4.2.3. Hasil Sintesis Basa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida turunan Metil Oleat dengan Etilendiamina (Basa Schiff I)
Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan etilendiamina dilakukan dengan cara direfluks pada suhu 115-120oC dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan iodin dari 88,86 terhadap campuran aldehida turunan metil oleat menjadi 109,99 terhadap basa Schiff I menunjukkan bahwa telah terbentuknya ikatan rangkap pada C=N. Analisa dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada puncak serapan daerah bilangan gelombang 1635,64 cm-1 yang tajam menunjukkan serapan khas basa Schiff, didukung gugus C=O ester pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1, serapan khas vibrasi streching C-H sp3 pada bilangan geolmbang 2924,09 cm-1 dan serapan khas vibrasi bending C-H sp3 pada bilangan gelombang 1442,75 cm-1(Gambar 4.3.).
Dari hasil yang diperoleh dapat dibuat hipotesa reaksi sebagai berikut: H3C (CH2)4 C CH3CH2C CCH2C H3C (CH2)7 C C (CH2)7 C O OCH3 O H + H O 6 O O O H H H + 6 O H + 2 2 2 + 12 NH2CH2CH2NH2 (CH2)7 C H NCH2CH2N CH (CH2)7 CH3 H3C H C (CH2)7 C O H3CO NCH2CH2N H C (CH2)7 C O OCH3 H3C (CH2)4 H C NCH2CH2N CH (CH2)4 CH3 H3C CH2 H C NCH2CH2N CH CH2 CH3 HC NCH2CH2N H2 C CH 3 6 + + + + campuran aldehida etilendiamin Basa Schiff I + 12 H2O
Gambar 4.7. Reaksi pembuatan Basa Schiff I.
Reaksi yang dikemukakan pada gambar 4.7. terjadi jika masing-masing aldehida yang bereaksi dalam bentuk tunggal, tetapi karena etilendiamin memiliki 2 gugus amina maka dapat terjadi reaksi secara acak dari senyawa aldehida sebagai gugus alkil dalam reaksi. Demikian juga dari hasil Spektrum FT-IR, pada bilangan gelombang 3302,13 cm-1 menunjukkan vibrasi khas amina primer (NH2) dimana terdapat gugus amina primer yang tidak bereaksi dengan senyawa aldehida membentuk senyawa imina.
4.2.4. Hasil SintesisBasa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat dengan Anilina (Basa Schiff II)
Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan anilina dilakukan dengan cara direfluks pada suhu 115-120oC dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan
iodin dari 88,86 terhadap campuran aldehida turunan metil oleat menjadi 168,74 terhadap basa Schiff II menunjukkan bahwa adanya penambahan ikatan π dalam senyawa Basa Schiff tersebut dari anilina. Analisa dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada puncak serapan daerah bilangan gelombang 1651,07cm-1 menunjukan vibrasi (C=N) dan didukung dengan serapan ulur C-N pada bilangan gelombang 1242,07 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 3008 cm-1 didukung dengan serapan ulur 1597,06 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi C=C dari senyawa aromatis. Hal ini juga dukung oleh puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm-1 dan 2854,65 cm-1 menunjukkan serapan khas vibrasi stretching (C-H) sp3 yang didukung dengan vibrasi bending (C-H) sp3 pada daerah bilangan gelombang 1365,60 cm-1. Serapan pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm-1 adalah vibrasi stretching gugus karbonil (C=O) dari ester pada senyawa tersebut dan didukung dengan vibrasi bending (C-O-C) ester pada daerah bilangan gelombang 1172,72 cm-1(Gambar 4.4.).
