), umur (p=0,742), diagnostik (p=0,693) dan status perkawinan (p=0,593). Sedangkan menurut pendidikan, terdapat distribusi data yang tidak normal, sehingga dilakukan uji normalitas Mann Whitney. Uji ini dilakukan agar data yang didapat memenuhi syarat untuk dilakukan uji statistik selanjutnya.

Tabel 2. Uji Beda Skor PANSS Pre-test Variabel Kelompok P Intervensi n=30 Kontrol n=30

PANSS Gejala Positif* 39.87 + 3.52 39.70 + 2.84 0.841 PANSS Gejala Negatif* 26.20 + 2.77 27.23 + 2.21 0.116 PANSS Psikopatologi Umum* 44.97 + 4.81 45.53 + 4.47 0.638 PANSS Resiko Agresi* 13.00 + 1.72 12.97 + 1.50 0.936

PANSS Total* 124.03 + 6.34 125.43 + 6.43 0.339

Ket : * Data Numerik Berdistribusi Normal; Mean + SD; Uji Independent Sample T Test ** Data Numerik Tidak Berdistribusi Normal; Median (min-max), Uji Mann Whitney

Data dari tabel 2, didapatkan hasil skor PANSS pre-tes pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan pada: skor PANSS positif (p=0,841) skor PANSS negatif (p=0,116),

skor PANSS negatif (p=0,116), skor PANSS psikopatologi umum (p=0,638),

skor PANSS resiko agresi (p=0,936) dan pada skor PANSS total (p=0,339).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan skor PANSS pre-tes pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sehingga kedua kelompok adalah setara. Dapat dikatakan bahwa terdapat kesetaraan awal skor PANSS pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Tabel 3. Uji Beda Skor PANSS Post-test I (post test di minggu ke-4)

Variabel Kelompok p Intervensi n=30 Kontrol n=30

PANSS Gejala Positif* 11.90 + 2.71 19.53 + 2.18 0.000

PANSS Gejala Negatif* 11.43 + 1.94 13.03 + 1.85 0.002

PANSS Psikopatologi Umum* 23.30 + 2.22 27.80 + 2.68 0.000 PANSS Resiko agresi** 5.00 (3.00- 7.00) 5.00 (3.00- 7.00) 0.056 PANSS Total** 46.50 (38.00- 59.00) 61.50 (53.00- 67.00) 0.000 Ket : * Data Numerik Berdistribusi Normal; Mean + SD; Uji Independent Sample T Test

** Data Numerik Tidak Berdistribusi Normal; Median (min-max), Uji Mann Whitney

Dari tabel 3. Uji beda skor PANSS post-tes terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan:

skor PANSS gejala positif p=0,000, skor PANSS gejala negatif p=0,002,

skor PANSS psikopatologi umum dan skor PANSS total p=0,000.

Namun p=0,056 untuk skor PANSS resiko agresi, untuk skor PANSS resiko agresi menunjukkan penurunan yang setara antara kelompok intervensi dan kelompok perlakuan.

Tabel 4. Uji Beda Skor PANSS Post-test II (post test di minggu ke-6) Variabel Kelompok p Intervensi n=30 Kontrol n=30

PANSS Gejala Positif** 7.50 (7.00- 9.00) 14.00 (10.00- 18.00) 0.000 PANSS Gejala Negatif** 8.00 (7.00- 9.00) 10.00 (9.00- 12.00) 0.000 PANSS Psikopatologi Umum** 19.00 (17.00- 21.00) 20.00 (18.00- 23.00) 0.027 PANSS Resiko Agresi** 3.00 (3.00- 5.00) 4.00 (3.00- 5.00) 0.111 PANSS Total** 38.00 (35.00- 41.00) 48.00 (42.00- 54.00) 0.000 Ket : * Data Numerik Berdistribusi Normal; Mean + SD; Uji Independent Sample T Test

** Data Numerik Tidak Berdistribusi Normal; Median (min-max), Uji Mann Whitney

Dari tabel 3. Uji beda skor PANSS post-tes terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan:

skor PANSS gejala positif p=0,000, skor PANSS gejala negatif p=0,000,

skor PANSS psikopatologi umum p=0,027, skor PANSS total p=0,000.

Namun p=0,111 untuk skor PANSS resiko agresi, menunjukkan penurunan yang setara antara kelompok intervensi dan kelompok perlakuan.

Dapat dilihat dalam sajian grafik dibawah ini, terdapat perbaikan gejala yang lebih cepat pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol.

