• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Hasil Simulasi Dispersi termal

Dispersi termal merupakan proses penyebahan bahang secara horizontal di perairan akibat adanya suatu sumber buangan panas (thermal point) yang masuk ke perairan secara adveksi dan difusi. Difusi disebabkan karena adanya gradien suhu antara yang dibuang dengan suhu ambien air laut yang lebih rendah. Adveksi adalah pemindahan massa air yang disebabkan oleh arus yang dapat dibangkitkan oleh pasang-surut, gelombang dan angin.

4.3.1 Dispersi Termal Musim Barat

Hasil simulasi sebaran dispersi termal di perairan Pantai Pemaron menunjukkan rencana pembangunan PTLGU tersebut akan memberikan perubahan suhu lingkungan dalam radius jarak tertentu. Hasil pencuplikan dispersi termal air buangan (cooling water) berdasarkan skenario kondisi pasang surut musim barat akan ditampilkan pada Gambar 18 sampai 21.

38

Gambar 18. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 02:30

Gambar 20. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 11 Januari 2005 Pukul 15:00

40

Selanjutnya, hasil pencuplikan sebaran termal maksimum hasil simulasi ditampilkan pada Gambar 22.

Gambar 22. Dispersi termal maksimum pada musim barat

Hasil cuplikan model dispersi termal pada siklus surut menunjukkan pola sebaran air buangan bergerak menuju arah timur laut. Jarak sebar maksimum sejauh 1 km, namun terdapat outlayer pada jarak 3,40 km dari kanal pembuangan.

Outlayer tersebut disebabkan oleh adanya split arus pada siklus surut (Gambar 10 dan 11). Pada siklus pasang sebaran termal cenderung bergerak menuju arah timur laut dengan jarak sebaran sejauh 1,50 km.

Sebaran termal maksimum musim barat terjadi pada tanggal 10 januari 2005 pukul 14.00 WITA saat kondisi perairan pada fase pasang (flood). Hal tersebut sesuai dengan hasil pencuplikan dimana jarak sebar terjauh terjadi saat siklus pasang. Berdasarkan Gambar 22 dapat kita lihat bahwa panas menyebar secara

Radius max : 3.4 Km dT max : 1.28 0C

horizontal dengan radius penyebaran maksimum 3,40 km dari kanal pembuangan air pendingin (cooling water) PLTGU. Gradasi warna merah menunjukkan terdapat perbedaan suhu limbah air buangan. Saat terjadi sebaran maksimum, suhu air buangan maksimum mencapai 1,35 0C. Pada jarak 0,40 km, 0,80 km, dan 3,40 km dari kanal pembuangan, masih terdapat perbedaan suhu yang signifikan. Selanjutnya diatas jarak 3,40 km dari kanal pembuangan, suhu perairan sudah kembali mendekati suhu alaminya.

4.3.2 Dispersi Termal Musim Timur

Seperti skenario pada musim barat, sebaran termal musim timur juga akan dicuplik berdasarkan kondisi pasang surut. Hasil cuplikan dispersi termal tersebut ditunjukkan pada Gambar 23 sampai 26. Selanjutnya hasil pencuplikan sebaran termal maksimum ditampilkan pada Gambar 27.

42

Gambar 24. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 6 Juli 2005 Pukul 10:00

Gambar 26. Dispersi termal hasil simulasi tanggal 7 Juli 2005 Pukul 11:00

Gambar. 27.Dispersi termal maksimum pada musim timur Radius max : 2.6 Km

dT max : 1.35 0C

44

Hasil cuplikan model dispersi termal saat menuju surut menunjukkan pola sebaran air buangan bergerak menuju arah timur laut sejauh 1,60 km dari kanal pembuangan. Saat kondisi surut tetrendah, termal juga menyebar ke arah timur laut sejauh 1 km. Hasil serupa juga ditunjukkan saat siklus pasang, dimana sebaran termal cenderung bergerak menuju arah timur laut dengan jarak sebaran sejauh 1,50 km.

Hasil simulasi termal terjauh musim timur terjadi pada tanggal 12 Juli 2005 pukul 13.30 WITA saat kondisi perairan pada fase pasang (flood). Berdasarkan Gambar 27 air panas menyebar secara horizontal dengan radius penyebaran maksimum 2,60 km dari kanal pembuangan air pendingin (cooling water)

PLTGU. Saat terjadi penyebaran maksimum, suhu pada kanal sebesar 1.28 0C dari suhu ambient. Pada jarak 0,40 km, 1,80 km, dan 2,60 km dari kanal pembuangan, masih terdapat perbedaan suhu yang signifikan. Selanjutnya diatas jarak 2,60 km dari kanal pembuangan, suhu perairan sudah kembali mendekati suhu alaminya.

Hasil simulasi sebaran dispersi termalpada musim barat dan musim timur tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut dapat terlihat dari pola sebaran terjauh yang sama-sama terjadi saat siklus pasang. Suhu di outlet pembuangan limbah panas, serta arah sebaran buangan panas menuju arah timur laut.

Berdasarkan data primer rencana pembangunan PLTGU tahun 2005 disebutkan suhu yang dibuang mencapai 3,20 0C dari suhu ambient (Tabel 6). Hal tersebut tidak terlihat pada hasil simulasi model karena secara keseluruhan, suhu

maksimum yang terjadi sebesar 1.35 0C. Hal tersebut dikarenakan saat memasuki perairan, suhu air panas tersebut bercampur dengan suhu perairan. Akibatnya

terjadi percampuran bahang dimana suhu air buangan menjadi turun karena peristiwa penguapan.

Sebagian besar pembangkit listrik tenaga gas dan uap di dunia memproduksi listrik dan melepaskan air buangan (cooling water) ke perairan pantai sekitarnya.

Cooling water apabila tidak diolah (treatment) terlebih dahulu maka panas yang ditimbulkan dapat membunuh terumbu karang sampai jarak 1-2 km dari muara pembuangan air pendingin (Sorokin, 1995). Cooling water yang panas tersebut akan berbahaya bagi terumbu karang dan fauna bentik disekitarnya (Nudebecker, 1981 in Sorokin, 1995). Cooling water yang telah digunakan dalam proses pendinginan selain suhunya meningkat, juga mengandung chlorine sebagai bahan

antifouling dan antiseptik. Chlorine digunakan agar di sepanjang kanal tidak terjadi penyumbatan akibat menempelnya organisme laut di permukaan kanal. Konsentrasi chlorine sebesar 1 mg/l akan meracuni hewan benthik, terutama larvanya (Best et al., 1981 in Sorokin, 1995).

Hasil kajian Smith dan Buddemeier (1992) menunjukkan bahwa kepekaan karang terhadap suhu sangat adaptif, tegantung spesies dan tergantung pula pada sejarah panjang fluktuasi suhu lingkungan sekitarnya. Pada kenaikan suhu 3-4 0C di atas suhu maksimum normal dengan lama pemaparan sekitar 2-3 hari dapat menyebabkan terjadinya pemutihan atau bila terjadi kenaikan sekitar 1-2 0C di atas suhu maksimum normal dalam jangka waktu beberapa minggujuga akan menyebabkan pemutihan terumbu karang (Smith dan Buddemeier, 1992). Setelah memutih koral akan mengalami stress sampai kematian atau bila tetap hidup akan mengahsilkan lendir yang sangat banyak dan selanjutnya akan memicu

46

pertumbuhan jasad renik (microbial) dan kemudian akan menyebabkan kematian koral (Mitchell dan Chet, 1975 in Sorokin, 1995).

Hasil kajian Smith dan Buddemeier 1992 tersebut dipadukan dengan hasil pemodelan sebaran suhu akibat buangan air pendingin PLTGU Pemaron yang memperkirakan bahwa pada kondisi sebaran terjauh, massa air dengan kenaikan suhu 1 0C di atas suhu lingkungan (rata-rata 29 0C) akibat adanya pembuangan air pendingin akan menyebar ke utara sejauh 0,40 km (400 m) baik pada musim barat maupun pada musim timur, maka di sekitar lokasi pembuangan air pendingin masih memungkinkan untuk adanya kehidupan di dasar periaran tersebut. Selanjutnya dari kajian pemodelan tersebut memperkirakan massa air dengan kenaikan suhu 0,50 0C akan menyebar ke arah timur laut sejauh 3,40 km (3.400 m) pada musim barat dan 2,60 km (2.600 m) pada musim timur. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut, khususnya untuk terumbu karang, suhu maksimumnya berkisar antara 28-30 0C. Suhu perairan rata-rata di pantai Pemaron adalah 29 0C, maka batas toleransi suhu air buangan tersebut masih dapat dipenuhi.

Seperti yang kita ketahui bahwa pantai utara bali memiliki daya tarik wisata yang cukup tinggi terutama karena banyaknya populasi lumba-lumba.

Peningkatan suhu perairan yang melebihi batas toleransi dapat mengancam keberadaan populasi lumba-lumba. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa suhu perairan tempat di mana hewan ini ditemukan berkisar antara 27 hingga 34 0C, dengan suhu rata-rata 29 0C. Berdasarkan model 2 dimensi

penyebaran suhu di daerah outlet buangan air pendingin, suhu yang melebihi nilai kisaran di atas ditemukan pada jarak kurang dari 1 km dari Pantai Pemaron.

Sementara lumba-lumba yang dijumpai di lokasi ini berjarak minimal 3,70 km dari garis pantai di wilayah Pemaron. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar populasi lumba-lumba terkonsentrasi pada wilayah Temukus dan Seririt yang berjarak lebih dari 7,50 km di sebelah barat lokasi air buangan

PLTGU Pemaron. Dengan demikian, pengaruh langsung dari pembuangan limbah air panas PLTGU terhadap keberadaan populasi lumba-lumba tidak signifikan.

48

Dokumen terkait