• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengujian Tarik dan Pengujian Bakar Komposit Phenolic ,

Dalam dokumen TESIS S951108019 V BRAM A. (Halaman 31-43)

BAB IV. HASIL DAN ANALISA

4.2 Hasil Pengujian Tarik dan Pengujian Bakar Komposit Phenolic ,

Lami

nat Volume Massa Volume Massa Volume Massa

1 15 36,00 cm3 92,16 g 0cm3 0 g

54,00 cm3 60,00 g

2 13 31,20 cm3 79,87 g 4,80 cm3 12,00 g

3 11 26,40 cm3 67,58 g 9,60 cm3 24,00 g

4 9 21,60 cm3 55,30 g 14,40 cm3 36,00 g

Keterangan: komposit dengan serat gelas berbentuk anyaman sebanyak 15 laminat tidak mengandung serbuk genteng sokka, dikarenakan ketebalan spesimen 3 mm sesuai ASTM D635 tidak memungkinkan bila ditambahkan serbuk genteng sokka pada matriks phenolic.

4.2 Hasil Pengujian Tarik dan Pengujian Bakar Komposit Phenolic, Serat Gelas, dan Serbuk Genteng Sokka

4.2.1 Pengujian tarik komposit dengan orientasi serat gelas 0-90ºdan 45-45º

Kekuatan tarik, modulus elastisitas dan besarnya regangan komposit geomaterial serbuk genteng sokka, phenolic, dan serat gelas dengan variasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

orientasi serat gelas 0-90º dan 45-45º serta jumlah laminat serat gelas 9, 11, 13, dan 15 laminat ditunjukkan pada Lampiran 1.

Grafik yang menyatakan hubungan antara tegangan tarik komposit dan jumlah laminatserat gelas dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Kurva pengaruh jumlah laminat serat gelas dengan orientasi sudut 0-90° dan 45-45º terhadap tegangan tarik komposit. Grafik menunjukkan tegangan tarik pada pengujian komposit dengan jumlah laminat serat gelas 15 laminat dan orientasi sudut serat 0-90º yaitu sebesar 207,51 MPa. Tegangan tarik sebesar 65,06 MPa didapatkan pada pengujian tarik komposit dengan jumlah laminat 9 laminat dan orientasi sudut serat gelas 45-45º. Perbedaan kekuatan tarik yang terjadi terutama disebabkan adanya perbedaan orientasi sudut serat gelas. Kekuatan tarik komposit dengan orientasi sudut 0-90º lebih besar dibandingkan komposit dengan orientasi sudut 45-45º.

Beban yang diterima komposit secara keseluruhan akan ditahan oleh penguat/reinforcement (dalam hal ini serat gelas), sedangkan matrik berfungsi sebagai pengikat atau mempertahankan posisi penguat agar tetap pada tempatnya. σx

σ1 σx

σ2= σx COS 45° σ1= σx σx σ2

Gambar 4.2 Mekanisme pembebanan yang diterima penguat/serat gelas untuk orientasi sudut 0-90° dan 45-45°.

0 50 100 150 200 250 9 11 13 15 T e g a n g a n T a ri k (M P a )

Jumlah Laminat Serat Gelas

Orientasi 0-90 Orientasi 45-45

Penampang serat gelas yang mengalami pembebanan tarik ditunjukkan pada Gambar 4.2. Tegangan tarik pada serat gelas dengan orientasi sudut 0-90º sebesar σ1x berlaku searah/horisontal terhadap penampang serat gelas. Tegangan tarik sebesar σ2 = σx cos 45° = ½ σx terjadi pada serat dengan orientasi sudut 45-45º terhadap penampang serat gelas (Khandan, dkk., 2012). Hasil pengujian tarik dan SEM menunjukkan bahwa selain serat gelas masih ada resin yang juga berperan mengikat penguat dan menahan gaya tarik yang diterima, sehingga besarnya hasil pengujian tarik komposit lebih besar dari perhitungan Gambar 4.2.

Gambar 4.3 Gambar penampang serat patah pada orientasi 0-90°

Komposit dengan orientasi serat gelas 0-90° pada saat mengalami beban tarik pertambahan panjang serat tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan serat gelas mampu menahan beban secara maksimal pada posisi sejajar/searah dengan memanjangnya serat atau pada posisi orientasi 0-90°. Ikatan antara resin dengan serat gelas pada orientasi 0-90° juga baik, terbukti komposit mampu menahan gaya tarik lebih besar dibanding orientasi 45-45°. Gambar 4.3 memperlihatkan penampang patahan serat pada saat mengalami beban tarik hingga putus. Gaya tarikan searah memanjangnya serat menyebabkan serat masih dalam posisinya (tidak terlepas atau seperti didorong keluar ikatan seperti yang terjadi pada komposit dengan orientasi 45-45°), sehingga serat gelas dan resin bisa menahan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

gaya tarik yang diterima secara bersama. Akibatnya tidak terjadi pertambahan panjang serat gelas sesuai dengan gambar penampang patah serat.

Gambar 4.4 Gambar penampang serat patah pada orientasi 45-45°.

Gambar 4.4 memperlihatkan penampang patahan komposit dengan serat gelas orientasi 45-45° pada saat mengalami beban tarik hingga putus. Serat gelas dengan orientasi 45-45° akan mengalami pertambahan panjang yang lebih dibandingkan komposit dengan orientasi serat gelas 0-90°.Serat gelas termasuk bahan sintetis yang berorientasi bi-directional, artinya hanya mampu menahan beban maksimal pada dua arah berlawanan (B, Vinod., 2013).

Kekuatan tarik pada komposit geomaterial ini dipengaruhi juga oleh jumlah prosentase serat penguat dan ikatan antara matrik dan penguatnya (Choi dkk, 1999). Ikatan yang terjadi antara matrik dan penguatnya bisa dibuktikan dengan ada tidaknya matrik yang masih menempel pada serat setelah pull-out, serat yang mengalami pull-out lebih pendek atau panjang dan bentuk permukaan patahan lebih rata (Sutrisno, 2013). Komposit dengan orientasi serat 45-45° pada saat dibebani gaya tarik posisi serat seperti didorong keluar/menyamping sehingga merusak ikatan serat dengan resin. Hal ini mengakibatkan serat gelas dan resin tidak bisa bersamaan menahan gaya tarik yang diterima.

Pengujian kekuatan tarik dengan nilai tertinggi terjadi pada variasi 15 laminat dikarenakan terjadi ikatan kuat antara serat gelas (penguat) dengan matrik tanpa serbuk genteng sokka. Dengan kata lain kekuatan tarik komposit geomaterial ini didominasi oleh kandungan serat gelas dibandingkan dengan kandungan serbuk genteng sokka.

Hasil pengujian ini sesuai dengan penelitian Malailah, dkk., (2013) yang meneliti pengaruh serat dan orientasi yang mempengaruhi sifat mekanik dari

Natural Fibre Reinforced Composite (NFRC). Hasilnya dituliskan bahwa kekuatan tarik serat rami dan serat bambu dengan matriks resin epoxy dengan variasi orientasi 0-90º lebih kuat dibandingkan orientasi sudut 45-45º. Komposit dengan orientasi serat 0-90º yaitu arah serat sejajar dengan arah gaya tarik sehingga gaya tarik sebagian besar ditahan oleh serat gelas/penguat, sedangkan matriks berfungsi untuk mengikat serat agar tetap di tempatnya dan meneruskan gaya secara merata ke penguat lain. Hal ini diyakini tergantung pada ketangguhan serat saat terjadi pull-out.

Gambar 4.5 Kurva modulus elastisitas terhadap jumlah laminat serat gelas Modulus elastisitas didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan dengan regangan pada suatu bahan tertentu selama gaya yang bekerja tidak melampaui batas elastisitas bahan tersebut. Gambar 4.5 menunjukkan besarnya modulus elastisitas komposit berbanding dengan jumlah laminat serat gelas yang digunakan. Hasil pengujian komposit phenolic, serat gelas, dan serbuk genteng sokka menunjukkan bahwa modulus elastisitas komposit bertambah sebanding dengan bertambahnya jumlah laminat serat gelas untuk orientasi serat 0-90°.Hal ini tidak terjadi pada orientasi serat gelas 45-45º dikarenakan serat gelas termasuk

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 9 11 13 15 M o d u lu s E la st is it a s (G P a )

Jumlah Laminat Serat Gelas

Orientasi Serat 0-90º Orientasi Serat 45-45º

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

jenis serat bi-directional. Kekuatan lentur serat akan bertambah pada orientasi 45-45°, berarti pertambahan panjang serat yang terjadi lebih besar.

Modulus elastisitas bahan adalah tegangan berbanding dengan regangan material. Serat gelas dengan orientasi 45-45° memiliki kelenturan/pertambahan panjang yang lebih besar dibandingkan orientasi 0-90°, akibatnya dengan semakin besar regangan yang terjadi maka modulus elastisitas bahan akan semakin menurun. Jadi modulus elastisitas komposit dengan orientasi serat gelas 45-45° cenderung turun sebanding dengan naiknya jumlah laminat serat.

Rathnakar, dkk, (2013) meneliti pengaruh orientasi serat pada kekuatan lentur komposit serat gelas yang diperkuat epoxy. Specimen dibuat dengan metode hand lay-up dengan teknik ruang vakum. Hasil pengujian menyatakan bahwa orientasi serat gelas memainkan peranan yang penting dalam penentuan kekuatan lentur dan ketahanan menahan beban. Laminasi dengan orientasi serat 45-45° menunjukkan kekuatan lentur yang lebih besar dibandingkan orientasi 90° untuk serat dan jumlah laminat yang sama. Komposit dengan orientasi serat 0-90° mampu menahan beban lebih dibandingkan orientasi serat 45-45°.

4.2.2 Pengujian ketahanan bakar komposit phenolic, serat gelas, dan serbuk genteng sokka

Ketahanan bakar komposit serbuk genteng sokka - phenolic dengan variasi jumlah laminat serat gelas meliputi pengujian waktu penyalaan/time to ignition

(TTI) komposit dan pengujian kecepatan bakar/burning rate (BR) komposit. Hasil pengujian ketahanan bakar komposit ini ditunjukkan pada Lampiran 3.

Tabel 4.2 Hasil pengujian ketahanan bakar komposit.

No Jumlah

Laminat

Waktu Penyalaan (s) Kecepatan Bakar (mm/s) Orientasi 0-90º Orientasi 45-45º Orientasi 0-90º Orientasi 45-45º 1 9 9,44 8,93 0,357 0,354 2 11 14,65 14,05 0,275 0,249 3 13 17,62 17,39 0,231 0,226 4 15 7,16 7,36 0,235 0,248 commit to user

Tabel 4.2 menunjukkan besarnya waktu penyalaan dan kecepatan bakar komposit berhubungan dengan jumlah laminat serat gelas yang digunakan. Untuk memudahkan menganalisa data-data hasil penelitian ini, maka hasilnya dipaparkan dalam bentuk kurva, yaitu kurva pengaruh serbuk genteng sokka dan serat gelas terhadap time to ignition (TTI) dan terhadap burning rate (BR) komposit. Selain itu pengujian TTI dan BR komposit dilakukan dengan variasi sudut serat gelas 0-90º dan 45-45º. Kurva waktu penyalaan komposit dengan variasi laminat serat gelas pada orientasi serat 0-90° dan 45-45° ditunjukkan pada Gambar 4.6, sedangkan hubungan kecepatan bakar komposit dengan jumlah laminat kandungan serat gelas ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Kurva waktu penyalaan komposit dengan variasi jumlah laminat serat gelas dan orientasi serat 0-90º dan 45-45º. 0 5 10 15 20 25 9 11 13 15 W a k tu P e n y al a an ( s)

Jumlah Laminat Serat Gelas

Orientasi Serat 0-90º Orientasi Serat 45-45º

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 9 11 13 15 K e ce p at an B ak ar ( s)

Jumlah Laminat Serat Gelas

Orientasi Serat 0-90º Orientasi Serat 45-45º

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.7 Kurva kecepatan bakar komposit dengan variasi jumlah laminat serat gelas dan orientasi serat 0-90º dan 45-45º.

Kurva di atas menunjukkan ketahanan bakar komposit geomaterial serbuk genteng sokka, phenolic, dan serat gelas dikategorikan baik berdasarkan standar ketahanan bakar/api yaitu UL 94 (Anonim, 1894). Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa nilai pengujian tertinggi TTI adalah 17,62 detik dengan variasi serat gelas 13 laminat dengan kandungan serbuk genteng sokka 12% (v/v). Nilai TTI tinggi menunjukkan penyalaan api pada komposit membutuhkan waktu yang lama. Gambar 4.7 menunjukkan kecepatan rambat nyala api pada komposit, variasi 15 laminat serat gelas tanpa serbuk genteng sokka membuat perambatan makin cepat.

Kecepatan bakar komposit rendah menunjukkan rambatan api pada material yang terbakar membutuhkan waktu yang lama. Terbukti bahwa semakin meningkat fraksi volume serat gelas, ketahanan bakar semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena serat gelas memiliki titik nyala api lebih tinggi dari resin. Kecepatan bakar dan waktu penyalaan juga dipengaruhi oleh ukuran/diameter serat penguat. Diameter serat gelas relatif kecil berkisar ± 12 µm, permukaan kontak antar serat dan matriks menjadi lebih tinggi, kekuatan tarik menarik/adhesi antar molekul meningkat sehingga kepadatan material komposit semakin tinggi pula (pori-pori material berkurang).

Komposit dengan kandungan serat gelas maksimal dan serbuk genting sokka memiliki waktu penyalaan tertinggi dan kecepatan bakar terendah. Hal ini membuktikan bahwa kandungan yang terdapat pada serbuk genting sokka mampu menaikkan waktu penyalaan dan menghambat kecepatan bakar komposit.

Serbuk genteng sokka terdiri dari beberapa kandungan unsur penyusun seperti dari hasil XRF pada Tabel 2.1. Hal ini yang menyebabkan komposit dengan kandungan serbuk genteng sokka memiliki ketahanan bakar yang baik. Unsur penyusun tersebut adalah silika (senyawa yang terbentuk dari sisa senyawa silikat dengan kemampuan ketahanan suhu tinggi), alumina (senyawa yang memiliki titik lebur 2030°C), oksida besi III (senyawa dengan titik lebur 1535°C), magnesium oksida (senyawa yang memiliki titik lebur 650°C), kalsium oksida suatu senyawa yang memiliki titik lebur 845°C (Vogel dan Shevla, 1979).

Semakin tinggi kandungan serbuk genteng sokka pada komposit, maka nilai time to ignition akan semakin meningkat dan burning rate (kecepatan perambatan pembakaran) dari komposit tersebut akan menurun. Penambahan kandungan erbuk genteng sokka pada komposit memungkinkan terjadinya kontak antar partikel (kerapatan) di dalam komposit semakin bertambah (Wildan, dkk., 2005). commit to user

Ketahanan bakar komposit geomaterial serbuk genteng sokka dan phenolic

dikategorikan baik berdasarkan standar ketahanan bakar/api, yaitu UL 94 (Anonim, 1894). Nilai pengujian tertinggi TTI adalah 17,62 detik dengan variasi kandungan serbuk genteng sokkadan serat gelas 13 laminat. Nilai TTI tinggi menunjukkan penyalaan api pada komposit membutuhkan waktu yang lama. Sebaliknya pada kandungan serat gelas 15 laminat tanpa serbuk genteng sokka nilai TTI hanya 7,16 detik. Ini berarti semakin banyak kandungan serbuk genteng sokka, maka nilai TTI semakin meningkat pula.

Nilai pengujian BR terendah pada variasi kandungan serbuk genteng sokka dan serat gelas 13 laminat, yaitu 0,231 mm/detik. Nilai BR rendah menunjukkan rambatan api pada komposit membutuhkan waktu yang lama. Penambahan prosentase kandungan serbuk genteng sokka memperlihatkan garis kurva semakin menurun. Ini berarti bahwa semakin banyak kandungan partikel serbuk genteng sokka, maka nilai BR semakin kecil.

Clay dapat dijadikan sebagai senyawa tahan api karena dapat menurunkan kemampuan bakar komposit. Pembakaran clay dengan proses O2 + AlOH Al2O3 + H2O termasuk proses indoterm dan menghasilkan arang yang mengandung uap air dan bisa menghambat masuknya O2. Penurunan kemampuan bakar disebabkan karena mineral clay merupakan mineral alumino–silikat, dimana terdiri dari senyawa Al2O3 dan SiO2. Senyawa oksida inilah yang mampu bertindak sebagai penyekat dan pelindung lapisan polimer sehingga menghalangi interaksi dengan gas O2 selama pembakaran. Senyawa oksida juga akan menaikkan nilai indeks oksigen yang akan mengakibatkan segitiga api terganggu, sehingga proses pembakaran menjadi lebih lambat.

Menurut Tesoro, (1978), senyawa yang dikenal tahan api dapat dikelompokkan sebagai berikut yaitu senyawa anorganik garam (silikat), senyawa

miscellaneous (titanium), senyawa organik fosfor, dan halogen (klorida) yang dapat menghambat lajunya api.Semakin tinggi kandungan serbuk genteng sokka pada komposit, maka nilai TTI akan meningkat dan BR akan menurun. Penambahan clay/serbuk genteng sokka memungkinkan kerapatan antar partikel dalam komposit semakin tinggi. Semakin banyak clay yang ditambahkan maka

char (arang) yang terbentuk selama pembakaran akan naik. Arang tersebut dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

membatasi gas pembakaran dan mengurangi konduktivitas thermal

sehingga kemampuan bakar menurun. Arang yang terbentuk pada permukaan luar dapat mengurangi konsentrasi O2 di sekitar komposit sehingga dapat menghambat terjadinya nyala karena kandunganO2 berkurang (Sudhakara, 2011).

Hal ini sesuai dengan teori segitiga api, dimana satu unsur terganggu (masuknya O2 terhambat oleh arang pada permukaan komposit) akan mengakibatkan hambatan terjadinya nyala. Penambahan kandungan serbuk genteng sokka dengan ukuran butiran yang lebih kecil membuat kepadatan partikel semakin bertambah dan distribusi partikel serbuk genteng sokka menjadi merata karena pembasahan resin. Penambahan kandungan serbuk genteng sokka yang merupakan material anorganik dapat meningkatkan efektifitas senyawa penghambat nyala api.

4.2.3 Pengujian density komposit serat gelas, phenolic, serbuk genteng sokka.

Pengujian density komposit serat gelas, phenolic, dan serbuk genteng sokka dilakukan untuk mengetahui perbedaan density komposit hasil pengujian dengan

density komposit secara teoritis. Pembuatan spesimen dengan metode hand lay-up

memungkinkan terjadinya void atau rongga udara di dalam komposit. Perbedaan

density yang relatif kecil masih bisa diterima. Tabel 4.1 menunjukkan besarnya

density komposit hasil pengujian dengan density teoritis perhitungan berdasar komponen penyusun komposit. Perincian lengkap pada Lampiran 4.2.

Tabel 4.3 Hasil pengujian density komposit dan density teoritis komposit. Jumlah Laminat Serat Gelas Density Pengujian (g/cm³) Density Teoritis (g/cm³) 9 1,591 1,678 11 1,644 1,680 13 1,671 1,690 15 1,607 1,696

Data pada Tabel 4.3 menunjukkan besarnya density komposit serat gelas,

phenolic, dan serbuk genteng sokka secara teoritis relatif lebih besar dibandingkan dengan besarnya density komposit hasil pengujian berdasar standar ASTM D792. Perbedaan yang relatif kecil ini membuktikan bahwa komposit atau spesimen hasil pembuatan dengan metode handlay-up mengandung void/rongga udara. Beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya void, seperti: proses pengadukan, penuangan resin, peletakan serat gelas, perataan cairan resin, dan penekanan komposit setelah semua serat gelas dan resin dituang.

Gambar 4.8 Kurva density komposit serat gelas, phenolic, serbuk genteng sokka Perincian lengkap pengujian density pada Lampiran 6, dengan data massa jenis serat gelas = 2,56 gr/cm³, serbuk genteng sokka = 2,45 gr/cm³, dan massa jenis phenolic = 1,12 gr/cm³. Grafik pada Gambar 4.8 menunjukkan besarnya

density komposit serat gelas, phenolic, dan serbuk genteng sokka menurun pada laminat serat gelas 15. Hal ini dimungkinkan karena tidak adanya serbuk genteng sokka pada jumlah laminasi tersebut, sehingga tidak ada serbuk yang mengisi rongga udara yang terjadi pada saat proses pembuatan komposit secara hand lay-up. Laminasi serat gelas 13 pada komposit menunjukkan density tertinggi, hal ini disebabkan jumlah serat gelas pada spesimen cukup besar dan serbuk genteng sokka bisa masuk ke dalam rongga udara yang terjadi pada saat pembuatan spesimen komposit.

Gambar 4.9 menunjukkan struktur makro spesimen komposit phenolic, serbuk genteng sokka, dan serat gelas laminat 9, 11, 13, dan 15. Tanda lingkaran berwarna kuning memperlihatkan adanya void pada spesimen komposit. Komposit dengan laminat serat gelas tertinggi yaitu 15 dan tanpa serbuk genteng sokka mempunyai jumlah void paling tinggi. Void terjadi dikarenakan adanya O2 yang masuk pada saat pencampuran serat gelas dan resin phenolic, pada komposit

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan 15 laminat tidak ada serbuk yang mengisi rongga udara tersebut.

Pandangan Atas Pandangan Samping

9 La mi na t 11 La mi na t 13 La mi na t 15 La mi na t

Gambar 4.9 Struktur makro komposit serat gelas, phenolic, dan serbuk genteng sokka, pandangan atas dan pandangan samping.

30

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen TESIS S951108019 V BRAM A. (Halaman 31-43)

Dokumen terkait