Dari hasil tersebut, adapun reaksi pembentukan Basa Schiff secara hipotesa yang diperoleh adalah sebagai berikut:
H3C (CH2)4 C CH3CH2C CCH2C H3C (CH2)7 C C (CH2)7 C O OCH3 O H + H O 3 O O O H H H + 3 O H + + campuran aldehida 12 NH2 refluks 115-120oC H3C (CH2)4 C H CHCH2CH CH3CH2CH H3C (CH2)7 CH C H (CH2)7 C N + N N N N + 3 N + Basa Schiff II 3 O OCH3 + 12 H2O
4.2.5. Hasil Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi.
Penentuan efisiensi inhibitor korosi dilakukan dalam media korosi HCl 0,1 N selama selang waktu 24, 48, 72, 96 dan 120 jam dengan variasi konsentrasi inhibitor 1000 ppm, 3000ppm, 5000ppm dan 7000 ppm. Dalam hal ini, logam yang digunakan yaitu logam seng. Lempeng seng digunakan karena logam seng adalah suatu logam aktif dengan banyak aplikasi industri dan sebagian besar digunakan untuk perlindungan korosi terhadap baja (Shah et al, 2011). Lempeng seng bersifat melapisi material baja untuk memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap korosi, namun ketika berada pada udara yang lembab, seng cepat berkarat dengan membentuk suatu produk korosi yang dikenal sebagai karat putih. Hal serupa juga terjadi pada pembersihan seng dengan menggunakan larutan asam menyebabkan seng lebih mudah berkarat. Oleh karena itu proteksi terhadap logam seng bersifat sangat penting (Eddy et al, 2010). Komponen logam seng yaitu terdiri dari 45% Zn dan 55% logam Al. logam tersebut akan mengalami reaksi reduksi oksidasi dengan reaksi sebagai berikut:
b. Al 2H+ + 2e- Al3+ + 3e- (oksidasi) H2 ( reduksi) x 2 x 3 2Al + 6H+ 2 Al3+ + 3H2
Dalam hal ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida yang digunakan maka semakin banyak atom-atom yang terlepas dari logam tersebut sehingga korosi semakin meningkat (Riegher,1992). Adapun kemungkinan mekanisme terjadinya proses korosi pada logam yang dikemukakan oleh Trethewey clan Chamberlain, 1991, sebagai berikut : pertama, zat agresif seperti sulfat diperkirakan akan mengurangi kekuatan ikatan antar logam dengan adanya zat agresif tersebut, sehingga energi yang digunakan dalam mengikat ion- ion agresif oleh atom-atom logam akan mengurangi energi ikatan antara atom- atom. Kedua, korosi logam disebabkan oleh reduksi ion hidrogen yang berlangsung dalam larutan. Molekul-molekul hidrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam menyebabkan ikatan-ikatan antar logam pada lempeng seng
Zn Zn2+ + 2e 2H+ + 2e H2 (oksidasi) (reduksi) Zn + 2H+ Zn2+ + H2 a.
mengalami pelemahan atau perapuhan. Dari mekanisme tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin besar konsentrasi ion-ion agresif seperti klorida dan ion hidrogen dalam larutan maka ikatan antara atom-atom logam dalam lempeng seng akan semakin lemah, sehingga korosi akan semakin meningkat.
Pada pengujian efisiensi inhibitor korosi metode yang digunakan adalah metode kehilangan berat. Dimana prinsip pada metode kehilangan berat yaitu semakin kecil selisih berat kehilangan lempeng seng tanpa penambahan inhibitor dengan berat kehilangan lempeng seng dengan adanya penambahan inhibitor maka nilai efisiensi inhibitor akan semakin besar (Chitra et al, 2010). Dalam hal ini,dapat dilihat bahwa pada penambahan inhibitor korosi maka kehilangan berat pada seng pun berkurang juga. Dalam hal ini penambahan konsentrasi inhibitor berbanding terbalik dengan kehilangan berat logam seng. Namun pengaruh waktu perendaman seng berbanding lurus terhadap kehilangan berat lempeng seng. Hal ini dikarenakan Basa Schiff tidak mampu membentuk membran teradsorpsi pada permukaan logam seng sehingga difusi antara ion-ion agresif dan O2 terhadap logam tidak dapat dibatasi sehingga korosi masih dapat berlangsung.
