• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Penelitian Inferensial

3. Hasil Tambahan penelitian

a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Salah satu tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai gaya kepemimpinan transformasional dari subjek penelitian, untuk itu peneliti menggunakan alat penelitian berupa skala gaya kepemimpinan transformasional. Setelah dilakukan uji reliabilitas didapat 45 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisa menjadi data penelitian dengan

rentang 1-4 sehingga dihasilkan nilai empirik total skor maksimum sebesar 166 dan skor minimum sebesar 101.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai hipotetik total skor maksimum 180 dan skor minimum 45. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik gaya kepemimpinan transformasional dapat dilihat pada tabel 15 berikut ini :

Tabel 15. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Gaya Kepemimpinan Transformasional

Variabel Empirik Hipotetik

Max Min Mean SD Max Min Mean SD

Gaya

Kepemimpinan Transformasional

166 101 136.53 9.699 180 45 112.5 22.5

Berdasarkan tabel 15 maka diperoleh nilai mean empirik gaya

kepemimpinan transformasional sebesar 136.53 (XE = 136.53) dengan standart

deviasi sebesar 9.699 dan nilai mean hipotetik sebesar 112.5 (XH = 112.5) dengan

standart deviasi sebesar 22.5. Hasil perbandingan antara skor mean empirik dengan mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean

hipotetik (XE > XH). Hal ini berarti gaya kepemimpinan transformasional kepala

sekolah yang dipersepsikan oleh subjek penelitian lebih besar dari populasi yang diasumsikan.

Data dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun menurut norma tertentu. Data dikategorikan menjadi tiga kelompok dengan rumus (Azwar, 2009) yaitu :

X < (μ – 1.0 σ ) Rendah

(μ – 1.0 σ ) ≤ X < (μ + 1.0 σ ) Sedang

Dari perhitungan diatas, dapat dibuat kategorisasi gaya kepemimpinan transformasional berdasarkan norma seperti pada tabel 16 berikut ini :

Tabel 16. Kategorisasi Data Empirik Gaya Kepemimpinan Transformasional Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase (%)

X < 127 Rendah 7 10%

127 ≤ X < 146 Sedang 55 78.57% X ≥ 146 Tinggi 8 11.43%

Total 70 100%

Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang mempersepsikan gaya kepemimpinan transformasional atasannya yang kategorisasi tinggi sebesar 8 orang (11.43%), kategorisasi sedang 55 orang (78.57%) dan terakhir kategorisasi rendah 7 orang (10%). Hal ini berarti mayoritas subjek penelitian yang mempersepsikan gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah adalah kategorisasi sedang.

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Komitmen Kontinuans

Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai komitmen kontinuans yang dimiliki oleh subjek penelitian, untuk itu peneliti menggunakan alat penelitian berupa skala komitmen kontinuans. Setelah di dapat uji reliabilitas didapat 12 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisa menjadi data penelitian dengan rentang 1-4 sehingga dihasilkan nilai empirik total skor maksimum sebesar 47 dan skor minimum sebesar 25.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai hipotetik total skor maksimum 48 dan skor minimum 12. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik komitmen kontinuans dapat dilihat pada tabel 17 berikut ini :

Tabel 17. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Komitmen Kontinuans

Variabel Empirik Hipotetik

Max Min Mean SD Max Min Mean SD

Komitmen

Organisasi 47 25 37.03 3.784 48 12 30 36

Berdasarkan tabel 17 maka diperoleh nilai mean empirik komitmen

kontinuas sebesar 37.03 (XE = 37.03) dengan standart deviasi sebesar 3.784 dan

nilai mean hipotetik sebesar 30 (XH = 30) dengan standart deviasi sebesar 36.

Hasil perbandingan antara skor mean empirik dengan mean hipotetik

menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik (XE > XH). Hal

ini berarti komitmen kontinuans subjek penelitian lebih besar dari populasi yang diasumsikan. Data dikelompokkan dalam tingkatan-tingkatan untuk kemudian disusun menurut norma tertentu.

Data dikategorikan menjadi tiga kelompok dengan rumus (Azwar, 2009) yaitu :

X < (μ – 1.0 σ ) Rendah

(μ – 1.0 σ ) ≤ X < (μ + 1.0 σ ) Sedang

(μ + 1.0 σ ) ≤ X Tinggi

Dari perhitungan diatas, dapat dibuat kategorisasi komitmen kontinuans berdasarkan norma seperti pada tabel 18 berikut ini :

Tabel 18. Kategorisasi Data Empirik Komitmen Kontinuans Rentang Nilai Kategorisasi Jumlah Persentase (%)

X < 25 Rendah 0 0%

25 ≤ X < 47 Sedang 69 98.57%

X ≥ 47 Tinggi 1 1.43%

Total 70 100%

Berdasarkan tabel 18 dapat diketahui bahwa subjek penelitian yang memiliki komitmen kontinuans yang kategorisasi tinggi sebanyak 0 orang (0%), kategorisasi sedang sebanyak 69 orang (98.57%) dan kategori rendah sebanyak 1 orang (1.43%). Hal ini berarti mayoritas subjek penelitian yaitu guru yang memiliki komitmen kontinuans adalah kategorisasi sedang.

C. PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen kontinuans guru. Hal ini dapat dilihat dari r = 0.339 dan p = 0.002 dan hasil korelasi adalah positif.

Berdasarkan analisa tersebut maka hipotesa nol (Ho) diterima dan hipotesa alternatif (Ha) ditolak. Ini berarti bahwa tidak ada hubungan negatif antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen kontinuans guru.

Hasil ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional tidak signifikan dan mempunyai pengaruh tidak langsung melalui komitmen kontinuans. Hal ini ditandai dengan pengujian hipotesis yang menghasilkan “ tidak ada hubungan negatif antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan

transformasional kepala sekolah dengan komitmen kontinuans guru” tidak terbukti.

Pada hakekatnya pengujian yang tidak terbukti dikarenakan oleh “sejumlah faktor-faktor lain” yang berhubungan dengan komitmen kontinuans baik sifatnya positif maupun negatif (John dan John, 2003, dalam Thomas dan wahyu, 2007), bahwa komitmen para guru berhubungan secara langsung dengan sejumlah etitas misalnya komitmen yang terlalu berlebihan terhadap atasannya dapat

mengakibatkan perilaku “Asal Bapak Senang” seperti pada desain struktur

organisasi yang berorientasi pada aspek senioritas dan sentralistis untuk mengendalikan perilaku anggota, loyal kepada organisasi dan melegitimasi tindakan mereka berdasarkan peraturan-peraturan organisasi (Fachruddin, 2004 dalam Thomas dan wahyu, 2007).

Menurut Meyer dan Allen, (1997) bahwa komitmen organisasi merupakan sikap yang dihasilkan dari perilaku diharapkan menghasilkan perilaku yang berkelanjutan berdasarkan pengidentifikasian seperangkat kondisi tertentu. Karena itu dengan mendesain suatu kondisi suasana belajar-mengajar, suasana kerja yang baik akan mempengaruhi perilaku berkelanjutan sebagai konsekuensi dari sikap individu dalam hal ini para gutru.

Dalam penelitian bahwa telah teridentifikasi sejumlah faktor yang berhubungan dengan komitmen, baik bersifat negatif maupun positif. menyimpulkan selain bersifat positif tidak semua komitmen akan memberikan keuntungan bagi organisasi (John dan John, 2003, dalam Thomas dan wahyu, 2007). Menurut Iverson dan Buttigieg, 1998, dalam Thomas dan wahyu, 2007) hal

ini disebabkan adanya sejumlah faktor pribadi dan sekolah memiliki hubungan negatif dengan komitmen kontinuans pada guru meliputi ketidakserasian tujuan dan nilai perorangan dengan organisasi, kurangnya kepercayaan dan komunikasi, tingginya konflik personil, dan penyelesaian kurang efektif .

Berbeda dengan karyawan yang memiliki komitmen positif berarti karyawan yang setia dan produktif yang mengidentifikasikan dirinya pada tujuan dan nilai perusahaan didasarkan pada pendapat Buchanan (dalam Meyer dan Allen, 1997) maka banyak bentuk perilaku yang dihubungkan dengan pekerjaan seperti komitmen untuk tetap bekerja, pelaksanaan tugas, kehadiran, komitmen kerja, kualitas kerja dan pengorbanan pribadi demi kepentingan organisasi didasarkan pada pendapat Robinowitz, dkk (dalam Meyer dan Allen, 1997).

Adapun pandangan secara eksternal dibuktikan Fisher, 1986, dalam Thomas dan wahyu, 2007) bahwa ketika seorang karyawan baru memutuskan untuk bergabung dengan organisasi tertentu, maka sebenarnya mereka telah siap untuk melakukan berbagai perubahan peran dalam dirinya untuk dapat menyesuaiakan peran yang diberikan dalam organisasi tersebut. Akan tetapi bila pada akhirnya kenyataan yang ada berbeda dimana kondisi demikian tidak tercapai baik pada karakteristik kerja, pelatihan, dan pengembangan, dan kompensasi maupun perlakuan adil sehingga mempengaruhi komitmen organisasi karyawan itu sendiri.

Demikian halnya guru-guru di sekolah Sekolah Menengah Pertama di Medan, sebagian mungkin mempersepsikan komitmen kontinuans dalam arti yang berbeda misalnya profesi guru itu sendiri atau perannya, pada sekolah tempatnya bekerja.

Komitmen organisasi umumnya ditegaskan dengan: (a) keyakinan yang kuat dalam penerimaan dari nilai-nilai dan sasaran organisasi (normatif), (b) kemauan melakukan usaha untuk kepentingan organisasi (afektif), (c) keinginan untuk mempertahankan organisasi (kontinuans). Komitmen organisasi sebagai indikasi dari partisipasi yang penting dalam keberhasilan organisasi didasarkan pada pendapat Porter, dkk (dalam Silalahi, 2008).

Menurut Becker’s (dalam Meyer & Allen, 1997) adalah yang mempengaruhi komitmen kontinu dalam organisasi yaitu (1) variabel investasi

yaitu melibatkan investasi dari sesuatu yang berharga seperti waktu, tenaga, uang

yang merupakan bagian dari internal individu, bahwa seorang karyawan akan kehilangan itu jika ia meninggalkan organisasi. (2) variabel alternatif yaitu melibatkan persepsi karyawan terhadap alternatif pekerjaan. Karyawan berpikir bahwa mereka memiliki alternatif yang sedikit. Misalnya, seorang karyawan mungkin mendasarkan persepsinya terhadap lingkungan eksternal (tingkat lapangan kerja dan iklim ekonomi) karyawan lain mungkin mendasarkan alternatif sejauh mana keahliannya tampak berharga, masih dapat dipakai dan cocok di organisasi yang lain.

Hubungan antara kepemimpinan transformasional dan komitment kerja karyawan dikemukakan oleh Bass (1985), ditegaskan bahwa seorang pemimpin transformasional yang mempunyai nilai-nilai internal yang standart yang dapat diserap oleh pengikut atau bawahan akan merubah sikap, kepercayaan dan tujuan yang akan dicapai bawahan. Perubahan itu merupakan wujud komitmen kerja

bawahan pada nilai-nilai pimpinannya yang menyebabkan pimpinannya berpengaruh pada bawahan melalui organisasi.

Penelitian lain tentang kepemimpinan transformasional juga menekankan hal yang sama bahwa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformational berhubungan pada komitmen organisasi, dimana pemimpin bergaya transformasional mempengaruhi dan membantu bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen dan performansi dengan mengawasi hasil kelompok sasaran dan membangun anggota kelompok secara individu untuk mencapai potensi yang lebih tinggi, memberi semangat pada bawahan untuk berpikir secara kritis dan setia pada organisasi didasarkan pada pendapat Parry, dkk (dalam Silalahi, 2008).

Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional mengandung empat

komponen yakni: Idealized Influence, Inspirational Motivation, Intellectual

Stimulation dan Individualized Consideration. Keempat komponen ini saling berhubungan dan dapat menumbuhkan komitmen karyawan pada organisasi dan mempengaruhi efektivitas dan performasi karyawan yang loyal pada organisasi.

Seorang pemimpin yang idealized influence yaitu pemimpin yang

memberikan pengaruh kepada karyawannya untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip, dan pemimpin transformasional memiliki karakter berani untuk membuat suatu keputusan menegur bahkan memberhentikan tidak hormat kepada bawahannya yang tidak sesuai dan tidak disiplin. Oleh sebab itu, karyawan yang memiliki komitmen kontinuan yang tinggi pada organisasi dapat menurun dikarenakan seorang pemimpin yang memiliki gaya transformasional.

Pemimpin transformasional memiliki karakter-karakter seperti mereka berani, mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan, memiliki kemampuan menghadapi ketidakpastian, dan lain-lain menurut Tichy & Devanna (dalam Wahjonno, 2010), ini akan membuat seorang guru yang memiliki komitmen kontinuan tinggi akan rendah dengan keberanian pemimpin untuk memberikan teguran bahkan diberhentikan tidak hormat (dengan proses yang panjang) apabila guru-guru tidak dapat disiplin dan hanya mementingkan keuntungan diri sendiri.

Kepemimpinan transformasional pada subjek penelitian ini yang paling besar berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 55 orang (78.57%) dengan kategori sedang yang dapat diartikan bahwa atasan memiliki hubungan yang baik dengan karyawan dan atasan memberikan kesempatan untuk lebih terbuka walaupun ada beberapa hal dari atasan yang tidak sejalan dengan mengungkapkan pikiran, opini, informasi dan ide yang mereka miliki. 8 orang (11.43%) dengan kategori tinggi yang dapat diartikan bahwa atasan selalu menginspirasi serta memotivasi bawahannya untuk mencapai visi organisasi, lebih membimbing bawahannya dalam bekerja, mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam organisasi, menanamkan nilai kekeluargaan dengan bawahannya. 7 orang (10%) dengan kategori rendah yang dapat diartikan bahwa atasan tidak memiliki motivasi dan inspirasi untuk mencapai visi organisasi.

Sementara komitmen organisasi yang kategorisasi tinggi sebanyak 0 orang (0%) yang dapat diartikan bahwa individu tersebut mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri didalam perusahaan dan senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat mereka bekerja serta

berusaha menampilkan kinerja yang terbaik, kategorisasi sedang sebanyak 69 orang (98.57%) yang dapat diartikan bahwa individu tersebut memiliki keinginan untuk menampilkan kinerja yang terbaik walaupun ada beberapa hal dari perusahaan yang masih tidak sejalan dengan nilai-nilai mereka dan kategori rendah sebanyak 1 orang (1.43%) dapat diartikan bahwa individu tidak memiliki keinginan dan tidak termotivasi untuk memberikan kinerja mereka yang terbaik didalam perusahaan tempat mereka bekerja. Hal ini berarti mayoritas subjek penelitian yaitu guru yang memiliki komitmen kontinuans adalah kategorisasi sedang.

Pada penelitian ini berdasarkan perbandingan mean empirik dengan mean hipotetik gaya kepemimpinan transformasional diketahui bahwa mean empirik

lebih besar dari mean hipotetik (XE > XH). Hal ini berarti gaya kepemimpinan

transformasional kepala sekolah yang dipersepsikan oleh subjek penelitian lebih besar dari populasi yang diasumsikan. Dan berdasarkan kategorisasi data empirik diketahui bahwa rata-rata yang mempersepsikan gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah di SMPN 3 Medan dalam kategori sedang sebanyak 55 orang (78.57%) subjek penelitian mempersepsikan bahwa atasan yaitu kepala sekolah cukup besar dalam menerapkan gaya kepemimpinan transformasional.

Sedangkandiperoleh hasil perbandingan antara skor mean empirik dengan

mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik

(XE > XH). Hal ini berarti komitmen kontinuans subjek penelitian lebih besar dari

bahwa rata-rata yang memiliki komitmen kontinu sebanyak 69 orang (98.57%) yang dalam kategori sedang. Hal ini berarti mayoritas subjek penelitian yaitu guru yang memiliki komitmen kontinuans adalah kategorisasi sedang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan hasil penelitian, yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen kontinuans guru.

2. Berdasarkan hasil penelitian ternyata sebagian besar subjek penelitian tidak tergolong ke dalam kategori tinggi dan rendah pada kedua variabel.

3. Berdasarkan hasil penelitian ternyata sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat komitmen kontinuans dan gaya kepemimpinan transformasional yang tergolong kategori sedang.

B. Saran

Dokumen terkait