• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN Uji Asumsi

Dalam dokumen T1 802010010 Full text (Halaman 27-38)

a. Uji Normalitas dan Linieritas

Setelah alat ukur diuji reliabilitas serta validitasnya maka penelitian dapat berlanjut ke menguji asumsi. Langkah yang harus diambil adalah:

Melakukan uji signifikansi dengan hasil koefisien Kolmogorov-Smirnov dari Prestasi Akademis ialah 0,89 (p>0,05) dan PWB sebesar 0,847 (p>0,05). Berdasarkan pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa data pada kedua variabel berdistribusi normal.

Analisis Deskriptif

Adapun data deskriptif mengenai penelitian ini terdapat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Data Statistik Deskriptif

Prestasi Akademis PWB N Valid 106 106 Missing 0 0 Mean 3.1577 216.3208 Mode 2.93 206.00a Std. Deviation .31298 18.01510 Variance .098 324.544 Range 1.72 96.00 Minimum 2.11 175.00 Maximum 3.83 271.00 Percentiles 25 2.9500 203.0000 50 3.1600 215.0000 75 3.3625 229.0000

Untuk mengukur tinggi rendahnya skor PWB digunakan rumus kategorisasi jenjang dari Azwar (2012), yang selanjutnya disusun seperti pada tabel di bawah.

Tabel 2. Kelompok Skor PWB

Kategori x Frequency Percent

Sangat Rendah 189,29815 > x 7 6.6 % Rendah 207,31325 > x > 189,29815 26 24.5 % Sedang 225,32835 > x > 207,31325 35 33.0 % Tinggi 243,34345 > x > 225,32835 33 31.1 % Sangat Tinggi x > 243,34345 5 4.7 % Total 106 100.0 %

Dimana x adalah skor PWB; Mean = 216.3208

Untuk pengelompokan Prestasi Akademis, digunakan standar predikat kelulusan berdasar angka Indeks Prestasi Kumulatif yang terdapat dalam Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Tabel 3. Kelompok Skor Prestasi Akademis

Kategori x Frequency Percent

Baik 2,00 > x >2,74 8 7.5 %

Memuaskan 2,75 > x >2,99 25 23.6 % Sangat Memuaskan 3,00 > x >3,49 59 55.7 % Terpuji 3,50 > x >4,00 14 13.2 %

Total 106 100.0

Dimana x adalah skor IPK; Mean = 3.1577

Uji Korelasi

Langkah selanjutnya setelah melakukan uji asumsi ialah melakukan uji korelasi dengan menggunakan Pearson-Product Moment. Adapun kemudian dihitung dengan menggunakan korelasi berganda pada SPSS v.21.

Tabel 4. Korelasi antara Prestasi Akademis dengan PWB IPK PWB IPK Pearson Correlation 1 .164 * Sig. (1-tailed) .046 N 106 106 PWB Pearson Correlation .164 * 1 Sig. (1-tailed) .046 N 106 106

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Untuk memperkaya penelitian ini, peneliti juga mencari hubungan dari masing-masing dimensi PWB terhadap Prestasi Akademis dengan menggunakan korelasi berganda. Adapun hasil korelasinya dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Korelasi dengan Prestasi Akademis

Dimensi Korelasi Signifikansi

Self – Acceptance 0.177* 0.040

Positive Relations With Others 0.019 0.425

Autonomy 0.087 0.187

Environmental Mastery 0.240** 0.007

Purpose In Life 0.077 0.217

Personal Growth 0.096 0.163

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan pengujian hipotesis yang diperoleh, diketahui terdapat hubungan positif signifikan antara Psychological Well Being (PWB) dengan prestasi akademis (r=0.164; p<0.05). Adapun, dapat diketahui bahwa dimensi PWB yang berkorelasi dengan Prestasi Akademis adalah Environmental Mastery (r=0,24; p<0,05) dan Self-Acceptance (r=0,177; p<0,05).

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengujian di atas, dapat diketahui bahwa PWB memiliki korelasi positif dan signifikan dengan Prestasi Akademis (r=0,164; p<0,05). Korelasi ini memiliki arti bahwa semakin tinggi Psychological Well Being, semakin tinggi pula prestasi akademis seseorang. Hasil ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Fariba (2013), yang meneliti tentang pengaruh trait kepribadian, gaya belajar dan PWB terhadap performa akademis pada siswa yang belajar secara virtual (r=0,21; p<0,01) dan pada Topham (2011) yang meneliti hubungan antara PWB dengan Prestasi akademis pada siswa yang baru mendaftar di UK University (r=0,15; p<0,001). Artinya, meskipun menggunakan latar teori yang berbeda, tetap ditemukan adanya hubungan positif dan signifikan antara PWB dengan prestasi akademis. Hasil positif ini terindikasikan di dalam teori Ryff dan Singer (1996) yang menyebutkan bahwa seorang yang memiliki PWB tinggi; akan memiliki karakteristik menerima dirinya, baik aspek positif dan negatif; dapat berhubungan interpersonal secara positif dengan lingkungannya; mandiri dan menilai berdasarkan personal serta tidak tergantung dengan orang lain; menciptakan dan mengelola lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan karakternya; memiliki tujuan hidup; serta mengembangkan potensi individu yang ia miliki. Karakteristik yang

seperti ini sesuai dengan beberapa faktor yang memengaruhi hasil pendidikan seperti yang diajukan oleh Winkel (1983), adapun faktor tersebut ialah seperti faktor motivasi belajar, sikap, minat, dan keadaan psikis seseorang.

Meski demikian, sumbangan efektif dari PWB terhadap prestasi akademis ialah sebesar r2=0,0268. Artinya pengaruh PWB terhadap prestasi akademis hanya sekitar 2% dari keseluruhan faktor yang mungkin memengaruhi prestasi akademis. Berdasarkan sumbangan efektif ini dapat kita ketahui bahwa faktor kesehatan mental, dalam hal ini PWB memiliki peran sebesar 2% dari keseluruhan jalannya prestasi akademis. Secara teoritis, hal ini dimungkinkan karena beberapa hal. Pertama ialah, kondisi PWB itu sendiri. Seperti diketahui, Ryff dan Singer (1996) menjelaskan bahwa PWB adalah suatu keadaan yang dinamis dan tidak menetap. Artinya kemungkinan perubahan skor PWB sangat mungkin terjadi. Ryff dan Singer (1996) menyatakan perlunya studi longitudinal terhadap PWB itu sendiri untuk melihat sejauh mana perubahan usia berpengaruh kepada PWB. Dalam tulisannya, Ryff dan Singer (1996) juga menandakan bahwa kemungkinan-kemungkinan tantangan psikologis dan lingkungan sosial dimana hal ini terjadi mungkin berpengaruh terhadap PWB itu sendiri.

Kedua, IPK tidak mengindikasikan prestasi akademis yang tedapat pada kurun waktu pengumpulan data PWB, melainkan IPK merujuk kepada keseluruhan hasil studi yang telah dilakukan seseorang. Artinya, meskipun ada perubahan prestasi akademis dalam satu semester, perubahan ini akan digabungkan dengan keseluruhan studi yang telah dilakukan. Hal ini menyebabkan prestasi yang tercatat bukanlah nilai yang ia capai yang berkembang dari tiap semester, melainkan dari awal studi hingga sampai data diambil.

Ketiga, dilihat dari perspektif perkembangan, tahapan mahasiswa menurut Erikson (1987) adalah di masa identity vs role confusion sampai dengan intimacy vs isolation. Di mana mahasiswa dihadapkan dalam pilihan untuk memahami identitas dirinya sendiri dan mulai menjalin relasi personal dengan orang lain. Levinson (dalam Eysenck, 2004) juga menyebutkan mahasiswa pada tahapan dewasa awal di mana pada tahapan ini, seseorang ditantang untuk menemukan tujuan hidupnya. Kedua perspektif perkembangan ini menunjukkan bahwa pada tahapan tersebut seorang individu pada tahapan yang memiliki fokus bukan pada prestasi, melainkan menentukan tujuan hidup serta mengembangkan kemampuan sosial.

