• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Preparasi Sampel

Ekstraksi sampel bertujuan untuk menarik senyawa kimia yang terkandung di dalam kulit batang apel beludru menggunakan pelarut yang sesuai yang kemungkinan senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai antioksidan. Menurut Andersen dan Markham (2006), dalam penelitian digunakan tanaman yang telah dikeringkan karena tanaman yang masih segar dapat mengalami

kerusakan yang disebabkan suatu enzim pada tanaman yang dapat merusak senyawa antioksidan sehingga perlu proses pengeringan untuk mengurangi terjadinya kerusakan senyawa antioksidan pada tanaman tersebut sehingga pada penelitian ini juga digunakan tanaman dengan proses pengeringan.

Proses pembuatan ekstrak simplisia kulit batang apel beludru dimulai dengan proses penyortiran dan pencucian kulit batang apel beludru menggunakan air mengalir yang bertujuan menghilangkan kontaminasi dari benda asing seperti tanah debu, dan bagian tanaman lain yang dapat mengacaukan penelitian. Kemudian, kulit batang apel beludru diangin-anginkan dengan tujuan menghilangkan air karena proses pencucian. Mursyidi (1990) menyatakan bahwa pengeringan dengan suhu di bawah 100oC tidak akan mengubah molekul flavonoid, karena proses pemanasan dimaksudkan untuk mencegah kerja enzim dan panas yang digunakan tidak terlalu tinggi. Oleh karena itu, proses selanjutnya adalah proses pengeringan pada oven dengan suhu 40-60oC hingga kulit batang apel beludru menjadi kering, rapuh dan mudah untuk dipatahkan.

Kulit batang yang telah kering kemudian ditumbuk terlebih dahulu untuk mempermudah proses penyerbukan, setelah itu dilanjutkan dengan penyerbukan menggunakan alat penyerbuk hingga halus. Serbuk simplisia kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 40. Tujuan dari proses penyerbukan adalah untuk memperkecil ukuran partikel simplisia, sehingga luas permukaan simplisia menjadi lebih besar yang mampu mengoptimalkan kontak antara serbuk simplisia dengan cairan penyari sehingga hasil penyarian menjadi lebih optimal.

Metode ekstraksi yang dipilih adalah maserasi karena ekstraksi dengan maserasi tidak melibatkan pemanasan sehingga dapat mengurangi terjadinya perubahan senyawa pada simplisia. Proses maserasi dilakukan dengan perendaman ekstrak tumbuhan dengan pelarut organik yang menyebabkan dinding dan membran sel pecah karena adanya perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga metabolit sekunder yang ada di sitoplasma akan larut pada pelarut organik dan ekstraksi senyawa menjadi sempurna. Hal inilah yang menjadi keuntungan proses maserasi untuk isolasi senyawa dari bahan alam.

Cairan penyari yang dipilih adalah metanol karena metanol merupakan pelarut universal dan kemampuan penetrasi ke dalam sel tanaman lebih kuat dibandingkan etanol ataupun penyari yang lain (Depkes RI, 2000). Kepolaran metanol lebih tinggi dibandingkan dengan etanol, yaitu metanol 5,1 dan etanol 4,3 sehingga metanol lebih mudah untuk berinteraksi dengan senyawa fenolik yang memiliki sifat polar (like dissolve like) (Snyder, 1997). Penyari yang digunakan untuk proses maserasi adalah campuran metanol dan air karena penggunaan campuran metanol dan air akan menghasilkan jumlah rendemen lebih banyak dibandingkan dengan campuran lain (Sultana, 2009). Pelarut pertama adalah metanol : air (9:1), sedangkan pelarut kedua adalah metanol : air (1:1) (Mursyidi, 1990).

Maserasi dilakukan menggunakan pelarut pertama yaitu metanol : air (9:1). Proses maserasi dilakukan selama satu hari karena maserasi menggunakan mesin pengaduk, yaitu shaker sehingga waktu yang digunakan dapat dipersingkat menjadi satu hari (Depkes RI, 1986). Selain itu, tujuan maserasi dibantu dengan

shaker agar proses maserasi menjadi efektif karena kontak antara penyari dengan sel-sel kulit batang apel beludru lebih banyak dibandingkan jika hanya didiamkan saja dan untuk menghindari terjadinya pengendapan. Pengendapan dapat mengurangi kontak antara penyari dengan serbuk simplisia diakibatkan oleh luas kontak serbuk dengan penyari menjadi lebih kecil karena adanya ikatan yang kuat antar partikel tersebut. Setelah dimaserasi selama satu hari kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan corong Buchner dan kertas saring dengan bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses penyaringan. Ampas hasil penyaringan dimaserasi dengan pelarut kedua, yaitu metanol : air (1:1) selama satu hari kemudian dilakukan proses penyaringan dengan bantuan pompa vakum.

Filtrat yang diperoleh dari proses penyaringan pertama dan kedua digabung kemudian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator dengan tujuan agar filtrat metanol yang diuapkan tidak kontak langsung dengan panas karena dapat merusak kandungan senyawa yang ada di filtrat metanol. Hasil ekstrak metanolik kulit batang apel beludru yang diperoleh yaitu, 400 mL.

2. Hasil fraksinasi ekstrak

Hasil ekstrak metanolik yang diperoleh diekstraksi lagi menggunakan petroleum eter yang bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang yang bersifat non polar seperti lipid yang dapat mengganggu dalam penelitian. Menurut Snyder (1997) indeks polaritas petroleum eter, yaitu 0,1 berarti bersifat sangat non polar.

Metode ekstraksi cair-cair merupakan metode yang digunakan dalam pemisahan senyawa non polar menggunakan petroleum eter di mana pemisahan senyawa berdasarkan pada kepolaran senyawa dengan dua pelarut yang memiliki

tingkat kepolaran berbeda. Ekstrak metanolik diekstraksi cair-cair menggunakan petroleum eter dengan menggunakan petroleum eter dengan perbandingan 1:1 pada corong pisah kemudian digojog dengan perlahan yang bertujuan sehingga memudahkan dalam pemisahan dengan pencampuran. Fase air akan berada di bagian bawah karena air memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan petroleum eter, yaitu 0,730 sedangkan air sebesar 0,996 (Depkes RI, 1995). Fraksi air akan digunakan analisis lebih lanjut.

Fraksinasi bertujuan untuk menarik senyawa yang lebih larut dalam etil asetat untuk menguji aktivitas antioksidan sehingga akan lebih mendapatkan hasil yang spesifik pada senyawa flavonoid dengan golongan isoflavones, flavanones, methylated flavones, and flavonols (Andersen dan Markham, 2006). Fraksi air yang merupakan hasil fraksinasi menggunakan petroleum eter akan difraksinasi kembali dengan etil asetat. Indeks polaritas etil asetat yaitu 4,4 (Snyder, 1997). Etil asetat berfungsi untuk mengekstraksi aglikon polihidroksi misalnya aglikon flavonon, flavon dan flavonol (Rathee, Patro, Mula, Gamre dan Chattopadadhyay, 2006).

Metode ekstraksi cair-cair juga digunakan untuk pemisahan fraksi etil asetat dengan perbandingan fraksi air hasil pemisahan dengan petroleum eter dan etil asetat yaitu 1:1. Tujuan dibuat perbandingan yang sama, yaitu untuk meminimalisir resiko terjadinya perpindahan solute karena adanya perbedaan jumlah pelarut. Fraksi air kemudian diekstraksi sebanyak tiga kali. Tujuan dilakukannya ekstraksi berulang-ulang yaitu untuk memaksimalkan perpindahan zat sesuai kepolarannya sehingga akan diperoleh hasil yang efisien.

Fraksi etil asetat yang digunakan untuk analisis lebih lanjut kemudian diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak pekat. Penggunaan vacuum rotary evaporator bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan senyawa fenolik karena adanya proses pemanasan. Sisa fraksi etil asetat kemudian dioven selama satu hari untuk menguapkan sisa pelarut sehingga didapatkan ekstrak kering. Sebelumnya cawan porselen yang masih kosong ditimbang untuk mendapatkan bobot fraksi etil asetat. Fraksi kering etil asetat kemudian ditaruh dalam cawan porselen yang dibungkus ditutup dengan alumunium foil supaya tidak terpapar udara dan sinar UV dan dapat mendegradasi senyawa fenolik yang terkandung. Fraksi etil asetat yang sudah dibungkus kemudian disimpan dalam desikator agar tidak terpapar lembab dan ditumbuhi jamur atau mikroba. Bobot fraksi etil asetat yang didapat sebesar 8,25 g dan rendemen fraksi etil asetat yang didapat adalah 4,125%.

D. Hasil Uji Pendahuluan

Dokumen terkait