• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara Persepsi Guru Terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA

SEKOLAH DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

PUSPITA SARY

071301125

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH

DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU

Dipersiapkan dan disusun oleh:

PUSPITA SARY

071301125

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 19 Juli 2012

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Prof. Dr. Irmawati, psikolog

NIP. 195301311980032001

Dewan Penguji

1. Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog Penguji I/Pembimbing

2. Siti Zahreni, M.Psi., Psikolog Penguji II

NIP. 198201282005022001

3. Eka Danta Jaya Ginting, M.A, Psikolog Penguji III

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH

DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Adapun di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

PUSPITA SARY 071301125

(4)

Hubungan Antara Persepsi Guru terhadap gaya kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru

Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog

ABSTRAK

Profesionalitas dan kualitas kerja para guru merupakan indikasi dari adanya komitmen guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah (organisasi) tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi kemajuan organisasinya. Komitmen terhadap organisasi dapat muncul disebabkan berbagai faktor, salah satu faktornya adalah kepemimpinan kepala sekolah. Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi yaitu: karakteristik organisasi, karakteristik individu, pengalaman kerja menurut Allen & Meyer (1997).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengungkapkan hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode

korelasi Pearson Product Moment. Metode pengumpulan data menggunakan

teknik purposive sampling dengan jumlah subjek penelitian ini adalah 70 guru,

dengan usia 25-59 tahun, masa kerja minimal 2 tahun, dan memiliki persepsi gaya kepemimpinan transformasional kepada atasannya (kepala sekolah).

Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi dengan (rxy = 0.339) dan

(p = 0.002 ) dan (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negative antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen organisasi guru. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak signifikan dan mempunyai hubungan tidak langsung melalui komitmen organisasi kontinuans.

Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasi, Kepala Sekolah dan Guru

(5)

Relationship Between Teacher Perception of Principal Transformational leadership style Kontinuans With Teacher Commitment

Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog

ABSTRACT

Professionalism and quality of work of teachers is an indication of the commitment of teachers to the school as an organization where she taught, so that it can be said of a teacher who has a commitment to the school (organization) where she taught will seek to work earnestly to realize organizational goals to be achieved by wholeheartedly for the betterment of the organization. Commitment to the organization may arise due to various factors, one factor is the leadership of school principals. Some characteristics that can affect the organizational commitment: organizational characteristics, individual characteristics, work experience according to Allen & Meyer (1997).

The purpose of this study is to see and reveal the relationship between transformational leadership style with organizational commitment study used a quantitative approach using the Pearson Product Moment correlation. Methods of data collection using purposive sampling technique with the subjects of this study was 70 teachers, with 25-59 years of age, years of service at least 2 years, and have the perception of transformational leadership style to his superiors (principals).

The results showed a correlation coefficient (rxy = 0.339) and (p = 0.002) and (p <0.05). These results indicate there is a negative relationship between teacher perceptions of principal transformational leadership style with organizational commitment of teachers. From the analysis it is hypothesized that transformational leadership is insignificant and has no direct relationship with organizational commitment kontinuans.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1 Defenisi Komitmen Organisasi ... ……..13

2. Komponen Komitmen Organisasi ... ……. 16

(7)

4. Kepemimpinan ... 21

5. Defenisi Kepemimpinan Transformasional ... 22

6. Pengertian Kepala Sekolah ... 25

7. Pengertian Guru……….. 25

8. Pengertian Persepsi guru………. 26

9. Komponen Kepemimpinan Transformasioanl………. 26

10. Karakteristik kepemimpianan Transformasional………. 28

11. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Kontinuans ... 30

D. Hipotesa Penelitian……….. 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 34

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34

D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 36

E. Metode Pengumpulan Data . ... 37

F. Validitas dan Reliabilitas. ... 41

1. Validitas Alat Ukur ... 41

2. Uji Daya Beda Aitem ... 42

3. Uji Reliabilitas ... 43

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 44

G. Prosedur Penelitian. ... 46

(8)

2. Pelaksanaan Penelitian ... 49

3. Pengolahan Data ... 50

H. Metode Analisis Data... 50

1. Uji Normalitas ... 50

2. Uji Linieritas ... 51

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 52

B. Hasil Penelitian Inferensial ... 56

a. Uji Asumsi Penelitian ... 56

1). Uji Normalitas ... 56

2). Uji Linieritas ... ... 57

b. Hasil Penelitian Utama ... 58

c. Hasil Tambahan Penelitian ... 60

C. Pembahasan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA 73

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, nikmat, dan karunia-Nya yang tiada pernah berakhir. Hanya dengan

izin-Nya akhirnya penulisan tugas ini dapat terselesaikan.

Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan besar

Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umat manusia dari kegelapan

menuju cahaya Islam. Adapun maksud dan penyusunan skripsi ini adalah untuk

memenuhi salah satu syarat memenuhi ujian Sarjana Psikologi di Fakultas

Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi saya yang berjudul “Hubungan

Antara Persepsi guru terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala

Sekolah dengan Komitmen Kontinuan Guru”.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan penelitian sederhana ini tidak

mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan ketulusan hati dari berbagai pihak.

Peneliti menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara yang juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

selama ini telah banyak memberikan perhatian, motivasi dan bimbingan

dengan penuh kesabaran kepada saya, serta terimakasih kepada Pembantu

(10)

2. Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog selaku Dosen Pembimbing, saya

berterima kasih atas waktu, bimbingan, saran yang diberikan kepada saya

dengan penuh ketelitian dalam membimbing skripsi di tengah kesibukan ibu.

3. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Drs. H. Nampati Ginting, M,Pd

dan Dra. Hj. Nilawaty Harahap yang telah berjuang untuk membesarkan

saya selama ini, dan senantiasa mengiringi dengan do’a, kasih sayang, serta

dukungan semangat yang tidak pernah berhenti, “Ya Allah ampunilah segala

dosaku dan dosa ibu bapakku, kasihani mereka sebagaimana mereka

menyayangiku aku di waktu kecil”, Amin Ya Rabb.

4. Kepada kakak penulis dr. Desy Arisandy Ginting, adik saya M. Husni

Thamrin Ginting, Dinda Ayu Mahfira Ginting, sepupu saya Nurul Mahvira

Harahap, S.Psi yang selalu mendukung, memberi semangat dan perhatian

penuh, dan senantiasa mendoakan penulis, sehingga penulis dapat tetap

berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Kepegawaian Fakultas Psikologi USU, yang telah

memberikan semangat, ilmu, wawasan, dan pengalaman kepada peneliti.

terima kasih atas semua kebaikan hati yang telah diberikan kepada saya

selama perkuliahan.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 42 bapak Drs. H. Nampati Ginting, M.Pd dan

guru-guru SMP Negeri 42 Medan. Kepala sekolah SMP Negeri 3 Medan ibu

Nurhalimah Sibuea, S.Pd, M.Pd dan SMK dan guru-guru SMP Negeri 3

Medan yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengambil data

(11)

7. Orang-orang terdekat dan para sahabat penulis yaitu Ballian Pulungan, S.E.,

M.M dan sahabat angkatan 2007 di grup “Kita-kita Aja” (Rina Melati

Marpaung, S.Psi, Maria Novelita Parhusip, S.Psi, Maulidini Nazlely, S.Psi,

Novita Armayanti Harahap, S.Psi, Margareth Hutabarat, S.Psi, Fenny

Kurniawan, S.Psi,) yang telah memberikan dukungan maupun saran demi

kelancaran skripsi ini.

8. Teman-teman di Fakultas Psikologi USU khususnya angkatan 2006 yaitu

Nurul Mahvira Harahap, S.Psi, Rizqia Maulida, S.Psi, Endang Rinny, S.Psi.

Angkatan 2007 yaitu Chairunnisa Aprilia Nasution, S.Psi, Imelvi Putri

Ombi, S.Psi dan teman-teman lainya

Wassalam.

Medan, Juni 2012 Peneliti

(12)

Hubungan Antara Persepsi Guru terhadap gaya kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru

Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog

ABSTRAK

Profesionalitas dan kualitas kerja para guru merupakan indikasi dari adanya komitmen guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah (organisasi) tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi kemajuan organisasinya. Komitmen terhadap organisasi dapat muncul disebabkan berbagai faktor, salah satu faktornya adalah kepemimpinan kepala sekolah. Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi yaitu: karakteristik organisasi, karakteristik individu, pengalaman kerja menurut Allen & Meyer (1997).

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengungkapkan hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode

korelasi Pearson Product Moment. Metode pengumpulan data menggunakan

teknik purposive sampling dengan jumlah subjek penelitian ini adalah 70 guru,

dengan usia 25-59 tahun, masa kerja minimal 2 tahun, dan memiliki persepsi gaya kepemimpinan transformasional kepada atasannya (kepala sekolah).

Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi dengan (rxy = 0.339) dan

(p = 0.002 ) dan (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negative antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen organisasi guru. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak signifikan dan mempunyai hubungan tidak langsung melalui komitmen organisasi kontinuans.

Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasi, Kepala Sekolah dan Guru

(13)

Relationship Between Teacher Perception of Principal Transformational leadership style Kontinuans With Teacher Commitment

Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog

ABSTRACT

Professionalism and quality of work of teachers is an indication of the commitment of teachers to the school as an organization where she taught, so that it can be said of a teacher who has a commitment to the school (organization) where she taught will seek to work earnestly to realize organizational goals to be achieved by wholeheartedly for the betterment of the organization. Commitment to the organization may arise due to various factors, one factor is the leadership of school principals. Some characteristics that can affect the organizational commitment: organizational characteristics, individual characteristics, work experience according to Allen & Meyer (1997).

The purpose of this study is to see and reveal the relationship between transformational leadership style with organizational commitment study used a quantitative approach using the Pearson Product Moment correlation. Methods of data collection using purposive sampling technique with the subjects of this study was 70 teachers, with 25-59 years of age, years of service at least 2 years, and have the perception of transformational leadership style to his superiors (principals).

The results showed a correlation coefficient (rxy = 0.339) and (p = 0.002) and (p <0.05). These results indicate there is a negative relationship between teacher perceptions of principal transformational leadership style with organizational commitment of teachers. From the analysis it is hypothesized that transformational leadership is insignificant and has no direct relationship with organizational commitment kontinuans.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan. Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan

tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan

dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini

sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan

masyarakat serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal

dan perubahan global yang terjadi begitu pesat (Mulyasa, 2007). Perubahan dan

permasalahan tersebut didasarkan pada pendapat Prof. Sanusi (dalam Mulyasa,

2007) seperti adanya pasar bebas, tenaga kerja, perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan budaya. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia sedang

dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis yaitu rendahnya daya saing

sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya

manusia (SDM) berkualitas (Mulyasa, 2007). Penting untuk diperlukan upaya

dalam mengembangkan mutu manusia-manusia Indonesia yang nantinya

dipersiapkan untuk menjadi penerus masa depan bangsa di (Suwarsih, dalam

Kushariyanti, 2007).

Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dapat dilakukan dengan

jalan pembangunan sektor pendidikan tersebut didasarkan pada pendapat

(15)

suatu bangsa bergantung pada kualitas sumber dayanya untuk itu diperlukan

keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan.

Guru dianggap sebagai faktor yang menentukan terhadap meningkat atau

menurunnya mutu pendidikan kita. Hasil Penelitian Pusat Informatika

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menunjukkan bahwa guru yang

berkualitas mempunyai hubungan dengan kualitas pendidikan. Peranan guru

sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin diantara peserta

didik. Guru bertanggungjawab untuk mengorganisasikan dan mengawasi kelas

serta menciptakan situasi yang kondusif agar peserta didik memperoleh

pengalaman belajar serta merangsang kreativitasnya. Guru menempati posisi

penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan

dapat membawa negara pada kemajuan. Peranan guru bersifat multidimensional

dan bergradasi menurut jenjang pendidikan. Dikatakan multidimensional karena

peran itu bukan satu tetapi beraneka ragam yaitu guru sebagai pendidik atau orang

tua, pemimpin atau manajer, produsen atau pelayan, pembimbing atau fasilitator,

motivator atau stimulator, peneliti atau narasumber (Mulyasa, 2007).

Kualitas kerja para guru juga merupakan indikasi dari adanya komitmen

guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga

dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah atau

organisasi tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh

untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi

(16)

Komitmen organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam

menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi. Komitmen menunjukkan

hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta

mengabdikan diri bagi perusahaan (Miner dkk, dalam Silalahi, 2008).Komitmen

merupakan alat perkiraan penting untuk dapat berpartisipasi di organisasi.

Komitmen organisasi yang tinggi haruslah ditumbuhkan, jika karyawan memiliki

komitmen organisasi yang rendah maka harus ditingkatkan dengan perubahan

yang dilakukan untuk kemajuan pribadi maupun organisasi (Armansyah, dalam

Mahrus, 2002).

Meyer dan Allen (1997) mengatakan bahwa komitmen organisasi

merupakan suatu hasrat karyawan dalam sebuah organisasi untuk tetap tinggal dan

bekerja serta mengabdikan diri untuk organisasinya. Berdasarkan definisi tersebut

anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat

bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak

memiliki komitmen terhadap organisasi.

Sebaliknya pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana

individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut

ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu dengan komitmen yang

tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang

positif tentang organisasinya. Selain itu individu akan menunjukkan perilaku yang

konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri yang positif (Meyer & Allen,

(17)

Karyawan yang memiliki komitmen berarti karyawan yang setia dan

produktif yang mengidentifikasikan dirinya pada tujuan dan nilai perusahaan

(Buchanan, dalam Meyer & Allen, 1997), banyak bentuk perilaku yang

dihubungkan dengan komitmen yang berhubungan dengan pekerjaan seperti

komitmen untuk tetap bekerja, pelaksanaan tugas, kehadiran, komitmen kerja,

kualitas kerja dan pengorbanan pribadi demi kepentingan organisasi (Robinowitz

& Hall, Randall, dalam Meyer dan Allen, 1997).

Komitmen itu sendiri adalah hubungan antara karyawan dengan organisasi

yang ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk mempertahankan keanggotaan

organisasi, menerima nilai dan tujuan-tujuan organisasi serta bersedia untuk

berusaha keras demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi. Meyer dan

Allen (1997) membagi tiga komponen dalam komitmen organisasi yaitu

komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinu (continuance

commitment) dan komitmen normatif (normative commitment). Komitmen afektif

adalah tingkat seberapa jauh seseorang karyawan secara emosi terikat, mengenal

dan terlibat dalam organisasi. Komitmen normatif yaitu merujuk kepada tingkat

seberapa jauh seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi karyawan dari

sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, kehangatan,

pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan dan lain-lain. Komitmen

kontinuans adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan

meninggalkan organisasi.

Beberapa penelitian mengatakan bahwa komitmen kontinuas menunjukkan

(18)

keterampilan yang mereka miliki (Allen & Meyer, 1990; Lee, 1992; Withey,

1988) dan pendidikan mereka (Lee, 1992) terhadap organisasi (dalam Meyer &

Allen, 1997).

Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kontinuans dalam organisasi

yaitu variabel investasi dan variabel alternatif. Variabel investasi mencakup

waktu, tenaga, uang yang menjadi investasi mereka (internal) sedangkan variabel

alternatif mencakup pekerjaan lain, dukungan keluarga (eksternal). Berdasarkan

faktor-faktor di atas terdapat hal penting berupa proses pertimbangan antara

investasi dan alternatif yang mempunyai pengaruh kuat pada komitmen

kontinuans menurut (Meyer dan Allen, 1991, dalam Meyer dan Allen, 1997).

Menurut Whitener dan Waltz, 1993 (dalam Meyer & Allen, 1997)

mengembangkan suatu komposisi penilaian yang meliputi investasi bahwa

karyawan yang meninggalkan organisasi biasanya akan kehilangan investasinya

seperti uang pensiun, status, keamanan pekerjaan, bahwa ini menunjukkan adanya

hubungan positif dengan komitmen kontinuans pada organisasi.

Komitmen kontinuans akan tinggi apabila pemimpin tetap mampu

menjaga kepuasan para karyawannya yang masih bekerja dengan memberikan

reward dan sebaliknyan, komitmen kontinuans akan rendah bila karyawan

mendapat punishment dari pemimpin dengan teguran bahkan dapat diberhentikan

secara tidak hormat atas pekerjaan yang tidak sesuai dengan visi dan disiplin yang

diterapkan organisasi. Hasil penelitian dari Tsai (dalam Silalahi, 2008) meneliti

(19)

dimana akan menurun tingkat komitmen kontinuans pekerja dikarenakan oleh

ketidakdisiplinan terhadap perusahaannya.

Pada sebuah sekolah terdapat kepala sekolah yang merupakan pemimpin

dalam suatu instusi pendidikan, baik itu sebagai pemimpin bagi para guru maupun

pemimpin dalam manajemen sekolah. Berdasarkan itu, tugas dan fungsi kepala

sekolah merupakan sosok sentral dalam peningkatan mutu kualitas pendidikan di

sekolah (Wahyusumidjo, 1999).

Seiring dengan kepemimpinan kepala sekolah yang saling mempengaruhi

terhadap kinerja karyawannya. Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam

sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi dalam

menangani perubahan sehingga keberadaan pemimpin bukan hanya ada simbol

atau tidaknya, tidak menjadi masalah namun apakah keberadaannya memberi

dampak positif bagi perkembangan organisasi. Pentingnya seorang pemimpin

dalam organisasi adalah untuk menggerakkan dan memotivasi anggotanya dalam

mencapai tujuan organisasi. Adapun proses pencapaian tersebut harus dilandasi

oleh komitmen, visi dan strategi yang telah direncanakan sebelumnya sehingga

efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya pun dapat tercapai (Wagiman,

2005).

Peran pemimpin merupakan faktor yang dapat mengerahkan daya dan

usaha karyawan serta dapat mendukung organisasi. Gaya kepemimpinan yang

telah banyak dilakukan yaitu kepemimpinan transformasional yang dikembangkan

oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan

(20)

2008). Hal ini dikarenakan penerapan dari kepemimpinan transformasional

terbukti mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti

perubahan nilai-nilai, tujuan dan kebutuhan bawahan dan perubahan-perubahan

tersebut berdampak pada timbulnya komitmen karena terpenuhinya kebutuhan

yang lebih tinggi menurut Berry, 1997; Massi & Cooke, 2000; Bass, Avolio,

Waldman, Einstein & Beeb, 1987 (dalam Silalahi, 2008).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional

berhubungan dengan komitmen organisasi dimana pemimpin mempengaruhi dan

membantu bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen

dan performansi, mengawasi hasil dari kelompok secara individu untuk mencapai

potensi yang lebih tinggi, memberikan semangat pada bawahan untuk berpikir

secara kritis, serta setia pada organisasi didasarkan (Parry, 2004; Viator, 2001;

Pillai & Williams, 2004; Yammarino & Dubinsky, 1994; Bono & Judge, 2004;

Lee, 2005, dalam Silalahi, 2008).

Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional adalah dalam

konteks pengaruh atasan terhadap karyawanya. Karyawan merasa percaya,

bangga, kagum, hormat dan loyal kepada atasannya serta mereka termotivasi

untuk mengerjakan sesuatu melebihi apa yang diharapkan semula.

Pemimpin transformasional merupakan suatu keadaan dimana seseorang

pemimpin mempunyai kharisma, mempunyai visi dan menggunakannya untuk

mentransformasikan anggota organisasi, dimana dalam hal ini

anggota-anggotanya terinspirasi, percaya dan yakin pada kepentingan-kepentingan dan

(21)

membuat sikap-sikap baru dan memberi gairah kepada pengikutnya untuk

mengarahkan dan mencapai nilai-nilai dan keyakinan yang lebih tinggi, serta

memotivasi bawahannya untuk melakukan apa yang mereka harapkan sebelumnya

(Silalahi, 2008).

Dalam menata organisasi, pemimpin transformasional menjelaskan kepada

pengikutnya visi yang menarik dan gambaran tentang hasil yang akan diperoleh

sehingga pengikutnya memperoleh pengertian yang lebih baik tentang pekerjaan

mereka. Hal ini meningkatkan antusiasme, rangsangan, keterlibatan emosi dan

komitmen terhadap tujuan kelompok. Dalam pola kepemimpinan seperti ini,

model peran dijelaskan melalui penjelasan yang bersifat ideologi dan menarik

bagi pengikut. Kadang-kadang pemimpin menggunakan dirinya sendiri sebagai

contoh untuk diikuti pengikutnya (Wahyusumidjo, 2002)

Bass dan Steidlmeier (dalam Wahjono, 2010) juga menegaskan bahwa

kepemimpinan transformasional yang sesungguhnya harus dibangun dari dasar

atau pondasi moral. Hal senada juga dikemukakan oleh Burn (dalam Wahjono,

2010) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional yang otentik

harus bersandar pada dasar nilai yang sah (legitimate value ).

Menurut Bass & Avolio (1985) kepemimpinan transformasional yang

otentik mengandung empat komponen yakni (1) Idealized Influence (2)

Inspirational Motivation (3) Intellectual Stimulation (4) Individualized

Consideration. Keempat komponen ini saling berhubungan dan dapat

(22)

efektivitas dan performansi sebagai karyawan yang loyal pada organisasi

(Silalahi, 2008).

Menurut Bass (1985) bentuk perilaku pemimpin adalah imbalan kontinjen

yang ditunjukkan antara lain berbicara banyak mengenai rekomendasi dan

promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik, menjamin bawahan

akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang

dilakukan, dan memberikan reward sebagai pengganti atas dukungan dan kerja

keras yang diberikan bawahan kepada pemimpin untuk tujuan organisasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan gaya kepemimpinan subjek seperti itu

adalah adanya keinginan subjek sebagai pemimpin untuk memberikan contoh

kepada bawahan agar bawahan dapat meniru apa yang telah subjek lakukan,

apabila bawahan memiliki loyalitas kinerja yang baik, maka subjek akan

mempertahankan orang tersebut sesuai sifat dan kemampuan masing-masing dan

sehingga subjek tidak lagi menganggapnya sebagai bawahan tetapi sebagai teman

kerja yang penting (Silalahi, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan

salah satu kunci utama keberhasilan pendidikan terutama di tingkat sekolah. Guru

yang dibutuhkan oleh sekolah adalah guru-guru yang mempunyai perilaku kerja

yang baik, berkualitas, dan berkomitmen tinggi terhadap sekolah. maka komitmen

kontinuans dalam penelitian ini adalah komitmen dari guru. Menurut McShane

dan Von Glinow, 2000 (dalam Simbolon 2008) persepsi adalah proses penerimaan

informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan informasi

(23)

perilaku masing-masing individu yang menerima informasi tersebut. Pemimpin

transformasional memiliki karakter-karakter seperti berani, mengidentifikasikan

dirinya sebagai alat perubahan, memiliki kemampuan menghadapi ketidakpastian,

dan lain-lain (Tichy & Devanna, dalam Wahjonno, 2010), ini akan membuat

seorang guru yang memiliki komitmen kontinuans tinggi akan menurun dengan

keberanian pemimpin untuk memberikan teguran bahkan diberhentikan tidak

hormat (dengan proses yang panjang) apabila guru-guru tidak dapat disiplin dan

hanya mementingkan keuntungan diri sendiri.

Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri di Kota Medan yang

merupakan wilayah perkotaan. Adanya persaingan yang semakin tinggi

dikarenakan semakin pesatnya kemajuan teknologi kemudian mempermudah anak

didik di kota untuk mengakses informasi untuk perkembangan pada dunia

pendidikan. Sehingga tuntutan terhadap guru untuk lebih meningkatkan

kualitasnya akan lebih besar untuk mengembangkan kemampuan para anak

didiknya. Begitupun halnya di SMP Negeri, yang akan lebih membutuhkan

komitmen dari gurunya untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam

dunia pendidikan.

Maka peneliti ingin melihat hubungan antara persepsi guru terhadap gaya

kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen kontinuans

guru. Untuk mengetahui apakah benar terdapat hubungan antara persepsi guru

terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen

(24)

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ingin diteliti adalah apakah terdapat hubungan antara

persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah

dengan komitmen kontinuans guru.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana hubungan antara

persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah

dengan komitmen guru.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu psikologi

khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi dan peneliti-peneliti lainya

mengenai komitmen organisasi dan juga model gaya kepemimpinan

transformasional.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

Dapat memberi masukan kepada guru mengenai pentingnya komitmen

terhadap organisasi sehingga berusaha meningkatkan komitmen terhadap

(25)

b. Bagi kepala sekolah

Dapat memberi informasi kepada kepala sekolah mengenai pentingnya

penerapan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan

para gurunya sehingga dapat meningkatkan komitmen guru terhadap

organisasi dan dapat dijadikan sebagai masukan mengenai kebijakan

kepala sekolah yang berhubungan dengan guru.

E. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Disini

digambarkan mengenai berbagai fenomena dan tinjauan literatur

mengenai hubungan gaya kepemimpinan transformasional kepala

sekolah dengan komitmen organisasi guru.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang

menjadi bagian dari penelitian, meliputi landasan teori dari komitmen

organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional. Bab ini juga

mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah

penelitian yang menjelaskan hubungan gaya kepemimpinan

(26)

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup

variabel penelitian, definisi operasioanal variabel penelitian, populasi,

sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data,

prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data yang digunakan

untuk mengolah hasil penelitian.

BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Berisi gambaran subjek penelitian, laporan hasil penelitian yang

meliputi kategorisasi data penelitian, hasil uji asumsi meliputi uji

normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dijelaskan dibab

sebelumnya. Selain itu bab ini juga akan memuat saran metodologis

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Organisasi

1. Definisi Komitmen Organisasi

Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan

komitmen organisasi yaitu attitudinal commitment dan behavioral commitment

(Mowday, Porter, & Steers, 1982; Reichers, 1985; Salancik, 1977; Scholl, 1981;

Staw, 1977, dalam Meyer & Allen, 1997).

Pendekatan sikap (attitudinal commitment) berfokus pada proses berpikir

individu tentang hubungan mereka dengan organisasi. Individu akan

mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi.

Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan keyakinan yang kuat

dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut.

Sedangkan pendekatan perilaku (behavioral commitment) berhubungan dengan

proses dimana individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen

individu tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu

dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan

mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya. Selain itu individu

akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri

yang positif (Mowday, dalam Meyer & Allen, 1997).

Meyer dan Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen

(28)

karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki

implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam

berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen

terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi

dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

Karyawan yang memiliki komitmen berarti karyawan yang setia dan

produktif yang mengidentifikasikan dirinya pada tujuan dan nilai perusahaan

menurut (Buchanan, dalam Meyer & Allen, 1997), maka banyak bentuk perilaku

yang dihubungkan dengan pekerjaan seperti komitmen untuk tetap bekerja,

pelaksanaan tugas, kehadiran, komitmen kerja, kualitas kerja dan pengorbanan

pribadi demi kepentingan organisasi (Robinowitz, Hall & Randall, dalam Meyer

& Allen, 1997). Komitmen yang berhubungan dengan pekerjaan adalah

serangkaian variabel dengan lima hal yaitu: pekerjaan, organisasi, kelompok

kerja, karir dan nilai kerja (Blau, Morrow & Mcelroy, dalam Meyer & Allen,

1997). Bentuk komitmen yang paling banyak diterima adalah keterikatan

emosional terhadap organisasi yang meliputi penerimaan nilai-nilai organisasi dan

keinginan untuk tetap tinggal bersama organisasi (Porter, dalam Meyer & Allen,

1997).

Komitmen adalah kesepakatan atau janji untuk melakukan suatu kegiatan

atau pekerjaan disertai dengan loyalitas berdasarkan kesamaan nilai atau visi

pribadi dan visi organisasi. (1) Komitmen berhubungan dengan visi pribadi,

memiliki kekuatan yang berasal dari keyakinan, nilai-nilai, kepercayaan diri,

(29)

keyakinan yang kuat, optimis dan totalitas akan membentuk pribadi dengan sikap

komitmen tinggi. Sikap ini memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap

organisasi, yang berarti individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan

untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. (2) komitmen berhubungan

dengan visi organisasi, karyawan yang memiliki tingkat sekedar bergabung

dengan perusahaan secara fisik melainkan juga bersedia melakukan pekerjaan di

luar tugasnya (Kushariyanti, 2007). Organisasi nonprofit seperti lembaga

pendidikan, upaya untuk meningkatkan keterlibatan kerja dan komitmen dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pendekatan manusiawi,

menganggap karyawan bukan sebagai faktor produksi semata tapi juga

memberikan penghargaan kepada mereka sebagai individu yang memiliki rasa

tanggung jawab, keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan aktivitas

kerjanya didasarkan pada pendapat Schwartz (dalam Wahyono, 2010).

Selanjutnya Luthans (2006) mengatakan sebagai sikap, komitmen

organisasi paling sering didefinisikan sebagai berikut:

1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu.

2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi.

3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas

karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi

mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta

(30)

Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi mempunyai

penekanan pada proses individu atau karyawan dalam mengidentifikasikan dirinya

dengan nilai-nilai, aturan-aturan dan tujuan organisasi. Disamping itu komitmen

organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar

kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi

menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi secara aktif karena karyawan

yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan

tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam kesejahteraan dan keberhasilan

organisasi tempatnya bekerja (Kushariyanti, 2007).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi

adalah suatu keadaan dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya.

Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan

keterlibatannya. Sehingga seseorang pekerja dengan komitmen yang tinggi pada

umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan

senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat

mereka bekerja. Hasilnya mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah,

produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik dan

pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Menurut Meyer dan Allen (1997) terdapat tiga komponen dalam

(31)

1. Komitmen Affective

Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to,

identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen

afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi

karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian,

karyawan yang memilikikomitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam

organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut

(Meyer dan Allen, 1997).

Hasil beberapa penelitian (Adler dan Araya, 1984; Angle dan Perry, 1983;

Brief dan Alday, 1980, dalam Chairy, 2002), komitmen afektif terhadap

organisasi terbukti berkolerasi dengan umur dan masa kerja. Menurut penelitian

Charrington menemukan hubungan antara usia dan komitmen disebabkan karena

semakin tua karyawan, semakin berkomitmen pada organisasi serta karyawan

yang lebih tua memiliki atau merasa memiliki pengalaman positif dengan

organisasi. Analisis tentang usia tidak menunjukkan efek yang sama, namun

temuan (Gould, dalam Meyer & Allen, 1997) menunjukkan bahwa hubungan

antara kompleksitas kerja dengan kepuasan kerja lebih kuat dirasakan oleh

karyawan yang muda dibandingkan yang tua. Hal ini dimungkinkan adanya

hubungan antara komitmen organisasional dengan usia karyawan yang berbeda.

Menurut Meyer dan Allen (1997) penyebab keterkaitan komitmen afektif

pada organisasi meliputi karakteristik individu, karakteristik organisasi,

pengalaman kerja namun menurut Meyer dan Allen (1997), menunjukkan bahwa

(32)

menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja baik berupa pengalaman khas

perusahaan maupun pengalaman dalam menghadapi tantangan pekerjaan.

2. Komitmen Continuance

Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs

associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya

pertimbangan untung rugidalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk

tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan

dengan pendapat (Becker’s, dalam Meyer dan Allen, 1997) yaitu bahwa

komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinanmemilih identitas

sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan

kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen

kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to)

melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Meyer & Allen, 1997).

Menurut Meyer dan Allen (1997), komitmen kontinuans terhadap

organisasi menunjukkan keterikatan psikologis terhadap suatu organisasi yang

berhubungan dengan persepsi nilai yang telah ditanamkan dalam suatu organisasi

dan efeknya pada kesempatan keluar dari organisasi. Komitmen kontinu

merupakan persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan

organisasi. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinu, yaitu: melibatkan

pengorbanan pribadi (investasi) apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan

(33)

Meyer dan Allen (1997), komitmen afektif dan komitmen kontinuans

mencerminkan hubungan antara karyawan dan organisasi yang menurunkan

turnover, namun sifat hubungannya berbeda. Karyawan yang mempunyai

komitmen afektif kuat akan tetap pada organisasi karena mereka

menginginkannya, sedangkan mereka yang memiliki komitmen kontinuans akan

tetap tinggal di organisasi karena mereka harus melakukannya. Mowday, dkk

(dalam Meyer & Allen, 1997), mengungkapkan mereka yang menginginkan untuk

tetap bertahan di organisasi akan bersedia melakukan peran ekstra demi organisasi

namun mereka yang terpaksa bertahan di organisasi untuk menghindari tingginya

biaya dan tidak banyak melakukan peran ekstra.

3. Komitmen Normative

Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue

employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan

wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki

komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan

dalam organisasi.

Meyer dan Allen (1997) memilih untuk menggunakan istilah komponen

komitmen organisasi daripada tipe atau dimensi komitmen organisasi karena

hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga

komponen tersebut. Selain itu setiap komponen komitmen berkembang sebagai

hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula.

(34)

organisasi dan juga merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Sementara itu,

karyawan lain dapat menikmati bekerja dalam organisasi sekaligus menyadari

bahwa ia lebih baik bertahan dalam organisasi karena situasi ekonomi yang tidak

menentu. Namun, karyawan lain merasa ingin (want to), butuh (need to), dan juga

wajib (ought to) untuk terus bekerja dalam organisasi.

Dengan demikian, pengukuran komitmen organisasi juga seharusnya

merefleksikan ketiga komponen komitmen tersebut, yaitu komitmen afektif,

komitmen kontinuans, dan komitmen normatif.

3. Faktor-faktor Penyebab yang Mempengaruhi Komitmen Kontinuans

Menurut Becker’s, 1960 (dalam Meyer & Allen (1997) menyatakan bahwa

ada dua variabel yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi yang juga

merupakan bagian dari komitmen kontinu yaitu:

1. Variabel Investasi yaitu melibatkan investasi dari sesuatu yang berharga

seperti waktu, tenaga, uang yang merupakan bagian dari internal individu,

bahwa seorang karyawan akan kehilangan itu jika ia meninggalkan

organisasi. Karyawan dapat melakukan investasi dalam organisasi pada

banyak hal, misalnya dengan menimbulkan biaya relokasi keluarganya dari

kota lain atau dengan menghabiskan waktu memperoleh keterampilan

khusus dari organisasi tersebut. Meninggalkan organisasi bisa berarti bahwa

karyawan akan kehilangan atau telah menyia-nyiakan waktu, uang, usaha

(35)

2. Variabel Alternatif yaitu melibatkan persepsi karyawan terhadap alternatif

pekerjaan. Karyawan berpikir bahwa mereka memiliki alternatif yang

sedikit. Misalnya, seorang karyawan mungkin mendasarkan persepsinya

terhadap lingkungan eksternal (tingkat lapangan kerja dan iklim ekonomi)

karyawan lain mungkin mendasarkan alternatif sejauh mana keahliannya

tampak berharga, masih dapat dipakai dan cocok di organisasi yang lain.

Persepsi alternatif juga dapat dipengaruhi oleh hal seperti hasil dari upaya

pencarian kerja sebelumnya, apakah organisasi lain telah mencoba untuk

merekrutnya, dan sejauh mana faktor keluarga mendukung individu untuk

pindah.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel investasi dan variabel

alternatif menurut Becker’s (dalam Meyer & Allen, 1997) adalah yang

mempengaruhi komitmen kontinu dalam organisasi

B. Kepemimpinan

Menurut Maxwell (dalam Wahjono, 2010) menyatakan bahwa

kepemimpinan adalah pengaruh dan kemampuan memperoleh pengikut, dan

menjadi seorang yang diikuti oleh orang lain dengan senang hati dan penuh

keyakinan.

Kepemimpinan itu sebagai “The ability to influence a group toward the

achievement of goal” (Seorang pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi kelompok menuju pencapaian suatu sasaran atau tujuan) (Robbins,

(36)

Robbins dan Judge (dalam Robbins, 1998) juga mengatakan bahwa

kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu

kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan

organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi

interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa kepada pengikutnya, pengorganisasian

dari aktivitas untuk mencapai tujuan, dan memelihara hubungan kerjasama.

Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalui

penanganan dan manajemen yang dilakukannya sehingga keberadaan pemimpin

bukan hanya sebagai simbol yang ada atau setidaknya tidak menjadi masalah

tetapi keberadaannya memberikan dampak positif bagi perkembangan organisasi

(Aan Komariah dan Cepi Triatna, dalam Wahjono, 2010).

1. Defenisi Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass (1999) Pemimpin transformasional disisi lain di mana mereka

yang merangsang dan proses mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka

sendiri. Pengikut dari pemimpin transformasional membantu tumbuh dan

berkembang menjadi pemimpin dengan menanggapi kebutuhan pengikutnya

dengan memberdayakan mereka dan menyelaraskan tujuan dan sasaran dari

pengikutnya dalam organisasi yang lebih besar. Bukti menunjukkan bahwa

(37)

kinerja yang diharapkan, serta mengakibatkan tingginya tingkat kepuasan

pengikut dan komitmen untuk kelompok dan organisasi.

Menurut Bass dan Steidlmeier (dalam Wahjono, 2010) menengaskan bahwa

kepemimpinan transformasional yang sesungguhnya harus dibangun dari dasar

atau fondasi moral. Hal senada juga dikemukakan pada pendapat (Burn, dalam

Wahjono, 2010) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional yang

otentik harus bersandar pada nilai yang sah (legitimate value).

Robbins dan Judge (dalam Robbins, 1998) juga mengatakan bahwa

pemimpin transformasional (transformational leaders) adalah pemimpin yang

menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi

mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang

luar biasa pada diri para pengikutnya. Pemimpin transformasional bisa

memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengorbankan

kepentingan pribadi mereka demi kepentingan organisasi. perhatian individual,

stimulasi intelektual, motivasi inspirasional dan pengaruh yang ideal, seluruhnya

mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktivitas,

memiliki moril kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, meningkatkan

efektivitas organisasi, meminimalkan perputaran karyawan, menurunkan tingkat

ketidakhadiran dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri secara

organisasional yang lebih tinggi.

Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional menjelaskan

imbalan kontinjen ditunjukkan antara lain dalam bentuk perilaku pemimpin yang

(38)

memperoleh imbalan tertentu, berbicara banyak mengenai rekomendasi dan

promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik, menjamin bawahan

akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang

dilakukan (bawahan dapat merundingkan apa yang diperolehnya dari usaha yang

dilakukannya) dan memberikan apa yang bawahan inginkan sebagai pengganti

atas dukungan yang diberikan bawahan kepada pemimpin.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional

berhubungan dengan komitmen organisasi, dimana pemimpin mempengaruhi dan

membantu bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen

dan performansi, mengawasi hasil dari kelompok secara individu untuk mencapai

potensi yang lebih tinggi, memberikan semangat pada bawahannya untuk berpikir

secara kritis, setia pada organisasi didasarkan pada pendapat Parry, dkk (dalam

Silalahi, 2008).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan

transformasional adalah seseorang pemimpin yang mempunyai visi dan

menggunakannya untuk mentransformasikan ke anggota-anggota organisasi,

dimana di dalam hal ini anggota-anggotanya terinspirasi, percaya dan yakin pada

kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan

bersama. Dimana pemimpin transformasional membuat sikap-sikap baru dan

memberi gairah kepada pengikutnya untuk mengarahkan dan mencapai nilai-nilai

dan keyakinan yang tinggi, memotivasi bawahannya untuk melakukan apa yang

mereka harapkan sebelumnya.

(39)

2. Pengertian Kepala Sekolah

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, kepala sekolah terdiri dari

dua kata yang pertama kepala yang dapat diartikan ketua atau orang yang

memimpin. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk mengajar dan belajar

serta tempat memberi dan menerima pelajaran.

Seorang kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang akan menentukan

langkah-langkah pendidikan yang efektif di lingkungan sekolah (Juariah, dalam

Wagiman, 2005). Sedangkan menurut Wagiman (2005) kepala sekolah adalah

seorang tenaga fungsional yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah

yang menyelenggarakan proses belajar mengajar dalam.

3. Pengertian Guru

Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada

pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar,

dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam

kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan

suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru (Mulyasa, 2007).

Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru.

Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif.

(40)

guru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai

partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.

4. Pengertian Persepsi Guru

Menurut Robbins, 2005 (dalam Simbolon, 2008) mendefinisikan bahwa

persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan

dan menafsirkan atau menginterpretasikan kesan-kesan indera mereka agar

memberikan makna bagi lingkungan mereka.

Menurut Mc Shane dan Von Glinow, 2000 (dalam Simbolon, 2008)

persepsi adalah proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan,

termasuk penetapan informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran.

Intinya persepsi berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan

menyesuaikan dengan lingkungannya. Ini berarti adanya interpretasi dalam

memahami informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan yang menerimanya

atau adanya seleksi terhadap berbagai rangsangan yang ditangkap oleh panca

indera. Hal ini nantinya akan mempengaruhi perilaku masing-masing individu

yang menerima informasi tersebut.

5. Komponen Kepemimpinan Transformasional

Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional yang otentik

mengandung empat komponen yakni :

1. Idealized Influence yaitu memimpikan, yakin dan membentuk standar

(41)

idealisme menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai,

norma-norma dan prinsip-prinsip bersama. Pengaruh idealisme dapat

menghasilkan dorongan yang sangat besar lebih dari biasanya dan

menginspirasikan bawahan untuk mewujudkan standar perilaku yang

tinggi. Perilaku pengaruh idealisme juga berusaha untuk mewujudkan

etika secara konsisten serta menunjukkan tanggung jawab sosial dan jiwa

pelayanan sejati.

2. Inspirational Motivation yaitu akan menjadi bekal motivasi para pengikut

dalam menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan. Pemimpin

transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu

mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,

mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi dan

mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui optimisme.

3. Intellectual Stimulation yaitu kepemimpinan transformasional membantu

para pengikut untuk menjawab asumsi dan untuk membangkitkan solusi

yang lebih kreatif terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Pemimpin

transformasional juga mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan

yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan

dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari

pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

4. Individualized Consideration yaitu kepemimpinan transformational

memperlakukan masing-masing bawahan sebagai individu dan

(42)

ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin

yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan

bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

bawahan akan pengembangan karir.

Keempat komponen dari kepemimpinan transformasional ini saling

berhubungan, dan dapat menumbuhkan komitmen karyawan pada organisasi dan

mempengaruhi efektivitas dan performansi sebagai karyawan yang loyal pada

organisasi. Tiap organisasi diharapkan dapat berhasil, bertahan dan memberikan

kesejahteraan bagi karyawan sebagai anggota dari organisasi. untuk dapat

bertahan, organisasi memerlukan karyawan yang memiliki komitmen organisasi

yang tinggi. Dengan demikian, pengukuran kepemimpinan transformasional juga

merefleksikan keempat komponen kepemimpinan transformasional tersebut yaitu

idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan

individualized consideration

6. Karakteristik KepemimpinanTransformasional

Menurut Bass (dalam Wahjono, 2010) memberi ciri kepada pemimpin

yang menjalankan “Kepemimpinan Transformasional” mendefinisikan:

“Leader are authentically transformational when they increase awareness of what is right, good, important, and beautiful, when they help to evelate followers needs for achievement and self-actualization, when they foster in followers higher moral maturity, and when they move followers to go beyond their self-interests for the good of their group, organization or society” (Bass dalam Wahjono, 2010).

Yang memiliki arti bahwa (“para pemimpin transformasional yang

(43)

baik, indah, ketika mereka membantu meninggikan kebutuhan dari para bawahan

dalam mencapai apa yang diinginkan dan dalam mencapai aktualisasi, para

pemimpin membantu dalam mencapai tingkat kedewasaan moral yang lebih tinggi

dan ketika para pemimpin itu mampu menggerakkan para bawahannya untuk

melepaskan kepentingan diri mereka sendiri untuk kebaikan kelompok,

organisasi, maupun masyarakat”).

Menurut Tichy dan Devanna (dalam Wahjono, 2010) mengatakan bahwa

pemimpin transformasional memiliki karakter yaitu :

a. Mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan.

b. Mereka berani.

c. Mereka mempercayai orang lain.

d. Mereka penggerak nilai.

e. Mereka pembelajar sepanjang masa.

f. Mereka memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas dan

ketidakpastian.

g. Mereka visioner.

Berdasarkan karateristik tersebut, seorang pemimpin transformasional

mempunyai tujuan dan visi misi yang jelas serta memiliki gambaran yang

menyeluruh terhadap organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani

mengambil langkah-langkah yang tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang

telah ditentukan guna keberhasilan organisasinya, misalnya saja dalam

menerapkan metode dan prosedur kerja, pengembangan karyawan secara

(44)

dalamnya berani menjamin kesejahteraan bagi para karyawan. Disamping itu,

hubungan kerjasama dan komunikasi dengan bawahan selalu diperhatikan,

memperhatikan perbedaan individual bawahan mengenai pelaksanaan kerja

maupun kreativitas kerja masing-masing bawahan dalam mencapai produktivitas

tertentu.

C. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah

Dengan Komitmen Organisasi Guru

McShane dan Von Glinow (dalam Simbolon 2008) persepsi adalah proses

penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan

informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran. Intinya persepsi

berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan menyesuaikan

dengan lingkungannya dan nantinya akan mempengaruhi perilaku masing-masing

individu yang menerima informasi tersebut.

Hasil penelitian dari Tsai (dalam Silalahi, 2008) yang meneliti tingkat

komitmen kontinuan para pekerja pada beberapa perusahaan di Taiwan, dimana

pekerja akan menurun tingkat komitmen kontinuans dikarenakan

ketidakdisiplinan pekerja terhadap perusahaannya. Komitmen kontinuans akan

tinggi apabila pemimpin tetap mampu menjaga kepuasan para karyawannya yang

masih bekerja dengan memberikan reward begitupula sebaliknyan, komitmen

kontinuan akan menurun bila karyawan mendapat punishment dari pemimpin

dengan teguran bahkan dapat diberhentikan secara tidak hormat atas pekerjaan

(45)

Pemimpin transformasional memiliki karakter-karakter seperti berani,

mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan, memiliki kemampuan

menghadapi ketidakpastian, dan lain-lain (Tichy & Devanna, dalam Wahjonno,

2010). Hal ini akan membuat seorang guru yang memiliki komitmen kontinuan

tinggi akan menurun dengan keberanian pemimpin untuk memberikan teguran

bahkan diberhentikan tidak hormat (dengan proses yang panjang) apabila

guru-guru tidak dapat disiplin dan hanya mementingkan keuntungan diri sendiri.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki gaya

kepemimpinan transformational berhubungan dengan komitmen organisasi,

dimana pemimpin bergaya transformasional mempengaruhi dan membantu

bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen dan

performansi dengan mengawasi hasil kelompok sasaran dan membangun anggota

kelompok secara individu untuk mencapai potensi yang lebih tinggi, memberi

semangat pada bawahan untuk berpikir secara kritis dan setia pada organisasi

(Parry, dkk, dalam Silalahi, 2008).

Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional mengandung empat

komponen yakni: Idealized Influence yaitu berkharisma sehingga

menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan prinsip

bersama, Inspirational Motivation yaitu menginspirasikan untuk termotivasi para

pengikutnya dalam menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan, Intellectual

Stimulation yaitu memberikan stimulus untuk ide-ide baru terhadap permasalahan

yang dihadapi dan Individualized Considerationi yaitu memberikan perhatian

(46)

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya

kepemimpinan transformasional dapat membentuk suatu komitmen kontinuan

guru dikarenakan seorang pemimpin transformasional memiliki komponen

idealized influence yaitu seorang pemimpin yang memberikan pengaruh kepada

karyawannya untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip, dan

pemimpin transformasional memiliki karakter berani untuk membuat suatu

keputusan seperti menegur dan bahkan memberhentikan tidak hormat kepada

bawahannya yang tidak sesuai dan tidak disiplin di dalam suatu organisasi. Oleh

sebab itu, karyawan yang memiliki komitmen kontinuan yang tinggi pada

organisasi dapat menurun dikarenakan seorang pemimpin yang memiliki gaya

transformasional.

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan penjelasan secara teoritis yang telah dikemukakan diatas

maka hipotesa penelitian adalah ada hubungan negatif antara persepsi guru

terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen

kontinuans guru. Maka hubungan negatif ini adalah semakin kuat persepsi guru

terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah, maka semakin

lemah komitmen kontinuans guru tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin

lemah persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian

ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan

apakah hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).

A. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Variabel Tergantung : Komitmen Kontinuans

2. Variabel Bebas : Kepemimpinan Transformasional

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Komitmen Kontinuans

Komitmen kontinuans karyawan adalah tingkat kesediaan karyawan untuk

tetap bergabung dalam organisasi karena kurangnya alternatif pekerjaan serta

adanya keuntungan atau investasi dan manfaat yang mungkin tidak akan

didapatkan di tempat lain sehingga menimbulkan persepsi biaya yang akan timbul

jika keluar dari organisasi tempat ia bekerja.

Komitmen kontinuans ini diukur melalui indikator-indikator yaitu (1)

(48)

keinginan tetap bekerja karena keuntungan materi yang didapat, (3) keinginan

untuk meninggalkan organisasi karena ada alternatif lain (Meyer & Allen, 1997).

Dimana skor total pada komitmen kontinuans yang diperoleh adalah untuk

melihat gambaran tingkat komitmen kontinuans karyawan terhadap organisasi.

Semakin tinggi total skor skala komitmen kontinuans individu maka semakin

tinggi pula komitmen kontinuans individu terhadap organisasi. Begitu pula

sebaliknya semakin rendah total skor skala komitmen kontinuans maka semakin

rendah pula komitmen individu terhadap organisasi.

2. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional adalah persepsi guru terhadap atasannya,

dimana seorang pemimpin yang memandang nilai-nilai organisasi untuk

membantu mewujudkan visi organisasi dan pemimpin yang membantu tumbuh

dan berkembang untuk menyelaraskan tujuan dan sasaran dalam organisasi

sehingga para pengikut mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam

pelaksanaannya.

Kepemimpinan transformasional dalam penelitian ini akan diukur

menggunakan skala gaya kepemimpinan transformasional yang meliputi Idealized

Influence (kemampuan mempengaruhi disertai penekanan nilai dan moral),

Inspirational Motivation (kemampuan memotivasi dan menginspirasi), Intelectual

Stimulation (kemampuan mengasah kreatifitas bawahan dan Individualized

Consideration (kemampuan menghargai dan memperhatikan). Total skor yang

(49)

Semakin tinggi skor skala kepemimpinan transformasional yang diperoleh maka

semakin tinggi pula persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan

transformasional kepala sekolah terhadap organisasi itu. Maksudnya adalah

orang-orang yang menilai kepemimpinan itu akan memberikan pengaruh yang

besar terhadap dirinya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah total skor skala

gaya kepemimpinan transformasional maka semakin rendah pula persepsi

karyawan terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap

organisasi atau tempatnya bekerja.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

Dalam setiap penelitian yang dilakukan, masalah populasi dan sampel

yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan.

Populasi adalah individu yang biasa dikenai generalisasi dari kenyataan-kenyataan

yang diperoleh dari sampel penelitian (Hadi, 2000).

Sampel adalah sebagian dari individu yang diselidiki atau sebagian dari

sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling. Dimana sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang

atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa

seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi

penelitiannya.

Tidak ada jawaban yang jelas mengenai ukuran sampel yang benar.Azwar

(2009) menyatakan tidak ada angka yang dikatakan dengan pasti. Secara

(50)

banyak. Namun demikian, kekuatan tes statistik akan meningkat seiring dengan

meningkatnya jumlah sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang

digunakan adalah 70 orang dari jumlah keseluruhan populasi 102 orang.

Karakteristik sampel yang diambil yaitu :

1. Guru yang sudah bekerja minimal selama 2 tahun

2. Usia guru minimal 25 tahun

3. Memiliki persepsi mengenai gaya kepemiminan transformasional pada

atasannya yaitu kepala sekolah.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengummpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

metode skala ukur. Skala ukur adalah suatu daftar yang berisi sejumlah

pertanyaan yang diberikan kepada subjek agar dapat mengungkapkan

kondisi-kondisi yang ingin diketahui. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin

diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak

langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk

aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2009). Skala sikap ini disusun berdasarkan

metode skala Likert. Nilai skala setiap pertanyaan diperoleh dari jawaban subjek

yang menyatakan mendukung (favorable) atau yang tidak mendukung

(unfavorable). Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Komitmen kontinuans Sebelum Uji Coba
Tabel 2. Blue Print Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional Sebelum
Tabel 3. Distribusi Aitem Hasil Uji Coba Skala Komitmen Setelah Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Komitmen Organisasi Untuk Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuktian kualifikasi dilakukan oleh direktur atau yang mewakili (orang yang mewakili diwajibkan membawa surat tugas dan/atau surat kuasa).. Apabila Saudara tidak hadir

buku asli atau fotokopi yang secara jelas menunjukkan nama penulis atau nama. penulis-penulis

Gerak Melingkar Beraturan, Gerak Melingkar Berubah Beraturan, Gerak Melingkar Tak Beraturan  Besaran- besaran dalam Gerak  Gerak Melingkar Beraturan, Gerak

Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan kurkumin- MSN khususnya terhadap jumlah sel total dan diameter pulau langerhans

[r]

Dari hasil evaluasi dapat diketahui bahwa perlakuan akuntansi pembiayaan mudharabah yang dilakukan oleh BMT Maslahah Sidogiri Cabang Wonerejo sudah sesuai dengan PSAK No.105 yaitu

Mansfield, N., “Practical TCP/IP, Mendesain, Menggunakan dan Troubleshooting Jaringan TCP/IP di Linux dan Windows” , Andi, Yogyakarta.. Purwanto, E., “ IP Camera Menggunakan

Bapak dan Ibu Staff pengajar dan karyawan/karyawati Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mba Eros, Mba Icha, Mas Sigit,