• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Susu, Daging, Dan Hasil Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Susu, Daging, Dan Hasil Perikanan"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

SUSU, DAGING, DAN HASIL PERIKANAN

Oleh :

Nama : Hadi Purnama

NRP : 123020406

Kelompok : B

No. Meja : 5 (Lima)

Asisten :

Tanggal Percobaan : 21 Desember 2014

LABORATORIUM PENGETAHUAN BAHAN PANGAN

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG

2014

I.

PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.

I.1. Latar Belakang Percobaan I.1.1. Susu

(2)

Dasar dari ilmu pengetahuan dan teknologi produksi susu adalah air susu, karena air susu adalah bahan baku dari semua produk susu. Susu, sebagian besar digunakan sebagai produk pangan. Dipandang dari segi gizi, susu merupakan yang hampir sempurna dan merupakan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, di mana susu merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah kelahiran. Susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui (Buckle,dkk., 1987).

Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tulang menjadi kuat, diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor, vitamin D, vitamin C dan besi. Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandung zat-zat gizi penting lainnya yang dapat meningkatkan status gizi (Suryono, 2014).

Susu adalah suatu sekresi yang komposisinya sangat berbeda dari komposisi darah yang merupakan asal susu. Misalnya lemak susu, kasein, laktosa yang disintesa oleh alveoli dalam ambing, tidak terdapat di tempat lain mana pun dalam tubuh sapi. Sejumlah besar darah harus mengalir melalui alveoli dalam pembuatan susu yaitu sekitar 50 kg darah yang dibutuhkan untuk menghasilkan 30 liter susu (Buckle,dkk., 1987).

(3)

I.1.2. Daging

Menurut Departemen Perdagangan RI Daging ialah urat daging atau otot daging yang melekat pada rangka, kecuali urat daging pada bagian bibr, hidung, dan telinga, yang berasal dari hewan sehat sewaktu dipotong. Menurut food and drug (FAD) administration, daging merupakan bagian tubuh yang berasal dari ternak sapi, kambing, atau domba yang dipotong dalam keadaan sehat dan cukup umur, tetapi hanya terbatas pada bagian muskulus yang berserat yaitu yang berasal dari muskulus skeletal atau lidah, diafragma, jantung, dan useofogus(yakni pembuluh makanan yang yang menghubungkan mulut dengan perut) dan tidak termasuk bibir, hidung, atau pada telinga dengan atau tanpa lemak yang menyertainya, serta bagian-bagian dari tulang, urat, urat saraf, dan pembuluh-pembuluh darah (Fakhriana, 2014).

Daging unggas adalah sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Selain itu, serat-serat dagingnya pendek dan lunak, sehingga mudah dicerna. Daging juga dapat diartikan merupakan salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dimana protein daging mengandung susunan asam amino yang lengkap. Secara umum konsumsi protein dalam menu rakyat Indonesia sehari-hari masih dibawah kebutuhan minimum, terutama protein hewani. Rendahnya jumlah yang dikonsumsi disebabkan oleh harga protein hewani yang relatif lebih mahal dan sumber dayanya yang terbatas (Muchtadi, 1992).

(4)

Banyak sekali komoditi pangan yang dihasilkan dari perairan antara ikan, udang, kerang atau tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. Ikan pada umumnya lebih banyak dikenal dari pada hasil perikanan lainnya karena jenis tersebut yang paling banyak ditangkap dan dikonsumsi. Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena mengandung protein cukup tinggi sehingga sering digolongkan sebagai sumber protein (Muchtadi, 1992).

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Sebagai bahan pangan, daging ikan mengandung zat gizi yang sangat berguna bagi manusia berupa protein, lemak, sedikit karbohidrat, vitamin dan garam-garam mineral. Ikan dan hasil perikanan lainnya memiliki bentuk dan rasa yang spesifik, serta memberikan daya tarik yang khas, sehingga banyak disukai. Sifat segar hasil perikanan umumnya lebih banyak disukai dari pada sifat sesudah mengalami perlakuan pengolahan, karena rasa, cita rasa, sifat fisik dan kimiawinya belum banyak berubah. Oleh karenanya penanganan ikan pasca panen dengan metode pendinginan dan atau pembekuan, merupakan salah satu cara untuk mempertahankan tingkat kesegaran ikan. Komponen protein merupakan komponen terbesar setelah air. Karena jumlahnya yang cukup banyak, maka ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat potensial dan hampir semuanya dibutuhkan oleh manusia. Kandungan protein ikan terdiri dari asam amino esensial dan asam amino non-esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang diperlukan oleh tubuh dan harus diberikan dari

(5)

luar, karena tubuh manusia tidak dapat membuat (mensintesa), sedangkan asam amino non-esensial dapat dibentuk di dalam tubuh manusia.(Aziz, 2012).

I.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari pengamatan uji kelengketan adalah untuk mengetahui sifat lengket yang menunjukan adanya kasein di dalam susu. Tujuan dari pengamatan uji asiditas adalah untuk mengetahui jumlah sam laktat yang ada pada susu. Tujuan dari pengamatan uji berat jenis adalah untuk mengetahui berat jenis pada susu. Tujuan dari pengamatan uji alcohol adalah untuk mengindikasikan adanya kalsium dan magnesium dalam susu dengan kadar di atsa 0,21%. Tujuan dari pengamatan uji katalase adalah untuk mengetahui keaslian dari susu mentah.

Tujuan dari pengamatan water holding capacity adalah untuk mengetahui kualitas daging.

Tujuan dari pengamatan fisik hasil perikanan adalah untuk mengetahui struktur fisik hasil perikanan sehingga dapat diketahui cara penanganan atau pengolahan. Tujuan dari pengamatan edible portion adalah untuk mengetahui berat bagian dari ikan yang dapat dimakan. Tujuan dari pengamatan kesegaran ikan adalah untuk mengetahui mutu dari kesegaran ikan secara subjektif dan objektif.

1.3. Prinsip Percobaan

Prinsip dari pengamatan uji kelengketan yaitu berdasarkan adanya casein yang mempunyai sifat lengket. Prinsip dari pengamatan uji asiditas berdasarkan titrasi alkali ynag didasarkan pada reaksi penetralan asam basa. Prinsip dari pengamatan uji berat jenis pada susu yaitu berdasarkan Hukum Archimedes yaitu

(6)

jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut mendapatkan tekanan keatas sesuai dengan berat volume yang dipindahkan/ di isi. Prinsip dari pengamatan uji alcohol pada susu yaitu terkoagulasinya susu dengan penambahan alcohol. Prinsip dari pengamatan uji katalase yaitu berdasarkan pada enzim katalase yang dapat mendekomposisi hidrogen peroksida menjadi molekul air dan karbondioksida.

Prinsip dari pengamatan water holding capacity (WHC) yaitu berdasarkan kemampuan daging dalam mengikat air bebas.

Prinsip dari pengamatan fisik hasil perikanan yaitu berdasarkan karakteristik fisik hasil perikanan dilihat dari bentuk, warna, dan struktur bagian dalam atau daging. Prinsip dari pengamatan edible portion yaitu berdasarkan perbandingan berat bagian yang dapat dimakan dan berat utuh dari ikan. Prinsip dari pengamatan kesegaran ikan yaitu berdasarkan pengamatan fisik secara subjektif yang dilihat dari (warna, keadaan mata, kulit, tekstur, insang dan aroma) dan objektif dengan uji eber, uji postma dan uji H2S.

II.

METODOLOGI PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan yang gigunakan, (2) Alat-alat yang digunakan, dan (3) Metode Percobaan.

(7)

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan pengetahuan bahan pangan susu, daging, dan hasil perikanan adalah susu (sample A), larutan NaOH, Fenolftalein 1 %, alkohol 75 %, larutan H2O2 2 %, sampel karkas ayam bagian

paha bawah, sampel ikan banjar, reagen eber, MgO dan PbAc. 2.2. Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan bahan pangan adalah pisau, timbangan, tabung reaksi, kawat, lakmus merah, gelas kimia, bunsen, gabus, cawan petri, kertas saring, lakmus merah, pipet tetes, kaca obyek, laktodesimeter, gelas ukur, penangas air, erlenmeyer, buret, plat tetes, dan stopwatch. talenan, pisa, dan air.

2.3. Prosedur Percobaan

2.3.1. Uji Kelengketan

Gambar 1. Prosedur Uji Kelengketan

(8)

Gambar 2. Prosesdur Uji Asiditas

2.3.3. Uji Berat Jenis

Gambar 3. Prosedur Uji Berat Jenis

2.3.4. Uji Alkohol

Gambar 4. Prosedur Uji Alkohol

(9)

Gambar 5. Prosedur Uji Katalase

2.3.6. Pengamatan Water Holding Capacity (WHC)

Gambar 6. Prosedur Pengamatan Water Holding Capacity (WJC)

2.3.7. Pengamatan Fisik Hasil Perikanan

Gambar 7. Prosedur Pengamatan Fisik Hasil Perikanan

(10)

Gambar 8. Prosedur Pengamatan Edible Portion

2.3.9. Pengamatan Kesegaran Ikan

Gambar 9. Prosedur Pengamatan Kesegaran Ikan III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

(11)

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.

2.4. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pengetahuan bahan pangan susu, daging, dan hasil perikanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Kelengketan (Adhesiveness)

Keterangan Hasil

Sampel Susu A

Hasil ( - )

Keterangan Kertas melekat di cawan petri

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Asiditas dengan Titrasi

Keterangan Hasil Sampel Susu A V NaOH 9,70 ml N NaOH 0,1 N Berat Sampel (g/ ml) 18 ml % Asam Laktat 0,485%

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Asiditas dengan pH Meter

Keterangan Hasil

Sampel Susu A

Hasil ( + )

Keterangan Suasana asam (tidak segar)

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

(12)

Keterangan Hasil

Sampel Susu A

Skala Laktodensimeter 35

Suhu 15 oC

Berat Jenis 1,03547

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Alkohol

Keterangan Hasil

Sampel Susu A

Hasil ( + )

Keterangan Terjadi koagulasi

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 6. Hasil Pengamatan Uji Katalase

Keterangan Hasil

Sampel Susu A

Hasil ( - )

Keterangan Tidak ada gelembung

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 7. Hasil Pengamatan Uji WHC (Water Holding Capacity) pada Daging

Keterangan Hasil

Sampel Karkas Ayam (Paha Bawah)

Berat Sampel 2,0 g

Luas Noda 16

% WHC 8,03%

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

(13)

Keterangan Hasil

Sampel Ikan Banjar

Berat 95,6 g

Gambar

Kulit Cangkang

Bentuk Lonjong

Warna Kulit Atas: Biru

Bawah: Putih Kekuningan Warna Daging Merah Muda

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 9. Hasil Pengamatan Edible Portion Ikan

Keterangan Hasil

Sampel Ikan Banjar

Berat Utuh 95,6 g

Berat Daging 61,8 g

% Edible Portion 64,64%

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

Tabel 10. Hasil Pengamatan Kesegaran Ikan Secara Subjektif

Keterangan Hasil

Sampel Ikan Banjar

Warna Atas: Biru

Bawah: Putih Kekuningan

Mata Jernih

Kulit Kesat

Tekstur Daging Kenyal

Sisik Cangkang

Insang Merah Pucat

Aroma Khas Ikan Banjar

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014).

(14)

Sampel Ikan Banjar

Pengujian Hasil Keterangan

Eber ( + ) Terdapat gas/ gelembung berwarna putih Postma ( + ) Lakmus merah berubah warna menjadi biru

H2S ( - ) Tidak terbentuk noda coklat

(Sumber : Kelompok B, Meja 5, 2014). 2.5. Pembahasan

2.5.1. Susu

Pengamatan berdasarkan uji kelengketan susu dapat diketahui bahwa sample susu A melekat pada cawan petri, hal itu dikarenakan pada susu mempunyai kandungan protein susu yang dikenal dengan kasein, dimana sifat kasein pada susu mempunyai daya adhesive pada susu tersebut sehingga pada waktu air susu diteteskan pada kertas maka air susu dapat melengketkan kertas dengan adanya protein yang terkandung pada air susu yang sesuai dengan sifat protein tersebut yang dapat melekatkan. Perubahan kimia susu sesudah pemerahan berhubungan erat dengan perubahan mikrobiologinya, antara lain perubahan asiditas (pH), perubahan komposisi kimia, pembentukan senyawa-senyawa volatile, serta perubahan potensial oksidasi-reduksi. Kasein adalah protein utama susu yang jumlahnya mencapai kira-kira 80% dari total protein. Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang disebut micelles (Buckle, dkk., 1987).

Kasein merupakan protein yang bermutu tinggi karena mengandung semua asam-asam amino esensial. Karena itu kasein baik dalam susu maupun dalam susu

(15)

maupun dalam produk-produk olahan susu merupakan komponen yang penting. Kasein dalam susu terdiri dari tiga fraksi yang berbeda, yaitu α-kasein, β-kasein dan γ-kasein. Tiap fraksi mengambil bagian berturut-turut sekitar 75 persen, 22 persen dan 3 persen. Kandungan protein pada ASI adalah 8,9 g/liter sedang susu sapi sebesar 33,1 g/liter dan kandungan kasein pada ASI 2,5 g/l sedang susu sapi sebesar 27,3 g/l.

Pengamatan berdasarkan asiditas dengan cara titrasi dengan penambahan larutan NaOH yaing berfungsi untuk mengikat susu dalam suasana basa. Penambahan pp 1% adalah sebagai indikator terjadinya perubahan warna saat titrasi. Asam laktat pada susu berasal dari laktosa yang diubah oleh bakteri asam laktat seperti Streptococcus lactis atau Lactobacillus. Oleh adanya asam laktat, susu menjadi asam, dan akhirnya mempengaruhi pH susu. Transformasi laktosa menjadi asam laktat tidak kuantitatif, artinya tidak seluruh laktosa diubah menjadi asam laktat, melainkan dihasilkan juga produk-produk lain seperti asam, aldehid, alkohol, dll. pH standar untuk susu segar yaitu berkisar pH 6,3 - 6,8.

Pengamatan berdasarkan berat jenis susu adalah untuk mengetahui susu dipasteurisasi dengan benar atau tidak, atau terjadi pemalsuan susu dengan penambahan air atau air tajin. Susu segar dihomogenisasi dulu pada magnetic stirrer untuk menyatukan semua komponen dalam susu. Berat jenis susu ditentukan dengan menggunakan laktodensimeter atau laktometer. Laktodensimeter adalah hidrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hukum Archimides yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam suatu cairan, maka benda tersebut akan

(16)

mendapat tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan (diisi). Jika laktometer dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya, maka laktometer akan tenggelam lebih dalam, dibandingkan jika laktodensimeter tersebut dicelupkan ke dalam susu yang berat. Berat jenis susu rata-rata 1,032 atau berkisar antara 1,027-1,035. Semakin banyak lemak susu semakin rendah berat jenisnya, semakin banyak persentase bahan padat bukan lemak, maka semakin berat susu tersebut (Dharma, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan berat jenis susu adalah factor komposisi susu itu sendiri, yang terdiri dari protein 1.346, lemak 0.93, laktosa 1.666, gas dan mineral dalam susu 4.12 (Eckles, dkk., 1957).

Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis susu, antara lain : 1. Susunan air susu

Dalam hal ini yang menentukan ialah kadar bahan keringnya, semakin tinggi kadar

berat jenis dalam air susu maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya dan demikian pula sebaliknya.

2. Temperatur

Air susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, volume air susu pun mengembang pula menjadi ringan, dan sebaliknya dengan pendinginan, air susu akan menjadi padat sehingga per Faktor-faktor yang mempengaruhi berat jenis susu, antara lain :

(17)

Dalam hal ini yang menentukan ialah kadar bahan keringnya, semakin tinggi kadar

berat jenis dalam air susu maka akan semakin tinggi pula berat jenisnya dan demikian pula sebaliknya.

4. Temperatur

Air susu akan mengembang pada suhu yang semakin tinggi, volume air susu pun mengembang pula menjadi ringan, dan sebaliknya dengan pendinginan, air susu akan menjadi padat sehingga perkesatuan volume akan menjadi lebih berat. Oleh karena itu di Indonesia berat jenis air susu itu ditetapkan pada temperatur 27,5 (suhu kamar), atau untuk mengukur seperti yang dikehendaki, temperaturnya harus disesuaikan lebih dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki berat jenis 1,027-1,031 pada temperatur 27,5˚C (Bertha, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu, antara lain : a. Faktor keturunan b. Faktor makanan c. Pengaruh iklim d. Pengaruh suhu e. Waktu laktasi f. Prosedur pemerahan g. Pengaruh umur sapi, dan

h. Waktu pemerahan (Muchtadi, 2010).

Susu merupakan produk peter-nakan yang mudah dipalsukan. Pemalsuan yang terjadi mulai dari dengan penambahan air, penambahan santan, penambahan air

(18)

tajin, penambahan susu dengan susu kaleng, penambahan dengan soda kue maupun dengan menambahkan formalin (Nurhudafaisal, 2012).

a. Pemalsuan susu dengan santan, terlihat gumpalan lemak santan bila menggunakan mikroskop. Hal ini terjadi karena santan memiliki molekul lemak yang lebih besar dibandindingkan lemak susu karena molekul lemak nabati lebih besar dibanding molekul lemak hewani. Bila diamati dengan mikroskop, maka penampakan molekul lemak menjadi tidak seragam (heterogen). Lemak pada susu normalnya berkisar antara 3-8%. Selain itu, pemalsuan susu dengan santan menyebabkan susu akan berbau seperti kelapa.

b. Pemalsuan susu dengan penambahan air. Penambahan air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu. Sampel susu yang dicampur air akan menurunkan berat jenis susu mendekati air yaitu sebesar 1 dan menurunkan titik didih susu mendekati titik didih air. Selain itu, dengan menambahkan air pada susu maka akan menurunkan kadar lemak, protein dan kadnungan bahan keringnya.

c. Pemalsuan susu dengan tajin. Air tajin memiliki keuntungan untuk memalsukan susu, diantaranya warnanya yang putih dan air tajin masih mengandung vitamin dan karbohidrat yang berasal dari beras. Pada pemalsuan dengan meng-gunakan air tajin, reaksi positif penambahan akan menimbulkan warna biru dan kuning

(19)

untuk hasil negatif penambahan. Warna biru yang terbentuk merupakan hasil reaksi antara amilum dengan lugol.

d. Pemalsuan susu dengan soda kue. Soda kue bila bereaksi dengan air akan mejadi persamaan berikut :

Gas CO2 hasil reaksi akan menimbulkan buih dan secara tidak langsung

menaikkan volume susu.

e. Pemalsuan susu dengan campuran susu kaleng maupun susu kental manis merupakan pemalsuan yang mudah dan cukup efektif. Hal ini dikarenakan pada susu yang ditambahkan tidak terjadi perubahan warna maupun bau. Namun, penambahan dengan susu kaleng membuat sampel susu terasa lebih manis (Nurhudafaisal, 2012).

kesatuan volume akan menjadi lebih berat. Oleh karena itu di Indonesia berat jenis air susu itu ditetapkan pada temperatur 27,5 (suhu kamar), atau untuk mengukur seperti yang dikehendaki, temperaturnya harus disesuaikan lebih dahulu. Air susu yang baik atau normal memiliki berat jenis 1,027-1,031 pada temperatur 27,5˚C (Bertha, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu, antara lain : i. Faktor keturunan j. Faktor makanan k. Pengaruh iklim l. Pengaruh suhu NaHCO3 + CH3COOH → CH3COONa + H2O + CO2

(20)

m.Waktu laktasi n. Prosedur pemerahan o. Pengaruh umur sapi, dan

p. Waktu pemerahan (Muchtadi, 2010).

Susu merupakan produk peter-nakan yang mudah dipalsukan. Pemalsuan yang terjadi mulai dari dengan penambahan air, penambahan santan, penambahan air tajin, penambahan susu dengan susu kaleng, penambahan dengan soda kue maupun dengan menambahkan formalin (Nurhudafaisal, 2012).

f. Pemalsuan susu dengan santan, terlihat gumpalan lemak santan bila menggunakan mikroskop. Hal ini terjadi karena santan memiliki molekul lemak yang lebih besar dibandindingkan lemak susu karena molekul lemak nabati lebih besar dibanding molekul lemak hewani. Bila diamati dengan mikroskop, maka penampakan molekul lemak menjadi tidak seragam (heterogen). Lemak pada susu normalnya berkisar antara 3-8%. Selain itu, pemalsuan susu dengan santan menyebabkan susu akan berbau seperti kelapa.

g. Pemalsuan susu dengan penambahan air. Penambahan air pada susu merupakan cara yang paling sederhana, namun paling mudah pula diketahui. Pada kasus pemalsuan susu dengan air, cukup mencelupkan alat laktodensimeter ke dalam susu. Jika berat jenis yang terlihat jauh dari 1,028 maka susu dimungkinkan telah diencerkan dengan air. Susu yang dipalsukan dengan air terlalu banyak akan menimbulkan bercak biru pada susu. Sampel susu yang dicampur air akan menurunkan berat jenis susu mendekati air yaitu sebesar 1 dan menurunkan titik didih susu mendekati titik didih air. Selain itu, dengan menambahkan air pada

(21)

susu maka akan menurunkan kadar lemak, protein dan kadnungan bahan keringnya.

h. Pemalsuan susu dengan tajin. Air tajin memiliki keuntungan untuk memalsukan susu, diantaranya warnanya yang putih dan air tajin masih mengandung vitamin dan karbohidrat yang berasal dari beras. Pada pemalsuan dengan meng-gunakan air tajin, reaksi positif penambahan akan menimbulkan warna biru dan kuning untuk hasil negatif penambahan. Warna biru yang terbentuk merupakan hasil reaksi antara amilum dengan lugol.

i. Pemalsuan susu dengan soda kue. Soda kue bila bereaksi dengan air akan mejadi persamaan berikut :

Gas CO2 hasil reaksi akan menimbulkan buih dan secara tidak langsung

menaikkan volume susu.

j. Pemalsuan susu dengan campuran susu kaleng maupun susu kental manis merupakan pemalsuan yang mudah dan cukup efektif. Hal ini dikarenakan pada susu yang ditambahkan tidak terjadi perubahan warna maupun bau. Namun, penambahan dengan susu kaleng membuat sampel susu terasa lebih manis (Nurhudafaisal, 2012).

Uji alkohol merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur kualitas susu. Susu yang mengandung 0.21% asam atau mengandung Ca dan Mg dalam jumlah tinggi akan terkoagulasi dengan penambahan alkohol 75%. Hal ini berarti

NaHCO3 + CH3COOH →

(22)

kesegaran susu sudah mulai menurun. Sebaliknya jika dengan penambahan alkohol tidak terajadi gumpalan, berarti air susu tidak mengandung Ca dan Mg lebih dari 0,21% dan dapat disimpulkan bahwa susu masih segar. Susu yang mulai asam akan terganggu kestabilan interaksi Antara air dengan kasein sehingga apabila susu dicampur dengan alcohol yang mempunyai sifat agensia dehidrasi (menarik air) maka protein tersebut akan terkoagulasi sehingga akan timbul pecahan/ butiran/ gumpalan pada susu tersebut. Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa semakin kurang jumlah alcohol dengan kepekatan tertentu yang dibutuhkan untuk memecahkan susu dengan jumlah yang sama.

Uji katalase digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas bakteri dan mikroba dalam susu. Katalase adalah enzim yang ditemukan pada berbagai makan salah satunya terdapat dalam susu. Aktivitas katalase akan meningkat dengan semakin tingginya populasi bakteri. Pada uji ini penambahan H2O2 berfungsi untuk mengetahui keberadaan mikroba dalam susu, dimana jika

dalam sampel susu banyak mengandung mikroba, maka susu akan membebaskan enzim katalase. Enzim katalase ini dibentuk oleh sel-sel polimorf, mikroba, reruntuhan seimbang dan zat-zat organik yang terdapat dalam susu. Bakteri yang memiliki kemampuan memecah H2O2 dengan enzim katalase akan segera

membentuk suatu sistem pertahanan dari toksik H2O2 yang dihasilkannya sendiri.

H2O2 dipecah menjadi H2O dan O2 dimana parameter yang menunjukkan adanya

aktivitas katalase tersebut adalah adanya gelembung-gelembung oksigen seperti pada percobaan yang telah dilakukan. Volume O2 yang bertambah tinggi

(23)

hubungannya dengan jumlah kuman, semakin tinggi jumlah kuman, maka kualitas susu tersebut semakin jelek sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu dalam pengolahan susu murni harus dilakukan dulu uji katalase, untuk mengetahui seberapa banyak bakteri dan mikroba negative yang ada dalam susu tersebut..

2.5.2. Daging

Karkas adalah bagian tubuh unggas tanpa dara, bulu, kepala, kaki dan organ dalam. Bentuk pemotongan ayam ada 2 macam yaitu, “New York Dressed”, 10 % hilang dari berat tubuh dan “Ready to Cock”,25 %hilang dari bobot tubuh. Karkas dari komponennya yaitu otot, tulang, lemak dan kulit. Karkas unggas khususnya ayam merupakan bentuk komoditi yang paling banyak dan umum diperdagangkan. Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan, biasanya dihasilkan setelah melalui tahap inpeksi ante mortem, penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing (pemotongan kaki, pengambilan jeroan, pencucian). Karkas ayam merupakan bentuk keseluruhan ayam potong tanpa bulu, kepala, kaki dan jeroan (Muchtadi, 1992).

Water Holding Capacity (WHC) adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air bebasnya pada saat diberikan tekanan dari luar (seperti pemanasan, penggilingan atau pengepressan). Banyak dari sifat fisik daging termasuk warna, tekstur dan kekerasan dari daging mentah, dipengaruhi oleh WHC daging.

Setelah ternak disembelih akan terjadi peroses konversi otot menjadi daging berupa proses fisikokimia yaitu perubahan dari energi fisik menjadi energi kimiawi yang ditandai dengan kekakuan mayat/ rigor mortis. Setelah kekauan

(24)

mayat daging akan memasuki fase pasca rigor, dan berangsur mengalami proses pembusukan seiring dengan peningkatan pH daging (Abustam, 2009).

Menurunnya daya ikat air pada daging ditandai dengan adanya cairan yang disebut weep. Penurunan daya ikat air pada daging ini dapat terjadi pada daging segar yang belum dibekukan, daging beku yang disegarkan kembali, atau pada kerut daging yang telah dimasak. Penurunan daya ikat air pada daging segar akan membuat permukaan daging basah, serabut otot mengecil, dan daging terlihat pucat. Air pada permukaan daging ini akan menghalangi opksigen masuk ke dalam daging. Tetapi jika daya ikat air meningkat dengan nilai diatas normal, maka warna daging cenderung gelap. Hal ini disebabkan oleh membesarnya serabut otot.

Faktor yang mempengaruhi daya ikat air diantaranya yaitu pH, perlakuan maturasi, pemasakan atau pemanasan, suhu, kelembabab, penyimpanan, kesehatan ternak, perlakuan sebelum pemotongan, dan lemak intramuskuler. Selain itu ada juga factor bilogi seperti jenis otot, jenis ternak, jenis kelamin, dan umur ternak (Anonim, 2011).

Ada tiga bentuk ikatan air di dalam otot yakni air yang terikat secara kimiawi oleh protein otot sebesar 4 – 5% sebagai lapisan monomolekuler pertama, kedua air terikat agak lemah sebagai lapisan kedua dari molekul air terhadap grup hidrofilik, sebesar kira-kira 4%, dimana lapisan kedua ini akan terikat oleh protein bila tekanan uap air meningkat. Ketiga dalah adalah lapisan molekul-molekul air bebas diantara molekul protein, besarnya kira-kira 10% (Abustam, 2009).

(25)

Pada percobaan ini digunakan sampel ikan banjar. Ikan banjar dikenal dengan ikan kembung adalah nama sekelompok ikan yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scombridae, kerajaan Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau banyara. Dari sini didapat sebutan kembung banjar (Anonim, 2014).

Komposisi kimia ikan tergantung pada umur/ jenis kelamin, kedewasaan, makanan, lokasi penangkapan, suhu air, musim penangkapan, dan aktivitas. Komposisi kimia pada ikan meliputi kadar air 78-82 %, protein 18-20 %, lemak 1-4 %, mineral 1-1,3 %, karbohidrat 0.05-0.085 %, dan vitamin (Pramono, 2013).

Gambar 10. Bagian-Bagian Ikan Ada 10 sistem anatomi pada tubuh ikan :

1. Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar racun, kelenjar

lendir,dan sumber-sumber pewarnaan.

2. Sistem otot (urat daging): - penggerak tubuh, sirip-sirip, insang.

(26)

3. Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot; pelindung organ-organ

dalam dan penegak tubuh.

4. Sistem pernapasan (respirasi): organnya terutama insang; ada organ-organ

tambahan.

5. Sistem peredaran darah (sirkulasi) : - organnya jantung dan sel-sel darah.

- mengedarkan O2, nutrisi, dsb. 6. Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut – anus.

7. Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.

8. Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon; untuk pertumbuhan, reproduksi,

dsb.

9. Sistem ekskresi dan osmoregulasi : organnya terutama ginjal.

10.Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina.

Secara sederhana, pengamatan terhadap ciri-ciri ikan segar dapat dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan, penciuman, dan peraba.  Ikan yang segar memiliki daging yang kenyal, tidak empuk, badan kaku, serta

sisik rapi dan rapat.

 Insangnya berwarna merah, dengan mata bersih bersinar dan melotot (tidak tenggelam).

 Bila daging ditekan dengan jari tidak meninggalkan bekas. Pada ikan yang telah dibekukan dan kemudian dibiarkan meleleh (thawing), bekas tekanan akan tampak jelas.

(27)

 Bagian luar ikan yang segar hanya memiliki sedikit lendir atau bahkan tidak berlendir sama sekali, baunya segar dan khas.

 Ikan yang segar akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam air, sedangkan yang telah mulai membusuk akan mengapung.

 Ikan segar bermutu tinggi memiliki bau yang khas dan tidak tajam, kulitnya mengkilap, jika dagingnya dipotong, tampak segar dan tidak kering (Anonim, 2012).

Secara ringkas cara membedakan ikan segar dengan ikan tidak segar dapat dilihat pada tabel.

Dari hasil pengamatan, ikan kembung tergolong ikan tidak segar karena memiliki mata sedikit cembung, tekstur kuranh elastis, ditekan ada bekas jari, dan bau khas kurang segar/amis.

Perubahan biokimia pasca mortem ikan, yaitu pada fase pre-rigor konsentrasi ATP masih cukup tinggi dan energi yang terbentuk masih rendah, tidak cukup untuk mengakibatkan terjadinya peng-gabungan antara aktin dan miosin menjadi aktomiosin, sehingga daging menjadi lunak dan lentur. Pada fase rigor mortis daging menjadi kaku dank eras setelah 1-7 jam ikan mati dan apabila dibekukan terjadi setelah 3-120 jam yang disebabkan terjadinya kontraksi antara aktin dan miosin membentuk aktomiosin. Pada fase rigor akan terjadi relaksasi pada daging yaitu melemasnya kembali daging ikan yang telah mengalami kekakuan yang disebabkan aktomiosin kembali ke bentuk semula yaitu aktin dan miosin. Setelah proses pasca mortem terjadi, maka akan terjadi kerusakan mikrobiologi pada ikan (Muchtadi, 2010).

(28)

Gambar 2. Mekanisme Kerja Perubahan Biokimia Pasca Mortem Ikan

Penanganan pasca mortem untuk memperlambat terjadinya rigor mortis, adalah dengan pendinginan dan pembekuan. Tahap pendinginan (chilling) yakni penurunan suhu mencapai 0oC dan tahap pembekuan (freezing) yakni penurunan

suhu dari 0oC sampai jauh di bawah 0oC (Muchtadi, 2010).

Pada ikan mati, oksigen tetap berada di dalam kantung udara. Selain itu terdapat gas-gas tambahan yang dilepaskan selama proses dekomposisi. Selama proses dekom-posisi, gas-gas akan mengisi rongga tubuh ikan. Akibatnya, perut ikan yang mati akan terlihat seperti balon terisi udara dan ikan pun akan mengambang ke permukaan. Beban atau massa ikan berasal dari tulang dan otot pada bagian belakang. Itu sebabnya posisi ikan saat mati mengambang di air cenderung perutnya menghadap ke atas. Ikan-ikan yang mati tidak selalu langsung

(29)

mengambang ke permukaan air. Mereka bisa saja tinggal sebentar di dasar air, baru nanti akan mengapung ke permukaan setelah gas-gas hasil proses dekomposisi terbentuk (Ikhsandra, 2011)

Edible Portion adalah suatu bagian ikan yang dapat kita makan mulai dari ujung insang terluar sampai pangkal sirip ekor. Bagian tubuh ikan yang utama untuk kita makan adalah otot atau urat yang disebut sebagai daging ikan. Jika masih hidup dinamakan muscle, sedangkan yang sudah mati dinamakan meat atau daging (Sudarmadji, 1996).

Besarnya edible portion pada masing-masing ikan berbeda beda tergantung pada bentuk umur dan keadaan ikan pada waktu tertangkap, yaitu sebelum atau sesudah pemijahan. Pada bagian tubuh seperti kepala, ekor, sirip dan isi perut umumnya tidak digunakan sebagai bahan makanan. Sedangkan pada bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang pangkal sirip dada dan pangkal sirip depan banyak mengandung daging dan otot sebagai jaringan pengikat (Irawan, 1995).

Tanda ikan yang masih segar diantaranya daging kenyal, mata jernih menonjol, sisik kuat dan mengkilat, sirip kuat, warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang, insang berwarna merah, dinding perut kuat, dan bau ikan segar. Sedangkan tanda ikan yang sudah busuk yaitu mata suram dan tenggelam, sisik suram dan mudah lepas, warna kulit suram dengan lendir tebal, insang berwarna kelabu dengan lendir tebal, dinding perut lembek, warna keseluruhan suram, dan

(30)

berbau busuk. Pada sampel ikan banjar yang diamati dilihat dari fisiknya ikan masih dalam keadaan segar.

Tabel 12. Ciri Ikan Segar (SNI 01-2729.1-2006)

Penanganan pasca mortem ikan dapat dilakukan dengan pendinginan. Suhu berperan penting dalam penanganan pasca mortem. Proses refrigerasi dibagi menjadi 2 tahap yakni pendinginan (chilling) yaitu penurunan suhu mencapai 0oC

dan tahap pembekuan (freezing) yaitu penurunan suhu dari 0oC sampai jauh di

bawah 0oC. Selain itu juga dilakukan penangan menggunakan suhu tinggi,

mengurangi kadar air, dan menggunakan ruang hampa udara.

Masa jenis ikan hanya sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan air, yang merupakan habitat mereka. Ikan juga memiliki daya apung yang hampir netral, yang berarti gaya yang bekerja terhadap ikan untuk membuatnya

(31)

tenggelam kurang lebih sama dengan gaya di dalam ikan yang menyebabkan ikan tersebut mengapung. Hal ini juga berarti bahwa ikan tidak perlu bekerja dan mengerahkan energi terlalu banyak untuk dapat mengambang atau tenggelam di air. Ketika ikan telah mati, udara tetap berada dalam kandung kemih berenang ini. Udara tersebut kemudian dilepaskan selama proses dekomposisi atau penguraian tubuh ikan. Udara yang dilepaskan tersebut kemudian akan mengisi rongga-rongga dalam tubuh ikan seperti usus yang selanjutnya menjadi "balon" karena terisi penuh dengan udara dan membuat ikan mengapung ke permukaan. Karena sebagian besar massa ikan berupa tulang dan otot pada sisi dorsal atau punggung ikan, dan sisi perutnya menjadi "balon", ikan cenderung untuk mengambang secara terbalik. Namun ikan tidak selalu mengapung ke permukaan dengan segera setelah mati. Mereka mungkin tergeletak di dasar air untuk sementara waktu sampai udara terkumpul di rongga tubuhnya dan dapat membuatnya mengambang (Fakhriandi, 2013).

Uji eber digunakan untuk mendeteksi senyawa protein yang akan menghasilkan NH3. Pengujian dilakukan dengan reagen eber yang terdiri dari campuran HCL 1 bagian : alkohol 96 % , 3 Bagian : Ether 1 Bagian. Ikan yang busuk menghasilkan gas NH3 yang kemudian bereaksi dengan alkohol dan

menghasilkan gelembung yaitu NH4Cl (Gatotleo, 2009).

Proses kerusakan ikan segar merupakan proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan

(32)

oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan meliputi perubahan pre rigor, rigor mortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan oksidasi. Proses kemunduran mutu kesegaran ikan akan terus berlangsung jika tidak dihambat. Cepat lambatnya proses tersebut sangat dipengaruhi oleh banyak hal, baik faktor internal yang lebih banyak berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri maupun eksternal yang berkaitan dengan lingkungan dan perlakuan manusia. Faktor biologis (internal) tidak mudah ditangani karena berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri (Khikmawati, 2012).

Prinsip dasar uji Postma adalah dengan mendeteksi pelepasan NH3 akibat

denaturasi protein daging dengan menggunakan indikator kertas lakmus. Hasil positif hanya ditunjukkan oleh sampel daging busuk, yaitu dengan adanya perubahan warna kertas lakmus pada tabung reaksi. Daging yang sudah mulai membusuk akan mengeluarkan gas NH3. NH3 bebas akan mengikat reagen MgO

dan menghasilkan NH3OH. Pada daging yang segar tidak terbentuk NH3OH

karena belum adanya NH3 yang bebas. MgO merupakan ikatan kovalen rangkap

yang sangat kuat sehingga walaupun terdapat unsur basa pada MgO, unsur basa tersebut tidak lepas dari ikatan rangkapnya. Jika ada NH3 maka ikatan tersebut

akan terputus sehingga akan terbentuk basa lemah NH3OH yang akan merubah

warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.

Pada percobaan kali ini dilakukan juga uji H2S, dimana pengujian ini

dilakukan untuk melihat adanya gas H2S yang terbentuk pada awal pembusukan.

(33)

Uji H2S pada dasarnya adalah uji untuk melihat H2S yang dibebaskan oleh bakteri

yang menginvasi daging tersebut. H2S yang dilepaskan pada daging membusuk

akan berikatan dengan Pb asetat menjadi Pb sulfit (PbSO3) dan menghasilkan bintik-bintik berwarna coklat pada kertas saring yang diteteskan Pb asetat tersebut. Kelemahan uji ini yaitu bila bakteri penghasil H2S tidak tumbuh maka uji

ini tidak dapat dijadikan ukuran. Pembusukan dapat terjadi karena dibiarkan di tempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk asam sulfida dan amonia.

Selama masih hidup, tubuh ikan memliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme. Setelah ikan mengalami kematian, proses pembusukan cepat terjadi, tubuh ikan mengandung protein dan air cukup tinggi, sehingga merupakan media yg baik bagi pertumbuhan bakteri pembusuk dan mikroorganisme lain, daging ikan mempunyai sedikit tenunan pengikat (tendon), sehingga proses pembusukan pada daging ikan lebih cepat dibandingkan dengan pembusukan pd produk ternak atau hewan darat lainnya. Bagian tubuh ikan yg paling banyak mengandung bakteri adalah di bagian usus, insang dan kulit. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup.Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri. Pseudomonas, Alkaligenes, Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, dan Bacillus. Selain yang disebutkan diatas, bakteri yang terdapat pada ikan air tawar juga mencakup jenis bakteri Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium, dan Streptococcus.

(34)

Selama penyimpanan pada suhu rendah, bakteri Pseudonomas, Aeromonas, Miraxlla, dan Acetobacter meningkat dengan cepat dibandingkan dengan organisme lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri-bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Proses perubahan kesegaran daging pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah coklat kusam. bau tengik ini dapat merugikan, baik pada proses pengolahan maupun pengawetan, karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya (Anonim, 2014).

.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran. IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan uji kelengketan pada susu A, dapat disimpulkan bahwa susu A mengandung kasein karena terjadinya kelengketan pada kertas yang menempel di cawan petri. Pada uji asiditas dengan titrasi didapatkan persentase asam laktat sebesar 0,485% dimana susu A ini mengandung asam laktat rendah, sedangkan uji asiditas menggunakan pH meter didapatkan hasil pH susu A adalah 3, yang menunjukan bahwa susu A sudah tidak segar.

(35)

Kemudian pada uji berat jenis susu, didapatkan sampel susu A memiliki berat jenis sebesar 1,03547 yang berarti susu A tidak terdapat campuran bahan apapun karena sesuai dengan standar yaitu 1,027 - 1,035. Selanjutnya uji katalase, pada uji katalase ini menunjukan hasil negatif karena tidak terdapat gelembung yang menandakan tidak adanya aktivitas bakteri yang membahayakan.

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil untuk pengujian water holding capacity (WHC) yaitu sebesar 8,03%.

Berdasarkan hasil pengamatan sampel ikan banjar secara fisik memiliki berat 95,6 g, tidak bersisik tetapi memiliki cangkang, berbentuk lonjong, berwarna biru pada bagian atasnya dan putih kekuningan pada bagian bawahnya, dengan warna daging merah muda. Edible portion pada sampel ikan banjar ini sebesar 64,64%. Selanjutnya dilihat dari kesegaran sampel ikan banjar secara subjektif dapat disimpulkan bahwa sampel ikan banjar ini masih dalam keadaan segar dan layak untuk dikonsumsi karena dilihat dari warna cangkang yang masih cerah, mata jernih, kulit kesat, tekstur daging kenyal, insang berwarna merah pucat, dan aroma masih segar dengan aroma khas ikan banjar. Sedangkan pada saat diamati secara objektif dengan uji eber dan uji postma hasilnya positif, uji eber menunjukkan adanya gas atau gelembung berwarna putih yang menandakan bahwa sampel ikan banjar mulai mengandung NH3, dimana NH3 merupakan salah satu indikator kebusukan. Pada uji postma, lakmus merah berubah warna menjadi biru, hal itu menunjukkan bahwa sampel ikan anjar mulai mengalami kebusukan. Tetapi saat diamati dengan uji H2S, hasilnya negative karena tidak terdapat noda coklat pada kertas saring. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

(36)

sampel ikan banjar ini sudah mulai tidak segar dan sudah mulai terjadi penurunan mutu, tetapi masih bisa untuk dikonsumsi dengan cara pengolahan yang sangat baik.

IV.2. Saran

Sebaiknya praktikan menguasai prosedur percobaan sebelum praktikum dimulai agar mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan yang benar. Selain itu alat-alat laboratorium harus dipersiapkan sebaik mungkin. Dan juga untuk pelaksanaan praktikum mohon diusahakan tepat waktu yaitu jam 08.00 WIB.

DAFTAR PUSTAKA.

Abustam, E., 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. CINNATA Modul II. Dikases tanggal 22 Desember 2014. http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-menjadi-daging.html.

Abustam, E., 2009. Sifat-Sifat Daging. CINNATA Modul III. Dikases tanggal

22 Desember 2014.

http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.sg/2009/03/sifat-sifat-daging.html.

Anonim, 2011. Apa Yang Dimaksud Dengan Daya Ikat Air Pada Daging Sapi.

http://duniasapi.com/id/resep/2467-apa-yang-dimaksud-dengan-daya-ikat-air-pada-daging-sapi-.html.

Anonim, 2014. Bakteri Pembusuk Pada Ikan. Diakses tanggal 22 Desember 2014.

http://ikansegarselalu.wordpress.com/bakteri-pembusuk-pada-ikan/.

Anonim, 2014. Ikan Kembung. Diakses tanggal 22 Desember 2014.

(37)

Aziz, Fazrul Rahman, 2012. Ikan Sebagai Bahan Pangan. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://fisheriesceria.blogspot.sg/2012/12/ikan-sebagai-bahan-pangan.html.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., Wootton, M., 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Dharma, C, 2009. Analisa Mutu Susu Segar. Diakses tangga 22 Desember 2014.

http://crian-qualitycontrolagroindustry.blogspot.com/2009/06/v-behaviorurldefaultvml-o.html.

Eckles, C.H., W.R. Combs and H. Macy, 1957. Milk and Milk Product. Mc.GrawHill Book Co. New York.

Fakhriana, Melda, 2014. Ilmu Pangan Dasar: Daging dan Unggas. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://meldafakhriana.blogspot.sg/2014/01/ilmu-pangan-dasar-daging-dan-unggas.html.

Fakriandi, Erdi, 2013. Ikan Mengapung Setelah Mati. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://www.pulsk.com/142575/Mengapa-Ikan-Mengambang-Setelah-Mati.html.

Gatotleo, 2009. Teknologi Mutu Hasil Ternak. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://gatotleo.blogspot.com/2009/05/teknologi-mutu-hasil-ternak.html.

Irawan, Agus, 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. CV Aneka. Solo. Khikmawati, Liya Tri, 2012. Proses-Proses Pembusukan Ikan. Diakses tanggal

22 Desember 2014. http://liyatrikhikmawati.blogspot.sg/2012/10/proses-proses-pembusukan-ikan.html.

Muchtadi, Tien. R. dkk., 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pramono, Heru, 2013. Komposisi Kimiawi Daging Ikan. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://www.slideshare.net/heruiwak/komposisi-kimiawi-daging-ikan.

Sudarmadji,S., B. Haryono, R. Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Suryono, 2014. Pendahuluan Latar Belakang Susu. Diakses tanggal 22 Desember 2014. http://www.damandiri.or.id/file/suryonoipbbab1.pdf.

(38)

LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penentuan % Asam Laktat (Uji Asiditas)

% 0,485 Laktat Asam % 100% Laktat Asam % 100% 1000 x sampel V 90 x NaOH N x NaOH V Laktat Asam %      1000 18 90 1 , 0 70 , 9 x x x

2. Penentuan Berat Jenis Susu

ml g ml g ml g / 03547 , 1 / 03265 , 1 / 0349 , 1 996400 , 0 999126 , 0 1000 ) 59 5 , 81 ( 0349 , 1           x 1.03265 ,76 81,5 81,5 Susu BJ ,76 60 81,5 Susu BJ ,76 60 60 Susu BJ 1000 60) -(59 0,1 35 1

(39)

g 0,16 mg 160,78 m 8 -H2O mg m      O gH O gH LuasNoda 2 8 2 0948 , 0 16 0948 , 0 % 8,03 % 100 x %WHC    WHC x WHC Wsampel O gH % % 100 % 0 , 2 16 , 0 2

4. Penentuan Edible Portion Ikan Banjar

Indeks kuning telur = x100%

Utuh Berat dimakan dapat yang Bagian = x100% 95,6 61,8 = 64,64%

Gambar

Gambar 1. Prosedur Uji Kelengketan  2.3.2. Uji Asiditas
Gambar 2. Prosesdur Uji Asiditas 2.3.3. Uji Berat Jenis
Gambar 6. Prosedur Pengamatan Water Holding Capacity (WJC) 2.3.7. Pengamatan Fisik Hasil Perikanan
Gambar 9. Prosedur Pengamatan Kesegaran Ikan III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan pokok pemikiran diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu bagaimana sistem pertanggungjawaban terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana dan

Pada aspek functionality dilakukan pengujian fungsi pada masing-masing aplikasi, pada aspek efficiency dilakukan untuk memperoleh page speed grade pada

ASTC (Ariyanti Skills and Training Center) hadir sebagai bukti kepedulian terhadap permasalahan negeri yang memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi

sebagai pupuk hijau. Benih tanaman yang digunakan adalah jagung Kultivar Jaya 2. Untuk mencegah serangan hama penyakit digunakan pestisida yang disesuaikan dengan

Kampanye dan/atau LPPDK Pasangan Calon dan Tim Kampanye tidak memperlihatkan klasifikasi penerimaan tersebut atau berbeda dengan ketentuan, atau klasifiksi dalam

suatu barang atau jasa tertentu dengan menggunakan gabungan faktor-faktor produksi dalam jangka waktu tertentu."... PANDANGAN ISLAM THD PANDANGAN

Untuk mengukur volume larutan dengan volume ttepat sesuai dengan label yang tertera pada bagian yang menggelembung (gondok) pada bagian tengah pipet.. Digunakan pipet pump

kurikulum sebelumnya yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam KTSP, guru dituntut untuk kreatif dalam mengembangkan materi pembelajaran yang akan disampaikan di