Menurut Trethewey dan Chamberlain (1991) molekul-molekul organik dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara teradsorpsi pada permukaan logam sehingga dapat membatasi difusi oksigen kepermukaan logam, memerangkap ion- ion logam pada permukaan, memantapkan lapisan ganda dan dapat mereduksi laju pelarutan logam. Kemudian Hayakawa (1980) telah melakukan percobaan dengan menggunakan senyawa organik sebagai inhibitor, dimana senyawa tersebut akan membentuk senyawa kelat yang dapat mereduksi laju. Untuk kondisi dari Basa schiff ini, prinsip interaksi antara inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia ( Ashraf et al, 2011).
Basa Schiff yang disintesa pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa
amina primer alifatis (Basa Schiff I)
2. Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa amina primer aromatis (Basa Schiff II)
Dari kedua pengujian inhibitor tersebut, diperoleh data bahwa penggunaan inhibitor yaitu Basa Schiff II memiliki nilai efisiensi inhibisi korosi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada Basa Schiff II lebih banyak terdapat pasangan elektron bebas yang dapat membatasi difusi O2 pada permukaan logam. Sumber
elektron bebas pada Basa Schiff II yaitu ikatan rangkap (ikatan π) pada benzena dan ikatan π pada C=N. Sedangkan pada Basa Schiff I sumber elektron bebas
hanya terdapat pada dua atom N dari etilendiamin. Hal ini menyebabkan kemampuan Basa Schiff I dalam menghambat korosi pada logam seng lebih rendah. Pernyatan diatas sejalan dengan pernyataan Munir bahwa Basa Schiff yang memiliki cincin aromatis dalam strukturnya memiliki sistem konjugasi yang lebih efektif karena bersifat lebih stabil. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yayan Sunarya pada tahun 2004. Pada penelitian ini dilakukan pengujian efisiensi inhibisi terhadap senyawa 2-aminobenzotriazol dan 3-amino- 1,2,4-triazol dengan metode polarisasi elektrokimia. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa persen inhibisi dari senyawa 2-aminobenzotriazol sebesar 93% sedangkan persen inhibisi untuk senyawa 3-amino-1,2,4-triazol hanya sebesar 50 %. Hal ini dikarenakan senyawa 2-aminobenzotriazol mengandung cincin aromatik dan memiliki karakter lebih basa (empat atom N berdampingan), juga strukturnya lebih planar sehingga dapat menutupi permukaan logam lebih efisien. Sedangkan pada senyawa 3-amino-1,2,4-triazol tidak mengandung cincin aromatik tetapi memiliki empat atom nitrogen yang berdampingan. Grafik pada pengujian efisiensi inhibitor dapat dilihat pada Gambar 4.9. dan 4.10.
Gambar 4.9. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Kehilangan Berat Lempeng Seng. 0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm B er a t K eh il a n g a n L em p en g Sen g ( g )
Waktu Perendaman (jam) dan Konsentrasi Inhibitor Korosi (ppm)
Tanpa Inhibitor Asam Oleat Campuran metil oleat campuran Aldehida Metil Oleat Campuran
Etilendiamin Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II
Gambar 4.10. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Efisiensi Inhibito 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm E fis ie n si I n h ib ito r (% )
Waktu Perendaman (jam) dan Konsentrasi Inhibitor Korosi (ppm)
Asam Oleat Campuran metil oleat campuran
Aldehida Metil Oleat Campuran Etilendiamin
Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II
Dari kedua grafik tersebut, dapat ditentukan nilai rata-rata efisiensi inhibitor korosinya. Pada grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan nilai efisiensi inhibitor. Peningkatan konsentrasi inhibitor dapat meningkatkan nilai efisiensi inhibitor terutama pada nilai efisiensi inhibitor Basa Schiff I dan Basa Schiff II (Gambar 4.11.).
Gambar 4.11. Grafik pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap rata-rata efisiensi inhibitor. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm Ra ta -R a ta E fis ie n si I n h ib ito r (% ) Konsentrasi Inhibitor (ppm)
Asam Oleat Campuran metil oleat campuran Aldehida Metil Oleat Campuran
Etilendiamin Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida turunan metil oleat dengan 4g etilendiamina menghasilkan Basa Schiff I sebanyak 9,3 g (74,73 %). Sedangkan reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida turunan metil oleat dengan 11 g anilina menghasilkan Basa Schiff II sebanyak 9 g (48,966 %).
