• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1HASIL DETERMINASI

4.4. HASIL UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Tabel IV.4. Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Destilasi Uap Air

Konsentrasi minyak atsiri (ppm) Bakteri uji S. a B. s B. c E. c S. t P. a 2000 ppm + + + + + + 1000 ppm + + + + + + 500 ppm + + + + + + 250 ppm + + + + + + 125 ppm + + + + + +

Tabel IV.5. Hasil Uji Antibakteri Minyak Atsiri Bawang Hutan dari Hasil Enfleurasi Konsentrasi minyak atsiri (ppm) Bakteri uji S. a B. s B. c E. c S. t P. a 2000 ppm + + + + + + 1000 ppm + + + + + + 500 ppm + + + + + + 250 ppm + + + + + + 125 ppm + + + + + +

Keterangan :

(+) menunjukan adanya pertumbuhan bakteri sehingga tidak mempunyai aktivitas antibakteri

(-) menunjukan tidak adanya pertumbuhan bakteri sehingga mempunyai aktivitas antibakteri

S. a = Staphylococcus aureus E. c = Escherichia coli

B. s = Bacillus subtilis S. t = Salmonella typhimorium B. c = Bacillus cereus P. a = Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa minyak atsiri yang didapatkan baik dari hasil destilasi uap air maupun enfleurasi tidak mempunyai aktifitas antibakteri.

Tabel IV.6. Hasil Uji Antibakteri Pembanding Ciprofloxacin Konsentrasi (ppm) Bakteri uji S. a B. s B. c E. c S. t P. a KHM 0,25 0,0625 0,125 0,12 0,5 1 KBM 0,5 0,125 0,25 0,24 1 2 Keterangan :

S. a = Staphylococcus aureus E. c = Escherichia coli

B. s = Bacillus subtilis S. t = Salmonella typhimorium B. c = Bacillus cereus P. a = Pseudomonas aeruginosa Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa antibakteri pembanding ciprofloxacin paling kuat aktifitasnya pada bakteri Bacillus subtilis dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,0625 ppm dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) sebesar 0,125 ppm.

4.5. PEMBAHASAN

Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada buah bawang hutan adalah destilasi uap air dan enfleurasi. Pemilihan dua metode ini selain untuk mengetahui perbedaan kandungan kimia minyak atsiri yang didapatkan, sekaligus mengetahui ada tidaknya perbedaan jumlah yang didapatkan secara kuantitas.

Setelah dilakukan pengamatan, didapatkan bahwa perolehan minyak atsiri (randemen) dengan metode enfleurasi lebih tinggi (3,9 %) dibandingkan dengan hasil dari metode destilasi uap air (2,5 %). Hasil randemen minyak atsiri dari metode enfleurasi lebih banyak dikarenakan ketika dilakukan perendaman selama satu hari untuk memisahkan metanol dari lemak, masih terdapat lemak yang belum terpisah dan masih terbawa oleh metanol. Saat dilakukan rotary evaporator dengan pelarut metanol, lemak tidak ikut teruapkan dan tertinggal dengan minyak atsiri yang diperoleh.

Selanjutnya minyak atsiri yang diperoleh diidentifikasi menggunakan Gas Chromatography-Mas Spectrometry. Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat perbedaan kandungan kimia pada minyak atsiri dari hasil destilasi uap air jika dibandingkan dengan kandungan kimia yang ada pada minyak atsiri hasil enfleurasi. Perbedaan kandungan kimia yang dihasilkan dikarenakan perbedaan suhu yang digunakan pada kedua metode. Pada metode destilasi uap air yang menggunakan suhu tinggi menyebabkan kandungan kimia yang tidak tahan panas akan rusak. Sedangkan pada metode enfleurasi dengan menggunakan suhu rendah menyebabkan kandungan kimia yang diharapkan menguap selama proses berlangsung, namun tertinggal didalam sampel buah bawang hutan.

