BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4.2 Hasil Pengujian………………………………………………….6 1
Berikut adalah hasil dari pengujian yang dilakukan.
4.2.1 Hasil Pengujian Impak
Pada pengujian impak ini bertujuan untuk mengukur keuletan suatu bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur perubahan energi potensial sebuah bandul yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Perbedaan tinggi ayunan bandul merupakan ukuran energi yang diserap oleh benda uji. Besar energi yang diserap ditentukan oleh keuletan suatu benda uji. Jika nilai impaknya besar maka itu artinya bahan yang digunakan tergolong ulet dan dapat mengalami patah getas.
Hal- hal yang dapat antara lain adanya takikan (notch), kecepatan pembebanan yang tinggi yang dapat menyebabkan regangan yang tinggi pula.
Pada pengujian impak ini dilakukan dengan metode Charpy dengan sudut awal pemukulan sebesar 147º. Adapun hasinya dapat dilihat dibawah ini.
62 Tabel 4.1 Hasil pengujian impak pada spesimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB26 diameter 2,6 mm
Spesimen Sudut α Sudut β A (mm²) Jenis Patahan
1 147 121,5 60 Liat
2 147 120,5 60 Liat
3 147 123 60 Liat
Gambar 4.1 Patahan spesimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB26 diameter 2,6 mm.
Table 4.2 Hasil pengujian impak pada specimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB 26 diameter 3,2 mm.
Spesimen Sudut α (º) Sudut β (º) A (mm²) Jenis Patahan
1 147 112,5 60 Liat
2 147 105 60 Liat
63 Gambar 4.2 Patahan specimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB26 diameter
3,2 mm.
Table 4.3 Hasil pengujian impak pada specimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB26 diameter 4,0 mm.
Spesimen Sudut α (º) Sudut β (º) A (mm) Jenis Patahan
1 147 91 60 Liat
2 147 91,5 60 Liat
3 147 93.5 60 Liat
Gambar 4.3 patahan specimen baja ST37 dengan jenis elektroda RB26 diameter 4,0 mm.
64 Mencari ketinggian bandul sebelum dan setelah terjadi pemukulan.
H1 = (sin (α-90).s ) + s
= {sin (147-90) 0,75 m) + 0,75 m}
= (0,8386 x 0,75 m) + 0,75 m
= 1,3790 m
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 2,6 mm
Spesimen 1 h2= (sin (β-90) .s ) + s = {sin (121,5 – 90) 0,75m) + 0,75 m} = (0,5224 x 0,75 m) + 0,75 m = 1,1418 m Spesimen 2 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (120,5 – 90) . 0,75 m) + 0,75 m) = (0,5075 x 0,75 m) + 0,75 m = 1,1306 m
65 Spesimen 3 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (123-90) 0,75 m + 0,75 m =(0.5446 x 0,75 m) + 0,75 m = 0,4084 m + 0,75 m = 1,1584 m
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 3,2 mm.
Spesimen 1 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (112,5-90) 0,75 m + 0,75 m = (0,2164 x 0,75 m) + 0,75 m = 0,1623 m + 0,75 m = 0,9123 m Spesimen 2 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (105 -90) . 0,75 m + 0,75) = (0,2588 x 0,75 m) + 0,75 m = 0,1941 m + 0,75 m = 0,9441 m
66 Spesimen 3 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (108-90) . 0,75 m) +0,75 m = (0,3090 x 0,75 m) + 0,75 m = 0,2317 + 0,75 m = 0,9817 m
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 4,0 mm.
Spesimen 1 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin 91-90) . 0,75 m) + 0,75 m = (0.0174 x 0,75 m + 0,75 m = 0.0130 m + 0,75 m = 0,7630 m Spesimen 2 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (91.5-90) . 0,75 ) + 0,75 m = (0.0261 x 0,75) + 0,75 m = 0.0195 + 0,75 m = 0,7695 m
67 Spesimen 3 h2= (sin (β-90) .s ) + s = (sin (93,5-90) . 0,75 m) + 0,75 m = ( 0.0610 x 0,75 m ) + 0,75 m = 0,7957 m
Untuk mendapat kecepatan awal bandul sebelum terjadi pemukulan :
Ep = Ek
m.g h1 = ½ m. v1²
v 1 = √2.g.h1
= √2 x 9,81 m/s2 x 1,3790 m
= 5,2014 m/s
Untuk mendapat kecepatan akhir setelah terjadi pemukulan : Ep = Ek
m.g h2 = ½ m. v2²
maka didapat kecepatan akhir untuk tiap-tiap spesimen sebagai berikut :
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 2,6 mm.
68 spesimen 2 ; v2 = 4,7098 m/s
spesimen 3 ; v2 = 4,7673 m/s
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 3,2 mm,
spesimen 1 ; v2 = 4,2307 m/s
spesimen 2 ; v2 = 4,3038 m/s
spesimen 3 ; v2 = 4,3887 m/s
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 4,0 mm,
spesimen 1 ; v2 = 3,8691 m/s
spesimen 2 ; v2 = 3,8855 m/s
spesimen 2 ; v2 = 3,9511 m/s
Energi yang diserap spesimen baja ST37saat terjadi pemukulan terhadap benda uji dapat dihitung dengan rumus berikut :
E = Ep1– Ep2
= m.g.h1– m.g.h2
= m.g (h1- h2)
69 Baja ST37 elektroda RB26 diameter 2,6 mm;
spesimen 1 ; E = 60,0348 J
spesimen 2 ; E = 62,8695 J
spesimen 3 ; E = 55,8334 J
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 3,2 mm :
Spesimen 1 ; E = 118,1208 J
Spesimen 2 ; E = 110,0723 J
Spesimen 3 ; E = 100,5558 J
Baja ST37 elektroda RB26 diameter 4,0 mm :
Spesimen 1 ; E = 155,9083 J
Spesimen 2 ; E = 154,2632 J
Spesimen 3 ; E = 147,6320 J
Dari persamaan rumus di atas, dapat dicari nilai impak tiap spesimen dengan menggunakan rumus
I = E /A
Dimana : I = Nilai ketangguhan Impak (joule/mm2.
E = Energi yang diserap (Joule)
70 Maka untuk itu didapat nilai impak pada masing-masing spesimen yaitu,
1. Baja ST37 RB26 diameter 2,6 mm : -spesimen 1, I = 1,0005 -spesimen 2, I = 1,0478 -spesimen 3, I = 0.9305 2. Baja ST37 RB26 diameter 3,2 mm : -spesimen 1, I = 1,9686 -spesimen 2, I = 1,8345 -spesimen 3, I = 1.6759 3. Baja ST37 RB26 diameter 4,0 mm : -spesimen 1, I = 2,5984 -spesimen 2, I = 2,5710 -spesimen 3, I = 2,4605
71 Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Data Impak
Spesimen Diameter Elektroda (mm) A (mm²) h2 (m) v2 (m/s) E (joule) I (J/mm²) Ī (J/mm2) 1 2,6 60 1,1418 4,7330 60,0348 1,0005 2 2,6 60 1,1306 4,7098 62,8695 1,0478 0.9929 3 2,6 60 1,1584 4,7673 55,8334 0,9305 4 3,2 60 0,9123 4,2307 118,1208 1,9686 5 3,2 60 0,9441 4,3038 110,0723 1,8345 1.8263 6 3,2 60 0,9817 4,3887 100,5558 1,6759 7 4,0 60 0,7630 3,8691 155,9083 2,5984 8 4,0 60 0,7695 3,8855 154,2632 2,5710 2.5433 9 4,0 60 0,7957 3,9511 147,6320 2,4605 Keterangan :
Ī : Nilai Impak rata-rata
Dari data diatas dapat dilihat bahwa nilai rata-rata impak tertinggi terdapat pada spesimen Baja ST37 RB26 yang menggunakan elektroda berdiameter 4,0 mm yaitu sebesar 2,5433 J/mm2, dan nilai rata-rata impak terendah terdapat pada specimen Baja ST37 RB26 yang menggunakan elektroda berdiameter 2,6 mm yaitu 0.9929 J/mm2.
Maka dapat disimpulkan bahwa besarnya diameter elektroda yang dipakai saat pengelasan sangat mempengaruhi terhadap ketangguhan nilai impak suatu spesimen.
72 Gambar 4.4 Grafik Nilai Hasil Pengujian Impak
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa nilai impak tertinggi terdapat pada spesimen St37 dengan pengelasan menggunakan diameter elektroda sebesar 4,0 mm yaitu sebesar 2,5989 J/mm2, dan nilai impak terendah terdapat pada spesimen St37 dengan pengelasan menggunakan elektroda berdiameter 2,6 mm yaitu sebesar 0,9305 J/mm2.
Nilai impak tertinggi rata-rata didapat pada spesimen St37 dengan pengelasan menggunakan elektroda berdiameter 4,0 mm. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan elektroda berdiameter yang tergolong tinggi. Maka dengan pemakaian elektroda tersebut memungkinkan meminimalisir terjadinya porositas dan terperangkapnya udara di dalam rongga-rongga kosong pada daging lasan. Kejadian ini dapat mempengaruhi kekuatan impaknya.
Untuk nilai impak terendah terdapat pada spesimen St37 dengan pengelasan menggunakan elektroda berdiameter 2,6 mm. elektroda berdiameter 2,6 mm tergolong rendah. Hal ini dapat mengurangi kekuatan impaknya. Sehingga
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3
N il ai Ket an g g u h an Im p ak (J /m m 2) ST37 RB26 diameter 2,6 ST37 RB26 diameter 3,2 ST37 RB26 diameter 4,0
73 memungkinnya terjadinya porositas yang banyak. Hal ini juga dapat disebabkan dengan adanya butir-butir lasan yang tidak merata, dan juga adanya udara yang terjebak di dalam rongga-rongga daging lasan.
Untuk spesimen St37 dengan pengelasan menggunakan elektroda berdiameter 3,2 mm, hasil rata-ratanya yaitu sebesar 1,8263 J/mm2. Untuk nilai impaknya juga tergantung besarnya diameter elektroda yang dipakai.
Dari grafik di atas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan elektroda yang berdiamaeter berbeda sangat berpengaruh terhadap nilai impaknya. Dan pada penelitian ini dapat diketahui dengan menggunakan elektroda berdiameter yang besar maka hasil impaknya akan semakin kuat/tinggi.
4.2.2 Hasil Uji kekerasan (Hardness)
Pada pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan skala Brinell yang bekas injakan/indentornya dapat dilihat dengan teropong indentor, dan nilai Brinell Hardness Number (BHN) disesuaikan dengan tabel kekerasan.
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini dilakukan agar dapat diketahui pengaruh lasan dengan variasi diameter elektroda yang dipakai terhadap perubahan kekerasan material baja ST37.
Pada penelitian ini tiap spesimen dicari nilai BHN sebanyak tiga kali. Pengujian kekerasan memperlihatkan peningkatan kekerasan untuk beberapa titik yang di identasi pada specimen baja ST37 setelah dilakukan pengelasan dengan menggunakan variasi diameter elektroda yang dipakai. Hasil pengujian kekerasan diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
74 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kekerasan menggunakan Pengujian Brinell
No Elektroda Diameter Elektroda (mm) Diameter Indentation (mm) BHN 1 RB26 2,6 3,7 135 2 RB26 2,6 3,8 127 3 RB26 2,6 3,7 135 4 RB26 3,2 3,5 151 5 RB26 3,2 3,5 151 6 RB26 3,2 3,6 142 7 RB26 4,0 3,2 182 8 RB26 4,0 3,2 182 9 RB26 4,0 3,3 170
Grafik hasil uji kekerasan dapat dilihat di bawah ini.
Grafik nilai BHN baja ST37 dengan menggunakan jenis elektroda RB26 diameter 2,6 mm dapat dilihat pada di bawah ini.
Gambar 4.5 Grafik nilai BHN baja ST37 RB26 diameter 2,6 120 125 130 135 140 0 1 2 3 B HN Titik RB26, diameter 2,6
75 Pada grafik di atas dilihat nilai BHN tertinggi didapat pada titik ke 1 dan ke 3 yaitu sebesar 135 dan terendah pada titik 2 sebesar 127. Untuk titik 1 dan 3 memiliki nilai kekerasan yang sama. Terjadi perbedaan kekerasan terhadap titik 2. Hal ini disebabkan perbedaan diantara titik yang satu dengan yang lainnya karena tidak meratanya daging lasan yang dihasilkan saat pengelasan. Dan dapat juga disebabkan karena adanya butir-butir lasan yang tidak merata dan juga udara yang terdapat di dalamnya.
Grafik nilai BHN baja ST37 dengan menggunakan jenis elektroda RB26 diameter 3,2 mm dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.6 Grafik nilai BHN baja ST37 RB26 diameter 3,2
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa nilai BHN tertinggi terdapat pada titik 1 dan 2 yaitu sebesar 151, dan terkecil pada titik 3 sebesar 142. Nilai kekerasan pada titik dan 2 adalah sama, tetapi mengalami perbedaan terhadap nilai kekerasan pada titik 3. Perbedaan diantara titik yang satu dengan yang lainnya disebabkan karena tidak meratanya daging lasan yang dihasilkan saat pengelasan. Dan dapat juga disebabkan karena adanya butir-butir lasan yang tidak merata dan juga udara yang terdapat di dalamnya.
135 140 145 150 155 0 1 2 3 B H N Titik RB26, diameter 3,2
76 Grafik nilai BHN baja ST37 dengan menggunakan jenis elektroda RB26 diameter 4,0 mm dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.7 Grafik nilai BHN Baja ST37 RB26 diameter 4,0
Dapat dilihat bahwa nilai BHN terbesar terdapat pada titik 1 dan 2 yaitu sebesar 182, dan terkecil pada titik 3 yaitu sebesar 170. Nilai kekerasan pada titik 1 dan 2 adalah sama, tetapi memiliki perbedaan terhadap nilai kekerasan pada titik 3. Perbedaan diantara titik yang satu dengan yang lainnya disebabkan karena tidak meratanya daging lasan yang dihasilkan saat pengelasan. Dan dapat juga disebabkan karena adanya butir-butir lasan yang tidak merata dan juga udara yang terdapat di dalamnya. 165 170 175 180 185 0 1 2 3 B H N Titik RB26, diameter 4,0
77 Untuk nilai BHN keseluruhan dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 4.8 Grafik nilai BHN terhadap diameter elektroda
Pada pengujian kekerasan dengan menggunakan Brinnell test ini dapat disimpulkan bahwa diameter elektroda yang dipakai saat dilakukan pengelasan pada spesimen dapat mempengaruhi besarnya nilai BHN-nya, yaitu semakin besar diameter elektroda yang dipakai maka semakin besar pula nilai BHN-nya.
Dapat dilihat dari grafik bahwa nilai BHN tertinggi terdapat pada jenis elektroda RB26 dengan menggunakan diameter elektroda sebesar 4,0 mm yaitu pada titik 1 dan 2 sebesar 182 kgf/mm, dan nilai terendah terdapat pada jenis elektroda RB26 dengan menggunakan diameter elektroda sebesar 2,6 mm yaitu pada titik 2 sebesar 127 kgf/mm.
Pada spesimen yang dilas dengan menggunakan elektroda RB26 diameter 2,6 mm, pada titik 2 diperoleh nilai kekerasan minimum yaitu sebesar 127 kgf/mm, sedangkan pada titik 1 dan 3 merupakan nilai kekerasan maksimum yaitu
135 127 135 151 151 142 182 182 170 120 130 140 150 160 170 180 190 0 1 2 3 B H N Titik RB26, diameter 2,6 RB26, diameter 3,2 RB26, diameter 4,0
78 bernilai 135 kgf/mm. Bagian dari specimen yang mempunyai tingkat kekerasan tertinggi adalah bagian pangkal dan ujung specimen, sedangkan pada bagian tengah specimen bersifat agak sedikit rapuh dibandingkan kedua ujungnya.
Pada spesimen yang dilas dengan menggunakan elektroda RB26 diameter 3,2 mm, nilai kekerasan maksimum diperoleh pada titik 1 dan 2 yaitu sebesar 151 kgf/mm, sedangkan pada titik 3 nilai kekerasannya adalah 142 kgf/mm, jadi dapat disimpulkan bahwa nilai kekerasan specimen tersebut lebih besar dari 142 kgf/mm hingga mencapai 151 kgf/mm.
Pada spesimen yang dilas dengan menggunakan elektroda RB26 diameter 4,0 mm, pada titik 1 dan 2 merupakan nilai kekerasan maksimumnya yaitu 182 kgf/mm, sedangkan pada titik 3 merupakan nilai kekerasan minimumnya yaitu 170 kgf/mm. Posisi specimen yang memiliki nilai kekerasan tertinggi terdapat pada bagian ujung hingga ke bagian tengah dari specimen tersebut.
4.2.3 Hasil Photo Mikro
Pengujian mikrostruktur dilakukan dengan menggunakan “Reflected Metallurgical Microscope” dengan type Rax Vision No.545491, MM -10A,230V-50Hz. Pengujian mikrostruktur ini dilakukan pada spesimen baja ST37 yang telah dilakukan pengelasan dengan variasi diameter elektroda yang dipakai yaitu sebesar 2,6 mm ; 3,2 mm;, dan 4,0 mm.
79 Hasil foto mikro seperti diperlihatkan pada gambar-gambar berikut :
1. Spesimen baja ST37 diameter elektroda 2,6 mm
Gambar 4.9 Photo Mikro baja ST37 diameter elektroda 2,6 mm
( Sumber: pengujian photo mikro laboratorium ilmu logam FT. USU )
Hasil photo di atas menunjukkan warna putih pada partikel baja ST37. Permukaan baja St37 yang kurang merata,
Bintik-bintik hitam merupakan bentuk dari penyusutan daging lasan yang disebut juga dengan porositas. Pada gambar tersebut porositas yang terdapat pada spesimen tergolong banyak. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang kuatnya hasil lasan, dan juga adanya udara yang terjebak saat terjadi pengelasan tergolong banyak.
sedangkan warna putih menunjukkan ferlit yang menyebar secara merata. Butiran ferit dan ferlit terlihat lebih besar dan perpaduannya lebih homogen.
Ferlit
Porositas
80 2. Spesimen baja ST37 diameter elektroda 3,2 mm
Gambar 4.10 Photo Mikro baja ST37 diameter elektroda 3,2 mm ( Sumber: pengujian photo mikro laboratorium ilmu logam FT. USU )
Hasil photo di bawah ini menunjukkan warna putih pada baja ST37. Permukaan yang tidak merata dan terjadi porositas.
Bintik-bintik hitam merupakan bentuk dari penyusutan daging lasan yang disebut juga dengan porositas. Pada gambar tersebut porositas yang terdapat pada spesimen tergolong sedikit. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin kuatnya hasil lasan, dan juga adanya udara yang terjebak saat terjadi pengelasan tergolong sedikit.
Sedangkan warna putih menunjukkan ferlit yang menyebar secara merata. Butiran ferit dan ferlit terlihat lebih besar dan perpaduannya lebih homogen.
Ferit
Porositas81
3. Spesimen baja ST37 diameter elektroda 4,0 mm.
Gambar 4.11 Photo Mikro baja ST37 diameter elektroda 4,0 mm ( Sumber: pengujian photo mikro laboratorium ilmu logam FT. USU )
Hasil photo di bawah ini menunjukkan warna putih pada baja ST37. Porositasnya hanya sedikit. Bintik-bintik hitam merupakan bentuk dari penyusutan daging lasan yang disebut juga dengan porositas. Pada gambar tersebut porositas yang terdapat pada spesimen semakin sedikit. Hal ini dapat disebabkan kuatnya hasil lasan, dan juga udara yang terjebak saat terjadi pengelasan tergolong sedikit. Sedangkan warna putih menunjukkan ferlit yang menyebar secara merata. Butiran ferit dan ferlit terlihat lebih besar dan perpaduannya lebih homogen.
Kelarutan dari seluruh elemen yang terdapat pada baja ST37 ini biasanya meningkat dengan peningkatan temperatur. Porositas yang muncul dapat dibedakan atas ukuran dan penyebabnya. Berdasarkan ukuran dapat digolongkan atas porositas mikro dan makro, sedangkan berdasarkan penyebabnya dapat digolong atas porositas penyusutan dengan bentuk tidak teratur dan porositas berbentuk lingkaran.
Ferit
82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
a. Besarnya diameter elektroda yang dipakai saat pengelasan sangat berpengaruh terhadap ketangguhan nilai impak suatu spesimen. Maka dapat ditarik kesimpulan, semakin besar diameter elektroda yang dipakai pada pengelasan maka akan semakin besar pula nilai ketangguhan impaknya.
b. Variasi diameter elektroda yang dipakai saat dilakukan pengelasan pada spesimen dapat mempengaruhi besarnya nilai BHN-nya. Pernyataan ini dapat diperkuat dengan data hasil pengujian kekerasan. Maka dapat ditarik kesimpulan, semakin besar diameter elektroda yang dipakai pada pengelasan maka semakin besar pula nilai kekerasan yg didapat
c. Besarnya diameter elektroda yang dipakai saat pengelasan sangat mempengaruhi hasil photo mikro. Diameter elektroda yang besar akan meminimalisir terjadinya porositas
5.2 Saran
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sebaiknya alat-alat penelitian hendaknya harus memadai dan alat yang sudah rusak diperbaiki atau diganti dengan yang baru sehingga ketelitian hasil pengujian lebih maksimal dan akurat.
Untuk penelitian berikutnya ada baiknya melakukan uji impak dengan metode berbeda. Begitu juga dengan uji kekerasan, ada baiknya melakukan dengan metode lain, selain metode Brinnell Test.
83 Ada baiknya untuk penelitian berikutnya melakukan pengujian uji tarik dengan variasi diameter elektroda yang sama juga dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alip, M, 1989. Teoridan Praktik Las. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Arikunto Suharsini. 1997. „Prosedur Penelitian‟. Suatu pendekatan praktek. Edisi kelima. Jakarta : Aneka Cipta.
Arifin, Syamsul. 1997. Las Listrik dan Otogen. Jakarta : Ghalia Indonesia. Dieter George E. 1987. Metalurgi Mekanik. Jakarta : Erlangga.
Http://www.mesin-teknik.blogspot.com.
Lawrence H Van Vlack.1992. “Ilmu dan teknologi Bahan”. Jakarta : Erlangga. Myron L.Begeman. 1993. Teknologi Mekanik. Jakarta : Penerbit Erlangga. Suharto.1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta : Rineka Cipta.
S,Widharto. 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia. Cetakan Pertama. Jakarta : Pradya Pramita
W, Harsono. T, Okumura, 2003. Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Pramita, Jakarta Cetakan ke VIII.
Widharto, Sri. 2003. Petunjuk Kerja Las. Jakarta : Penerbit Erlangga. W, Kenyon.1985. Dasar-dasar pengelasan. Jakarta : Penerbit Erlangga