2. Uji efisiensi inhibitor korosi kedua Basa Schiff yang dihasilkan terhadap logam seng dalam larutan korosif HCl 0,1 N memberikan nilai efisiensi rata- rata yang semakin besar, dimana pada konsentrasi 7000 ppm Basa Schiff II mmberikan nilai efisiensi rata-rata sebesar 80,094 % sedangkan nilai efisiensi rata-rata untuk asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina dan Basa Schiff I masing-masing hanya sebesar 26.874 % , 36.195 % , 49.097% , 45.190%, 70.365% dan 73,301%. Dengan demikian maka penggunaan inhibitor yang paling baik digunakan sebagai penghambat korosi terhadap logam seng yaitu Basa Schiff II.
5.2. Saran
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk untuk membandingkan sintesis Basa Schiff dari metil oleat dengan sumber amina primer lainnya, demikian juga pengujian inhibitor korosi pada suatu logam dalam berbagai media penyebab korosi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana,A.A., Mudjijati, Hermawan, Liliana, P.S.2000. Pengaruh Penambahan Vitamin C, B2 dan B6 terhadap laju Korosi Besi. Yogyakarta: Seminar Kimia Bersama ITB-UKM IV.
Akhadi, M.2000. Korosi pada Peralatan Elektronik. Jakarta: Elektro Indonesia Tahun VI No.32
Anonimous, I. 1976. The Merck Index. New Jersey: Merck and Co
Ashraf, M. A., Karamat, M., and Abdul, W., 2011.Synthesis, Characterization and Biological Activity of Schiff Bases.Singapore :IACSIT Press
Atkins,P.W. 1989. General Chemistry. Second Edition. New York: W.H. Freeman and Company.
Bell, S.C.,and G.L.Couklin and S.J.Childress, 1963. J.Am. Chem Soc.
Besari, I., Sulistowati, E. dan Ishak, M. 1982. Kimia Organik. Bandung : Armico (AMC).
Callister, W.D. 1991. Material Science and Enggineering. An Introduction. Second edition. Singapore.367-396
Chaviara, A.T., Christidis, P.C., Papageorgiou, A., Chrysogelou, E., Hadjipavlou- Litina, D.J., Bolos CA. In vivo anticancer, antiinflammatory, and toxicity studies of mixed-ligand Cu(II) complexes of dien and its Schiff dibases with heterocyclic aldehydes and 2-amino-2-thiazoline. Crystal structure of [Cu(dien)(Br)(2a-2tzn)](Br)(H(2)O). J Inorg Biochem. 2005; (99(11)):
2102-9.
Chitra, S., Parameswari, K. and Selvaraj, A. 2010.Dianiline Schiff Bases as Inhibitor of Mild Steel Corrosion in Acid Media. Int. J. Electrochemistry. Vol. 5. 1675-1697
Cimerman, Z., Galic, N., and Bosner,B. 1997.Anal.Chim.Acta.343(1997) 145. Davidek, J.J., Valisel and Pokorny. 1990. Chemical Changes During Food
Processing Development In Food Science 21.Elsevier.
Djaprie, S. 1995. Ilmu dan Teknologi Bahan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga, 483-510
Eddy,N.O., Odoemelan, E.C., Oguko, B.I. Ita. 2010. Electrochim. Port.Acta 28. Elisabet.J. 1999. Modifikasi Minyak dan Lemak: Teknologi dan Aplkasi dalam
Industri Pangan dan Kimia, Seminar Peranan Teknologi Hasil Pertanian dalam Industri pada Penyediaan Bahan Baku Industri Pangan dan Kimia, Medan.
Endo, Y. H., Sanae and F. Kenshiro. 1997. “Autooksidation of Synthetic Isomers of Tryacylglycerol Containing Eicosapentaenoic Acid”, Dalam Tarigan, J. 2002. Ester Asam Lemak. Digitized by USU Digital Library FMIPA
Fahrurrozie, A. 2009. Efisiensi Inhibisi Cairan Ionik Turunan Imidazolin Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan elektrolit Jenuh Karbon Dioksida. Skripsi.Universitas Pendidikan Indonesia
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S. 1986. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid I. Jakarta : Erlangga
Fessenden, R. J dan Fessenden, J. S. 1992. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Erlangga
Fick, J. 2003. Chemical Reaction in Ventilation System Ozonolysis of Monoterpen. Sweden: Umea University.
Firmansyah, D. 2011. Studi Inhibisi Korosi Baja Karbon Dalam Larutan HCl 1 M Oleh Ekstrak Daun Sirsak. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ghandi, N. N. 1997. Application of Lipase.J.Am.Oil Chem.Soc. 74,6.
Ginting, E. 2013. Sintesis Basa Schiff Melalui Ozonolisis Minyak biji Kemiri (Alleurites mollucana Wild) Yang Diikuti Kondensasi Dengan Anilina Yang berfungsi Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng. Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU
Gravier, D. and Dacoma, R. 2012. Steel-Corrosion Inhibitors Derived from Soybean Oil .Jj. Am. Oil Chem. Soc.
Gwaram,N.S., Ali, H.M., Khaledi,H. 2012. Antibacterial Evaluation of Some Schiff Bases Derived from 2-Acetylpyridine and Their Metal Complexes. Chemistry Department. Faculty of Science. University of Malaya : Kuala Lumpur.
Hart, H. 1990. Kimia Organik. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Hart.H.2003. Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Jakarta. Erlangga.
Hermawan, B. 2007. Ekstrak Bahan Alami sebagai Inhibitor korosi. Chemistry. org/author/Beni Hermawan.com
Indocor,” Training dan Sertifikasi Proteksi Katodik”, Dalam Loren, S. 2011. Analisis Mekanisme Pengaruh Inhibitor Siskem Pada Material Baja Karbon. Yogyakarta : BATAN kawasan PUSPITEK
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI-Press
Kusmiyati. 2008. Reaksi Katalisis Esterifikasi Asam Oleat dan Metanol Menjadi Biodiesel dengan Metode Destilasi Reaktif. Surakarta : Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Reaktor, Vol.12 No.2.
Kuz'min, V.E., Artemenko, A.G., Lozytska, R.N., Fedtchouk, A.S., Lozitsky, V.P., Muratov, E.N., Mescheriakov, A.K. Investigation of anticancer activity of macrocyclic Schiff bases by means of 4DQSAR based on simplex representation of molecular structure SAR and QSAR. Environmental Research. 2005; (16 (3) ):219-230.
Mahan, B.H. 1987. Unversity Chemistry. Fourth Edition. California: The Benjamin/ Cummings Publishing Company.
Morrison, R.T. and Robert, N.B. 2002. Organic Chemistry. 6th Ed. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.
Munir,C. and S.M.Yousaf and N.Ahmad, 1985, J.Chem Soc.Pan.
Murry. 1994. Fundamental Of Organic Chemistry. California: cole Publishing Company.
O’brien, R.D. 2009. Fats and Oils. Third Edition. USA: Taylor and Francis Group Ozgul,Y. and Turkay, S. 1993. In Situ Esterification of Rice Bran Oil With
Methanol and Ethanol. J.Am.Oil.Chem.Soc.pp. 145-147.
Ozgulsun,A., Karaosmanoglu, F. dan Tuter, M. 2000. Esterification Reaction of Oleic Acid With a Fusel Oil Fraction for Production of Lubricating Oil. J.Am.Oil.Chem.Soc. 77,11
Parry. 2013. Pembuatan Basa Schiff Dari Hasil Ozonolisis Minyak Kelapa Sawit Yang Dilanjutkan Kondensasi Dengan Kitosan dan Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi. Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU
Patrick, G.L. 2003. Instant notes Organic Chemistry. 2th Ed. London: Garland Science/BIOS Scientific Publishers.
Poedjiadi. A. 1994. Dasar-Dasar Boikimia. Jakarta:UI-Press.
Qasim, M. 2011. Synthesis and characterization of new Schiff bases and evaluation as Corrosion inhibitors. Iraq: Departement of Chemistry University of Basrah
Rafique, S., Idrees, M., Nasim, A., Akbar, H., Athar, A. Transition metal complexes as potential therapeutic agents. Biotechnology and Molecular Biology reviews. 2010;5 (2):38-45.
