HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA
SEKOLAH DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
PUSPITA SARY
071301125
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH
DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU
Dipersiapkan dan disusun oleh:
PUSPITA SARY
071301125
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 19 Juli 2012
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Prof. Dr. Irmawati, psikolog
NIP. 195301311980032001
Dewan Penguji
1. Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog Penguji I/Pembimbing
2. Siti Zahreni, M.Psi., Psikolog Penguji II
NIP. 198201282005022001
3. Eka Danta Jaya Ginting, M.A, Psikolog Penguji III
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GURU TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH
DENGAN KOMITMEN KONTINUANS GURU
adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Adapun di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2012
PUSPITA SARY 071301125
Hubungan Antara Persepsi Guru terhadap gaya kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru
Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog
ABSTRAK
Profesionalitas dan kualitas kerja para guru merupakan indikasi dari adanya komitmen guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah (organisasi) tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi kemajuan organisasinya. Komitmen terhadap organisasi dapat muncul disebabkan berbagai faktor, salah satu faktornya adalah kepemimpinan kepala sekolah. Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi yaitu: karakteristik organisasi, karakteristik individu, pengalaman kerja menurut Allen & Meyer (1997).
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengungkapkan hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode
korelasi Pearson Product Moment. Metode pengumpulan data menggunakan
teknik purposive sampling dengan jumlah subjek penelitian ini adalah 70 guru,
dengan usia 25-59 tahun, masa kerja minimal 2 tahun, dan memiliki persepsi gaya kepemimpinan transformasional kepada atasannya (kepala sekolah).
Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi dengan (rxy = 0.339) dan
(p = 0.002 ) dan (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negative antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen organisasi guru. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak signifikan dan mempunyai hubungan tidak langsung melalui komitmen organisasi kontinuans.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasi, Kepala Sekolah dan Guru
Relationship Between Teacher Perception of Principal Transformational leadership style Kontinuans With Teacher Commitment
Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog
ABSTRACT
Professionalism and quality of work of teachers is an indication of the commitment of teachers to the school as an organization where she taught, so that it can be said of a teacher who has a commitment to the school (organization) where she taught will seek to work earnestly to realize organizational goals to be achieved by wholeheartedly for the betterment of the organization. Commitment to the organization may arise due to various factors, one factor is the leadership of school principals. Some characteristics that can affect the organizational commitment: organizational characteristics, individual characteristics, work experience according to Allen & Meyer (1997).
The purpose of this study is to see and reveal the relationship between transformational leadership style with organizational commitment study used a quantitative approach using the Pearson Product Moment correlation. Methods of data collection using purposive sampling technique with the subjects of this study was 70 teachers, with 25-59 years of age, years of service at least 2 years, and have the perception of transformational leadership style to his superiors (principals).
The results showed a correlation coefficient (rxy = 0.339) and (p = 0.002) and (p <0.05). These results indicate there is a negative relationship between teacher perceptions of principal transformational leadership style with organizational commitment of teachers. From the analysis it is hypothesized that transformational leadership is insignificant and has no direct relationship with organizational commitment kontinuans.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1 Defenisi Komitmen Organisasi ... ……..13
2. Komponen Komitmen Organisasi ... ……. 16
4. Kepemimpinan ... 21
5. Defenisi Kepemimpinan Transformasional ... 22
6. Pengertian Kepala Sekolah ... 25
7. Pengertian Guru……….. 25
8. Pengertian Persepsi guru………. 26
9. Komponen Kepemimpinan Transformasioanl………. 26
10. Karakteristik kepemimpianan Transformasional………. 28
11. Hubungan Kepemimpinan Transformasional dengan Komitmen Kontinuans ... 30
D. Hipotesa Penelitian……….. 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 34
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 34
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34
D. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 36
E. Metode Pengumpulan Data . ... 37
F. Validitas dan Reliabilitas. ... 41
1. Validitas Alat Ukur ... 41
2. Uji Daya Beda Aitem ... 42
3. Uji Reliabilitas ... 43
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 44
G. Prosedur Penelitian. ... 46
2. Pelaksanaan Penelitian ... 49
3. Pengolahan Data ... 50
H. Metode Analisis Data... 50
1. Uji Normalitas ... 50
2. Uji Linieritas ... 51
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian ... 52
B. Hasil Penelitian Inferensial ... 56
a. Uji Asumsi Penelitian ... 56
1). Uji Normalitas ... 56
2). Uji Linieritas ... ... 57
b. Hasil Penelitian Utama ... 58
c. Hasil Tambahan Penelitian ... 60
C. Pembahasan ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA 73
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, nikmat, dan karunia-Nya yang tiada pernah berakhir. Hanya dengan
izin-Nya akhirnya penulisan tugas ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan besar
Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umat manusia dari kegelapan
menuju cahaya Islam. Adapun maksud dan penyusunan skripsi ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat memenuhi ujian Sarjana Psikologi di Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara. Skripsi saya yang berjudul “Hubungan
Antara Persepsi guru terhadap Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala
Sekolah dengan Komitmen Kontinuan Guru”.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan penelitian sederhana ini tidak
mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan ketulusan hati dari berbagai pihak.
Peneliti menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara yang juga sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang
selama ini telah banyak memberikan perhatian, motivasi dan bimbingan
dengan penuh kesabaran kepada saya, serta terimakasih kepada Pembantu
2. Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog selaku Dosen Pembimbing, saya
berterima kasih atas waktu, bimbingan, saran yang diberikan kepada saya
dengan penuh ketelitian dalam membimbing skripsi di tengah kesibukan ibu.
3. Terkhusus kepada kedua orang tua tercinta, Drs. H. Nampati Ginting, M,Pd
dan Dra. Hj. Nilawaty Harahap yang telah berjuang untuk membesarkan
saya selama ini, dan senantiasa mengiringi dengan do’a, kasih sayang, serta
dukungan semangat yang tidak pernah berhenti, “Ya Allah ampunilah segala
dosaku dan dosa ibu bapakku, kasihani mereka sebagaimana mereka
menyayangiku aku di waktu kecil”, Amin Ya Rabb.
4. Kepada kakak penulis dr. Desy Arisandy Ginting, adik saya M. Husni
Thamrin Ginting, Dinda Ayu Mahfira Ginting, sepupu saya Nurul Mahvira
Harahap, S.Psi yang selalu mendukung, memberi semangat dan perhatian
penuh, dan senantiasa mendoakan penulis, sehingga penulis dapat tetap
berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Kepegawaian Fakultas Psikologi USU, yang telah
memberikan semangat, ilmu, wawasan, dan pengalaman kepada peneliti.
terima kasih atas semua kebaikan hati yang telah diberikan kepada saya
selama perkuliahan.
6. Kepala Sekolah SMP Negeri 42 bapak Drs. H. Nampati Ginting, M.Pd dan
guru-guru SMP Negeri 42 Medan. Kepala sekolah SMP Negeri 3 Medan ibu
Nurhalimah Sibuea, S.Pd, M.Pd dan SMK dan guru-guru SMP Negeri 3
Medan yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengambil data
7. Orang-orang terdekat dan para sahabat penulis yaitu Ballian Pulungan, S.E.,
M.M dan sahabat angkatan 2007 di grup “Kita-kita Aja” (Rina Melati
Marpaung, S.Psi, Maria Novelita Parhusip, S.Psi, Maulidini Nazlely, S.Psi,
Novita Armayanti Harahap, S.Psi, Margareth Hutabarat, S.Psi, Fenny
Kurniawan, S.Psi,) yang telah memberikan dukungan maupun saran demi
kelancaran skripsi ini.
8. Teman-teman di Fakultas Psikologi USU khususnya angkatan 2006 yaitu
Nurul Mahvira Harahap, S.Psi, Rizqia Maulida, S.Psi, Endang Rinny, S.Psi.
Angkatan 2007 yaitu Chairunnisa Aprilia Nasution, S.Psi, Imelvi Putri
Ombi, S.Psi dan teman-teman lainya
Wassalam.
Medan, Juni 2012 Peneliti
Hubungan Antara Persepsi Guru terhadap gaya kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dengan Komitmen Kontinuans Guru
Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog
ABSTRAK
Profesionalitas dan kualitas kerja para guru merupakan indikasi dari adanya komitmen guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah (organisasi) tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi kemajuan organisasinya. Komitmen terhadap organisasi dapat muncul disebabkan berbagai faktor, salah satu faktornya adalah kepemimpinan kepala sekolah. Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi yaitu: karakteristik organisasi, karakteristik individu, pengalaman kerja menurut Allen & Meyer (1997).
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan mengungkapkan hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasi Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode
korelasi Pearson Product Moment. Metode pengumpulan data menggunakan
teknik purposive sampling dengan jumlah subjek penelitian ini adalah 70 guru,
dengan usia 25-59 tahun, masa kerja minimal 2 tahun, dan memiliki persepsi gaya kepemimpinan transformasional kepada atasannya (kepala sekolah).
Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi dengan (rxy = 0.339) dan
(p = 0.002 ) dan (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan negative antara persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen organisasi guru. Dari hasil analisa tersebut maka hipotesa yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional tidak signifikan dan mempunyai hubungan tidak langsung melalui komitmen organisasi kontinuans.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan Transformasional, Komitmen Organisasi, Kepala Sekolah dan Guru
Relationship Between Teacher Perception of Principal Transformational leadership style Kontinuans With Teacher Commitment
Puspita Sary Ginting dan Emmy Alamria Abas, M.A, PhD. Psikolog
ABSTRACT
Professionalism and quality of work of teachers is an indication of the commitment of teachers to the school as an organization where she taught, so that it can be said of a teacher who has a commitment to the school (organization) where she taught will seek to work earnestly to realize organizational goals to be achieved by wholeheartedly for the betterment of the organization. Commitment to the organization may arise due to various factors, one factor is the leadership of school principals. Some characteristics that can affect the organizational commitment: organizational characteristics, individual characteristics, work experience according to Allen & Meyer (1997).
The purpose of this study is to see and reveal the relationship between transformational leadership style with organizational commitment study used a quantitative approach using the Pearson Product Moment correlation. Methods of data collection using purposive sampling technique with the subjects of this study was 70 teachers, with 25-59 years of age, years of service at least 2 years, and have the perception of transformational leadership style to his superiors (principals).
The results showed a correlation coefficient (rxy = 0.339) and (p = 0.002) and (p <0.05). These results indicate there is a negative relationship between teacher perceptions of principal transformational leadership style with organizational commitment of teachers. From the analysis it is hypothesized that transformational leadership is insignificant and has no direct relationship with organizational commitment kontinuans.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan. Setiap bangsa dan generasi memiliki dasar dan tujuan pendidikan
tertentu. Tentunya dasar dan tujuan itu disesuaikan dengan cita-cita, keinginan
dan kebutuhan (Ahmadi & Uhbiyati, 2001). Dunia pendidikan Indonesia saat ini
sedang diguncang oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat serta ditantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal
dan perubahan global yang terjadi begitu pesat (Mulyasa, 2007). Perubahan dan
permasalahan tersebut didasarkan pada pendapat Prof. Sanusi (dalam Mulyasa,
2007) seperti adanya pasar bebas, tenaga kerja, perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan budaya. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia sedang
dihadapkan pada fenomena yang sangat dramatis yaitu rendahnya daya saing
sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) berkualitas (Mulyasa, 2007). Penting untuk diperlukan upaya
dalam mengembangkan mutu manusia-manusia Indonesia yang nantinya
dipersiapkan untuk menjadi penerus masa depan bangsa di (Suwarsih, dalam
Kushariyanti, 2007).
Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
jalan pembangunan sektor pendidikan tersebut didasarkan pada pendapat
suatu bangsa bergantung pada kualitas sumber dayanya untuk itu diperlukan
keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan.
Guru dianggap sebagai faktor yang menentukan terhadap meningkat atau
menurunnya mutu pendidikan kita. Hasil Penelitian Pusat Informatika
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994) menunjukkan bahwa guru yang
berkualitas mempunyai hubungan dengan kualitas pendidikan. Peranan guru
sangat menentukan karena kedudukannya sebagai pemimpin diantara peserta
didik. Guru bertanggungjawab untuk mengorganisasikan dan mengawasi kelas
serta menciptakan situasi yang kondusif agar peserta didik memperoleh
pengalaman belajar serta merangsang kreativitasnya. Guru menempati posisi
penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan
dapat membawa negara pada kemajuan. Peranan guru bersifat multidimensional
dan bergradasi menurut jenjang pendidikan. Dikatakan multidimensional karena
peran itu bukan satu tetapi beraneka ragam yaitu guru sebagai pendidik atau orang
tua, pemimpin atau manajer, produsen atau pelayan, pembimbing atau fasilitator,
motivator atau stimulator, peneliti atau narasumber (Mulyasa, 2007).
Kualitas kerja para guru juga merupakan indikasi dari adanya komitmen
guru terhadap sekolah sebagai suatu organisasi tempatnya mengajar, sehingga
dapat dikatakan seorang guru yang memiliki komitmen terhadap sekolah atau
organisasi tempatnya mengajar akan berusaha bekerja dengan sungguh-sungguh
untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai organisasi dengan sepenuh hati demi
Komitmen organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam
menciptakan kelangsungan hidup sebuah organisasi. Komitmen menunjukkan
hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan bekerja serta
mengabdikan diri bagi perusahaan (Miner dkk, dalam Silalahi, 2008).Komitmen
merupakan alat perkiraan penting untuk dapat berpartisipasi di organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi haruslah ditumbuhkan, jika karyawan memiliki
komitmen organisasi yang rendah maka harus ditingkatkan dengan perubahan
yang dilakukan untuk kemajuan pribadi maupun organisasi (Armansyah, dalam
Mahrus, 2002).
Meyer dan Allen (1997) mengatakan bahwa komitmen organisasi
merupakan suatu hasrat karyawan dalam sebuah organisasi untuk tetap tinggal dan
bekerja serta mengabdikan diri untuk organisasinya. Berdasarkan definisi tersebut
anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat
bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak
memiliki komitmen terhadap organisasi.
Sebaliknya pendekatan perilaku berhubungan dengan proses dimana
individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen individu tersebut
ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu dengan komitmen yang
tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan mempunyai pandangan yang
positif tentang organisasinya. Selain itu individu akan menunjukkan perilaku yang
konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri yang positif (Meyer & Allen,
Karyawan yang memiliki komitmen berarti karyawan yang setia dan
produktif yang mengidentifikasikan dirinya pada tujuan dan nilai perusahaan
(Buchanan, dalam Meyer & Allen, 1997), banyak bentuk perilaku yang
dihubungkan dengan komitmen yang berhubungan dengan pekerjaan seperti
komitmen untuk tetap bekerja, pelaksanaan tugas, kehadiran, komitmen kerja,
kualitas kerja dan pengorbanan pribadi demi kepentingan organisasi (Robinowitz
& Hall, Randall, dalam Meyer dan Allen, 1997).
Komitmen itu sendiri adalah hubungan antara karyawan dengan organisasi
yang ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk mempertahankan keanggotaan
organisasi, menerima nilai dan tujuan-tujuan organisasi serta bersedia untuk
berusaha keras demi tercapainya tujuan dan kelangsungan organisasi. Meyer dan
Allen (1997) membagi tiga komponen dalam komitmen organisasi yaitu
komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinu (continuance
commitment) dan komitmen normatif (normative commitment). Komitmen afektif
adalah tingkat seberapa jauh seseorang karyawan secara emosi terikat, mengenal
dan terlibat dalam organisasi. Komitmen normatif yaitu merujuk kepada tingkat
seberapa jauh seseorang secara psikologis terikat untuk menjadi karyawan dari
sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, kehangatan,
pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan dan lain-lain. Komitmen
kontinuans adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan
meninggalkan organisasi.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa komitmen kontinuas menunjukkan
keterampilan yang mereka miliki (Allen & Meyer, 1990; Lee, 1992; Withey,
1988) dan pendidikan mereka (Lee, 1992) terhadap organisasi (dalam Meyer &
Allen, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen kontinuans dalam organisasi
yaitu variabel investasi dan variabel alternatif. Variabel investasi mencakup
waktu, tenaga, uang yang menjadi investasi mereka (internal) sedangkan variabel
alternatif mencakup pekerjaan lain, dukungan keluarga (eksternal). Berdasarkan
faktor-faktor di atas terdapat hal penting berupa proses pertimbangan antara
investasi dan alternatif yang mempunyai pengaruh kuat pada komitmen
kontinuans menurut (Meyer dan Allen, 1991, dalam Meyer dan Allen, 1997).
Menurut Whitener dan Waltz, 1993 (dalam Meyer & Allen, 1997)
mengembangkan suatu komposisi penilaian yang meliputi investasi bahwa
karyawan yang meninggalkan organisasi biasanya akan kehilangan investasinya
seperti uang pensiun, status, keamanan pekerjaan, bahwa ini menunjukkan adanya
hubungan positif dengan komitmen kontinuans pada organisasi.
Komitmen kontinuans akan tinggi apabila pemimpin tetap mampu
menjaga kepuasan para karyawannya yang masih bekerja dengan memberikan
reward dan sebaliknyan, komitmen kontinuans akan rendah bila karyawan
mendapat punishment dari pemimpin dengan teguran bahkan dapat diberhentikan
secara tidak hormat atas pekerjaan yang tidak sesuai dengan visi dan disiplin yang
diterapkan organisasi. Hasil penelitian dari Tsai (dalam Silalahi, 2008) meneliti
dimana akan menurun tingkat komitmen kontinuans pekerja dikarenakan oleh
ketidakdisiplinan terhadap perusahaannya.
Pada sebuah sekolah terdapat kepala sekolah yang merupakan pemimpin
dalam suatu instusi pendidikan, baik itu sebagai pemimpin bagi para guru maupun
pemimpin dalam manajemen sekolah. Berdasarkan itu, tugas dan fungsi kepala
sekolah merupakan sosok sentral dalam peningkatan mutu kualitas pendidikan di
sekolah (Wahyusumidjo, 1999).
Seiring dengan kepemimpinan kepala sekolah yang saling mempengaruhi
terhadap kinerja karyawannya. Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam
sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi dalam
menangani perubahan sehingga keberadaan pemimpin bukan hanya ada simbol
atau tidaknya, tidak menjadi masalah namun apakah keberadaannya memberi
dampak positif bagi perkembangan organisasi. Pentingnya seorang pemimpin
dalam organisasi adalah untuk menggerakkan dan memotivasi anggotanya dalam
mencapai tujuan organisasi. Adapun proses pencapaian tersebut harus dilandasi
oleh komitmen, visi dan strategi yang telah direncanakan sebelumnya sehingga
efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumber daya pun dapat tercapai (Wagiman,
2005).
Peran pemimpin merupakan faktor yang dapat mengerahkan daya dan
usaha karyawan serta dapat mendukung organisasi. Gaya kepemimpinan yang
telah banyak dilakukan yaitu kepemimpinan transformasional yang dikembangkan
oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan
2008). Hal ini dikarenakan penerapan dari kepemimpinan transformasional
terbukti mampu membawa perubahan-perubahan yang lebih mendasar seperti
perubahan nilai-nilai, tujuan dan kebutuhan bawahan dan perubahan-perubahan
tersebut berdampak pada timbulnya komitmen karena terpenuhinya kebutuhan
yang lebih tinggi menurut Berry, 1997; Massi & Cooke, 2000; Bass, Avolio,
Waldman, Einstein & Beeb, 1987 (dalam Silalahi, 2008).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
berhubungan dengan komitmen organisasi dimana pemimpin mempengaruhi dan
membantu bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen
dan performansi, mengawasi hasil dari kelompok secara individu untuk mencapai
potensi yang lebih tinggi, memberikan semangat pada bawahan untuk berpikir
secara kritis, serta setia pada organisasi didasarkan (Parry, 2004; Viator, 2001;
Pillai & Williams, 2004; Yammarino & Dubinsky, 1994; Bono & Judge, 2004;
Lee, 2005, dalam Silalahi, 2008).
Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional adalah dalam
konteks pengaruh atasan terhadap karyawanya. Karyawan merasa percaya,
bangga, kagum, hormat dan loyal kepada atasannya serta mereka termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu melebihi apa yang diharapkan semula.
Pemimpin transformasional merupakan suatu keadaan dimana seseorang
pemimpin mempunyai kharisma, mempunyai visi dan menggunakannya untuk
mentransformasikan anggota organisasi, dimana dalam hal ini
anggota-anggotanya terinspirasi, percaya dan yakin pada kepentingan-kepentingan dan
membuat sikap-sikap baru dan memberi gairah kepada pengikutnya untuk
mengarahkan dan mencapai nilai-nilai dan keyakinan yang lebih tinggi, serta
memotivasi bawahannya untuk melakukan apa yang mereka harapkan sebelumnya
(Silalahi, 2008).
Dalam menata organisasi, pemimpin transformasional menjelaskan kepada
pengikutnya visi yang menarik dan gambaran tentang hasil yang akan diperoleh
sehingga pengikutnya memperoleh pengertian yang lebih baik tentang pekerjaan
mereka. Hal ini meningkatkan antusiasme, rangsangan, keterlibatan emosi dan
komitmen terhadap tujuan kelompok. Dalam pola kepemimpinan seperti ini,
model peran dijelaskan melalui penjelasan yang bersifat ideologi dan menarik
bagi pengikut. Kadang-kadang pemimpin menggunakan dirinya sendiri sebagai
contoh untuk diikuti pengikutnya (Wahyusumidjo, 2002)
Bass dan Steidlmeier (dalam Wahjono, 2010) juga menegaskan bahwa
kepemimpinan transformasional yang sesungguhnya harus dibangun dari dasar
atau pondasi moral. Hal senada juga dikemukakan oleh Burn (dalam Wahjono,
2010) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional yang otentik
harus bersandar pada dasar nilai yang sah (legitimate value ).
Menurut Bass & Avolio (1985) kepemimpinan transformasional yang
otentik mengandung empat komponen yakni (1) Idealized Influence (2)
Inspirational Motivation (3) Intellectual Stimulation (4) Individualized
Consideration. Keempat komponen ini saling berhubungan dan dapat
efektivitas dan performansi sebagai karyawan yang loyal pada organisasi
(Silalahi, 2008).
Menurut Bass (1985) bentuk perilaku pemimpin adalah imbalan kontinjen
yang ditunjukkan antara lain berbicara banyak mengenai rekomendasi dan
promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik, menjamin bawahan
akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang
dilakukan, dan memberikan reward sebagai pengganti atas dukungan dan kerja
keras yang diberikan bawahan kepada pemimpin untuk tujuan organisasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan gaya kepemimpinan subjek seperti itu
adalah adanya keinginan subjek sebagai pemimpin untuk memberikan contoh
kepada bawahan agar bawahan dapat meniru apa yang telah subjek lakukan,
apabila bawahan memiliki loyalitas kinerja yang baik, maka subjek akan
mempertahankan orang tersebut sesuai sifat dan kemampuan masing-masing dan
sehingga subjek tidak lagi menganggapnya sebagai bawahan tetapi sebagai teman
kerja yang penting (Silalahi, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa guru merupakan
salah satu kunci utama keberhasilan pendidikan terutama di tingkat sekolah. Guru
yang dibutuhkan oleh sekolah adalah guru-guru yang mempunyai perilaku kerja
yang baik, berkualitas, dan berkomitmen tinggi terhadap sekolah. maka komitmen
kontinuans dalam penelitian ini adalah komitmen dari guru. Menurut McShane
dan Von Glinow, 2000 (dalam Simbolon 2008) persepsi adalah proses penerimaan
informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan informasi
perilaku masing-masing individu yang menerima informasi tersebut. Pemimpin
transformasional memiliki karakter-karakter seperti berani, mengidentifikasikan
dirinya sebagai alat perubahan, memiliki kemampuan menghadapi ketidakpastian,
dan lain-lain (Tichy & Devanna, dalam Wahjonno, 2010), ini akan membuat
seorang guru yang memiliki komitmen kontinuans tinggi akan menurun dengan
keberanian pemimpin untuk memberikan teguran bahkan diberhentikan tidak
hormat (dengan proses yang panjang) apabila guru-guru tidak dapat disiplin dan
hanya mementingkan keuntungan diri sendiri.
Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri di Kota Medan yang
merupakan wilayah perkotaan. Adanya persaingan yang semakin tinggi
dikarenakan semakin pesatnya kemajuan teknologi kemudian mempermudah anak
didik di kota untuk mengakses informasi untuk perkembangan pada dunia
pendidikan. Sehingga tuntutan terhadap guru untuk lebih meningkatkan
kualitasnya akan lebih besar untuk mengembangkan kemampuan para anak
didiknya. Begitupun halnya di SMP Negeri, yang akan lebih membutuhkan
komitmen dari gurunya untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam
dunia pendidikan.
Maka peneliti ingin melihat hubungan antara persepsi guru terhadap gaya
kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen kontinuans
guru. Untuk mengetahui apakah benar terdapat hubungan antara persepsi guru
terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diteliti adalah apakah terdapat hubungan antara
persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dengan komitmen kontinuans guru.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana hubungan antara
persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah
dengan komitmen guru.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khasanah ilmu psikologi
khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi dan peneliti-peneliti lainya
mengenai komitmen organisasi dan juga model gaya kepemimpinan
transformasional.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Dapat memberi masukan kepada guru mengenai pentingnya komitmen
terhadap organisasi sehingga berusaha meningkatkan komitmen terhadap
b. Bagi kepala sekolah
Dapat memberi informasi kepada kepala sekolah mengenai pentingnya
penerapan kepemimpinan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan
para gurunya sehingga dapat meningkatkan komitmen guru terhadap
organisasi dan dapat dijadikan sebagai masukan mengenai kebijakan
kepala sekolah yang berhubungan dengan guru.
E. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Disini
digambarkan mengenai berbagai fenomena dan tinjauan literatur
mengenai hubungan gaya kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dengan komitmen organisasi guru.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang
menjadi bagian dari penelitian, meliputi landasan teori dari komitmen
organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional. Bab ini juga
mengemukakan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah
penelitian yang menjelaskan hubungan gaya kepemimpinan
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi metode yang digunakan dalam penelitian yang mencakup
variabel penelitian, definisi operasioanal variabel penelitian, populasi,
sampel, dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data,
prosedur pelaksanaan penelitian, metode analisis data yang digunakan
untuk mengolah hasil penelitian.
BAB IV : ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Berisi gambaran subjek penelitian, laporan hasil penelitian yang
meliputi kategorisasi data penelitian, hasil uji asumsi meliputi uji
normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dijelaskan dibab
sebelumnya. Selain itu bab ini juga akan memuat saran metodologis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komitmen Organisasi
1. Definisi Komitmen Organisasi
Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk mendefinisikan
komitmen organisasi yaitu attitudinal commitment dan behavioral commitment
(Mowday, Porter, & Steers, 1982; Reichers, 1985; Salancik, 1977; Scholl, 1981;
Staw, 1977, dalam Meyer & Allen, 1997).
Pendekatan sikap (attitudinal commitment) berfokus pada proses berpikir
individu tentang hubungan mereka dengan organisasi. Individu akan
mempertimbangkan kesesuaian nilai dan tujuan mereka dengan organisasi.
Komitmen organisasi yang tinggi akan ditunjukkan dengan keyakinan yang kuat
dan penerimaan terhadap nilai-nilai serta tujuan dari organisasi tersebut.
Sedangkan pendekatan perilaku (behavioral commitment) berhubungan dengan
proses dimana individu itu telah terikat dengan organisasi tertentu. Komitmen
individu tersebut ditunjukkan dengan adanya tindakan. Contohnya individu
dengan komitmen yang tinggi akan tetap berada di organisasi dan akan
mempunyai pandangan yang positif tentang organisasinya. Selain itu individu
akan menunjukkan perilaku yang konsisten untuk tetap mempunyai persepsi diri
yang positif (Mowday, dalam Meyer & Allen, 1997).
Meyer dan Allen (1997) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen
karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki
implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam
berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen
terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi
dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Karyawan yang memiliki komitmen berarti karyawan yang setia dan
produktif yang mengidentifikasikan dirinya pada tujuan dan nilai perusahaan
menurut (Buchanan, dalam Meyer & Allen, 1997), maka banyak bentuk perilaku
yang dihubungkan dengan pekerjaan seperti komitmen untuk tetap bekerja,
pelaksanaan tugas, kehadiran, komitmen kerja, kualitas kerja dan pengorbanan
pribadi demi kepentingan organisasi (Robinowitz, Hall & Randall, dalam Meyer
& Allen, 1997). Komitmen yang berhubungan dengan pekerjaan adalah
serangkaian variabel dengan lima hal yaitu: pekerjaan, organisasi, kelompok
kerja, karir dan nilai kerja (Blau, Morrow & Mcelroy, dalam Meyer & Allen,
1997). Bentuk komitmen yang paling banyak diterima adalah keterikatan
emosional terhadap organisasi yang meliputi penerimaan nilai-nilai organisasi dan
keinginan untuk tetap tinggal bersama organisasi (Porter, dalam Meyer & Allen,
1997).
Komitmen adalah kesepakatan atau janji untuk melakukan suatu kegiatan
atau pekerjaan disertai dengan loyalitas berdasarkan kesamaan nilai atau visi
pribadi dan visi organisasi. (1) Komitmen berhubungan dengan visi pribadi,
memiliki kekuatan yang berasal dari keyakinan, nilai-nilai, kepercayaan diri,
keyakinan yang kuat, optimis dan totalitas akan membentuk pribadi dengan sikap
komitmen tinggi. Sikap ini memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap
organisasi, yang berarti individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan
untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi. (2) komitmen berhubungan
dengan visi organisasi, karyawan yang memiliki tingkat sekedar bergabung
dengan perusahaan secara fisik melainkan juga bersedia melakukan pekerjaan di
luar tugasnya (Kushariyanti, 2007). Organisasi nonprofit seperti lembaga
pendidikan, upaya untuk meningkatkan keterlibatan kerja dan komitmen dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pendekatan manusiawi,
menganggap karyawan bukan sebagai faktor produksi semata tapi juga
memberikan penghargaan kepada mereka sebagai individu yang memiliki rasa
tanggung jawab, keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan aktivitas
kerjanya didasarkan pada pendapat Schwartz (dalam Wahyono, 2010).
Selanjutnya Luthans (2006) mengatakan sebagai sikap, komitmen
organisasi paling sering didefinisikan sebagai berikut:
1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu.
2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi.
3. Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas
karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
Pada intinya beberapa definisi komitmen organisasi mempunyai
penekanan pada proses individu atau karyawan dalam mengidentifikasikan dirinya
dengan nilai-nilai, aturan-aturan dan tujuan organisasi. Disamping itu komitmen
organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar
kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain komitmen organisasi
menyiratkan hubungan karyawan dengan organisasi secara aktif karena karyawan
yang menunjukkan komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan
tenaga dan tanggung jawab yang lebih dalam kesejahteraan dan keberhasilan
organisasi tempatnya bekerja (Kushariyanti, 2007).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah suatu keadaan dimana individu menjadi sangat terikat oleh tindakannya.
Melalui tindakan ini akan menimbulkan keyakinan yang menunjang aktivitas dan
keterlibatannya. Sehingga seseorang pekerja dengan komitmen yang tinggi pada
umumnya mempunyai kebutuhan yang besar untuk mengembangkan diri dan
senang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan di organisasi tempat
mereka bekerja. Hasilnya mereka jarang terlambat, tingkat absensi yang rendah,
produktivitas yang tinggi, serta berusaha menampilkan kinerja yang terbaik dan
pekerja dengan komitmen yang tinggi juga dapat menurunkan turn over.
2. Komponen Komitmen Organisasi
Menurut Meyer dan Allen (1997) terdapat tiga komponen dalam
1. Komitmen Affective
Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment to,
identification with, and involvement in the organization. Ini berarti, komitmen
afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi
karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada organisasi. Dengan demikian,
karyawan yang memilikikomitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam
organisasi karena mereka memang ingin (want to) melakukan hal tersebut
(Meyer dan Allen, 1997).
Hasil beberapa penelitian (Adler dan Araya, 1984; Angle dan Perry, 1983;
Brief dan Alday, 1980, dalam Chairy, 2002), komitmen afektif terhadap
organisasi terbukti berkolerasi dengan umur dan masa kerja. Menurut penelitian
Charrington menemukan hubungan antara usia dan komitmen disebabkan karena
semakin tua karyawan, semakin berkomitmen pada organisasi serta karyawan
yang lebih tua memiliki atau merasa memiliki pengalaman positif dengan
organisasi. Analisis tentang usia tidak menunjukkan efek yang sama, namun
temuan (Gould, dalam Meyer & Allen, 1997) menunjukkan bahwa hubungan
antara kompleksitas kerja dengan kepuasan kerja lebih kuat dirasakan oleh
karyawan yang muda dibandingkan yang tua. Hal ini dimungkinkan adanya
hubungan antara komitmen organisasional dengan usia karyawan yang berbeda.
Menurut Meyer dan Allen (1997) penyebab keterkaitan komitmen afektif
pada organisasi meliputi karakteristik individu, karakteristik organisasi,
pengalaman kerja namun menurut Meyer dan Allen (1997), menunjukkan bahwa
menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja baik berupa pengalaman khas
perusahaan maupun pengalaman dalam menghadapi tantangan pekerjaan.
2. Komitmen Continuance
Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs
associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya
pertimbangan untung rugidalam diri karyawan berkaitan dengan keinginan untuk
tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuans sejalan
dengan pendapat (Becker’s, dalam Meyer dan Allen, 1997) yaitu bahwa
komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinanmemilih identitas
sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena adanya ancaman akan
kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja berdasarkan komitmen
kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh (need to)
melakukan hal tersebut karena tidak adanya pilihan lain (Meyer & Allen, 1997).
Menurut Meyer dan Allen (1997), komitmen kontinuans terhadap
organisasi menunjukkan keterikatan psikologis terhadap suatu organisasi yang
berhubungan dengan persepsi nilai yang telah ditanamkan dalam suatu organisasi
dan efeknya pada kesempatan keluar dari organisasi. Komitmen kontinu
merupakan persepsi seseorang atas biaya dan resiko dengan meninggalkan
organisasi. Artinya, terdapat dua aspek pada komitmen kontinu, yaitu: melibatkan
pengorbanan pribadi (investasi) apabila meninggalkan organisasi dan ketiadaan
Meyer dan Allen (1997), komitmen afektif dan komitmen kontinuans
mencerminkan hubungan antara karyawan dan organisasi yang menurunkan
turnover, namun sifat hubungannya berbeda. Karyawan yang mempunyai
komitmen afektif kuat akan tetap pada organisasi karena mereka
menginginkannya, sedangkan mereka yang memiliki komitmen kontinuans akan
tetap tinggal di organisasi karena mereka harus melakukannya. Mowday, dkk
(dalam Meyer & Allen, 1997), mengungkapkan mereka yang menginginkan untuk
tetap bertahan di organisasi akan bersedia melakukan peran ekstra demi organisasi
namun mereka yang terpaksa bertahan di organisasi untuk menghindari tingginya
biaya dan tidak banyak melakukan peran ekstra.
3. Komitmen Normative
Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue
employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan
wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti, karyawan yang memiliki
komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan
dalam organisasi.
Meyer dan Allen (1997) memilih untuk menggunakan istilah komponen
komitmen organisasi daripada tipe atau dimensi komitmen organisasi karena
hubungan karyawan dengan organisasinya dapat bervariasi dalam ketiga
komponen tersebut. Selain itu setiap komponen komitmen berkembang sebagai
hasil dari pengalaman yang berbeda serta memiliki implikasi yang berbeda pula.
organisasi dan juga merasa wajib untuk bertahan dalam organisasi. Sementara itu,
karyawan lain dapat menikmati bekerja dalam organisasi sekaligus menyadari
bahwa ia lebih baik bertahan dalam organisasi karena situasi ekonomi yang tidak
menentu. Namun, karyawan lain merasa ingin (want to), butuh (need to), dan juga
wajib (ought to) untuk terus bekerja dalam organisasi.
Dengan demikian, pengukuran komitmen organisasi juga seharusnya
merefleksikan ketiga komponen komitmen tersebut, yaitu komitmen afektif,
komitmen kontinuans, dan komitmen normatif.
3. Faktor-faktor Penyebab yang Mempengaruhi Komitmen Kontinuans
Menurut Becker’s, 1960 (dalam Meyer & Allen (1997) menyatakan bahwa
ada dua variabel yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi yang juga
merupakan bagian dari komitmen kontinu yaitu:
1. Variabel Investasi yaitu melibatkan investasi dari sesuatu yang berharga
seperti waktu, tenaga, uang yang merupakan bagian dari internal individu,
bahwa seorang karyawan akan kehilangan itu jika ia meninggalkan
organisasi. Karyawan dapat melakukan investasi dalam organisasi pada
banyak hal, misalnya dengan menimbulkan biaya relokasi keluarganya dari
kota lain atau dengan menghabiskan waktu memperoleh keterampilan
khusus dari organisasi tersebut. Meninggalkan organisasi bisa berarti bahwa
karyawan akan kehilangan atau telah menyia-nyiakan waktu, uang, usaha
2. Variabel Alternatif yaitu melibatkan persepsi karyawan terhadap alternatif
pekerjaan. Karyawan berpikir bahwa mereka memiliki alternatif yang
sedikit. Misalnya, seorang karyawan mungkin mendasarkan persepsinya
terhadap lingkungan eksternal (tingkat lapangan kerja dan iklim ekonomi)
karyawan lain mungkin mendasarkan alternatif sejauh mana keahliannya
tampak berharga, masih dapat dipakai dan cocok di organisasi yang lain.
Persepsi alternatif juga dapat dipengaruhi oleh hal seperti hasil dari upaya
pencarian kerja sebelumnya, apakah organisasi lain telah mencoba untuk
merekrutnya, dan sejauh mana faktor keluarga mendukung individu untuk
pindah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa variabel investasi dan variabel
alternatif menurut Becker’s (dalam Meyer & Allen, 1997) adalah yang
mempengaruhi komitmen kontinu dalam organisasi
B. Kepemimpinan
Menurut Maxwell (dalam Wahjono, 2010) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah pengaruh dan kemampuan memperoleh pengikut, dan
menjadi seorang yang diikuti oleh orang lain dengan senang hati dan penuh
keyakinan.
Kepemimpinan itu sebagai “The ability to influence a group toward the
achievement of goal” (Seorang pemimpin dituntut memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok menuju pencapaian suatu sasaran atau tujuan) (Robbins,
Robbins dan Judge (dalam Robbins, 1998) juga mengatakan bahwa
kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi
untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi
interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa kepada pengikutnya, pengorganisasian
dari aktivitas untuk mencapai tujuan, dan memelihara hubungan kerjasama.
Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalui
penanganan dan manajemen yang dilakukannya sehingga keberadaan pemimpin
bukan hanya sebagai simbol yang ada atau setidaknya tidak menjadi masalah
tetapi keberadaannya memberikan dampak positif bagi perkembangan organisasi
(Aan Komariah dan Cepi Triatna, dalam Wahjono, 2010).
1. Defenisi Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (1999) Pemimpin transformasional disisi lain di mana mereka
yang merangsang dan proses mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka
sendiri. Pengikut dari pemimpin transformasional membantu tumbuh dan
berkembang menjadi pemimpin dengan menanggapi kebutuhan pengikutnya
dengan memberdayakan mereka dan menyelaraskan tujuan dan sasaran dari
pengikutnya dalam organisasi yang lebih besar. Bukti menunjukkan bahwa
kinerja yang diharapkan, serta mengakibatkan tingginya tingkat kepuasan
pengikut dan komitmen untuk kelompok dan organisasi.
Menurut Bass dan Steidlmeier (dalam Wahjono, 2010) menengaskan bahwa
kepemimpinan transformasional yang sesungguhnya harus dibangun dari dasar
atau fondasi moral. Hal senada juga dikemukakan pada pendapat (Burn, dalam
Wahjono, 2010) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional yang
otentik harus bersandar pada nilai yang sah (legitimate value).
Robbins dan Judge (dalam Robbins, 1998) juga mengatakan bahwa
pemimpin transformasional (transformational leaders) adalah pemimpin yang
menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi
mereka demi kebaikan organisasi dan mereka mampu memiliki pengaruh yang
luar biasa pada diri para pengikutnya. Pemimpin transformasional bisa
memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengorbankan
kepentingan pribadi mereka demi kepentingan organisasi. perhatian individual,
stimulasi intelektual, motivasi inspirasional dan pengaruh yang ideal, seluruhnya
mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktivitas,
memiliki moril kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, meningkatkan
efektivitas organisasi, meminimalkan perputaran karyawan, menurunkan tingkat
ketidakhadiran dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri secara
organisasional yang lebih tinggi.
Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional menjelaskan
imbalan kontinjen ditunjukkan antara lain dalam bentuk perilaku pemimpin yang
memperoleh imbalan tertentu, berbicara banyak mengenai rekomendasi dan
promosi untuk setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik, menjamin bawahan
akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang
dilakukan (bawahan dapat merundingkan apa yang diperolehnya dari usaha yang
dilakukannya) dan memberikan apa yang bawahan inginkan sebagai pengganti
atas dukungan yang diberikan bawahan kepada pemimpin.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional
berhubungan dengan komitmen organisasi, dimana pemimpin mempengaruhi dan
membantu bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen
dan performansi, mengawasi hasil dari kelompok secara individu untuk mencapai
potensi yang lebih tinggi, memberikan semangat pada bawahannya untuk berpikir
secara kritis, setia pada organisasi didasarkan pada pendapat Parry, dkk (dalam
Silalahi, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional adalah seseorang pemimpin yang mempunyai visi dan
menggunakannya untuk mentransformasikan ke anggota-anggota organisasi,
dimana di dalam hal ini anggota-anggotanya terinspirasi, percaya dan yakin pada
kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan
bersama. Dimana pemimpin transformasional membuat sikap-sikap baru dan
memberi gairah kepada pengikutnya untuk mengarahkan dan mencapai nilai-nilai
dan keyakinan yang tinggi, memotivasi bawahannya untuk melakukan apa yang
mereka harapkan sebelumnya.
2. Pengertian Kepala Sekolah
Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, kepala sekolah terdiri dari
dua kata yang pertama kepala yang dapat diartikan ketua atau orang yang
memimpin. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk mengajar dan belajar
serta tempat memberi dan menerima pelajaran.
Seorang kepala sekolah adalah seorang pemimpin yang akan menentukan
langkah-langkah pendidikan yang efektif di lingkungan sekolah (Juariah, dalam
Wagiman, 2005). Sedangkan menurut Wagiman (2005) kepala sekolah adalah
seorang tenaga fungsional yang diberi tugas memimpin suatu lembaga sekolah
yang menyelenggarakan proses belajar mengajar dalam.
3. Pengertian Guru
Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Guru adalah pendidik dan pengajar pada
pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam
kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan
suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru (Mulyasa, 2007).
Selain siswa, faktor penting dalam proses belajar mengajar adalah guru.
Guru sangat berperan penting dalam menciptakan kelas yang komunikatif.
guru adalah sebagai fasilitator dalam proses yang komunikatif, bertindak sebagai
partisipan, dan yang ketiga bertindak sebagai pengamat.
4. Pengertian Persepsi Guru
Menurut Robbins, 2005 (dalam Simbolon, 2008) mendefinisikan bahwa
persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan
dan menafsirkan atau menginterpretasikan kesan-kesan indera mereka agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka.
Menurut Mc Shane dan Von Glinow, 2000 (dalam Simbolon, 2008)
persepsi adalah proses penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan,
termasuk penetapan informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran.
Intinya persepsi berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan
menyesuaikan dengan lingkungannya. Ini berarti adanya interpretasi dalam
memahami informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan yang menerimanya
atau adanya seleksi terhadap berbagai rangsangan yang ditangkap oleh panca
indera. Hal ini nantinya akan mempengaruhi perilaku masing-masing individu
yang menerima informasi tersebut.
5. Komponen Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional yang otentik
mengandung empat komponen yakni :
1. Idealized Influence yaitu memimpikan, yakin dan membentuk standar
idealisme menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai,
norma-norma dan prinsip-prinsip bersama. Pengaruh idealisme dapat
menghasilkan dorongan yang sangat besar lebih dari biasanya dan
menginspirasikan bawahan untuk mewujudkan standar perilaku yang
tinggi. Perilaku pengaruh idealisme juga berusaha untuk mewujudkan
etika secara konsisten serta menunjukkan tanggung jawab sosial dan jiwa
pelayanan sejati.
2. Inspirational Motivation yaitu akan menjadi bekal motivasi para pengikut
dalam menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan. Pemimpin
transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu
mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan,
mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi dan
mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui optimisme.
3. Intellectual Stimulation yaitu kepemimpinan transformasional membantu
para pengikut untuk menjawab asumsi dan untuk membangkitkan solusi
yang lebih kreatif terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Pemimpin
transformasional juga mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan
yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan
dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari
pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
4. Individualized Consideration yaitu kepemimpinan transformational
memperlakukan masing-masing bawahan sebagai individu dan
ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin
yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan
bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
bawahan akan pengembangan karir.
Keempat komponen dari kepemimpinan transformasional ini saling
berhubungan, dan dapat menumbuhkan komitmen karyawan pada organisasi dan
mempengaruhi efektivitas dan performansi sebagai karyawan yang loyal pada
organisasi. Tiap organisasi diharapkan dapat berhasil, bertahan dan memberikan
kesejahteraan bagi karyawan sebagai anggota dari organisasi. untuk dapat
bertahan, organisasi memerlukan karyawan yang memiliki komitmen organisasi
yang tinggi. Dengan demikian, pengukuran kepemimpinan transformasional juga
merefleksikan keempat komponen kepemimpinan transformasional tersebut yaitu
idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan
individualized consideration
6. Karakteristik KepemimpinanTransformasional
Menurut Bass (dalam Wahjono, 2010) memberi ciri kepada pemimpin
yang menjalankan “Kepemimpinan Transformasional” mendefinisikan:
“Leader are authentically transformational when they increase awareness of what is right, good, important, and beautiful, when they help to evelate followers needs for achievement and self-actualization, when they foster in followers higher moral maturity, and when they move followers to go beyond their self-interests for the good of their group, organization or society” (Bass dalam Wahjono, 2010).
Yang memiliki arti bahwa (“para pemimpin transformasional yang
baik, indah, ketika mereka membantu meninggikan kebutuhan dari para bawahan
dalam mencapai apa yang diinginkan dan dalam mencapai aktualisasi, para
pemimpin membantu dalam mencapai tingkat kedewasaan moral yang lebih tinggi
dan ketika para pemimpin itu mampu menggerakkan para bawahannya untuk
melepaskan kepentingan diri mereka sendiri untuk kebaikan kelompok,
organisasi, maupun masyarakat”).
Menurut Tichy dan Devanna (dalam Wahjono, 2010) mengatakan bahwa
pemimpin transformasional memiliki karakter yaitu :
a. Mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan.
b. Mereka berani.
c. Mereka mempercayai orang lain.
d. Mereka penggerak nilai.
e. Mereka pembelajar sepanjang masa.
f. Mereka memiliki kemampuan menghadapi kompleksitas, ambiguitas dan
ketidakpastian.
g. Mereka visioner.
Berdasarkan karateristik tersebut, seorang pemimpin transformasional
mempunyai tujuan dan visi misi yang jelas serta memiliki gambaran yang
menyeluruh terhadap organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani
mengambil langkah-langkah yang tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang
telah ditentukan guna keberhasilan organisasinya, misalnya saja dalam
menerapkan metode dan prosedur kerja, pengembangan karyawan secara
dalamnya berani menjamin kesejahteraan bagi para karyawan. Disamping itu,
hubungan kerjasama dan komunikasi dengan bawahan selalu diperhatikan,
memperhatikan perbedaan individual bawahan mengenai pelaksanaan kerja
maupun kreativitas kerja masing-masing bawahan dalam mencapai produktivitas
tertentu.
C. Hubungan Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah
Dengan Komitmen Organisasi Guru
McShane dan Von Glinow (dalam Simbolon 2008) persepsi adalah proses
penerimaan informasi dan pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan
informasi untuk membentuk pengkategorian dan penafsiran. Intinya persepsi
berkaitan dengan bagaimana seseorang menerima informasi dan menyesuaikan
dengan lingkungannya dan nantinya akan mempengaruhi perilaku masing-masing
individu yang menerima informasi tersebut.
Hasil penelitian dari Tsai (dalam Silalahi, 2008) yang meneliti tingkat
komitmen kontinuan para pekerja pada beberapa perusahaan di Taiwan, dimana
pekerja akan menurun tingkat komitmen kontinuans dikarenakan
ketidakdisiplinan pekerja terhadap perusahaannya. Komitmen kontinuans akan
tinggi apabila pemimpin tetap mampu menjaga kepuasan para karyawannya yang
masih bekerja dengan memberikan reward begitupula sebaliknyan, komitmen
kontinuan akan menurun bila karyawan mendapat punishment dari pemimpin
dengan teguran bahkan dapat diberhentikan secara tidak hormat atas pekerjaan
Pemimpin transformasional memiliki karakter-karakter seperti berani,
mengidentifikasikan dirinya sebagai alat perubahan, memiliki kemampuan
menghadapi ketidakpastian, dan lain-lain (Tichy & Devanna, dalam Wahjonno,
2010). Hal ini akan membuat seorang guru yang memiliki komitmen kontinuan
tinggi akan menurun dengan keberanian pemimpin untuk memberikan teguran
bahkan diberhentikan tidak hormat (dengan proses yang panjang) apabila
guru-guru tidak dapat disiplin dan hanya mementingkan keuntungan diri sendiri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki gaya
kepemimpinan transformational berhubungan dengan komitmen organisasi,
dimana pemimpin bergaya transformasional mempengaruhi dan membantu
bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen dan
performansi dengan mengawasi hasil kelompok sasaran dan membangun anggota
kelompok secara individu untuk mencapai potensi yang lebih tinggi, memberi
semangat pada bawahan untuk berpikir secara kritis dan setia pada organisasi
(Parry, dkk, dalam Silalahi, 2008).
Menurut Bass (1985) kepemimpinan transformasional mengandung empat
komponen yakni: Idealized Influence yaitu berkharisma sehingga
menginspirasikan bawahan untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan prinsip
bersama, Inspirational Motivation yaitu menginspirasikan untuk termotivasi para
pengikutnya dalam menghadapi tantangan untuk mencapai tujuan, Intellectual
Stimulation yaitu memberikan stimulus untuk ide-ide baru terhadap permasalahan
yang dihadapi dan Individualized Considerationi yaitu memberikan perhatian
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional dapat membentuk suatu komitmen kontinuan
guru dikarenakan seorang pemimpin transformasional memiliki komponen
idealized influence yaitu seorang pemimpin yang memberikan pengaruh kepada
karyawannya untuk menerima nilai-nilai, norma-norma dan prinsip-prinsip, dan
pemimpin transformasional memiliki karakter berani untuk membuat suatu
keputusan seperti menegur dan bahkan memberhentikan tidak hormat kepada
bawahannya yang tidak sesuai dan tidak disiplin di dalam suatu organisasi. Oleh
sebab itu, karyawan yang memiliki komitmen kontinuan yang tinggi pada
organisasi dapat menurun dikarenakan seorang pemimpin yang memiliki gaya
transformasional.
D. Hipotesa Penelitian
Berdasarkan penjelasan secara teoritis yang telah dikemukakan diatas
maka hipotesa penelitian adalah ada hubungan negatif antara persepsi guru
terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah dengan komitmen
kontinuans guru. Maka hubungan negatif ini adalah semakin kuat persepsi guru
terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah, maka semakin
lemah komitmen kontinuans guru tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin
lemah persepsi guru terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting dalam sebuah penelitian
ilmiah sehingga metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan
apakah hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Hadi, 2000).
A. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Variabel Tergantung : Komitmen Kontinuans
2. Variabel Bebas : Kepemimpinan Transformasional
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Komitmen Kontinuans
Komitmen kontinuans karyawan adalah tingkat kesediaan karyawan untuk
tetap bergabung dalam organisasi karena kurangnya alternatif pekerjaan serta
adanya keuntungan atau investasi dan manfaat yang mungkin tidak akan
didapatkan di tempat lain sehingga menimbulkan persepsi biaya yang akan timbul
jika keluar dari organisasi tempat ia bekerja.
Komitmen kontinuans ini diukur melalui indikator-indikator yaitu (1)
keinginan tetap bekerja karena keuntungan materi yang didapat, (3) keinginan
untuk meninggalkan organisasi karena ada alternatif lain (Meyer & Allen, 1997).
Dimana skor total pada komitmen kontinuans yang diperoleh adalah untuk
melihat gambaran tingkat komitmen kontinuans karyawan terhadap organisasi.
Semakin tinggi total skor skala komitmen kontinuans individu maka semakin
tinggi pula komitmen kontinuans individu terhadap organisasi. Begitu pula
sebaliknya semakin rendah total skor skala komitmen kontinuans maka semakin
rendah pula komitmen individu terhadap organisasi.
2. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah persepsi guru terhadap atasannya,
dimana seorang pemimpin yang memandang nilai-nilai organisasi untuk
membantu mewujudkan visi organisasi dan pemimpin yang membantu tumbuh
dan berkembang untuk menyelaraskan tujuan dan sasaran dalam organisasi
sehingga para pengikut mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam
pelaksanaannya.
Kepemimpinan transformasional dalam penelitian ini akan diukur
menggunakan skala gaya kepemimpinan transformasional yang meliputi Idealized
Influence (kemampuan mempengaruhi disertai penekanan nilai dan moral),
Inspirational Motivation (kemampuan memotivasi dan menginspirasi), Intelectual
Stimulation (kemampuan mengasah kreatifitas bawahan dan Individualized
Consideration (kemampuan menghargai dan memperhatikan). Total skor yang
Semakin tinggi skor skala kepemimpinan transformasional yang diperoleh maka
semakin tinggi pula persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan
transformasional kepala sekolah terhadap organisasi itu. Maksudnya adalah
orang-orang yang menilai kepemimpinan itu akan memberikan pengaruh yang
besar terhadap dirinya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah total skor skala
gaya kepemimpinan transformasional maka semakin rendah pula persepsi
karyawan terhadap gaya kepemimpinan transformasional kepala sekolah terhadap
organisasi atau tempatnya bekerja.
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel
Dalam setiap penelitian yang dilakukan, masalah populasi dan sampel
yang dipakai merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan.
Populasi adalah individu yang biasa dikenai generalisasi dari kenyataan-kenyataan
yang diperoleh dari sampel penelitian (Hadi, 2000).
Sampel adalah sebagian dari individu yang diselidiki atau sebagian dari
sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Dimana sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang
atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
penelitiannya.
Tidak ada jawaban yang jelas mengenai ukuran sampel yang benar.Azwar
(2009) menyatakan tidak ada angka yang dikatakan dengan pasti. Secara
banyak. Namun demikian, kekuatan tes statistik akan meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang
digunakan adalah 70 orang dari jumlah keseluruhan populasi 102 orang.
Karakteristik sampel yang diambil yaitu :
1. Guru yang sudah bekerja minimal selama 2 tahun
2. Usia guru minimal 25 tahun
3. Memiliki persepsi mengenai gaya kepemiminan transformasional pada
atasannya yaitu kepala sekolah.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengummpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode skala ukur. Skala ukur adalah suatu daftar yang berisi sejumlah
pertanyaan yang diberikan kepada subjek agar dapat mengungkapkan
kondisi-kondisi yang ingin diketahui. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin
diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak
langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk
aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2009). Skala sikap ini disusun berdasarkan
metode skala Likert. Nilai skala setiap pertanyaan diperoleh dari jawaban subjek
yang menyatakan mendukung (favorable) atau yang tidak mendukung
(unfavorable). Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam