• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil perhitungan matriks QSP CV Septia Anugerah

B. Saran

8. Hasil perhitungan matriks QSP CV Septia Anugerah

Faktor kunci Bobot Alternatif strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7

AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

a. Kekuatan

Tenaga kerja yang handal di bidang produksi 0,116 3,000 0,348 4,000 0,464 4,000 0,464 4,000 0,464 4,000 0,464 3,000 0,348 3,000 0,348 Mutu ternak yang terjamin 0,104 3,000 0,312 4,000 0,416 4,000 0,416 3,000 0,312 4,000 0,416 4,000 0,416 3,000 0,312 Fasilitas penunjang yang mendukung 0,136 4,000 0,544 3,000 0,408 3,000 0,408 3,000 0,408 3,000 0,408 3,000 0,408 4,000 0,544 Loyalitas karyawan pada perusahaan 0,101 3,000 0,303 4,000 0,404 4,000 0,404 4,000 0,404 3,000 0,303 4,000 0,404 4,000 0,404 Ketersediaan bibit sapi dengan berbagai jenis 0,096 4,000 0,384 3,000 0,288 3,000 0,288 4,000 0,384 4,000 0,384 3,000 0,288 3,000 0,288

b. Kelemahan

 Manajemen bersifat kekeluargaan 0,121 2,000 0,242 1,000 0,121 2,000 0,242 2,000 0,242 1,000 0,121 2,000 0,242 2,000 0,242

 Tenaga pemasaran sapi potong kurang handal 0,106 1,000 0,106 2,000 0,212 1,000 0,106 2,000 0,212 2,000 0,212 1,000 0,106 2,000 0,212

 Modal usaha yang minim 0,116 2,000 0,232 1,000 0,116 2,000 0,232 1,000 0,116 2,000 0,232 1,000 0,116 1,000 0,116

 Kurangnya promosi ternak 0,104 1,000 0,104 1,000 0,104 1,000 0,104 1,000 0,104 1,000 0,104 2,000 0,208 2,000 0,208

c. Peluang

Kapasitas produksi pakan ternak yang memadai 0,088 4,000 0,352 4,000 0,352 4,000 0,352 3,000 0,264 4,000 0,352 3,000 0,264 4,000 0,352 Pangsa pasar ternak yang luas 0,101 4,000 0,404 4,000 0,404 3,000 0,303 4,000 0,404 3,000 0,303 4,000 0,404 3,000 0,303 Kemajuan teknologi Inseminasi Buatan (IB) 0,105 4,000 0,420 4,000 0,42 4,000 0,42 3,000 0,315 3,000 0,315 4,000 0,420 4,000 0,420 Meningkatnya daya beli masyarakat 0,110 3,000 0,330 3,000 0,33 3,000 0,33 3,000 0,330 3,000 0,330 3,000 0,330 3,000 0,330 Menuju swasembada daging 0,097 4,000 0,388 3,000 0,291 4,000 0,388 4,000 0,388 3,000 0,291 3,000 0,291 4,000 0,388

d. Ancaman

 Keberadaan perusahaan lain di bidang peternakan

yang sejenis 0,093 2,000 0,186 1,000 0,093 1,000 0,093 1,000 0,093 2,000 0,186 2,000 0,186 1,000 0,093

 Daya tawar-menawar pembeli 0,124 1,000 0,124 2,000 0,248 1,000 0,124 1,000 0,124 2,000 0,248 1,000 0,124 2,000 0,248

 Adanya perusahaan pendatang baru di bidang

peternakan 0,085 2,000 0,170 1,000 0,085 2,000 0,170 2,000 0,170 1,000 0,085 1,000 0,085 1,000 0,085

 Kondisi ekonomi dan politik Negara Indonesia saat ini 0,105 2,000 0,210 1,000 0,105 1,000 0,105 1,000 0,105 2,000 0,210 2,000 0,210 1,000 0,105

 Kebijakan pemerintah untuk membatasi impor sapi 0,093 2,000 0,186 2,000 0,186 1,000 0,093 1,000 0,093 1,000 0,093 1,000 0,093 2,000 0,186

Total Nilai Daya Tarik 4,949 4,756 4,844 4,734 4,754 4,640 4,893

Faktor kunci Bobot Alternatif strategi

Strategi 8 Strategi 9 Strategi 10 Strategi 11 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS

a. Kekuatan

 Tenaga kerja yang handal di bidang produksi 0,116 4,000 0,464 4,000 0,464 3,000 0,348 4,000 0,464

 Mutu ternak yang terjamin 0,104 4,000 0,416 4,000 0,416 4,000 0,416 4,000 0,416

 Fasilitas penunjang yang mendukung 0,136 3,000 0,408 3,000 0,408 4,000 0,544 3,000 0,408

 Loyalitas karyawan pada karyawan 0,101 4,000 0,404 4,000 0,404 4,000 0,404 3,000 0,303

 Ketersediaan bibit sapi dengan berbagai jenis 0,096 3,000 0,288 3,000 0,288 3,000 0,288 3,000 0,288

b. Kelemahan

 Manajemen bersifat kekeluargaan 0,121 1,000 0,121 2,000 0,242 1,000 0,121 1,000 0,121

 Tenaga pemasaran sapi potong kurang handal 0,106 1,000 0,106 1,000 0,106 1,000 0,106 1,000 0,106

 Modal usaha yang minim 0,116 2,000 0,232 1,000 0,116 1,000 0,116 2,000 0,232

 Kurangnya promosi ternak 0,104 2,000 0,208 2,000 0,208 2,000 0,208 1,000 0,104

c. Peluang

 Kapasitas produksi pakan ternak yang memadai 0,088 3,000 0,264 4,000 0,352 4,000 0,352 4,000 0,352

 Pangsa pasar ternak yang luas 0,101 3,000 0,303 3,000 0,303 4,000 0,404 4,000 0,404

 Kemajuan teknologi Inseminasi Buatan (IB) 0,105 4,000 0,420 3,000 0,315 4,000 0,420 4,000 0,420

 Meningkatnya daya beli masyarakat 0,110 3,000 0,330 3,000 0,330 3,000 0,330 3,000 0,330

 Menuju swasembada daging 0,097 3,000 0,291 4,000 0,388 3,000 0,291 3,000 0,291

d. Ancaman

 Keberadaan perusahaan lain di bidang peternakan yang sejenis 0,093 2,000 0,186 2,000 0,186 2,000 0,186 2,000 0,186

 Daya tawar-menawar pembeli 0,124 1,000 0,124 1,000 0,124 2,000 0,248 1,000 0,124

 Adanya perusahaan pendatang baru di bidang peternakan 0,085 2,000 0,170 2,000 0,170 1,000 0,085 1,000 0,085  Kondisi ekonomi dan politik Negara Indonesia saat ini 0,105 2,000 0,210 2,000 0,210 2,000 0,210 1,000 0,105  Kebijakan pemerintah untuk membatasi impor sapi 0,093 1,000 0,093 1,000 0,093 2,000 0,186 1,000 0,093

Total Nilai Daya Tarik 4,735 4,820 4,867 4,634

ABSTRACT

CV Septia Anugerah is one beef cattle company in Indonesia that can meet the need for beef cattle. In west java, beef marketing is mostly dominated by cattle companies or feedlots. They greatly help farmers with the marketing of their livestock and make it easy for the farmers to get cash money when they need it. Marketing the beef cattle through a marketing channel can make the commodity reach the consumers. Yet an inefficient or relatively long channel of marketing can cause loss for both breeders and consumers. The consumers would bear high cost of marketing, thus pay higher price; while the breeders would get lower income because of lower selling price as well. The resulted total scores for the matrix IFE and EFE were respectively 2,696 and 2,793 indicating that CV Septia Anugerah is in a stable position to respond to external situation and in average position to respond to its internal factors. The total score value of both IFE and EFE was to identify the position of CV Septia Anugerah. The matrix value of IE pointed to the middle cell position (V), i.e. growth/stable. The result of SWOT analysis was in the form of a formulated strategy, namely, the need for the implementation of a combination of the four marketing aspects (4Ps: products, price, place and promotion). The managerial implications of the aspects under the study can be grouped into four: (a) marketing, (b) financing, (c) production, and (d) human resource. Based on the calculation of QSP matrix, the most interesting strategy to apply is to expand the marketing network by penetrating the market with the highest value of attraction (4,949).

A. Latar Belakang

Peternakan sebagai salah satu subsektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kontribusi peningkatan PDB dari sektor pertanian adalah sebesar 18,77 persen, dengan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 64,11 persen dan subsektor peternakan sebesar 0,64 persen. Sementara subsektor lainnya mengalami penurunan masing-masing sebesar minus 32,47 persen untuk subsektor tanaman perkebunan, minus 17,64 persen untuk subsektor kehutanan dan minus 8,76 persen untuk subsektor perikanan.

Usaha peternakan sapi potong di Indonesia khususnya menyangkut jalur pemasaran sapi potong belum banyak diatur oleh pemerintah. Usaha pemasaran sapi potong lebih banyak dikuasai oleh lembaga-lembaga pemasaran yang mempunyai skala usaha besar seperti perusahaan sapi, atau lebih dikenal dengan

istilah feedlot, pedagang pengumpul dan jagal. Sapi potong merupakan salah satu

komoditi peternakan yang dapat menghasilkan protein hewani. Berdirinya perusahaan-perusahaan peternakan sapi potong merupakan salah satu kondisi yang dapat membantu pemerintah dalam pembangunan peternakan sapi potong terutama dalam menyediakan daging sapi yang berkualitas, yang sesuai dengan

kemampuan atau daya beli konsumen (Yusdja et al., 2003).

Menurut Hubeis dan Najib (2008), saat ini keberadaan perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen secara memuaskan dari segi mutu, ketersediaan, harga dan ketepatan pengiriman. Padahal permintaan konsumen saat ini cenderung semakin kompleks seiring dengan semakin banyaknya alternatif yang tersedia di pasar. Situasi persaingan yang tinggi telah memaksa CV Septia Anugerah untuk lebih meningkatkan daya

saingnya hingga mencapai tingkatan superior competitive advantage di antara

pesaing-pesaingnya. Untuk itu, diperlukan strategi pemasaran dan prospek pengembangan yang tepat.

CV Septia Anugerah merupakan salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang penjualan sapi potong yang dapat memenuhi kebutuhan akan ternak sapi potong. Di Jawa Barat usaha pemasaran sapi potong lebih banyak

2

membantu petani dalam memasarkan ternaknya dan memudahkan petani peternak mendapatkan uang tunai apabila membutuhkan.

CV Septia Anugerah menjual ternak sapi potong hanya dalam bentuk ternak hidup. Perusahaan ini dalam memasarkan produknya melalui dua cara, yaitu:

1. Pembeli atau konsumen datang langsung ke kandang ternak sapi potong milik

CV Septia Anugerah.

2. Perusahaan mengirimkan langsung ke pembeli atau konsumen setelah

sebelumnya melakukan transaksi via telepon terlebih dahulu.

Masing-masing jalur pemasaran mempunyai peran dan fungsi tersendiri dalam proses pemasaran. Saluran pemasaran dapat dikatakan sebagai saluran atau jalur yang digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memudahkan pemindahan suatu produk, bergerak dari produsen sampai berada di tangan konsumen.

Pemasaran ternak sapi potong dengan menggunakan jalur pemasaran dapat sampai di tangan konsumen. Jalur pemasaran yang tidak efisien atau relatif panjang menyebabkan kerugian, baik bagi peternak maupun konsumen. Konsumen akan terbebani dengan beban biaya pemasaran yang berat sehingga membayar dengan harga yang tinggi. Sedangkan bagi peternak, perolehan pendapatan menjadi lebih rendah karena harga penjualan yang diterima jauh lebih rendah.

Dalam menciptakan sistem pemasaran yang efisien serta menguntungkan baik peternak maupun konsumen, maka peternak harus memilih jalur pemasaran yang pendek, efektif dan efisien.

Dengan adanya lembaga-lembaga pemasaran yang membantu pemindahan suatu produk maka akan dapat diketahui berapa margin yang diperoleh pada setiap lembaga pemasaran tersebut. Apakah ada kesesuaian antara proporsi kerja yang dilakukan dengan pendapatan yang diperoleh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi margin pemasaran sapi potong adalah biaya, tingkat persaingan antara pedagang, jalur atau rantai pemasaran, kondisi wilayah dan banyaknya perantara (lembaga) yang terlibat dalam menyalurkan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Margin dapat didefinisikan sebagai perbedaan selisih antara harga yang diterima oleh petani produsen dengan yang dibayar oleh konsumen terhadap suatu komoditas.

Studi kasus (case study) kajian pemasaran ternak sapi potong ini untuk mengetahui efisiensi sistem pemasaran, di mana adanya keterlibatan lembaga pemasaran yang ikut menyalurkan jasa.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana caranya agar ternak sapi potong sampai ke tangan konsumen. Salah satu alternatif yang dihasilkan oleh produsen adalah menjual melalui lembaga pemasaran. Adanya lembaga pemasaran akan menyebabkan harga produk berubah setelah sampai ke tangan konsumen. Hal ini dikarenakan setiap lembaga pemasaran berusaha melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang menambah nilai guna dari suatu barang sehingga pemasaran dibebankan kepada produsen atau konsumen, yaitu dengan cara meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen. Maka permasalahan yang perlu dikaji lebih lanjut adalah:

a. Bagaimana kegiatan usaha sapi potong CV Septia Anugerah?

b. Bagaimana kajian strategi pemasaran sapi potong CV Septia Anugerah?

c. Seperti apa strategi pemasaran sapi potong CV Septia Anugerah ke depan?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemasaran ternak sapi potong, maka tujuan dari tugas akhir ini adalah:

a. Untuk menganalisis kegiatan usaha sapi potong CV Septia Anugerah.

b. Untuk mengetahui strategi pemasaran sapi potong CV Septia Anugerah

dengan memanfaatkan matriks SWOT.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Namun, produksi daging sapi dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat produktivitas ternak rendah. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif lamban. Analisa Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo), populasi sapi lokal Indonesia cenderung semakin menurun tanpa ada substitusi dari impor sapi bakalan.

Kondisi peternakan sapi potong saat ini dapat dikatakan mengkhawatirkan, dikarenakan dalam kurun lima tahun terakhir ini telah terjadi penurunan populasi sebesar 4,10 persen, yakni dari 11.137.000 ekor pada tahun 2001 menjadi 10.680.000 ekor pada tahun 2005.

Telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan populasi, namun hasilnya belum memperlihatkan dampak yang positif. Populasi sapi potong pada tahun 2007 tercatat 11,366 juta ekor. Populasi tersebut belum mampu mengimbangi laju permintaan daging sapi yang terus meningkat. Untuk mengantisipasinya, pemerintah melakukan impor daging sapi dan sapi bakalan untuk digemukkan.

Besarnya impor sapi potong sejak 2008 mengalami penurunan, tingkat impor daging dan sapi hidup ke Indonesia. Selama tahun 2008, impor yang masuk mencapai 450.000 ekor sapi dari berbagai negara seperti Australia dan Selandia Baru.

Dibandingkan 2007 ada penurunan, impor sebesar 496.000 ekor sapi hidup ditambah impor jeroan yang dikalkulasikan sama dengan 300.000 ekor sapi. Tahun 2009 target impor sapi potong hidup menurun hanya 300.000 ekor sedang pada 2010 Indonesia diharapkan hanya mendatangkan sapi potong tidak lebih dari 90.000 ekor karena sudah swasembada, paling tidak 90 persen total kebutuhan daging dalam negeri bisa dicukupi oleh peternak dalam negeri. Penurunan produksi sapi potong selama empat tahun terakhir ini karena pemerintah melarang pemotongan sapi di bawah umur 2,5 tahun. Selama periode 2005-2006 dan 2008-2009 justru Indonesia sedang memproduksi sapi dengan program pengurangan penyembelihan sapi usia 2,5 tahun dan sekaligus menggenjot peningkatan angka kelahiran sapi.

Tahun 2010 populasi sapi potong mencapai 11,8 juta ekor dan kambing 13,3 juta ekor. Populasi terbesar berada di Jawa Timur yakni sebesar 3,5 juta ekor sapi dan di Jawa Tengah 1,5 juta ekor. Produksi daging tahun ini diproyeksikan mencapai 371.000 ton atau sedikit meningkat dibanding tahun lalu yang mencapai 352.400 ton dan berharap pada 2010 pertumbuhan populasi sapi diharapkan bisa mencapai 12-13 juta ekor atau sudah swasembada, sehingga dapat mencukupi kebutuhan daging hingga 90 persen.

Ada dua faktor yang menyebabkan lambannya perkembangan sapi potong di Indonesia, yaitu:

1. Sentra utama produksi sapi potong di Pulau Jawa yang menyumbang 45% terhadap produksi daging sapi nasional sulit untuk dikembangkan karena: a. Ternak dipelihara menyebar menurut rumah tangga peternakan (RTP) di

pedesaan.

b. Ternak diberi pakan hijauan pekarangan dan limbah pertanian. c. Teknologi budidaya rendah.

d. Tujuan pemeliharaan ternak sebagai sumber tenaga kerja, pembibitan (reproduksi) dan penggemukkan.

e. Budi daya sapi potong dengan tujuan untuk menghasilkan daging dan berorientasi pasar masih rendah.

2. Pada sentra produksi sapi di kawasan timur Indonesia dengan porsi 16% dari populasi nasional, serta memiliki padang penggembalaan yang luas, pada musim kemarau panjang sapi menjadi kurus, tingkat mortalitas tinggi, dan angka kelahiran rendah. Kendala lainnya adalah berkurangnya areal penggembalaan, kualitas sumberdaya rendah, akses ke lembaga permodalan sulit, dan penggunaan teknologi rendah.

Ada beberapa faktor di dalam pengembangan sapi potong, di antaranya adalah:

a. Sebagian besar penduduk Indonesia bermatapencaharian di bidang pertanian yang tidak bisa terlepas dari usaha ternak sapi, khususnya sapi kerja.

b. Permintaan pasar terhadap daging sapi semakin meningkat, ketersediaan tenaga kerja besar, adanya kebijakan pemerintah yang mendukung upaya pengembangan sapi potong, hijauan pakan dan limbah pertanian tersedia sepanjang tahun dan usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh oleh krisis ekonomi global.

6

Ada beberapa pendekatan dalam membangun industri sapi potong yang tangguh di Indonesia, yaitu:

a. Perlu adanya keputusan politik untuk membangun industri sapi potong dalam negeri khususnya untuk menangani segmen hulu yang lebih spesifik lagi adalah pada usaha breeding sapi dan harus dibarengi dengan kemauan yang besar dari para pelaku bisnis sapi potong baik di segmen hulu maupun hilir. b. Perlu adanya suatu kesamaan persepsi dari seluruh stakeholder untuk

membangun industri sapi potong untuk kepentingan bersama termasuk konsumen daging agar memperoleh daging yang sehat, harga yang layak dan kompetitif.

c. Semua unsur yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi harus dihapuskan baik yang didukung dengan peraturan daerah ataupun yang bersifat tidak resmi. d. Perlu adanya penataan dan peningkatan para usahawan yang bermain di hilir

untuk secara serius menggarap pasar dalam negeri ataupun ekspor dengan inovasi-inovasi.

e. Bertolak dari kenyataan bahwa sejauh ini sebagian kebutuhan daging dipenuhi dari impor, baik dalam bentuk daging ataupun sapi hidup, maka yang perlu mendapat prioritas adalah bagaimana dapat diperoleh nilai tambah yang maksimal dari komoditi yang diimpor tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa kita tidak berusaha untuk memperbaiki segmen hulu dengan mengurangi ketergantungan kebutuhan sapi bakalan ataupun daging dari luar negeri.

f. Harus mampu menampilkan unggulan di setiap segmen kegiatan dan menyadari bahwa efisiensi dalam setiap segmen hulu menjadi kunci keberhasilan dan kuatnya daya saing (Churchill, 2001).

B. Manajemen Strategi

Manajemen strategi (strategic management) dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Seperti tersirat dalam definisi, manajemen strategi berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Istilah manajemen strategi kadang-kadang mengacu pada formulasi, implementasi dan evaluasi strategi, sedangkan

perencanaan strategi hanya mengacu pada formulasi strategi. Tujuan manajemen strategi adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa mendatang (Churchill, 2001).

Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1. Formulasi strategi

Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.

Tidak ada organisasi yang memiliki sumberdaya yang tidak terbatas, penyusun strategi harus memutuskan alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak. Keputusan formulasi strategi mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumberdaya, dan teknologi yang spesifik untuk periode waktu yang panjang. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang. Untuk kondisi baik atau buruk, keputusan strategi memiliki konsekuensi di berbagai bagian fungsional dan efek jangka panjang terhadap organisasi.

2. Implementasi strategi

Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumberdaya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.

Implementasi strategi sering kali disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen strategi. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan. Sering kali dianggap sebagai tahap yang paling rumit dalam manajemen strategi. Implementasi strategi membutuhkan disiplin pribadi, komitmen, dan pengorbanan. Suksesnya implementasi strategi terletak pada kemampuan manajer untuk memotivasi karyawan, yang lebih tepat disebut

8

seni daripada ilmu. Strategi yang telah diformulasikan tetapi tidak diimplementasikan tidak memiliki arti apapun (Churchill, 2001).

3. Evaluasi strategi

Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategi. Manajer sangat ingin mengetahui kapan strategi tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Evaluasi strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi ini. Semua strategi dapat dimodifikasi di masa datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga aktivitas dasar evaluasi strategi adalah meninjau ulang faktor eksternal dan internal, yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja dan mengambil tindakan korektif.

Evaluasi dibutuhkan karena kesuksesan hari ini tidak menjamin kesuksesan di hari esok. Sukses selalu membawa masalah baru yang berbeda. Aktivitas formulasi, implementasi dan evaluasi strategi terjadi di tiga tingkat hierarki dalam perusahaan besar. Dengan dukungan komunikasi dan interaksi di antara manajer dan karyawan antartingkat hierarki, manajemen strategi membantu perusahaan berfungsi sebagai tim yang kompetitif. Kebanyakan perusahaan kecil dan beberapa perusahaan besar tidak memiliki divisi, mereka hanya memiliki tingkat korporat dan fungsional. Tetapi, manajer dan karyawan pada dua tingkatan ini harus aktif terlibat dalam aktivitas manajemen strategi.

C. Pemasaran

Pemasaran adalah suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen. Pada prinsipnya pemasaran adalah pengaliran barang dari produsen ke konsumen, dimana aliran barang tersebut dapat terjadi karena adanya lembaga pemasaran yang tergantung dari sistem yang berlaku dan aliran barang yang dipasarkan Kotler (1996).

Pemasaran terjadi karena beberapa hal, di antaranya: 1. Tingkat kebutuhan yang mendesak.

2. Tingkat komersialisasi produsen. 3. Keadaan harga yang menguntungkan. 4. Peraturan-peraturan yang berlaku.

Tujuan pemasaran adalah untuk menempatkan barang dan jasa ke konsumen dimana untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilaksanakan kegiatan- kegiatan pemasaran yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan, penimbangan, dan penyebaran. Selanjutnya Kotler (1996) menegaskan bahwa tujuan pemasaran adalah untuk memahami dan mengetahui pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa tersebut cocok dengan pelanggan, atau dengan kata lain memenuhi kebutuhan konsumen dengan cara yang menguntungkan.

Pemasaran hasil pertanian sebagai suatu performance semua usaha yang mencakup kegiatan arus barang dan jasa mulai dari titik usahatani sampai pada konsumen akhir. Proses mengalirnya komoditi pertanian dari titik-titik usahatani sampai konsumen akhir dilakukan melalui saluran-saluran, sedangkan secara khusus pemasaran adalah analisa terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomis dari produsen ke konsumen melalui pedagang perantara (Rangkuti, 1997).

McLeod dan Schell (2001) mengatakan bahwa pemasaran terdiri dari kegiatan perorangan dan organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran yang memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga barang, jasa dan gagasan. Proses pemasarannya sendiri menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah proses menganalisa peluang pemasaran, menyeleksi pasar sasaran, mengembangkan bauran pemasaran dan mengatur usaha pemasaran. Jadi, tugas pemasaran yang penting adalah meyakinkan sebanyak mungkin calon pelanggan untuk mengadopsi produk pelopor dengan cepat untuk kemudian menurunkan biaya unit dan membantu sejumlah besar pelanggan yang setia sebelum para pesaing masuk ke pasar (Boyd et al., 2000).

D. Strategi Pemasaran

Salah satu dari strategi pemasaran yang sering dilakukan oleh suatu perusahaan adalah dengan cara melakukan penyebaran pemasaran itu sendiri, atau lebih sering dikenal dengan istilah bauran pemasaran. Bauran pemasaran sendiri didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang dapat meliputi menentukan master plan dan mengetahui serta menghasilkan pelayanan (penyajian) produk yang memuaskan pada suatu segmen pasar tertentu

10

yang mana segmen pasar tersebut telah dijadikan sasaran pasar untuk produk yang telah diluncurkan untuk menarik konsumen sehingga terjadi pembelian.

Dalam melakukan dan merencanakan pemasaran strategi, beberapa perusahaan telah menggunakan berbagai cara yang kemudian dikombinasikan menjadi satu, untuk jenis strategi pemasaran dalam hal ini lebih akrab dikenal dengan istilah marketing mix. Marketing mix dapat didefinisikan sebagai perpaduan berbagai strategi yang berupa kegiatan atau faktor-faktor penting yang merupakan hal-hal yang menjadi inti dari strategi pemasaran itu sendiri.

Berikut beberapa hal penting yang sangat mempengaruhi keberhasilan marketing mix, dalam memasarkan suatu produk:

1. Produk sebagai Obyek Pemasaran

Produk adalah obyek yang sangat vital yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mendatangkan keuntungan atau laba yang akan tetap menjaga operasional dan kesehatan suatu perusahaan. Dengan melalui produk, produsen dapat memanjakan konsumen. Karena dari produk akan dapat diketahui, seberapa besar kepuasan dan kebutuhan akan produk itu sendiri dalam kehidupan konsumen.

Sedangkan produk itu sendiri memiliki sifat dan karakteristik yang amat beragam, dan suatu produk yang potensial adalah suatu produk yang sering diburu konsumen, bahkan tidak perlu melakukan promosi dalam manjemen pemasaran.

Berikut beberapa karakteristik dari produk yang berupa jasa yang harus

Dokumen terkait