Riegher,H.P. 1992. Electrochemistry,Chapman and Hall Inc., New York. Riswiyanto. 2009.Kimia Organik.Jakarta :Penerbit Erlangga
Ritchler, M.J., Knaut, J. 1984. Challenges to Nature Industry, Marketing and Economics of Oleochemical in Western Europe. USA: J.Am.Oil.Chem. Soc. Vol.61.160.
Robert, F.D. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasidan MedisinalOrganik. Edisi VII. Bagian 1. Terjemahan A. M. Fatah. Semarang: IKIP Semarang Press
Sarker, S.D. and Lutfun, N. 2007. Chemistry for Pharmacy Students. England: John Wiley & Sons, Ltd
Sastrohamidjojo. 2005. Kimia Organik. Jogjakarta : UGM-Press.
Shah, M.D., Patel, A.S., Mudaliar, G.V. and N.K. Shah. 2011. Schiff Bases of Triethylenetetramine as Corrosion Inhibitors of Zinc in Hydrochloric
Acid. Chemistry Departement. School of Sciences, Gujarat University:Ahmedabad.
Shreve, R.M. 1956. Chemical Engineering Series, The Chemical Process Industries. Second Edition. New York:Mc Graw-Hill,Inc.
Singh, A.K. and Quraishi, M.A. 2012. Study of Some Bidentate Schiff Bases of
Isatin as Corrosion Inhibitors for Mild Steel in Hydrochloric Acid Solution. Int. J. Electrochem. Sci., 7 (2012) 3222-3241
Sinulingga, R. 2013. Sintesis Basa Schiff Melalui Reaksi Kondensasi Etilendiamina dengan Aldehida Hasil Ozonolisis Minyak Jarak (Ricinus communis Linn) dan Pemanfaatan Sebagai Inhibitor Korosi Terhadap Logam Seng. Medan: Jurusan Kimia FMIPA USU
Siregar, M. 1988. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Pendidikan
Sulaiman, A.1978. Korosi laut Lingkungan Dan Pengaruhnya Terhadap Korosi. LIPI. Bandung.
Sumber bahan BPOM RI.
Suyarna, Y. 2004. Senyawa Nitrogen Heterosiklik sebagai Material Alternatif Inhibitor Korosi pada Logam. Bandung. Jurusan Pendidikan Kimia FP MIPA UPI
Tambun, R. 2006. Teknologi Oleokimia. Medan. USU-Press.
Tarigan, D. 2005. Pembuatan Surfaktan Dari Minyak Kemiri Melalui Reaksi Interesterifikasi Diikuti Reaksi Amidasi. Jurnal Sains Kimia. Vol.9, No.1. 2005:1-7.
Tedder, J.M. 1987. Basic Organic Chemistry, A Mechanistic Approach. Second Edition. New York: John Wiley & Sons Publishing.
Trethewey, K.R. and Chamberlain, J. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan.Jakarta :PT. Gramedia Pusaka Utama
Uhlig, H. 1985. Corrosion and Corrosion Control. New York: JohnWiley &Sons
Umoren, S.A., Eduok, U.M., Solomon, M.M., Udoh.A.P. 2011. Corrosion Inhibition by Leaves and Stem extracts Of Sida Acuta for Mild Steel in
H2SO4 Solution Investigated by Chemical and Spectroscopy Technique. Arabian Journal Of Chemistry.
Vogel, A.I. 1989. Practical organic chemistry. 5th Ed. London: Longman Group Ltd.
Vogel,A.I. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: P.T. Kalman Media Pustaka.
Widharto, S. 2004. Karat dan Pencegahannya. Edisi Ketiga. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia.
Yan, Y., BornScheuer, U.T., Stadler, G., Lutz-Wahl, S., Reuss, M. and Schmid, R.D. 2001. Production of Sugar Fatty Acid Ester by Enzimatic Esterification in a Stireed-Thank Membrane Reactor. Optimization of Parameters by Response Surface Methodology.J.Am.Oil.Chem. Soc. 78.2.
Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar