• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pengukuran Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Pengukuran Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah

Efisiensi perbankan syariah dihitung dengan menggunakan metode DEA untuk setiap tahun selama empat tahun mulai tahun 2006 sampai dengan 2009. Output dari DEA menghasilkan skor efisiensi berdasarkan orientasi input, dimana suatu bank dikatakan efisien apabila memiliki skor efisiensi sama dengan 100%, dan belum efisien jika skor efisiensi kurang dari 100%. Dari output DEA tersebut kita dapat mengetahui suatu bank pada periode tertentu yang telah efisien dan belum efisien. Disamping itu juga dapat diketahui tingkat efisiensi masing- masing input dan output yang dianalisis berdasarkan model BCC untuk setiap pendekatan.

Skor efisiensi yang telah diperoleh harus diklasifikasikan untuk tiap perbankan syariah berdasarkan masing- masing pendekatan produksi, pendekatan intermediasi dan pendekatan aset dilihat dari orientasi input. Tahap ini untuk melihat perbankan syariah yang paling efisien dan rata- rata efisiensi perbankan syariah di Indonesia berdasarkan pendekatan produksi, intermediasi, dan aset.

65 Selanjutnya adalah analisis terhadap pergerakan skor efisiensi perbankan syariah berdasarkan masing- masing pendekatan. Hal ini bertujuan untuk melihat tren yang dibentuk oleh skor efisiensi selama periode waktu penelitian. Kemudian dilakukan pengujian hipotesis rata- rata tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia untuk masing- masing pendekatan. Terakhir adalah melakukan analisis regresi untuk melihat pengaruh faktor internal dan eksternal yang menjadi variabel bebas dalam analisis regresi linier berganda terhadap tingkat efisiensi perbankan syariah.

Software Data Envelopment Analysis (DEA) Frontier merupakan software yang digunakan untuk menghasilkan nilai efisiensi dilihat dari orientasi input. DEA Frontier juga menyediakan informasi skor efisiensi berdasarkan model CCR dan BCC. Model CCR mengikuti konsep constant return to scale, artinya penambahan satu input akan menambah satu output. Sedangkan model BCC menggunakan asumsi variable return to scale, artinya penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar x kali. Dalam hal ini hanya akan dilakukan pengukuran tingkat efisiensi perbankan dengan pendekatan BCC.

Orientasi input menghitung tingkat efisiensi bank apabila input dapat digunakan seminimum mungkin tanpa mengurangi output yang dihasilkan. Dengan kata lain orientasi input dilakukan dengan meminimalkan input sementara output given. Suatu DMU dikatakan efisien apabila rasio perbandingan input/ output = 1 atau 100%; artinya DMU tersebut tidak lagi

66 melakukan pemborosan dalam penggunaan input dan outputnya atau sudah mampu mencapai tingkat output yang efisien.

Untuk lebih memudahkan analisis, penulisan periode penelitian diberi indeks pada Lampiran 1. Sedangkan penulisan kode DMU yang menjadi sampel penelitian ini dituliskan dengan singkatan sebagai berikut:

1. Bank Muamalat Indonesia dengan kode BMI 2. Bank Syariah Mandiri dengan kode BSM

3. Bank Syariah Mega Indonesia dengan kode BSMGI 4. Bank Permata dengan kode BP

5. Bank Jawa Barat dan Banten dengan kode BJB

Sehingga kode DMU untuk BMII_06 dapat diartikan menjadi Bank Muamalat Indonesia periode triwulan I tahun 2006, untuk lebih lengkapnya penulisan kode DMU ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

1. Hasil Perhitungan Efisiensi Pendekatan Produksi

Hasil perhitungan skor efisiensi dengan pendekatan produksi model BCC yang berorientasi input (lihat Lampiran 7) diketahui bahwa terdapat 25 bank yang belum efisien, yaitu: Bank Muamalat Indonesia Triwulan II_07 (BMIII_07), Bank Muamalat Indonesia Triwulan III_07 (BMIIII_07), Bank Muamalat Indonesia Triwulan I_08 (BMII_08), Bank Muamalat Indonesia Triwulan I_09 (BMII_09), Bank Muamalat Indonesia Triwulan II_09 (BMIII_09), Bank Syariah Mandiri Triwulan IV_06 (BSMIV_06), Bank Syariah Mandiri Triwulan I_07 (BSMI_07), Bank Syariah Mandiri Triwulan II_07 (BSMII_07), Bank Syariah

67 Mandiri Triwulan II_08 (BSMII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan I_06 (BSMGII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_06 (BSMGIII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_06 (BSMGIIII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan I_08 (BSMGII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_08 (BSMGIII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_08 (BSMGIIII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan IV_08 (BSMGIIV_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan I_09 (BSMGII_09), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_09 (BSMGIII_09), Bank Permata Triwulan II_06 (BPII_06), Bank Permata Triwulan III_06 (BPIII_06), Bank Permata Triwulan IV_06 (BPIV_06), Bank Permata Triwulan III_07 (BPIII_07), Bank Permata Triwulan IV_07 (BPIV_07), Bank Jawa Barat dan Baten Triwulan II_07 (BJBII_07), dan Bank Jawa Barat dan Baten Triwulan III_07 (BJBIII_07). Sedangkan bank yang sudah efisien berjumlah.45 bank.

Secara teknis bank yang memiliki skor efisiensi dengan pendekatan produksi model BCC orientasi input sama dengan 100% berarti efisien, sedangkan skor efisiensi kurang dari 100% berarti tidak efisien. Sebagai contoh skor efisiensi BMII_07 adalah sebesar 75,2%, angka ini menunjukkan pada periode Juni 2007 terjadi pemborosan input sebesar 24,8%. Pemborosan penggunaan input terjadi pada biaya operasional lain (X3) yang digunakan, dimana inefisiensi penggunaan input X3 tersebut

68 sebesar 97,53% (100%- 2,47%). Skor efisiensi terendah dimiliki oleh Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan I-2009 sebesar 36,23%.

2. Hasil Perhitungan Efisiensi Pendekatan Intermediasi

Hasil perhitungan skor efisiensi dengan pendekatan intermediasi model BCC yang berorientasi input (lihat Lampiran 7) diketahui terdapat 12 bank yang belum beroperasi secara efisien, yaitu: Bank Syariah Mandiri Triwulan III_07 (BSMIII_07), Bank Syariah Mandiri Triwulan IV_08 (BSMIV_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan I_06 (BSMGII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_06 (BSMGIII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_06 (BSMGIIII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_07 (BSMGIIII_07), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan IV_07 (BSMGIIV_07), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_08 (BSMGIII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_08 (BSMGIIII_08), Bank Permata Triwulan IV_06 (BPIV_06), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan IV_06 (BJBIV_06), dan Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan IV_07 (BJBIV_07). Sedangkan bank yang sudah beroperasi secara efisien berjumlah 58 bank.

Sebagai contoh skor efisiensi BSMIII_07 adalah sebesar 69,1%, angka ini menunjukkan pada periode September 2007 terjadi pemborosan input sebesar 30,9%. Pemborosan penggunaan input terjadi pada fixed asset (X2) dan DPK (X3)yang digunakan, dimana inefisiensi penggunaan input X2 tersebut sebesar 88,82% (100%- 11,18%) dan input X3 sebesar

69 354,18 (100%- 454,18). Skor efisiensi terendah dimiliki oleh Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan IV-2006 sebesar 59,8%.

3. Hasil Perhitungan Efisiensi Pendekatan Aset

Hasil perhitungan skor efisiensi dengan pendekatan aset model BCC yang berorientasi input (lihat Lampiran 7) diketahui terdapat 32 bank yang belum beroperasi secara efisien, yaitu: Bank Muamalat Indonesia Triwulan II_06 (BMIII_06), Bank Muamalat Indonesia Triwulan III_06 (BMIIII_06), Bank Muamalat Indonesia Triwulan I_07 (BMII_07), Bank Muamalat Indonesia Triwulan II_07 (BMIII_07), Bank Muamalat Indonesia Triwulan IV_07 (BMIIV_07), Bank Muamalat Indonesia Triwulan I_08 (BMII_08), Bank Muamalat Indonesia Triwulan II_08 (BMIII_08), Bank Muamalat Indonesia Triwulan IV_08 (BMIIV_08), Bank Syariah Mandiri Triwulan I_06 (BSMI_06), Bank Syariah Mandiri Triwulan I_07 (BSMI_07), Bank Syariah Mandiri Triwulan I_08 (BSMI_08), Bank Syariah Mandiri Triwulan I_09 (BSMI_09), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_06 (BSMGIIII_06), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_07 (BSMGIII_07), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_07 (BSMGIIII_07), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan IV_07 (BSMGIIV_07), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan II_08 (BSMGIII_08), Bank Syariah Mega Indonesia Triwulan III_08 (BSMGIIII_08), Bank Permata Triwulan IV_06 (BPIV_06), Bank Permata Triwulan IV_07 (BPIV_07), Bank Permata Triwulan I_08 (BPI_08), Bank Permata Triwulan II_08 (BPII_08), Bank

70 Permata Triwulan IV_08 (BPIV_08), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan I_06 (BJBI_06), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan II_06 (BJBII_06), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan III_06 (BJBIII_06), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan IV_06 (BJBIV_06), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan I_07 (BJBI_07), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan II_07 (BJBII_07), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan IV_07 (BJBIV_07), Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan III_08 (BJBIII_08), dan Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan II_09 (BJBII_09). Sedangkan bank yang sudah beroperasi secara efisien berjumlah 38 bank.

Sebagai contoh skor efisiensi BSMGIIV_07 adalah sebesar 80,9%, angka ini menunjukkan pada periode Desember 2007 terjadi pemborosan input sebesar 19,1%. Pemborosan penggunaan output terjadi pada pembiayaan mudharabah (Y1) dan aktiva lancar (Y3) yang digunakan, dimana inefisiensi penggunaan input Y1 tersebut sebesar 82,93% (100%- 17,07%) dan output Y3 sebesar 227,36 (100%- 327,36). Skor efisiensi terendah dimiliki oleh Bank Jawa Barat dan Banten Triwulan I-2006 sebesar 82,5%.

Dari hasil perhitungan skor efisiensi perbankan syariah berdasarkan model BCC yang berorientasi input pada Tabel. 4. 4 berikut dapat dilihat kompilasi skor efisien bank yang efisien dan yang belum efisien berdasarkan pendekatan produksi, pendekatan intermediasi dan pendekatan aset.

71 Tabel. 4. 4:

Skor Efisiensi berdasarkan Orientasi Input

Jenis Pendekatan Model BCC Orientasi Input

Persentase (%) Pendekatan

Produksi

Bank yang Efisien 45 64%

Bank yang Belum

Efisien 25 36%

Pendekatan Intermediasi

Bank yang Efisien 58 83%

Bank yang Belum

Efisien 12 17%

Pendekatan Aset

Bank yang Efisien 38 54%

Bank yang Belum

Efisien 32 46%

Sumber: Data DEA yang diolah

Dari tabel di atas terlihat bahwa skor efisiensi model BCC berorientasi input dengan pendekatan intermediasi menghasilkan jumlah bank yang efisiensi yang paling maksimal. Hasil tersebut sesuai dengan fungsi bank itu sendiri sebagai lembaga intermediasi.

Dokumen terkait