IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Percobaan
4.1.8. Hasil Tanaman Per Hektar
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk daun berbagai konsentrasi dan penggunaan jarak tanam yang berbeda berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman per hektar, tetapi tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan tersebut (Lampiran 22).
Tabel 8. Hasil tanaman per hektar tanaman bawang daun terhadap aplikasi pupun daun pada berbagai jarak tanam. vertikal dan huruf kecil arah horizontal) tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Hasil uji BNT (Tabel 8) di atas menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi pupuk daun hingga 1,5 gr/liter tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman per hektar, namun peningkatan konsentrasi menjadi 3 gr/liter berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman per hektar. Konsentrasi 3 gr/liter meningkatkan hasil tanaman per hektar 41,80% dibandingkan tanpa pupuk daun. Hasil uji BNT juga menunjukkan bahwa jarak tanam 10 x 20 cm dan 15 x 20 cm tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman per hektar, namun peningkatan jarak tanam menjadi 20 x 20 cm berpengaruh nyata terhadap hasil tanaman per hektar. Tanaman bawang daun dengan jarak tanam 20 x 20 cm menghasilkan hasil tanaman per hektar tanaman bawang daun lebih tinggi 14,01% dibandingkan jarak tanam 15 x 20 cm dan lebih tinggi 27,01% dibandingkan jarak tanam 10 x 20 cm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lebar jarak tanam menghasilkan hasil tanaman per hektar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jarak tanam rapat.
4.2. Pembahasan
Hasil uji BNT menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi hingga 3 gr/liter berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, bobot basah per tanaman, bobot basah per rumpun, bobot kering brangkasan dan hasil tanaman per hektar. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi pupuk daun maka pertumbuhan dan produksi tanaman bawang daun juga semakin meningkat. Pupuk daun gandasil D mengandung kadar N 14 %, P 12 %, K 14 %, Mg 1 % dan unsur-unsur hara mikro lainya yang melengkapi yaitu : Mn, Bo, Cu, Co dan Zn yang merupakan unsur hara yang penting bagi tanaman. Sehingga dengan meningkatnya konsentrasi pupuk daun, unsur hara yang diterima tanaman
semakin banyak. Menurut Sumekto (2006) dalam Panjaitan (2014), menyatakan bahwa pupuk daun dapat memenuhi kebutuhan khusus tanaman untuk satu atau lebih hara mikro dan makro dan pupuk daun dapat menyembuhkan defisiensi/kekurangan unsur hara, menguatkan jaringan tanaman yang lemah atau rusak, mempercepat pertumbuhan, dan membuat pertumbuhan tanaman lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Herdianti (2012), yang menyatakan bahwa pemberian pupuk dengan konsentrasi 3 gr/liter meningkatkan respon pertumbuhan tinggi, diameter batang, berat kering akar dan berat kering pucuk yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 1 gr/liter, 2 gr/liter dan perlakuan kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi pupuk daun hingga 3 gr/liter tidak berpengaruh nyata jumlah anakan dan panjang akar. Tanaman bawang daun dengan konsentrasi 3 gr/liter menghasilkan jumlah anakan per rumpun lebih banyak namun memiliki panjang akar terpendek. Hal ini diduga berkaitan tanaman bawang daun berakar serabut, cukup dangkal berkisar antara 8-20 cm dan berkembang ke semua arah di sekitar permukaan tanah (Cahyono, 8-2009 dalam Jumadi, 2014). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Santi (2005), yang
menyatakan bahwa konsentrasi 3 gr/liter menghasilkan panjang tanaman, luas daun, jumlah daun, jumlah tanaman, panjang akar dan berat kering total tanaman terbaik daripada perlakuan dengan dosis 2,5 gr/liter, 3,5 gr/liter, dan 4,0 gr/liter.
Ini menunjukkan perlakuan tersebut terjadi keseimbangan unsur hara makro dan mikro yang sesuai dengan kebutuhan sehingga pembelahan dan pembesaran sel berjalan dengan baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin sempit jarak tanam mengakibatkan pemanjangan batang sehingga tanaman menjadi lebih tinggi. Penelitian Suyati (2005), menyatakan bahwa jarak tanam rapat meningkatkan tinggi tanaman, hal ini karena dengan jarak tanam lebih rapat, tanaman saling berdekatan dan nampak saling menutupi untuk penyerapan cahaya matahari, sehingga tanaman akan bergerak kearah datangnya matahari dengan hanya menambah tinggi. Sembiring (2010), menambahkan bahwa suatu tanaman apabila kekurangan cahaya, maka tanaman tersebut akan mengalami etiolasi atau pemanjangan batang untuk mendapatkan cahaya yang cukup. Hal ini disebabkan terjadinya pemanjangan sel pada bagian sel yang tidak tersinari atau kurang mendapat cahaya karena mengandung auksin yang lebih tinggi. Perbedaan rangsangan (respond) tanaman terhadap penyinaran disebabkan karena tidak samanya penyebaran auksin pada tanaman yang tidak cukup mendapat sinar dengan tanaman yang cukup mendapat sinar. Pada tanaman yang tidak cukup mendapat cahaya konsentrasi auksinnya lebih tinggi dibanding dengan tanaman yang cukup mendapat cahaya.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan jarak tanam lebih lebar meningkatkan jumlah daun per rumpun, jumlah anakan per rumpun, bobot basah per rumpun, bobot kering brangkasan dan hasil tanaman per hektar. Hal ini diduga karena jarak tanam menunjukkan perbedaan, jika jarak tanam yang dipakai semakin lebar, maka akan menghasilkan tajuk tanaman yang lebih baik sehingga meningkatkan hasil tanaman per hektar. Hasil penelitian Suyati (2005), menyatakan bahwa jarak tanam 20 x 20 cm meningkatkan luas daun dan bobot segar. Dengan jarak tanam 20 x 20 cm kompetisi tanaman lebih rendah untuk mendapatkan unsur hara, air dan sinar matahari daripada jarak tanam lebih rapat
sehingga pemanfaatan unsur hara lebih banyak digunakan tanaman untuk proses metabolisme dan akan tampak pada penambahan luas daun dan bobot segar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan bobot basah per tanaman. Jarak tanam 10 x 20 cm menghasilkan akar terpanjang namun menghasilkan bobot basah per tanaman terkecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hal ini diduga karena tajuk tanaman bawang daun pada jarak tanam rapat saling tumpang tindih sehingga menutup ruang antar tanaman. Daun tanaman yang saling tumpang tindih akan mengakibatkan tanaman tidak menerima cahaya matahari secara maksimal dan proses fotosintesis berlangsung kurang optimal sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Tajuk tanaman merupakan suatu faktor yang menentukan jumlah energi matahari yang dapat diserap oleh daun dan akan menentukan besarnya fotosintat yang dihasilkan. Fotosintat tersebut sangat menentukan hasil bobot panen daun karena sebagian fotosintat ditimbun dalam daun (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Himmal dan Purwoko, 2012). Sedangkan akar yang lebih panjang diduga disebabkan unsur hara yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan akar masih belum optimal, sehingga akar tumbuh memanjang untuk mengoptimalkan penyerapan unsur hara. Menurut Hardjowigeno (2007) dalam Nurkholis (2014), menyatakan bahwa akar tanaman yang terus tumbuh akan terus memanjang untuk mendapatkan unsur hara dalam larutan tanah. Sel-sel yang menyusun akar tanaman di bagian luar terdiri dari dinding sel yang tidak aktif yang bersinggungan langsung dengan tanah, sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang aktif yang dikelilingi oleh suatu membran yang dapat menyerap unsur hara.
Bungsu (2015), menambahkan bahwa ada 3 cara mekanisme penyediaan unsur hara dalam tanah, yaitu: aliran massa, difusi dan intersepsi akar. Mekanisme aliran massa dan difusi menjelaskan pergerakan unsur hara menuju ke akar tanaman, sedangkan mekanisme intersepsi akar menjelaskan gerakan akar tanaman yang memperpendek jarak dengan keberadaan unsur hara. Peristiwa ini terjadi karena akar tanaman tumbuh dan memanjang, sehingga memperluas jangkauan akar tersebut. Perpanjangan akar tersebut menjadikan permukaan akar lebih mendekati posisi dimana unsur hara berada, baik unsur hara yang berada dalam larutan tanah, permukaan koloid liat dan permukaan koloid organik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara peningkatan konsentrasi pupuk daun dan jarak tanam pada seluruh peubah yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa kedua faktor perlakuan memberikan respons masing-masing sebagai faktor tunggal tanpa adanya interaksi. Hal ini didukung oleh Steeel dan Torrie (1993) dalam Fauzi (2016), yang menyatakan bahwa bila pengaruh-pengaruh sederhana suatu faktor berbeda lebih besar daripada yang dapat ditimbulkan oleh faktor kebetulan, beda respon ini disebut interaksi antara kedua faktor itu. Bila interaksinya tidak nyata, maka disimpulkan bahwa faktor-faktornya bertindak bebas satu sama lain, pengaruh sederhana suatu faktor sama pada semua taraf faktor lainya dalam batas-batas keragaman acak.