• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Perikanan

Dalam dokumen Laporan Susu, Daging, Dan Hasil Perikanan (Halaman 24-34)

Pada percobaan ini digunakan sampel ikan banjar. Ikan banjar dikenal dengan ikan kembung adalah nama sekelompok ikan yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae, kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau banyara. Dari sini didapat sebutan kembung banjar (Anonim, 2014).

Komposisi kimia ikan tergantung pada umur/ jenis kelamin, kedewasaan, makanan, lokasi penangkapan, suhu air, musim penangkapan, dan aktivitas. Komposisi kimia pada ikan meliputi kadar air 78-82 %, protein 18-20 %, lemak 1-4 %, mineral 1-1,3 %, karbohidrat 0.05-0.085 %, dan vitamin (Pramono, 2013).

Gambar 10. Bagian-Bagian Ikan Ada 10 sistem anatomi pada tubuh ikan :

1. Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar racun, kelenjar lendir,dan sumber-sumber pewarnaan.

2. Sistem otot (urat daging): - penggerak tubuh, sirip-sirip, insang. - organ listrik.

3. Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot; pelindung organ-organ dalam dan penegak tubuh.

4. Sistem pernapasan (respirasi): organnya terutama insang; ada organ-organ tambahan.

5. Sistem peredaran darah (sirkulasi) : - organnya jantung dan sel-sel darah. - mengedarkan O2, nutrisi, dsb. 6. Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut – anus. 7. Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.

8. Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon; untuk pertumbuhan, reproduksi, dsb.

9. Sistem ekskresi dan osmoregulasi : organnya terutama ginjal.

10.Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina.

Secara sederhana, pengamatan terhadap ciri-ciri ikan segar dapat dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan, penciuman, dan peraba.  Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal, tidak empuk, badan kaku, serta

sisik rapi dan rapat.

 Insangnya berwarna merah, dengan mata bersih bersinar dan melotot (tidak tenggelam).

 Bila daging ditekan dengan jari tidak meninggalkan bekas. Pada ikan yang telah dibekukan dan kemudian dibiarkan meleleh (thawing), bekas tekanan akan tampak jelas.

 Bagian luar ikan yang segar hanya memiliki sedikit lendir atau bahkan tidak berlendir sama sekali, baunya segar dan khas.

 Ikan yang segar akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam air, sedangkan yang telah mulai membusuk akan mengapung.

 Ikan segar bermutu tinggi memiliki bau yang khas dan tidak tajam, kulitnya mengkilap, jika dagingnya dipotong, tampak segar dan tidak kering (Anonim, 2012).

Secara ringkas cara membedakan ikan segar dengan ikan tidak segar dapat dilihat pada tabel.

Dari hasil pengamatan, ikan kembung tergolong ikan tidak segar karena memiliki mata sedikit cembung, tekstur kuranh elastis, ditekan ada bekas jari, dan bau khas kurang segar/amis.

Perubahan biokimia pasca mortem ikan, yaitu pada fase pre-rigor konsentrasi ATP masih cukup tinggi dan energi yang terbentuk masih rendah, tidak cukup untuk mengakibatkan terjadinya peng-gabungan antara aktin dan miosin menjadi aktomiosin, sehingga daging menjadi lunak dan lentur. Pada fase rigor mortis daging menjadi kaku dank eras setelah 1-7 jam ikan mati dan apabila dibekukan terjadi setelah 3-120 jam yang disebabkan terjadinya kontraksi antara aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Pada fase rigor akan terjadi relaksasi pada daging yaitu melemasnya kembali daging ikan yang telah mengalami kekakuan yang disebabkan aktomiosin kembali ke bentuk semula yaitu aktin dan miosin. Setelah proses pasca mortem terjadi, maka akan terjadi kerusakan mikrobiologi pada ikan (Muchtadi, 2010).

Gambar 2. Mekanisme Kerja Perubahan Biokimia Pasca Mortem Ikan

Penanganan pasca mortem untuk memperlambat terjadinya rigor mortis, adalah dengan pendinginan dan pembekuan. Tahap pendinginan (chilling) yakni penurunan suhu mencapai 0oC dan tahap pembekuan (freezing) yakni penurunan suhu dari 0oC sampai jauh di bawah 0oC (Muchtadi, 2010).

Pada ikan mati, oksigen tetap berada di dalam kantung udara. Selain itu terdapat gas-gas tambahan yang dilepaskan selama proses dekomposisi. Selama proses dekom-posisi, gas-gas akan mengisi rongga tubuh ikan. Akibatnya, perut ikan yang mati akan terlihat seperti balon terisi udara dan ikan pun akan mengambang ke permukaan. Beban atau massa ikan berasal dari tulang dan otot pada bagian belakang. Itu sebabnya posisi ikan saat mati mengambang di air cenderung perutnya menghadap ke atas. Ikan-ikan yang mati tidak selalu langsung

mengambang ke permukaan air. Mereka bisa saja tinggal sebentar di dasar air, baru nanti akan mengapung ke permukaan setelah gas-gas hasil proses dekomposisi terbentuk (Ikhsandra, 2011)

Edible Portion adalah suatu bagian ikan yang dapat kita makan mulai dari ujung insang terluar sampai pangkal sirip ekor. Bagian tubuh ikan yang utama untuk kita makan adalah otot atau urat yang disebut sebagai daging ikan. Jika masih hidup dinamakan muscle, sedangkan yang sudah mati dinamakan meat atau daging (Sudarmadji, 1996).

Besarnya edible portion pada masing-masing ikan berbeda beda tergantung pada bentuk umur dan keadaan ikan pada waktu tertangkap, yaitu sebelum atau sesudah pemijahan. Pada bagian tubuh seperti kepala, ekor, sirip dan isi perut umumnya tidak digunakan sebagai bahan makanan. Sedangkan pada bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang pangkal sirip dada dan pangkal sirip depan banyak mengandung daging dan otot sebagai jaringan pengikat (Irawan, 1995).

Tanda ikan yang masih segar diantaranya daging kenyal, mata jernih menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut kuat, dan bau ikan segar. Sedangkan tanda ikan yang sudah busuk yaitu mata suram dan tenggelam, sisik suram dan mudah lepas, warna kulit suram dengan lendir tebal, insang berwarna kelabu dengan lendir tebal, dinding perut lembek, warna keseluruhan suram, dan

berbau busuk. Pada sampel ikan banjar yang diamati dilihat dari fisiknya ikan masih dalam keadaan segar.

Tabel 12. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)

Penanganan pasca mortem ikan dapat dilakukan dengan pendinginan. Suhu berperan penting dalam penanganan pasca mortem. Proses refrigerasi dibagi menjadi 2 tahap yakni pendinginan (chilling) yaitu penurunan suhu mencapai 0oC dan tahap pembekuan (freezing) yaitu penurunan suhu dari 0oC sampai jauh di bawah 0oC. Selain itu juga dilakukan penangan menggunakan suhu tinggi, mengurangi kadar air, dan menggunakan ruang hampa udara.

Masa jenis ikan hanya sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan air, yang merupakan habitat mereka. Ikan juga memiliki daya apung yang hampir netral, yang berarti gaya yang bekerja terhadap ikan untuk membuatnya

tenggelam kurang lebih sama dengan gaya di dalam ikan yang menyebabkan ikan tersebut mengapung. Hal ini juga berarti bahwa ikan tidak perlu bekerja dan mengerahkan energi terlalu banyak untuk dapat mengambang atau tenggelam di air. Ketika ikan telah mati, udara tetap berada dalam kandung kemih berenang ini. Udara tersebut kemudian dilepaskan selama proses dekomposisi atau penguraian tubuh ikan. Udara yang dilepaskan tersebut kemudian akan mengisi rongga-rongga dalam tubuh ikan seperti usus yang selanjutnya menjadi "balon" karena terisi penuh dengan udara dan membuat ikan mengapung ke permukaan. Karena sebagian besar massa ikan berupa tulang dan otot pada sisi dorsal atau punggung ikan, dan sisi perutnya menjadi "balon", ikan cenderung untuk mengambang secara terbalik. Namun ikan tidak selalu mengapung ke permukaan dengan segera setelah mati. Mereka mungkin tergeletak di dasar air untuk sementara waktu sampai udara terkumpul di rongga tubuhnya dan dapat membuatnya mengambang (Fakhriandi, 2013).

Uji eber digunakan untuk mendeteksi senyawa protein yang akan menghasilkan NH3. Pengujian dilakukan dengan reagen eber yang terdiri dari campuran HCL 1 bagian : alkohol 96 % , 3 Bagian : Ether 1 Bagian. Ikan yang busuk menghasilkan gas NH3 yang kemudian bereaksi dengan alkohol dan menghasilkan gelembung yaitu NH4Cl (Gatotleo, 2009).

Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan

oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan oksidasi. Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri (Khikmawati, 2012).

Prinsip dasar uji Postma adalah dengan mendeteksi pelepasan NH3 akibat denaturasi protein daging dengan menggunakan indikator kertas lakmus. Hasil positif hanya ditunjukkan oleh sampel daging busuk, yaitu dengan adanya perubahan warna kertas lakmus pada tabung reaksi. Daging yang sudah mulai membusuk akan mengeluarkan gas NH3. NH3 bebas akan mengikat reagen MgO dan menghasilkan NH3OH. Pada daging yang segar tidak terbentuk NH3OH karena belum adanya NH3 yang bebas. MgO merupakan ikatan kovalen rangkap yang sangat kuat sehingga walaupun terdapat unsur basa pada MgO, unsur basa tersebut tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika ada NH3 maka ikatan tersebut akan terputus sehingga akan terbentuk basa lemah NH3OH yang akan merubah warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.

Pada percobaan kali ini dilakukan juga uji H2S, dimana pengujian ini dilakukan untuk melihat adanya gas H2S yang terbentuk pada awal pembusukan. Pb asetat ditambahkan pada sample akan membentuk PbS yang berwarna hitam.

Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb asetat tersebut. Kelemahan uji ini yaitu bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia.

Selama masih hidup, tubuh ikan memliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme. Setelah ikan mengalami kematian, proses pembusukan cepat terjadi, tubuh ikan mengandung protein dan air cukup tinggi, sehingga merupakan media yg baik bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan mikroorganisme lain, daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon), sehingga proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pd produk ternak atau hewan darat lainnya. Bagian tubuh ikan yg paling banyak mengandung bakteri adalah di bagian usus, insang dan kulit. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup.Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri. Pseudomonas, Alkaligenes, Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, dan Bacillus. Selain yang disebutkan diatas, bakteri yang terdapat pada ikan air tawar juga mencakup jenis bakteri Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium, dan Streptococcus.

Selama penyimpanan pada suhu rendah, bakteri Pseudonomas, Aeromonas, Miraxlla, dan Acetobacter meningkat dengan cepat dibandingkan dengan organisme lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri-bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Proses perubahan kesegaran daging pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah coklat kusam. bau tengik ini dapat merugikan, baik pada proses pengolahan maupun pengawetan, karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya (Anonim, 2014).

.

Dalam dokumen Laporan Susu, Daging, Dan Hasil Perikanan (Halaman 24-34)

Dokumen terkait