• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum L.) dari suku Melastomataceae.

Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun senduduk diperoleh dalam bentuk lembaran-lembaran, warna coklat, daun tunggal bertangkai pendek, berbentuk bundar telur atau memanjang, panjang 3 cm - 15 cm, lebar 3 cm - 8 cm, ujungnya runcing, pangkal membundar, pinggir rata.

Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun senduduk dijumpai fragmen pengenal berupa rambut penutup yang banyak dipermukaan daunnya. Stomata tipe anisositik, pada tulang daun terdapat pembuluh kayu dan hablur kristal kalsium oksalat berbentuk druse.

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia dan ekstrak, dapat diketahui bahwa simplisia yang digunakan sudah memenuhi persyaratan MMI, 1985), sedangkan ekstrak belum terdapat dalam Parameter Standard Umum Eksrtrak Tumbuhan Obat, sehingga ini dapat dijadikan sebagai perbandingan.

Hasil penapisan fitokimia serbuk simplisia dan pemeriksaan ekstrak menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoida, saponin, tanin, glikosida dan steroida/triterpenoida. Hasil ekstraksi terhadap 600 g serbuk simplisia dengan menggunakan pelarut etilasetat 15 liter diperoleh ekstrak kental 168,5 g.

Hasil pemeriksaan air mata air menunjukkan adanya kalsium, magnesium, klorida, sulfat, sulfida dan fero

Hasil pemeriksaan krim yang dilakukan meliputi: Pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH sediaan, pemeriksaan organoleptis dan pemeriksaan stabilitas fisis sediaan krim.

Hasil pemeriksaan homogenitas terlihat bahwa pengamatan mulai minggu pertama sampai minggu keenam masing-masing sediaan krim tetap homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar.

Hasil pemeriksaan pH terhadap krim A (dasar krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion), dan krim E (dasar krim yang menggunakan air yang mengandung ion) mulai dari minggu pertama hingga minggu keenam mengalami kenaikan menjadi sedikit basa. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar krim mengandung asam strearat dan trietanolamin yang bereaksi membentuk trietanolaminstearat yaitu suatu sabun yang bersifat basa lemah (Voigt, 1995). Terhadap krim B (krim non ion ekstrak senduduk 3%) mempunyai pH 7,3 pada minggu pertama agak stabil tetapi pada minggu ke 6 pH mengalami penurunan menjadi 6,8. Begitu juga dengan krim C (krim non ion ekstrak senduduk 5%) dan krim D (krim non ion ekstrak senduduk 7%) masing-masing mengalami penurunan pH yaitu krim C dari 7,0 menjadi 6,5 dan krim D dari 6,7 menjadi 6,1. Sama hal nya dengan krim yang menggunakan air yang mengandung ion yaitu pH krim F (krim ekstrak senduduk 3%) mempunyai pH 7,2 pada minggu pertama agak stabil tetapi pada minggu keenam pHnya turun

menjadi 6,8. Terhadap krim G (krim ekstrak senduduk 5%) dan krim H (krim ekstrak senduduk 7%) masing-masing mengalami penurunan pH yaitu krim G dari 6,9 menjadi 6,5 dan krim H dari 6,4 menjadi 6,1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh peningkatan kadar etilasetat dan juga adanya kandungan dari ekstrak yang

bersifat asam yang dapat diamati dari semakin tingginya konsentrasi ekstrak maka pH semakin rendah.

Hasil pemeriksaan organoleptis, pada pemeriksaan penampilan dapat dilihat bahwa krim A dan krim E mempunyai penampilan setengah padat dan secara visual mempunyai konsistensi yang lunak, berwarna putih, tidak berbau dan tidak mengalami perubahan selama pengamatan 6 minggu. Demikian juga pada krim B dan krim F, tidak mengalami perubahan penampilan warna dan bau. Sedangkan pada krim C, D, G dan krim H mengalami perubahan penampilan pada minggu keempat, dimana konsistensinya menjadi agak lebih padat dari sebelumnya tetapi tidak mengalami perubahan warna dan bau. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penguapan air dari sediaan pada saat penyimpanan selama 6 minggu. Selain itu juga semakin tinggi kadar ekstrak yang dikandung sediaan krim menyebabkan konsistensinya menjadi agak lebih padat hal ini kemungkinan disebabkan adanya kandungan ekstrak yang dapat menyebabkan sediaan krim menjadi agak lebih padat selama penyimpanan.

Hasil pemeriksaan stabilitas terhadap semua sediaan krim selama penyimpanan pada temperatur kamar, –4oC tetap stabil (tidak mengalami pemisahan), tetapi pada suhu 40oC, krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion yakni krim ekstrak senduduk krim B tetap stabil sampai minggu ke-6 sedangkan krim C mengalami pemisahan fase pada minggu ke-5, dan krim D mengalami pemisahan fase pada minggu ke-4. Krim yang menggunakan air yang mengandung ion (krim F dan krim G) mengalami pemisahan fase pada minggu ke- 4, krim H mengalami pemisahan fase pada minggu ke-1dan krim E pecah pada minggu ke-5.

Hasil pengujian efek sediaan krim terhadap luka bakar pada hewan percobaan dimana luka bakar yang dibuat adalah luka bakar derajat II dalam, ditunjukkan oleh adanya kerusakan yang mengenai hampir seluruh bagian dermis kulit disebabkan oleh panas. Perubahan diameter rata-rata luka bakar diukur sampai luka dinyatakan sembuh untuk masing-masing perlakuan. Dari data perubahan diameter luka bakar untuk masing-masing sediaan uji dihitung rata-rata perubahan diameter luka bakar dengan interval waktu pengukuran 1 hari. Dari data perubahan diameter luka bakar tersebut dapat dibuat grafik sebagai berikut.

Hasil uji efek luka bakar ekstrak etilasetat daun senduduk konsentrasi 3%, 5%, 7% dan kontrol pada sediaan krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Hari D iam et er ( cm )

Kontrol EEADS 3% EEADS 5% EEADS 7%

Gambar 3.1. Grafik diameter luka bakar rata-rata versus waktu (hari) pada

pemberian krim yang tidak menggunakan air yang mengandung ion Keterangan: EEDS = Ekstrak etilasetat daun senduduk

Dari grafik dapat dilihat bahwa kelompok kelinci yang paling cepat sembuh adalah kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim C pada hari ke 19 diameter rata-rata luka bakar sudah mendekati 0 (sembuh). Kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim D diameter rata-rata luka bakar mendekati nol dalam waktu 21 hari. Kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim B rata-rata hampir sembuh pada hari ke-23, Sedangkan kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim A (kontrol) rata-rata pada hari ke 26 sembuh.

Hasil uji efek luka bakar ekstrak etilasetat daun senduduk dengan konsentrasi 3%, 5%, 7% dan kontrol pada sediaan krim yang menggunakan air yang mengandung ion.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Hari

D iam et er ( cm )

Kontrol I EEDSI 3% EEDSI 5% EEDSI 7%

Gambar 3.1. Grafik diameter luka bakar rata-rata versus waktu (hari) pada

pemberian krim yang menggunakan air yang mengandung ion Keterangan: EEDSI = Ekstrak etilasetat daun senduduk ion

Dari grafik dapat dilihat bahwa kelompok kelinci yang paling cepat sembuh adalah kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim G pada hari ke-16 sudah mendekati nol (sembuh). Kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim H diameter rata-rata luka bakar mendekati nol dalam waktu 19 hari, kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim F rata-rata hampir sembuh pada hari ke-20, sedangkan kelompok kelinci yang diberi perlakuan krim E rata-rata pada hari ke-23 sembuh.

Dari semua sediaan, bila dibandingkan antara krim yang menggunakan air yang mengandung ion dengan krim yang tidak menggunakan air yang mengandung ion maka, efek penyembuhan luka bakar lebih cepat pada krim yang menggunakan air yang mengandung ion yaitu krim G (ekstrak etilasetat 5%) sembuh dalam waktu 16 hari, sedangkan krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion yaitu krim C (ekstrak etilasetat 5%) sembuh dalam waktu 19 hari. tapi bila ditinjau dari stabilitas bahwa krim yang menggunakan air yang mengandung ion yaitu krim G hanya dapat stabil selama 3 minggu, sedangkan krim yang tidak mengandung ion yaitu krim C stabil selama 4 minggu.

Efek penyembuhan luka bakar dari krim yang menggunakan air yang mengandung ion lebih cepat daripada krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion. Hal ini disebabkan dari struktur air yang ada pada krim yaitu struktur air biasa (1 molekul air) dan struktur air cluster (beberapa molekul air). Senyawa yang terekstraksi bermacam macam sifatnya yaitu ada yang polar dan ada yang non polar. Senyawa polar akan mengelilingi satu molekul air dan senyawa yang non polar akan mengelilingi beberapa molekul air. Secara umum zat aktif yang bersifat hidrofob dominan mengambil yang hidrofod. Pada krim

yaitu asam stearat. Keberadaan ion dalam air akan memecah molekul-molekul air maka mempercepat pelepasan obat dari krim sehingga mempercepat penyembuhan luka. Ini tidak bisa dikatakan sediaan yang baik karena keberadaan ion-ion dapat merusak stabilitas krim (Florence att wood, 1988).

Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa daun senduduk mengandung tanin, saponin, flavonoida, glikosida, dan steroid. Tanin berfungsi sebagai adstringen yang dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, membentuk jaringan baru, anti bakteri, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan perdarahan yang ringan sehingga mampu menutup luka dan mencegah perdarahan yang biasa timbul pada luka (Anief, 1997).

Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme, flavonoid bersifat sebagai anti inflamasi, anti alergi dan anti oksidan. Steroid sebagai anti radang yang mampu mencegah kekakuan dan nyeri (Tan Hoan Tjay & Kirana, 2002).

Proses penyembuhan luka terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase penyudahan. Fase inflamasi yang ditandai dengan adanya pembengkakan, fase proliferasi ditandai dengan adanya pembentukan eksudat dan fibroblas yang terlihat seperti kerak pada bagian atas luka, dan fase penyudahan yang ditandai dengan terbentuknya jaringan baru yang berarti luka sudah mengecil atau sembuh (Anonim

Menurut Moenajat (2003): Luka bakar derajat II yang dalam, membutuhkan waktu penyembuhan yang lama. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa krim senduduk dapat mempercepat penyembuhan luka bakar. Krim yang paling baik

adalah krim yang menggunakan air yang mengandung ion yaitu krim G (krim ekstrak senduduk 5%).

Metode analisa data yang digunakan adalah ANAVA (analisis variansi) satu arah. Data perubahan diameter luka bakar yang diperoleh diolah dengan ANAVA menggunakan statistical program service solution (SPSS). Analisis dilakukan terhadap hasil perubahan diameter luka bakar dari 0 hari hingga 26 hari setelah terbentuknya luka bakar.

Analisis variansi terhadap perubahan diameter luka bakar digunakan untuk melihat ada tidaknya perbedaan pengaruh krim uji yakni krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion dengan krim yang menggunakan air yang mengandung ion dengan ekstrak etilasetat daun senduduk dan kontrol.

Data perubahan diameter luka bakar dilihat perbedaan pengurangan diameter luka bakar, yang diolah dengan menggunakan program SPSS, sehingga dapat dilihat perubahan secara significant diameter luka bakar setiap hari.

Pada hari pertama hingga hari kedua belum terlihat perbedaan secara signifikan, tapi pada hari ke-3 sudah terlihat perubahan secara signifikan dengan tingkat signifikan 0.009 dan pada hari ke-4 semakin terlihat dengan tingkat signifikan 0.000 sampai hari ke-25.

Dari hasil perhitungan ANAVA efek sediaan krim dari hari ke-3 sampai hari ke-26 terdapat perbedaan yang signifikan secara statistika F hitung > Ftabel (α≥ 0,05). Ini menunjukkan bahwa sediaan mempunyai efek mempercepat penyembuhan luka bakar.

Untuk melihat kelompok perlakuan mana yang memiliki efek yang sama atau berbeda dan efek terkecil sampai dengan efek yang terbesar antara satu

dengan yang lainnya sehingga diperoleh susunan kelompok yang berbeda

dilakukan uji Duncan. Pada uji Duncan ini, dilakukan untuk semua perlakuan dari hari ke-1 sampai hari ke-26.

Uji Duncan untuk hari ke-1 dan hari ke-2 sama, tidak ada perbedaan antara krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion dengan krim yang

menggunakan air yang mengandung ion. Krim A menunjukkan tidak ada

perbedaan yang bermakna dengan krim E, krim B, krim C, krim D, krim F, krim G, dan krim H. Hal ini berarti masing-masing sediaan uji belum menimbulkan efek yang nyata terhadap perubahan luka bakar.

Uji Duncan untuk hari ke-3, krim G, krim H, krim C dan krim F telah menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap krim E dan krim A, tetapi tidak berbeda secara significan dengan krim D dan krim B. Hal ini menunjukkan efek yang paling baik dari sediaan uji adalah krim G.

Uji duncan untuk hari ke-4, krim G menjukkan perbedaan yang bermakna terhadap krim F, krim D, krim E, dan krim A, tetapi tidak berbeda secara

significan dengan krim C, krim H, dan krim B, sedangkan untuk krim C, krim H, krim B, berbeda secara nyata dengan krim E dan lrim A, tetapi tidak berbeda secara significan dengan krim F dan krim D. Krim A juga menunjukkan

perbedaan secara significan dengan krim F dan krim D. Hal ini menunjukkan efek krim G lebih besar daripada krim F, krim E, krim D dan krim A.

Uji duncan hari ke-5, ke-6 dan ke-7 krim C menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim D, krim B, krim F, krim E, dan krim A, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim G dan krim H, sedangkan

krim H dan krim G berbeda secara significan dengan krim B, krim F, krim E dan krim A, tetapi krim D tidak berbeda secara significan dengan krim B dan krim F tetapi berbeda secara significan dengan krim E dan krim A.

Uji Duncan untuk hari ke-8, ke-9, dan ke-10 krim C menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim D, krim G, krim B, krim F, krim E, dan krim A, tetapi tidak berbeda secara nyata dengan krim H, sedangkan krim H, krim D, dan krim G berbeda secara significan dengan krim B, krim F, krim E, dan krim A. Krim B dan krim F berbeda secara nyata dengan krim E dan krim A.

Uji Duncan untuk hari ke-11, ke-12, dan ke-13 krim C menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim D, krim F, krim B, krim E, dan krim A, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim H dan krim G. untuk krim H dan krim D juga berbeda secara significan dengan krim F, krim B, krim E, dan krim A. Untuk krim H, krim D berbeda secara nyata dengan krim F, krim B, krim E, dan krim A.

Uji Duncan untuk hari ke-14 dan ke-15 tidak ada perbedaan yang

bermakna antara krim G, krim C dan krim H tetapi menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim D, krim F, krim B, krim E dan krim A, sedangkan krim D berbeda secara significan dengan krim F, krim B, krim E, dan krim A. Begitu juga dengan krim F, krim B, dan krim E tidak ada perbedaan yang significan tetapi berbeda secara nyata dengan krim A.

Uji Duncan pada hari ke-16 dan ke-17 krim G sudah menunjukkan

kesembuhan tetapi menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan krim C, krim H, krim D, krim F, krim B, krim E, dan krim A, sedangkan krim C tidak

menunjukkan perbedaan yang significan dengan krim H, tetapi berbeda secara nyata dengan krim D, krim F, krim B, krim E, krim A. Sama hal nya dengan krim B dan krim E tidak menunjukkan perbedaan yang significan tetapi berbeda secara nyata dengan krim A.

Uji Duncan pada hari ke-18 dan ke-19 tidak terlihat perbedaan yang bemakna antara krim G, krim C, dan krim H. Hal ini berarti ketiga sediaan uji memberikan efek yang sama dalam menyembuhkan luka bakar, tetapi

menunjukkan perbedaan yang significan dengan krim D, krim F, krim E, krim B dan krim A. Krim D tidak ada perbedaan yang nyata dengan krim F, tetapi berbeda secara nyata dengan krim E, krim B dan krim A.

Uji Duncan pada hari ke-20, ke-21 dan ke-22 hampir semua sediaan uji sudah menunjukkan kesembuhan yakni krim F, krim G, krim H, krim C, dan krim D, tetapi berbeda secara significan dengan krim E, krim B dan krim A.

Uji Duncan pada hari ke-23, ke-24, dan ke-25 semua krim sudah menunjukkan kesembuhan kecuali krim A. Hal ini berarti sediaan uji mempunyai efek mempercepat penyembuhan luka bakar.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait