• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR PUSTAKA

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil 1 Sintasan

Penghitungan nilai sintasan dilakukan pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik serta pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV. Nilai sintasan pada tahap perlakuan dan pasca uji tantang dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) Keterangan :

K (+) (kontrol +), K (-) (kontrol -), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 1 Nilai sintasan udang vaname pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (a); Nilai sintasan udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (b).

Berdasarkan Gambar 1a, pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik menunjukkan bahwa nilai sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan probiotik yaitu 88,33%, kemudian perlakuan sinbiotik yaitu 85,00%, perlakuan kontrol dengan 81,67%, dan sintasan terendah terdapat pada perlakuan prebiotik yaitu 76,67%. Sedangkan pada pasca uji tantang (1b) perlakuan probiotik memiliki nilai sintasan tertinggi yaitu 79,17%, disusul kemudian perlakuan prebiotik dan K(-) yaitu 75,00%, perlakuan sinbiotik yaitu 70,83%, dan sintasan terendah terdapat pada perlakuan K(+) yaitu 50,00%.

3.1.2 Laju Pertumbuhan Harian

Penghitungan laju pertumbuhan harian (LPH) udang vaname pada penelitian ini dilakukan setelah 30 hari perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik yang dapat dilihat pada Gambar 2.

81.67 76.67 88.33 85 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 K P1 P2 P3 Sintasan (% ) 50.00 75.00 75.00 79.17 70.83 0 20 40 60 80 100 K + K - P1 P2 P3 Sin ta sa n (%)

11

Keterangan :

K (kontrol), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 2 Laju Pertumbuhan Harian (LPH) udang vaname selama perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik.

Berdasarkan pada Gambar 2, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan harian (LPH) pada perlakuan prebiotik memiliki nilai LPH yang tinggi yaitu 6,93% dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P<0,05; Lampiran 2).

3.1.3 Rasio Konversi Pakan

Pengaruh pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik melalui pakan terhadap konversi pakan (FCR) dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :

K (kontrol), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 3 Nilai rasio konversi pakan (FCR) udang vaname selama perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik.

Berdasarkan pada Gambar 3, dapat dapat dilihat bahwa nilai rasio konversi pakan (FCR) pada perlakuan probiotik memiliki nilai FCR yang terendah yaitu 1.46. Sedangkan nilai FCR tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 2,30. Hasil uji statistik menunjukan bahwa perlakuan probiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P<0,05; Lampiran 3). 6.26 6.93 6.61 6.56 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 K P1 P2 P3 L PH ( %) 2.30 1.86 1.46 1.68 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 K P1 P2 P3 F C R b ab ab a b b b a

12

3.1.4 Total Hemosit

Penghitungan total hemosit dilakukan pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik serta pada pasca uji tantang dengan koinfeksi V. harveyi dan IMNV. Nilai total hemosit dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Keterangan :

K (+) (kontrol +), K (-) (kontrol -), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 4 Total hemosit udang vaname pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (a); Total hemosit udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (b)

Berdasarkan Gambar 4a dapat dilihat bahwa perlakuan probiotik memiliki nilai total hemosit yang tinggi yaitu 10,74x107 sel/mL pada akhir perlakuan dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan kontrol (P<0,05; Lampiran 4). Pasca uji tantang (4b) perlakuan probiotik juga memiliki total hemosit yang tinggi yaitu 6,31x107 sel/mL, dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan perlakuan K(+) dan K(-) (P<0,05; Lampiran 5).

3.1.5 Diferensial Hemosit

Diferensial hemosit terdiri dari sel hialin, semi granular, dan granular. Umumnya sel semi granular perhitungannya dikategorikan ke dalam sel granular. Hal ini dikarenakan teknis pengamatannya sulit dibedakan antara sel granular dan sel semi granular. Hasil penghitungan jumlah sel hialin dan granular dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

7.27 9.56 10.74 10.03 0 2 4 6 8 10 12 K P1 P2 P3 H em o sit ( x 1 0 7sel/m L ) 4.24 5.65 6.02 6.31 6.06 0 2 4 6 8 10 12 K + K - P1 P2 P3 H em o sit ( x 1 0 7sel/m L ) b ab a ab bc c bc a ab

13 (a) (b)

Keterangan :

K (kontrol), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 5 Persentase sel hialin udang vaname selama perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (a); Persentase sel granular udang vaname selama perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (b).

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat presentase hialin pada perlakuan prebiotik, probiotik dan sinbiotik memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kontrol yaitu 36%-40%, sebaliknya presentase granulosit yang tinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 68,00%. Hasil uji statistik presentase hialin dan granulosit menunjukkan bahwa pada perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan probiotik namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (P<0,05; Lampiran 6).

(a) (b)

Keterangan :

K (+) (kontrol +), K (-) (kontrol -), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 6 Persentase sel hialin udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (a); Persentase sel granular udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (b).

Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat bahwa pada pasca uji tantang presentase hialin yang tinggi juga terdapat pada perlakuan prebiotik yaitu 29,67%,

32.00 38.33 36.00 40.00 0 20 40 60 80 100 K P1 P2 P3 Sel hi al in (%) 68.00 61.67 64.00 60.00 0 20 40 60 80 100 K P1 P2 P3 Sel G ranul ar (%) 25.33 25.33 29.67 28.00 28.00 0 20 40 60 80 100 K + K - P1 P2 P3 Sel H ia lin ( %) 74.67 74.67 70.33 72.00 72.00 0 20 40 60 80 100 K + K - P1 P2 P3 Sel G ra nu la r (%) a ab ab b b ab ab a a a b ab ab b b a ab ab

14 sebaliknya presentase granulosit yang tinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 74,67%. Hasil uji statistik presentase hialin dan granulosit menunjukkan bahwa pada perlakuan prebiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik dan sinbiotik namun berbeda nyata dengan perlakuan K(+) dan K(-) (P<0,05; Lampiran 7).

3.1.6 Total Bakteri dan Total SKT-b

Penghitungan total bakteri pada udang vaname dilakukan pada akhir perlakuan dan pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV. Total bakteri dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b) Keterangan :

K (+) (kontrol +), K (-) (kontrol -), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 7 Total bakteri di dalam usus udang vaname pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (a); Total bakteri di dalam usus udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (b).

Berdasarkan pada Gambar 7a dapat dilihat bahwa total bakteri pada perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik memiliki total bakteri yang tinggi (5,36-5,99x1011 CFU/g) dan menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (2,61x1011 CFU/g) (P<0,05; Lampiran 8). Pasca uji tantang (7b) total bakteri berkisar 5,20-8,50x1011 CFU/g dan hasil tersebut tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05; Lampiran 9).

Bakteri Vibrio SKT-b dalam penelitian ini berperan sebagai probiotik. Total bakteri SKT-b pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

2.61 5.36 5.75 5.99 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 K P1 P2 P3 T o ta l ba k ter i (x 1 0 11 CF U /g ) 8.50 5.20 5.25 6.45 7.24 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 K + K - P1 P2 P3 T o ta l ba k ter i (x 1 0 11 CF U /g ) a b b b a a a a a

15 (a) (b)

Keterangan :

K (+) (kontrol +), K (-) (kontrol -), P1 (prebiotik), P2 (probiotik), dan P3 (sinbiotik)

Gambar 8 Total bakteri SKT-b di dalam usus udang vaname pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik (a); Total bakteri SKT-b di dalam usus udang vaname pada pasca uji tantang dengan ko-infeksi V. harveyi dan IMNV (b).

Berdasarkan Gambar 8a, dapat dilihat bahwa total bakteri SKT-b pada perlakuan sinbiotik lebih tinggi yaitu 9,24x104 CFU/g dibandingkan pada perlakuan probiotik yaitu 3,69 x104 CFU/g, sedangkan pada perlakuan kontrol dan prebiotik tidak terdapat bakteri SKT-b. Total bakteri SKT-b mengalami penurunan pada pasca uji tantang. Total bakteri SKT-b pada perlakuan sinbiotik lebih tinggi yaitu 5,34x103 CFU/g dibandingkan pada perlakuan probiotik yaitu 3,81x103 CFU/g, sedangkan sedangkan pada perlakuan kontrol dan prebiotik tidak terdapat bakteri SKT-b.

3.1.7 Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis pada penelitian ini dilakukan setelah udang vaname diinfeksi V. harveyi dan IMNV yang dapat dilihat pada Gambar 9.

(a) (b) Gambar 9 Gejala klinis pada udang vaname setelah di koinfeksi: Udang normal

(a); Nekrosis pada ruas tubuh dan warna kemerahan pada ekor (b).

3.69 9.24 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K P1 P2 P3 B a k ter i SK T -b (x 1 0 4CF U /g ) 3.81 5.34 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K (+) K (-) P1 P2 P3 B a k ter i SK T -b (x 1 0 3CF U /g )

16 Berdasarkan Gambar 9, ko-infeksi V. harveyi dan IMNV menunjukkan gejala klinis seperti timbulnya nekrosis pada ruas permukaan tubuh, kehilangan transparansi pada permukaan tubuhnya, usus udang tidak terisi penuh, dan ketika udang mengalami kematian seluruh tubuh udang akan berwarna putih susu yang diawali dari pangkal ekor dan akhirnya udang akan bewarna kemerahan.

3.1.8 Kualitas Air

Kualitas air pada penelitian ini diukur pada awal dan akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik. Parameter kualitas air yang diukur meliputi suhu, pH, DO, salinitas, dan TAN. Berikut nilai kualitas air media pemeliharaan udang vaname pada berbagai perlakuan yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai kualitas air media pemeliharaan udang vaname pada berbagai perlakuan

Perlakuan Parameter

Suhu (oC) pH DO (ppm) Salinitas (ppt) TAN (ppm) Tandon (awal) 27,7 – 28,5 7,8 – 8,3 5,6 – 7,5 27,4 - 27,9 0,286 – 0,429 Kontrol + 28,8 – 28,9 7,5 – 7,6 6,4 – 7,3 30,2 – 30,9 0,235 – 0,614 Kontrol - 28,2 – 29,0 7,7 - 7,9 6,7 – 6,8 30,6 – 30,8 0,524 – 0,571 Prebiotik 28,4 7,6 – 8,0 5,9 -7,2 30,7 – 30,9 0,184 – 0,656 Probiotik 28,4 7,5 – 7,6 6,3 – 7,8 30,2 – 30,7 0,509 – 0,783 Sinbiotik 28,4 – 28,5 7,5 – 7,7 4,9 – 5,4 30,7 – 30,8 0,346 – 0,491 SNI 01-7246-2006 28,5 – 31,5 7,5 – 8,5 > 3,5 15 – 35 < 1

Nilai kualitas air media pemeliharaan udang vaname (Tabel 2) sesuai dengan SNI 01-7246-2006 sehingga diasumsikan perubahan kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan respon imun pada perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik bukan diakibatkan oleh kualitas air media pemeliharaan.

3.2 Pembahasan

Sintasan merupakan peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu (Effendie 1997). Penghitungan nilai sintasan pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik menunjukkan bahwa nilai sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan probiotik, kemudian perlakuan sinbiotik, perlakuan kontrol, dan sintasan terendah pada perlakuan prebiotik. Sedangkan pada pasca uji tantang V. harveyi dan IMNV perlakuan probiotik juga memiliki nilai sintasan tertinggi, disusul kemudian perlakuan prebiotik dan K(-), perlakuan sinbiotik, dan sintasan terendah pada perlakuan K(+). Tingginya nilai sintasan perlakuan probiotik pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik dan pasca uji tantang ko-infeksi

17 V. harveyi dan IMNV dibandingkan dengan perlakuan lainnya diduga dengan penambahan probiotik Vibrio SKT-b mampu menekan populasi V. harveyi dan memiliki sistem imun yang lebih baik sehingga mampu bertahan dari serangan IMNV. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Widanarni et al. (2003), probiotik Vibrio SKT-b memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo. Selanjutnya Syahailatua (2009) menyatakan, bahwa probiotik Vibrio SKT-b dapat meningkatkan respon imun udang vaname.

Perlakuan sinbiotik juga memiliki nilai sintasan yang tinggi pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik. Sinbiotik merupakan kombinasi seimbang dari probiotik dan prebiotik dalam mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan bakteri yang menguntungkan dalam saluran pencernaan makhluk hidup (Schrezenmeir & Vrese 2001). Setelah diinfeksi V. harveyi dan IMNV, nilai sintasan pada perlakuan sinbiotik relatif lebih rendah dibandingkan perlakuan probiotik dan prebiotik saja. Hal ini diduga pemberian prebiotik 2% yang dikombinasikan dengan probiotik 1% bukan merupakan kombinasi yang seimbang sehingga menyebabkan nilai sintasan pada perlakuan sinbiotik lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan probiotik dan prebiotik. Hal yang sama juga diperoleh Li et al. (2009) yang menyatakan bahwa pemberian bakteri Bacillus OJ (PB) dengan dosis 1010 CFU/g yang dikombinasikan dengan 0,2% isomaltooligisakarida (IMO) menghasilkan nilai sintasan dan respon imun yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian PB dengan dosis 108 CFU/g dan 0,2% IMO. Lee & Seppo (2009) menyatakan bahwa prebiotik bukan merupakan bahan yang efektif dalam menghilangkan patogen tertentu jika terjadi wabah patogen secara besar-besaran. Perlakuan prebiotik memiliki nilai sintasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan K(+). Hal ini diduga prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh udang berperan memberikan nutrisi bagi pertumbuhan bakteri-bakteri baik di dalam usus sehingga mampu menekan pertumbuhan bakteri-bakteri yang patogen, hal ini yang kemudian dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen dan mampu meningkatkan nilai sintasan. Menurut Manning & Gibson (2004), prebiotik mampu menstimulasi pertumbuhan atau aktivitas metabolik bakteri baik

18 di dalam usus dan mampu meningkatkan respon imun. Bakteri-bakteri baik di dalam usus seperti Bifidobacterium dapat menghasilkan antibiotik alami.

Menurut Effendi (2004), pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran baik bobot maupun panjang dalam suatu periode atau waktu tertentu. Laju pertumbuhan harian (LPH) pada perlakuan prebiotik memiliki nilai LPH yang tinggi dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Tingginya nilai LPH pada perlakuan prebiotik dibandingkan dengan perlakuan kontrol diduga prebiotik berperan memberikan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri- bakteri baik di dalam usus sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan. Hal tersebut didukung oleh Manning & Gibson (2004) yang menyatakan bahwa prebiotik mampu secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas metabolik bakteri potensial yang menguntungkan.

Rasio konversi pakan (FCR) merupakan suatu ukuran yang menyatakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging. Semakin besar nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg daging (Effendi 2004). Perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik memberikan nilai FCR yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa prebiotik probiotik, dan sinbiotik mampu meningkatkan pemanfaatan pakan yang lebih efektif, sehingga penggunaan pakan lebih efisien dan memberikan respon lebih baik pada nilai FCR. Hal yang sama juga diperoleh dalam penelitian Widagdo (2011), perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik memiliki nilai FCR yang lebih baik (berturut-turut yaitu 1,26, 1,43, dan 1,21) dibandingkan dengan kontrol dengan nilai FCR yaitu 2,18. Probiotik Vibrio SKT-b mampu menghasilkan enzim amilase dan protease (Widagdo 2011) yang dapat membantu kecernaan pakan sehingga pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan serta mempengaruhi nilai rasio konversi pakan atau FCR. Prebiotik memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara merangsang pertumbuhan mikroflora normal di dalam saluran pencernaan inang (Schrezenmeir & Vrese 2001). Bakteri-bakteri baik ini yang membantu menyempurnakan pemanfaatan pakan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik untuk pertumbuhan dan akan mempengaruhi nilai rasio konversi pakan. Begitu

19 juga dengan sinbiotik, prebiotik yang ditambahkan bersama probiotik memberikan nilai rasio konversi pakan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Hemosit memainkan peran penting pada pertahanan tubuh krustasea yaitu dapat menghilangkan partikel asing yang masuk ke tubuh udang, meliputi tahap pengenalan, fagositosis, melanisasi, sitotoksis dan komunikasi sel (Johanssan et al. 2000). Hasil pengamatan nilai hemosit pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik diketahui bahwa perlakuan probiotik memiliki nilai total hemosit yang tinggi dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan kontrol. Pasca uji tantang perlakuan probiotik juga memiliki nilai hemosit yang tinggi dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan sinbiotik, namun berbeda nyata dengan perlakuan K(+) dan K(-). Peningkatan nilai hemosit pada perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa prebiotik, probiotik, dan sinbiotik mampu berperan dalam mentimulasi respon imun udang dibandingkan dengan K(+). Total hemosit dapat mempengaruhi kemampuan inang untuk bereaksi melawan bahan asing dan berbagai respons terhadap infeksi (Johanssan et al. 2000). Pasca uji tantang terjadi penurunan total hemosit. Hal tersebut sesuai dengan Costa et al. (2009), pada infeksi IMNV dapat menyebabkan penurunan total hemosit hingga 30%. Diduga aktivitas antimikrobial pada hemosit tidak mampu meningkat ketika ada infeksi bakteri V. harveyi.

Hemosit memiliki tiga tipe sel yaitu hialin, semi granulosit, dan sel granulosit. Sel hialin merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih tinggi dari sitoplasma dan memiliki sedikit granulosit yang memiliki fungsi dalam imunitas sebagai fagositosis. Sel semi granulosit merupakan sel dengan jumlah inti sel yang lebih rendah dibandingkan sitoplasmanya yang berperan dalam enkapsulasi, sitotoksis dan melepaskan sistem proPO. Sel granulosit merupakan sel dengan perbandingan inti sel lebih rendah dari sitoplasma. Sel ini berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem proPO maupun sebagai sitotoksis bersama- sama dengan sel semi granulosit (Johansson et al. 2000). Hasil pengamatan diferensial hemosit yang terdiri dari presentase hialin dan granular (Gambar 10)

20 pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik diketahui bahwa perlakuan sinbiotik tidak berbeda nyata dengan perlakuan prebiotik dan probiotik namun berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Pada pasca uji tantang, presentase hialin dan granulosit pada perlakuan prebiotik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan probiotik dan sinbiotik namun berbeda nyata dengan perlakuan K(+) dan K(-). Presentase hialin dan granular pada pasca uji tantang mengalami penurunan pada semua perlakuan.

Sel hialin memiliki fungsi dalam imunitas sebagai fagositosis. Fagositosis merupakan pertahanan non spesifik yang secara umum mampu melindungi adanya serangan penyakit (Johansson et al. 2000). Peningkatan sel hialin sebelum uji tantang menyebabkan kemampuan fagositosis dari sel ini juga meningkat sehingga ketika diuji tantang diduga udang dapat bertahan dari serangan mikroorganisme. Penurunan sel hialin pasca uji tantang merupakan implikasi dari peningkatan sel-sel granulosit. Sel granulosit berfungsi dalam menyimpan dan melepaskan sistem proPO (Johansson et al. 2000). Penurunan hialin dan granulosit pada pasca uji tantang merupakan respon terhadap infeksi.

(a) (b)

Gambar 10 Penampakan sel hialin pada udang vaname (a); Penampakan sel granular pada udang vaname (b).

Keberhasilan probiotik, prebiotik, dan sinbiotik dalam meningkatkan populasi bakteri di dalam saluran pencernaan udang vaname digambarkan dengan jumlah total bakteri di usus. Hasil pengamatan total bakteri pada akhir perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik menunjukkan bahwa pada perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik menunjukkan total bakteri yang lebih tinggi dan menunjukan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Sedangkan pada pasca uji tantang total bakteri menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar

21 perlakuan. Tingginya total bakteri pada perlakuan prebiotik, probiotik, dan sinbiotik pada akhir perlakuan diduga prebiotik mampu menstimulasi pertumbuhan bakteri di dalam usus. Penambahan bakteri Vibrio SKT-b sebagai probiotik juga dapat meningkatkan populasi bakteri di dalam usus. Waspodo (2002) menyatakan dengan menggunakan bakteri probiotik dan menyediakan nutrisi sesuai untuk bakteri probiotik dapat membuat bakteri baik dalam usus berkembang lebih pesat.

Bakteri Vibrio SKT-b dalam penelitian ini berperan sebagai probiotik. Bakteri probiotik Vibrio SKT-b memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen V. harveyi dalam uji in vitro dan in vivo (Widanarni et al. 2003). Perlakuan sinbiotik memiliki jumlah bakteri SKT-b yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan probiotik baik pada akhir perlakuan maupun pasca uji tantang, sedangkan pada perlakuan kontrol dan prebiotik tidak ditemukan bakteri SKT-b baik pada akhir perlakuan maupun pasca uji tantang. Pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik hanya dilakukan selama perlakuan 30 hari, sedangkan pasca uji tantang tidak diberikan lagi. Hal ini membuktikan bahwa bakteri Vibrio SKT-b pada perlakuan probiotik dan sinbiotik masih ada di dalam tubuh udang sampai pasca uji tantang.

Pengamatan gejala klinis pada penelitian ini dilakukan setelah udang vaname diinfeksi V. harveyi dan IMNV. Ko-infeksi V. harveyi dan IMNV menunjukkan gejala klinis seperti timbulnya nekrosis pada ruas permukaan tubuh, kehilangan transparansi pada permukaan tubuhnya, usus udang tidak terisi penuh, dan ketika udang mengalami kematian seluruh tubuh udang akan berwarna putih susu yang diawali dari pangkal ekor dan akhirnya udang akan bewarna kemerahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hasan (2011) pada pengamatan visual udang vaname yang diinfeksi V. harveyi dan IMNV, bahwa gejala klinis nekrosis muncul pertama kali pada hari ke-6 pada level nekrosis ringan, sedangkan pada hari ke-14 setelah infeksi mulai ditemukan udang dengan gejala nekrosis di seluruh otot abdomen (level moderat). Selain itu juga terdapat abnormalitas warna organ limfoid dan abnormalitas bentuk usus. Organ limfoid diduga merupakan organ target dari penyakit IMNV.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik menghasilkan nilai sintasan, pertumbuhan, dan respon imun yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol (+). Perlakuan probiotik memiliki nilai sintasan tertinggi yaitu 79,17%, disusul kemudian perlakuan prebiotik yaitu 75,00%, perlakuan sinbiotik yaitu 70,83%, dan sintasan terendah terdapat pada perlakuan K(+) yaitu 50,00%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk pengendalian ko-infeksi pada budidaya udang vaname dengan berbagai dosis prebiotik, probiotik, dan sinbiotik.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, 2010. Pemerintah targetkan 699 ribu ton produksi udang. http://www. seputarforex.com [18 Juni 2011].

Ayuzar, E., 2008 Mekanisme penghambatan bakteri probiotik terhadap pertumbuhan Vibrio harveyi pada larva udang windu (Penaeus monodon). [Disertasi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bisnis Indonesia, 2012. Ekspor udang diprediksi tembus Rp 17,5 triliun. http:// www.bisnis.com [12 Desember 2012].

Costa, A.M., Buglione, C.C., Bezerra, F.L., Martins, P.C.C., Barracco, M.A., 2009. Immune assessment of farm-reared Penaeus vannamei shrimp naturally infected by IMNV in NE Brazil. Aquaculture 291, 141-146.

Effendi, I., 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Depok.

Effendie, M.I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta.

Escobedo, C.M., Bonilla, Audoorn, L., Wille, M., Alday, V., Sanz, Sorgeloos, P., Pensaert, M.B., Nauwynck, H.J., 2006. Standardized white spot syndrome virus (WSSV) inoculation procedures for intramuscular or oral routes. Diseases of Aquatic Organisms 68,181-188.

Hasan, A., 2011. Ko-infeksi Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) dan Vibrio harveyi pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Huisman, E.A., 1987. Principles of Fish Production. Department of Fish Culture and Fisheries, Waganingen Agriculture University, Netherland.

Johansson, M.W., Keyser, P., Sritunyalucksana, K., Soderhall, K., 2000. Crustacean haemocytes and haemotopoiesis. Aquaculture 191, 45-52.

Lavilla-Pitogo, C.R., Baticados, M.C.L., Cruz-Lacierda, E.R., De La Pena, L.D., 1990. Occurrence of luminous bacterial diseases of Penaeus monodon larvae in the Philiphines. Aquaculture 91,1-13.

Lee, Y.K., Seppo, S., 2009. Handbook of probiotics and prebiotics. John Wiley & Sons, Inc.

Li, J., Beiping, T., Kangsen, M., 2009. Dietary probiotic Bacillus OJ and isomaltooligosaccharides influence the intestine microbial populations, immune responses and resistance to white spot syndrome virus in shrimp (Litopenaeus vannamei). Aquaculture 291, 35-40.

24 Mahious, Getesoupe, Hervi, M., Metailler, R., Ollevier, 2006. Effect of dietary inulin and oligosaccharides as prebiotics for weaning turbot Psetta maxima (Linnaeus, C.1758). Aquaculture Internasional 14 (3), 219-229.

Manning, T.S., Gibson, G.R., 2004. Prebiotics. Journal Best Practice and Research Clinical Gastroenterology 18 (2), 287-298.

Marlis, A., 2008. Isolasi oligosakarida ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan pengaruh pengolahan terhadap potensi prebiotiknya. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Phuoc, L.H., Corteel, M., Nguyen, C.T., Nauwynck, H., Pensaert, M., Alday- Sanz, V., Broeck van den, W., Sorgeloos, P., Bossier, P., 2009. Effect of dose and challenge routes of Vibrio spp. on co-infection with white spot syndrome virus in Penaeus vannamei. Aquaculture 290, 61-68.

Schrezenmeir, J., Vrese, M., 2001. Probiotics, prebiotics and synbiotic- approaching a definition. American Journal of Clinical Nutrition, 73(2), 361- 364.

SNI [Standar Nasional Indonesia], 2006. Produksi udang vaname L. vannamei di tambak dengan teknologi intensif. Badan Standarisasi Nasional.

Syahailatua, D.Y., 2009. Seleksi bakteri probiotik sebagai stimulator sistem imun pada udang vaname Litopenaeus vannamei. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tang, K.F.J., Pantoja, C.R., Poulos, B.T., Redman, R.M., Lightner, D.V., 2005. In situ hybridization demonstrates that Litopenaeus vannamei, L. stylirostris and Penaeus monodon are susceptible to experimental infection with Infectious Myonecrosis Virus (IMNV). Dis. Aquat. Org. 63, 261–265.

Verschure, L., G. Rombaut, P. Sorgeloos and W. Verstraete, 2000. Probiotic

Dokumen terkait