Keempat, adalah banyaknya faktor yang memengaruhi prestasi akademis selain kondisi psikologis. Seperti yang dijelaskan oleh Walberg (1981), bahwa prestasi sendiri dipengaruhi oleh 9 faktor, yaitu: kemampuan, perkembangan, motivasi, waktu belajar, kualitas pengalaman belajar, lingkungan rumah, kelompok sosial di sekolah, kelompok peer di luar sekolah, dan penggunaan waktu di luar sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor di luar kondisi mental seperti yang diajukan dalam PWB memiliki peran yang lebih besar terhadap jalannya prestasi akademis itu sendiri.

Lebih lanjut, bila kita lihat dari hubungan masing-masing dimensi PWB dengan prestasi akademis, pada dimensi yang pertama, self acceptance memiliki hubungan positif dengan prestasi akademis (r=0,177; p<0.05). Ryff dan Singer (1996) mendeskripsikan bahwa dimensi ini bila seseorang memiliki nilai tinggi akan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan menerima kualitas baik dan buruk dalam dirinya, serta merasa positif terhadap masa lalunya. Meski demikian, peneliti tidak dapat menemukan riset yang secara langsung meneliti mengenai hubungan antara self-acceptance dengan prestasi akademis. Meski demikian, Wayne (1993) menyatakan bahwa self-acceptance dapat diindikasikan dengan adanya self-esteem. Meski tidak dapat digunakan untuk menangkap makna self-acceptance secara utuh, namun hal ini dapat digunakan sebagai dasar berpikir. Jika demikian, maka penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harris (2009) mengenai pengaruh self-esteem yang juga mengindikasikan korelasi positif (r=0,797; p<0,001) antara self-esteem dengan prestasi akademis.

Selanjutnya juga tidak ditemukan adanya hubungan antara dimensi kedua positive relations with others (r=0,019; p>0.05). Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan karakteristik hubungan yang hangat dan saling memercayai, memikirkan kesejahteraan orang lain, dapat memberikan empati dan afeksi serta keintiman yang kuat, mengerti serta memahami transaksi interpersonal dalam hubungan manusia (Ryff & Singer, 1996). Hasil penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kosir, Socan & Pecjak (2007) yang tidak menunjukkan adanya korelasi antara hubungan interpersonal antara peers dan guru dengan pencapaian akademis. Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa keterampilan sosial; seperti hubungan antara dukungan pengajar dengan siswa, hubungan dengan peerserta dukungan sosial dari peer, penerimaan sosial dan persahabatan tidak menjamin bagaimana seseorang dapat

sukses di bidang akademis (Kosir, Socan & Pecjak, 2007). Artinya ada banyak variabel sekunder lain yang lebih berpengaruh kepada jalannya prestasi akademis dibandingkan dengan lingkungan sosial.

Pada dimensi autonomy juga tidak ditemukan hubungan dengan prestasi akademis (r=0,087; p>0,05). Skor tinggi pada dimensi ini mengindikasikan orang yang independen dan dapat mengambil keputusan sendiri, dapat bertahan dari tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak dengan cara tertentu, dapat mengatur perilaku dari dalam diri sendiri, serta mengevaluasi berdasar standar personal (Ryff & Singer, 1996). Autonomy sendiri beberapa kali diangkat dalam penelitian di bidang pendidikan. Di dalam bidang pendidikan, khususnya bahasa, hal ini pernah diteliti oleh Tilfarlioglu dan Ciftci (2011) mengenai pengaruh learner autonomy atau otonomi pembelajar dalam pengaruhnya di bidang pendidikan, dan hal ini berpengaruh positif (r=0,506 p>0,01). Riset tersebut berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti. Konsep autonomy yang merujuk kepada seseorang bergerak dan mengambil keputusannya sendiri menjadi kurang cocok ditempatkan di bidang perguruan tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena mata kuliah di Psikologi yang sering kali juga mengembangkan kemampuan bekerja di dalam kelompok seperti presentasi kelompok, observasi kelompok dan lain-lain yang menuntut seseorang bekerja tidak hanya berdasarkan standar personal yang ia miliki, tetapi juga dengan standar yang disepakati oleh kelompok.

Pada dimensi environmental mastery terdapat hubungan positif dengan prestasi akademis (r=0,24; p<0,05). Skor tinggi pada dimensi ini menunjukkan perasaan penguasaan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan, mengontrol susunan aktivitas yang kompleks, menggunakan kesempatan yang ada secara efektif, dapat memilih atau menciptakan konteks yang cocok dengan kebutuhan dan nilai personal (Ryff & Singer, 1996). Hal ini sejalan dengan pendapat Khoshbakht (2012) yang menyebutkan bahwa perilaku mencari bantuan memiliki dampak positif terhadap prestasi yang dimiliki seseorang. Environmental mastery sebagai dimensi yang menujukkan tingkat bagaimana seorang yang dapat mengubah dan mengatur lingkungannya ternyata memiliki korelasi terhadap prestasi akademis. Artinya seorang dapat memilih lingkungan pergaulan yang tepat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya, termasuk di bidang akademis.

Pada dimensi purpose in life tidak ditemukan korelasi dengan prestasi akademis (r=0,077; p>0,05) seperti halnya juga pada dimensi personal growth tidak ditemukan korelasi dengan prestasi akademis (r=0,096; p>0,05). Skor tinggi pada purpose in life menunjukkan adanya karakteristik keterarahan dan tujuan hidup, memiliki arti akan masa masa lalusan masa kini, memiliki tujuan hidup, serta memiliki target. Sedangkan pada dimensi personal growth, merujuk kepada keinginan mengembangkan diri secara terus menerus, melihat diri terus berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, sadar akan potensi diri, berubah secara efektif dan berkembang dari waktu ke waktu. Kedua dimensi ini berbicara mengenai tujuan dan langkah-langkah yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut, erat kaitannya dengan motivasi, seperti definisi dari Schacter (2011) yang menyatakan motivasi sebagai dorongan yang mengendalikan, sesuatu yang secara psikologis mendorong atau memperkuat perilaku terhadap suatu tujuan. Pada penelitian ini, kedua dimensi tidak memiliki hubungan dengan prestasi akademis. Hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor, seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Coutinho (2007) yang juga tidak menunjukkan adanya hubungan antara tujuan dengan prestasi. Bahwa tujuan yang dimiliki oleh tiap individu berbeda, hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan dorongan untuk mencapai prestasi akademis yang baik.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat hubungan positif antara Psychological Well Being dengan Prestasi

Akademis pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

2. Dimensi Psychological Well Being yang berkorelasi positif dengan Prestasi Akademis mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana adalah Environmental Mastery dan Self Acceptance.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran. Pertama, kepada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, agar dapat mempertimbangkan aspek kesehatan psikologis, terutama pada Psychological Well Being sebagai bagian kesehatan psikologis yang turus berkembang dari mahasiswa yang saat ini sedang berkuliah di Fakultas Psikologi UKSW. Hal ini didasari oleh sifat PWB

yang dinamis dan terus berkembang, oleh karena itu pengkuran dan intervensi seperti konseling menjadi perlu diterapkan. Hal ini mengingat berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa PWB mahasiswa Psikologi UKSW berada pada tingkatan sedang, sehingga masih terbuka kemungkinan untuk adanya intervensi peningkatan PWB. Pengawasan dan intervensi PWB menjadi penting didasari hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara PWB dengan prestasi akademis. Yang kedua, kepada peneliti selanjutnya yang ingin mencoba melihat hubungan Pychological Well Being di bidang akademis, dapat mengkerucutkan penelitian pada prestasi akademis kepada hal yang mendasari prestasi akademis itu sendiri. Hal ini dirasakan peneliti karena tampak ada terlalu banyak hal di luar PWB yang kemudian bepengaruh kepada hasil prestasi akademis yang diukur. Penelitian selanjutnya juga perlu tentu diikuti penyesuaian teori yang lebih matang dan didukung dengan instrumen penelitian yang perlu dikaji ulang. Selain itu, disarankan pula agar desain penelitian yang digunakan selanjutnya adalah desain penelitian longitudinal agar dapat melihat perkembangan PWB yang dinamis. Adapun perlu rasanya mencari alat ukur prestasi akademis yang lebih dapat dipercaya dan dapat menunjukkan hasil pendidikan yang spesifik, hal ini dikarenakan IPK pada penelitian ini tidak mempertimbangkan adanya perubahan-perubahan nilai yang mungkin terjadi pada tiap semesternya.

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2011). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______ (2011). Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______ (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baumeister, R.F., Campbell, J.D., Krueger, J.I., & Vohs, K.D. (2003). Does High Self-Esteem Cause Better Performance, Interpersonal Success, Happiness, or Healthier Lifestyles. Psychological Science in the Public Interest, 4, 1-44.

Retrieved 21 December 2013 from

http://www.carlsonschool.umn.edu/Assets/71496.pdf.

Bloom, B.S., Engelhart, M.D., Furst, E.J., Hill, W.H., & Krathwohl, D.R. (1956). Taxonomy of Educational Objectives Handbook 1 Cognitive Domain. London: Longmans Green and Co Ltd.

Coutinho, S.A. (2007). The relationship between goals, metacognition, and academic success. Educate, 7, 39-47. Retrieved 22 December 2013 from http://www.educatejournal.org/index.php/educate/article/download/116/134.

Cuseo, J. (2007). The Big Picture. Esource for College Transitions. 4, 2-5. Retrieved 26 May 2014 from http://tech.sa.sc.edu/fye/esource/files/ES_4-5_May07.pdf. Erikson, E. (1987). Childhood And Society. London: Paladin Grafton Books.

Eysenck, M.W. (2004). Pscyhology: An International Perspective. Hove: Psychology Press.

Fariba, T.B. (2013). Academic Performance of Virtual Students Based On Their Personality Traits, Learning Styles And Psychological Well Being: A Prediction. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 84, 112-116. Retrieved 20 December 2013 from http://www.gwern.net/docs/conscientiousness/2013-fariba.pdf.

Farooq, M.S., Chaudhry, A.H., Shafuq, M., & Berhanu, G. (2011). Factors Affecting Students’ Quality of Academic Performance: A Case of Secondary School Level. Journal of Quality and Technology Management, 7, 01-14. Retrieved 18 December 2013 from http://pu.edu.pk/images/journal/iqtm/PDF-FILES/01-Factor.pdf.

Ganai, M.Y., & Mir, Muhammad A. (2013). A Comparative Study Of Adjustment And Academic Achievement Of College Students. Journal of Educational Research

and Essays, 1, 5-9. Retrieved 26 May 2014 from

http://www.wynoacademicjournals.org/A%20COMPARATIVE%20STUDY%2 0OF%20ADJUSTMENT%20AND%20ACADEMIC%20ACHIEVEMENT%20 OF%20COLLEGE%20STUDENTS%20(2).pdf.

Harris, S.L. (2009). The Relationship Between Self-Esteem and Academic Success among African American Students in the Minority Engineering Program At A Research Extensive University in the Southeren Portion of the United States. (Doctoral dissertation, Lousiana State University). Retrieved 20 December 2013 from http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-11042009-102505/unrestricted/Harris_diss.pdf.

Kartono, K. (1985). Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Rajawali.

Universitas Kristen Satya Wacana. 1997. Ketentuan Umum Keluarga Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Khoshbakht, F. (2012). A Study of Elementary Students' Academic Help Seeking Behaviors in Math Class: The Role of Questioning in Class Interaction. Studies in Learning & Instruction, 3, 7-10. Retrieved 23 January 2014 from http://www.sid.ir/en/VEWSSID/J_pdf/126520126102.pdf.

Kosir, K., Socan, G., & Pecjak, S. (2007). The role of interpersonal relationships with peers and with teachers in students’ academic achievement. Review of

Psychology, 14, 43-58. Retrieved 20 December 2013 from

Kuh, G.D., Kinzie, J., Buckley, J.A., Bridges, B.K., & Hayek, J.C. (2006). What Matters of Student Success: A Review of the Literature. Commissioned Report for the National Symposium on Postsecondary Student Success: Spearheading a

Dialog on Student Success. Retrieved 5 march 2014 from

http://nces.ed.gov/npec/pdf/kuh_team_report.pdf.

Kuncel, N.R., Hezlett, S.A., & Ones, D.S. (2004). Academic Performance, Career Potential, Creativity, and Job Performance: Can One Construct Predict Them All? Journal of Personality and Social Psychology. 86, 148-161. Retrieved 28

February 2014 from

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.317.9553&rep=rep1& type=pdf.

Matthews, D.W. (1993). Acceptance of Self and Others. North Carolina: North Carolina Cooperative Extention Service.

McCabe, R.E., Blankstein, K.R., & Mills, J.S. (1999). Interpersonal Sensitivity and Social Problem-Solving: Relations with Academic and Social Self-Esteem, Depressive Symtoms, and Academic Performance. Cognitive Therapy and

Research, 23, 587-604. Retrieved 21 December 2013 from

http://search.ebscohost.com.

Republik Indonesia. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Tinggi. Lembaran Negara RI Tahun 1990, No. 38. Jakarta: Sekretariat Negara.

Universitas Kristen Satya Wacana. 2009. Peraturan Penyelenggaraan Kegiatan Akademik Dalam Sistem Kredit Semester Universitas Kristen Satya Wacana. 2009. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Petes, D., Jones, G., & Peters, J. (2007). Approaches to Studying, Academic Achievement and Autonomy, in Higher Education Sports Students. Journal of Hospitality, Leisure, Sport & Tourism Education, 6, 16-28. Retrieved 21 December 2013 from www.heacademy.ac.uk/hlst/resources/johlste

Ryan, R.M., & Deci, E.L. (2001). On Happiness and Human Potentials: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Review of

Psychology, 52, 141-161. Retrieved 4 May 2014 from

http://www.uic.edu/classes/psych/Health/Readings/Ryan,%20Happiness%20-%20well%20being,%20AnnRevPsy,%202001.pdf.

Ryff, C.D., & Singer, B. (1996). Psychological Well-Being: Meaning, Measurement, and Implications for Psychotherapy Research. Psychother Psychosom 1996, 65, 14-23. Retrieved 10 December 2013 from http://www.acceptandchange.com/wp- content/uploads/2011/08/vialle-heaven-ciarrochi-2005-jagu-relat-between-self-esteem-and-acad-achieve.pdf.

Schacter, D.L. (2011). PSYCHOLOGY. United States of America: Catherine Woods. Tella, A. (2007). The Impact of Motivation on Student’s Academic Achievement and

Negeria.Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 3,

149-156. Retrieved 22 December 2013 from

http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/512292.pdf. pada tanggal 22 Desember 2013.

Tilfarlioglu, F.Y., & Ciftci, F.S. (2011). Supporting Self-Efficacy and Learner Autonomy in Relation to Academic Success in EFL Classrooms (A Case Study). Theory and Practice in Language Studies, 1, 1284-1294 Retrieved 21 December

2013 from

http://ojs.academypublisher.com/index.php/tpls/article/viewFile/011012841294/ 3701.

Topham, P., & Moller, N. (2011). New students’ psychological well-being and its relation to first year academic performance in a UK university. Counseling and Psychoteraphy Research, 11,196-203. Retrieved 10 December 2013 from http://search.ebscohost.com.

Vaessan, B., Prins, F., & Jeuring, J. (2013) University Students' Achievement Goals and Help-Seeking Strategies in an Intelligent Tutoring System. Retrieved 23 January 2014 from http://www.cs.uu.nl/research/techreps/repo/CS-2013/2013-019.pdf. Vialle, W., Heaven, P.C.L., & Ciarrochi. (2005). The Relationship between self-esteem

and academic achievement in high ability students: Evidence from the Wollongong Youth Study. The Australasian Journal of Gifted Education, 14, 39-45. Retrieved 21 December 2013 from http://www.acceptandchange.com/wp- content/uploads/2011/08/vialle-heaven-ciarrochi-2005-jagu-relat-between-self-esteem-and-acad-achieve.pdf.

Walberg, H.J. (1984). Improving the Productivity of America’s Schools. Retrieved 19

December 2013 from

http://www.ascd.org/ASCD/pdf/journals/ed_lead/el_198405_walberg.pdf.

Wayne, M. (1993). Acceptance of Self and Others. North Carolina: North Carolina Cooperative Extension Service. Retrieved 21 december 2013 from http://www.ces.ncsu.edu/depts/fcs/pdfs/fcs2762.pdf.

Wijono, S. (2010). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Winkel, W.S. (1983). Psikologi Pendidikan Dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT Gramedia.

Dalam dokumen T1 802010010 Full text (Halaman 27-38)

Dokumen terkait