Gambar 8. Grafik Penurunan Skor PANSS Positif 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 P1 P2 P3 Intervensi Kontrol PANSSResiko agresi

Gambar 9. Grafik Penurunan Skor PANSS Negatif

Gambar 10. Grafik Penurunan Skor PANSS Psikopatologi Umum 0 5 10 15 20 25 30 N1 N2 N3 Intervensi Kontrol 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 G1 G2 G3 Intervensi Kontrol

Gambar 11. Grafik Penurunan Skor PANSS Resiko agresi

Gambar 12. Grafik Penurunan Skor PANSS Total 0 2 4 6 8 10 12 14 S1 S2 S3 Intervensi Kontrol 0 20 40 60 80 100 120 140

Tot 1 Tot 2 Tot 3

Intervensi Kontrol

Tabel 5. Uji Beda Kecepatan Penurunan Skor PANSS (/Hari) Variabel Kelompok p Intervensi n=30 Kontrol n=30 Penurunan PANSS Gejala

Positif (/hari) ** 0.80 (0,60- 0,90) 0.60 (0,40- 0,80) 0.000 PANSS Gejala Negatif (/hari)**

0.45 (0.30- 0.60) 0.40 (0.30- 0.50) 0.062 PANSS Psikopatologi Umum

(/hari)** 0.60 (0.30- 0,80) 0.60 (0.40- 0,80) 0.355 PANSS S(/hari)**

0.20 (0.10- 0.30) 0.20 (0.10- 0.30) 0.283 PANSS Total(/hari) *

2.10 (1.70-2.30) 1,80 (1.60-2.10) 0.000 Ket : * Data Numerik Berdistribusi Normal; Mean + SD; Uji Independent Sample T Test

** Data Numerik Tidak Berdistribusi Normal; Median (min-max), Uji Mann Whitney

Gambar 13. Diagram Batang Perbandingan kecepatan penurunan skor PANSS antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol

Dari diagram diatas didapatkan rata-rata kecepatan penurunan skor PANSS kelompok intervensi untuk gejala positif sebesar 0,80 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS gejala positif sebesar 50%), penurunan skor PANSS 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Intervensi Kontrol 0,80 0,60 0,45 0,40 0,60 0,60 0,20 0,20 2,10 1,80 Penurunan_P Penurunan_N Penurunan_G Penurunan_S Penurunan_Panss

gejala negatif sebesar 0,45 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS gejala negatif sebesar 45%), penurunan skor PANSS gejala psikopatologi umum sebesar 0,60 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS psikopatologi umum sebesar 32%), penurunan skor PANSS resiko agresi sebesar 0,20 point perhari perhari (rata-rata penurunan skor PANSS resiko agresi sebesar 43%) , dan penurunan skor PANSS total sebesar 2,10 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS total sebesar 45%).

Dari diagram diatas didapatkan rata-rata kecepatan penurunan skor PANSS kelompok kontrol untuk gejala positif sebesar 0,60 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS gejala positif sebesar 40%), penurunan skor PANSS gejala negatif sebesar 0,40 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS gejala negatif sebesar 38%), penurunan skor PANSS gejala psikopatologi umum sebesar 0,60 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS psikopatologi umum sebesar 32%), penurunan skor PANSS resiko agresi sebesar 0,20 point perhari perhari (rata-rata penurunan skor PANSS resiko agresi sebesar 40%) , dan penurunan skor PANSS total sebesar 1,80 point perhari (rata-rata penurunan skor PANSS total sebesar 38%).

BAB V PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Telah dilakukan studi untuk mengetahui keefektifan penambahan terapi omega-3 pasien skizofrenia kronis untuk memperbaiki skor PANSS di RSJD dr.Arif Zainudin Surakarta, pada bulan Februari-Maret 2016. Pada studi ini digunakan desain studi randomized control trial(RCT). Penelitian randomized control trial(RCT) merupakan studi yang menggunakan subyek pasien sesungguhnya yang kemudian dibagi atas dua grup yaitu grup kontrol dan grup yang diberi perlakuan (intervensi). Penggolongan pasien masuk ke grup kontrol atau perlakuan dilakukan secara acak (random) dan juga dengan cara blinding untuk mengurangi kemungkinan subyektivitas. Biasanya digunakan untuk studi terapi. Dari 60 pasien, baik dari kelompok kontrol ataupun kelompok intervensi menunjukkan gejala skizofrenia baik gejala positif, gejala negatif, psikopatologi umum, hal ini sesuai teori bahwa gejala skizofrenia meliputi gejala positif, gejala negatif dan disorganized tingkah laku, kognitif, perhatian (Sadock, 2010)

Penilaian data dimulai dengan penilaian demografi yang terdiri dari deskripsi, penilaian distribusi data atau uji normalitas. Dari data yang diperoleh didapatkan hasil bahwa subyek memiliki distribusi normal. Dengan demikian data memenuhi syarat untuk dilakukan uji statistik. Data pre-tes didapatkan kesetaraan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada studi ini menunjukkan setara dalam hal demografi mencakup jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan tingkat pendidikan yang ditunjukkan pada tabel 1. Kesetaraan juga ditunjukan pada skor PANSS awal, kedua kelompok menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna diantara keduanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa subyek pada studi ini adalah homogen.

Dari akhir studi ini, yakni skor PANSS setelah perlakuan maupun kontrol diuji dengan uji-t tidak berpasangan (independent t-test), yang mensyaratkan hal-hal berikut (Sopiyudin, 2008):

1. Distribusi data harus normal

2. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama. 3. Jika memenuhi syarat, dipilih uji t tidak berpasangan.

4. Jika tidak memenuhi syarat dilakukan transformasi data terlebih dahulu.

5. Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipilih uji Mann-Whitney.

Studi ini melibatkan 60 orang pasien skizofrenia kronis yang masuk kriteria inklusi dan bersedia mengikuti studi, dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 30 orang kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang dipilih secara acak. Penulis dibantu dokter bangsal dan penulis hanya melakukan penilaian skor PANSS pretes dan postes minggu 4 dan minggu 6 terhadap seluruh subyek tanpa mengetahui tiap subyek masuk kedalam kelompok tertentu.

Dari studi ini didapatkan hasil bahwa pada kedua kelompok, baik kelompok intervensi maupun kelompok kontrol keduanya mengalami penurunan skor PANSS pada pengukuran di minggu ke-4 dan ke-6. Dapat diketahui penurunan kelompok intervensi lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol. Perbaikan gejala terus berlangsung sampai minggu ke-6. Setelah dilakukan analisa dengan perhitungan statistik terdapat perbedaan yang bermakna pada penurunan skor tersebut.

Hasil studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan di Iran oleh Jamilian, et al, 2014, terjadi perbaikan skor PANSS pada pasien skizofrenia yang mendapat terapi tambahan omega-3 (Jamilian, et al, 2014).

Hasil studi ini sesuai dengan teori bahwa pengaruh polyunsaturated fatty acid (PUFA) dapat membantu perbaikan penderita skizofrenia (Joanne J, et al, 2015).

Dari perbandingan kecepatan penurunan skor PANSS antara kelompok intervensi dan Kelompok kontrol didapatkan kelompok intervensi secara bermakna mencapai kecepatan penurunan skor PANSS lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Rata-rata penurunan skor PANSS dicapai dikisaran much improved = penurunan skor ± 40%-53% untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol dibawah kisaran much improved. Hal ini menurut teori bahwa kecukupan intake yang mengandung omega-3 membantu memperbaiki gejala skizofrenia (Jamilian, et al, 2014).

Selama studi ini dilakukan tidak ada laporan efek samping akibat pemberian terapi tambahan omega-3, karena pemberian dosis omega-3

1000mg perhari masih dalam dosis anjuran dan tidak melebihi dosis yang pernah dilaporkan menimbulkan efek samping. Adapun dari teori, efek samping yang pernah dilaporkan mual, muntah, back-pain, dan rash di kulit. Dosis 3 gram sehari atau lebih asam lemak omega-3 dari kapsul dapat meningkatan risiko pendarahan (Patterson, 2008).

B. Keterbatasan Penelitian

1. Waktu studi yang relatif pendek sehingga tidak diketahui efek perlakuan dalam jangka panjang.

2. Banyak variabel yang mempengaruhi skizofrenia yang tidak dikendalikan dalam studi ini seperti ekonomi, ciri kepribadian, dukungan keluarga, gaya hidup, status gizi, serta faktor biologis seperti faktor genetik dan struktur di otak, seperti misalnya pasien dengan atrofi cerebri, tentu akan lebih resisten terhadap pengobatan, sehingga akan mempengaruhi bias pada hasil akhir studi.

3. Target organ omega-3 tidak spesifik.

4. Omega-3 berperan untuk perbaikan berbagai gangguan mental, namun primernya untuk gangguan mood.

5. Belum diketahui dosis pasti omega-3 yang tepat untuk memperbaiki gangguan mental, khususnya skizofrenia.

6. Banyak variabel yang mempengaruhi saat penilaian skor PANSS, seperti ruangan yang tidak terpisah, waktu penilaian yang tidak sama.

7. Keefektifan dinyatakan sebagai perbaikan nilai secara statistik, bukan secara klinis, begitu juga dalam penghitungan besar sampel, sehingga akan mempengaruhi bias pada akhir penelitian.

8. Studi dilakukan di kota Surakarta, tentu banyak perbedaan budaya, budaya berkehidupan, ataupun budaya pola konsumsi makan akan berbeda dengan daerah lain di Indonesia, yang dapat memberikan perbedaan pada hasil studi.

9. Studi ini tidak bisa mewakili pulau Jawa, apalagi dunia, dikarenakan banyak perbedaan, seperti perbedaan kebudayaan, perbedaan gender, perbedaan status gizi, sehingga tentu menghasilkan hasil akhir studi yang berbeda.

BAB VI

Dokumen terkait