• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode eksperimental, meliputi identifikasi sampel, pengumpulan dan pengolahan sampel, pemeriksaan karakteristik simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, karakteristik ekstrak,

pemeriksaan ekstrak, pemeriksaan air mata air, pembuatan krim, pengujian efek sediaan krim terhadap luka bakar dan stabilitasnya serta analisis data dengan menggunakan analisis varinsi (ANAVA) dan dengan uji beda rata-rata Duncan menggunakan program Statistical Program Service Solution (SPSS) versi 17.

2.1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, lemari pengering, blender (Nasional), oven listrik (Fisher Scientitic), neraca kasar (Ohaus), neraca analitis (Mettler Toledo), pH meter (Kent EIL 7020), mikroskop (Nikon), pisau cukur, gunting, penangas air, termometer, api bebas, lempeng logam berdiameter 2 cm, cawan porselin, spuit, pot plastik, mortir dan stamfer, jangka sorong, sudip, spatula.

2.2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun senduduk, semua bahan-bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis yaitu etilasetat dan air suling hasil detilasi. Raksa (II) klorida, kalium iodida, natrium hidroksida, iodium, bismut (II) nitrat, asam asetat glasial, besi (III) klorida, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat, alfa naftol, asam nitrat, kloroform, isopropanol, natrium sulfat anhidrat, asam

asetat anhidrat, asam stearat, gliserin, trietanolamin, metil paraben, Natrium biborat, air mata air, aqua bides, Lidokain

Daun senduduk yang telah dikumpulkan dibersihkan dari pengotoran dengan air bersih, dan ditiriskan, selanjutnya ditimbang sebagai berat basah 5 kg, kemudian dikeringkan dengan cara dimasukkan kedalam lemari pengering.

injeksi (Kimia Farma).

2.3. Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan putih

dengan berat badan 1,5-2 kg. Hewan dikarantina dalam kandang yang sesuai sebelum dan selama digunakan untuk uji luka bakar. Gambar kandang kelinci dan tempat karantina dapat dilihat pada lampiran 11 halaman 50.

2.4. Identifikasi Sampel

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini diidentifikasi di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, dilakukan oleh Deka, 2006 dan tumbuhan yang diteliti adalah daun tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L). Penelitian dilakukan dengan tumbuhan yang sama sehingga identifikasi tidak dilakukan kembali, hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 37.

2.5. Pengambilan Sampel dan Pengolahan Sampel 2.5.1. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun senduduk yang berwarna hijau tua, diperoleh dari desa Parsoburan, kecamatan Habinsiran Sumatera Utara. Sampel diambil secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Gambar dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 39.

Setelah kering ditimbang sebagai berat kering 1969 g. Sampel yang telah kering diserbuk dengan blender.

2.6. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam (MMI, 1989).

2.6.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap simplisia meliputi warna, bentuk, ukuran dan ketebalan. Hasil dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 40.

2.6.2. Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian dilihat dibawah mikroskop. Hasil dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 41.

2.6.3. Penetapan kadar Air

Penetapan kadar air dengan metode azeotropi (Destilasi Toluen). Alat meliputi labu alas 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,1 ml, pendingin, tabung penyambung, dan pemanas.

Cara Penetapan : Kedalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam, dibiarkan mendingin selama 30 menit

didinginkan dan volume air pada tabung penerima dibaca. Selanjutnya kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu

diatur 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendinginan dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar setelah air dan toluena memisah sempurna volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 44.

2.6.4. Pemeriksaan Kadar Sari yang Larut dalam Air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam, dalam 100 ml air- kloroform (2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105o

2.6.5. Penetapan Kadar Abu Total

C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara (MMI, 1989). Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 44.

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan kedalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis, kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung, abu dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara (WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 44.

2.6.6. Penetapan Kadar Abu yang tidak Larut dalam Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada 600o

2.7. Penapisan Fitokimia

C sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan diudara (WHO, 1992). Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 44.

Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan alkaloida, flavonoida, saponin, glikosida, tanin dan steroida/triterpenoida.

a. Pemeriksaan Alkaloida

- Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, dinginkan dan disaring. Filtrat digunakan untuk percobaan berikut : - Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.

- Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit 2 dari ke-3 percobaan diatas (MMI,1989). Hasil dapat dilihat pada bab III halaman 21.

b. Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambah 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit disaring selagi panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah dikocok hatiphati lalu didiamkam sebentar, diambil lapisan metanol, lalu diuapkan pada 40 oC dipenangas air. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etilasetat dan disaring. Filtrat digunakan untuk test flvonoida dengan cara sebagai berikut: a. Sebanyak 1 ml larutan diatas diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1-

2 ml etanol 95% lalu ditambah 0,5 g serbuk seng dan 2 ml HCl 2 N,

didiamkan 1 menit, ditambah HCl pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi merah intensif menunjukkan adanya flavonoida

b. Satu ml larutan percobaan diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam I ml etanol 95% kemudian ditambah 0,1 g serbuk mg dan 10 ml HCl pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida (MMI, 1989)

c. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm, tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N

menunjukkan adanya saponin (MMI,1989). Hasil dapat dilihat pada bab III halaman 21.

d. Pemeriksaan Glikosida

Disari 3 g serbuk simplisia dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan ditambah 10 ml asam sulfat 2 N. Direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml Timbal (II) asetat 0,4 M dan 25 ml air dikocok dan didiamkan selama 5 menit, disaring. filtrat disari 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50o

Satu g serbuk dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan di cawan penguap. Sisanya ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru C. Dilarutkan sisa dengan 2 ml metanol. Larutan sisa dimasukkan dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan diatas penangas air, pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molisch. Tambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin ungu pada batas kedua cairan menunujukkan adanya gula, dengan demikian menunjukkan adanya glikosida (MMI, 1989). Hasil dapat dilihat pada bab III halaman 21.

e. Pemeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia, disari dengan 10 ml air suling lalu dipanaskan, disaring. Filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman, menunjukkan adanya tanin (MMI, 1989). Hasil dapat dilihat pada bab III halaman 21.

ungu atau biru hijau menunjukkan adanya steroida/triterpenoida (Harborne, 1987). Hasil dapat dilihat pada bab III halaman 21.

2.8. Pembuatan Ekstrak Etilasetat Daun Senduduk

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etilasetat.

Prosedur pembuatan ekstrak: Sejumlah serbuk dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan dibasahi dengan etilasetat kemudian dimaserasi selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil sesekali ditekan hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia (Depkes RI, 2000). Perkolat diuapkan dengan alat vacum rotavapor pada suhu tidak lebih 500C hingga diperoleh ekstrak kental. Bagan dapat dilihat pada lampiran 6 halaman 42.

2.9. Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak

Pemeriksaan karakteristik ekstrak meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam. Prosedur sama seperti prosedur pada pemeriksaan karakteristik simplisia.

2.10. Pemeriksaan Ekstrak

Pemeriksaan ekstrak meliputi pemeriksaan alkaloida, flavonoida, saponin, glikosida, tanin dan steroida/triterpenoida. Prosedur sama seperti prosedur pada penapisan fitokimia.

2.11. Pemeriksaan air mata air

Pemeriksaan air mata air dilakukan di laboratorium kimia. Kalsium, magnesium, dan klorida dilakukan dengan metode analisa titrimetri, sedangkan sulfat, sulfida, fero dilakukan dengan metode analisa spektrofotometri. Hasil dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 44.

2.12. Pembuatan Krim

Sediaan krim yang digunakan adalah krim tipe minyak dalam air dan dibuat berdasarkan formula standar vanishing cream (Formularium Medicamentorum Selectum, 1971) yaitu:

R/ Asam stearat 142 Gliserin 100 Natrium biborat 2,5 Trietanolamin 10 Air suling 750 Nipagin q.s. m.f. krim

Sediaan krim dibuat dengan komposisi berdasarkan hasil orientasi peneliti sebelumnya, penyembuhan luka bakar dengan krim ekstrak senduduk dengan kadar 5% dapat sembuh dalam waktu 21 hari, maka konsentrasi divariasikan menjadi 3%, 5% dan 7% dalam bentuk sediaan krim. Formula krim dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Formula krim dengan menggunakan air yang tidak mengandung ion

(aqua bides), dan air yang mengandung ion (air mata air) dengan variasi konsentrasi ekstrak.

BAHAN KRIM A B C D E F G H Ekstrak - 3% 5% 7% - 3% 5% 7% Asam stearat 14,2 14,2 14,2 14,2 14,2 14,2 14,2 14,2 Gliserin 10 10 10 10 10 10 10 10 Trietanolamin 1 1 1 1 1 1 1 1 Na.Biborat 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 0,25 Metil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Air 75 75 75 75 75 75 75 75 Keterangan:

Krim yang menggunakan air yang tidak mengandung ion: A : Dasar krim tanpa ekstrak senduduk

B : Krim dengan ekstrak etilasetat senduduk 3% C : Krim dengan ekstrak etilasetat senduduk 5% D : Krim dengan ekstrak etiasetat senduduk 7%

Krim yang menggunakan air yang mengandung ion: E : Dasar krim tanpa ekstrak senduduk

F : Krim dengan ekstrak etilasetat senduduk 5% G : Krim dengan ekstrak etilasetat senduduk 7% H : Krim dengan ekstrak etilasetat senduduk 3%

Cara pembuatan:

Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak (asam stearat) dilebur di atas penangas air dengan suhu 70o-75oC. fase air (trietanolamin, metil paraben, natrium biborat, gliserin dan air suling) dilarutkan

dalam air panas. Kemudian fase minyak dipindahkan ke dalam lumpang panas. Fase air ditambahkan ke dalam fase minyak dan diaduk sampai diperoleh massa krim (massa I). Dilumpang yang lain ekstrak daun senduduk digerus dengan sebagian gliserin (massa II). Kemudian Massa I dimasukkan sedikit demi sedikit ke massa II sambil digerus sampai homogen. Krim dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat, disimpan di tempat yang sejuk. Semua perlakuan sama untuk setiap formula kecuali formula A dan formula E tidak menggunakan ekstrak daun senduduk. Hasil dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 46.

2.13. Pemeriksaan Krim

Pemeriksaan krim yang dilakukan meliputi: Pemeriksaan homogenitas, Pemeriksaan pH sediaan, Pemeriksaan organoleptis, dan stabilitas fisis sediaan krim.

2.13.1. Pemeriksaan Homogenitas

Pemeriksaan sediaan dilakukan dengan cara yaitu sejumlah tertentu sediaan diletakkan pada gelas objek, kemudian ditutup dengan gelas objek yang lain, lalu diratakan dengan menggesekkan kedua gelas objek tersebut. Sediaan yang memenuhi persyaratan homogenitas menunjukkan massa yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir yang kasar. Hasil dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 47.

2.13.2. Pemeriksaan pH Sediaan

Dilakukan dengan pH meter, caranya alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar pH 4, pH 7 dan pH 9, hingga posisi jarum menunjukkan harga pH tersebut diatas, kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissu. Satu gram sediaan diencerkan

dengan air suling 10 ml di dalam satu wadah kemudian elektroda dicelupkan ke dalam larutan tersebut, dibiarkan jarum bergerak sampai posisi konstan. Angka yang ditunjukkan oleh meter pH tersebut merupakan harga pH sediaan. Hasil dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 47.

2.13.3 Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi penampilan, warna, dan bau sediaan. Hasil dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 47.

2.13.4 Pengujian Stabilitas Fisis Sediaan Krim

Pengujian stabilitas fisis sediaan krim dilakukan dengan menyimpan sediaan krim pada temperatur kamar, -4oC dan 40oC selama 6 minggu dan diamati

terjadinya pemisahan fase air dan fase minyak (Lachman, dkk., 1994). Hasil dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 48.

2.14. Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Luka Bakar

Kelinci dicukur pada bagian punggungnya, kemudian dianestesi dengan Lidokaininjeksi secara subkutan dengan dosis 1 ml, setelah 2-3 menit diinduksi dengan alat penginduksi panas dengan suhu 80-90o

Pada penelitian ini efek sediaan krim diujikan terhadap 48 kelinci yang dibagi dalam 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor kelinci.

C selama 5 menit. Alat penginduksi panas berupa lempeng logam berdiameter 2 cm yang dihubungkan dengan sebuah elemen pemanas yang mempunyai daya 40 watt dan voltase 220 volt. Luka yang terjadi diolesi dengan sediaan uji, kemudian ditutup kembali seperti semula (pengobatan dilakukan sekali sehari) pekerjaan ini dilakukan sampai lukanya sembuh (diameter luka sama dengan nol bila luka sudah tertutup jaringan baru) (Suratman, dkk., 1996).

Empat kelompok diberikan krim yang tidak menggunakan air yang mengandung ion yaitu:

Kelinci A : Diberikan dasar krim

Kelinci B : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 3%. Kelinci C : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 5%. Kelinci D : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 7%. Empat kelompok lagi diberikan air yang mengandung ion yaitu: Kelinci E : Diberikan dasar krim

Kelinci F : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 3%. Kelinci G : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 5%. Kelinci H : Diberikan krim ekstrak etilasetat daun senduduk 7%. Masing-masing kelinci dicukur pada bagian punggungnya, kemudian dianastesi dengan Lidokain injeksi yang disuntikkan secara subkutan dengan dosis 1 ml, kemudian kelinci dicubit untuk mengetahui apakah obat sudah bekerja apa tidak. Kemudian ditempelkan lempeng logam berdiameter 2 cm yang telah dipanaskan selama 5 menit di api bebas pada bagian punggung kelinci selama 3 detik. Pada kulit yang melepuh untuk setiap kelompok dioleskan sediaan krim sebanyak 0,350 g secara merata pada permukaan luka dengan pengolesan tiga kali sehari.

Pengamatan dilakukan dengan mengukur perubahan diameter luka dengan menggunakan jangka sorong. Luka dinyatakan sembuh jika diameter luka sudah mendekati nol. Hasil dapat dilihat pada lampiran12 – 19, halaman 51-58

2.12. Perhitungan diameter rata-rata luka bakar

Cara mengukur diameter luka bakar dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar.2.1. Cara menghitung diameter luka bakar

Keterangan : dx : diameter luka hari ke x d1 : diameter 1

d2 : diameter 2 d3 : diameter 3 d4

Diameter luka bakar dihitung dengan rumus : dx = d : diameter 4

1 + d2 + d3 + d4 4 Hasil pengukuran diameter rata-rata luka bakar (cm) dari masing-masing hewan percobaan (kelinci) dengan interval pengukuran setiap hari. hasil contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 20, halaman 61.

2.13. Analisis data

Data hasil pengujian efek sediaan krim ekstrak daun senduduk terhadap perubahan diameter rata-rata luka bakar dianalisis secara statistik menggunakan metode ANAVA (Analisis Variansi) dengan program Statistical Product Services Solution (SPSS) dengan taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji metode Duncan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki pengaruh sama atau berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hasil Analisis Variansi dapat dilihat pada lampiran 22 halaman 64-66, dan hasil uji Duncan dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 67-79. Diker Diber d2 d3 d4

Dokumen terkait