Hasil isolasi minyak atsiri dengan metode destilasi uap air terdiri atas senyawa kimia golongan sulfur (S-methyl methanethiosulphinate; Dimethyoxysulfone; Methyl methyltiomethyl disulfide), alifatik alkohol ( 2-Hexanol; 3-methyl-3-Heptanol), alifatik keton (3-methyl-2-Pentanone; Butanoic acid; 1,1-diethoxy butane), aromatik (1,2,3-Trimethylbenzene; 1-Ethyl-methyl benzene; p-Xylene). Sedangkan untuk hasil isolasi minyak atsiri dengan menggunakan metode enfleurasi terdiri atas senyawa kimia golongan kimia sulfur (Thiosulfuric acid), alifatik alkohol (1-Butanol; 2,3-Butanediol; 2-methyl-2,4-Pentanediol; 1-1’-oxybis-2-Propanol; Dihydro myrcenol; β -Citronellol; Hexadecanoic acid), alifatik keton (Propanedioic acid), aromatik (α- Terpinolene; 1-methyl-4-(methylethyl)-1,3-Cyclohexadiene), aromatik keton (Coumarine).

Hasil analisis GCMS pada minyak atsiri buah bawang hutan baik dengan metode destilasi uap air maupun metode enfleurasi ditemukan beberapa senyawa sulfur. Senyawa sulfur umumnya mempunyai aktivitas antibakteri yang cukup kuat (Kubota et al.,1998).

Senyawa kimia golongan sulfur pada minyak atsiri yang dihasilkan dari buah bawang hutan baik hasil destilasi uap air maupun enfleurasi berbeda jika dibandingkan dengan senyawa kimia golongan sulfur pada minyak atsiri buah bawang putih yang sudah lebih dahulu teruji aktivitas antibakterinya. Khadri et al yang meneliti minyak atsiri buah bawang putih di Aelgeria Barat menemukan dua senyawa sulfur utama yaitu Methyl allyl trisulfida dan Diallyl disulfida. Sedangkan Ogara et al pada penelitianya tentang minyak atsiri buah bawang putih di India, senyawa utama sulfur yang ditemukan yaitu Diallyl disulfida dan Diallyl trisulfida.

S S O

Gambar 5. S-Methyl methanethiosulpinate

S O O OCH3 H3CO Gambar 6. Dimethoxysulfone S S S

Gambar 7. Methyl methyltiomethyl disulfide

S S

O OH

OH

Gambar 8. Thiosulfuric acid

H2C

S S

S

CH3

Gambar 9. Methyl allyl trisulfide

H2C

S S

CH2

H2C

S S

S

CH2

Gambar 11. Diallyl trisulfide

Setelah dilakukan proses identifikasi selanjutnya dilakukan proses uji aktivitas antibakteri. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair. Metode ini dipilih karena selain dapat menentukan ada tidaknya kemampuan antibakteri pada minyak atsiri bawang hutan juga dapat menentukan seberapa besar Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap bakteri. Pembuatan larutan uji minyak atsiri dilarutkan dalam aquadest dengan ditambahkan tween 80 % sebanyak 0,5 %. Penggunaan tween 80 % bertujuan agar menjaga kestabilan minyak dalam air sehingga lebih homogen. Penentuan nilai KHM ini ditentukan setelah larutan uji dikultur kembali pada media agar.

Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri hasil destilasi uap air dan minyak atsiri hasil enfleurasi tertera pada tabel 4 dan 5. Uji aktivitas antibakteri hasil destilasi uap air dan hasil enfleurasi menggunakan tiga bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan tiga bakteri gram negatif yaitu Escherichia Coli, Salmonella typhimorium, Pseudomonas aeruginosa. Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan untuk keenam bakteri tersebut yaitu 125 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dan 2000 ppm. Pemilihan konsentrasi mengacu kepada ketentuan dimana suatu bahan fitokimia diklasifikasikan sebagai antimikroba jika mempunyai nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) pada rentang dibawah 100-1000 mg/mL (Kuete et al,. 2011).

Hasil yang diperoleh pada konsentrasi tertinggi yang digunakan yaitu 2000 ppm, baik minyak atsiri buah bawang hutan hasil destilasi uap air maupun hasil enfleurasi tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Hal ini dapat dilihat pada tabung larutan uji sebelum diinkubasi (kiri atau A) berwarna kuning jernih, dan setelah diinkubasi (kanan atau B) semua tabung larutan uji mulai dari konsentrasi terendah 125 ppm sampai yang tertinggi yaitu 2000 ppm berwarna keruh yang menandakan adanya pertumbuhan

bakteri (Gambar 16 – 21 untuk minyak atsiri hasil destilasi uap air dan 25 – 30 untuk minyak atsiri hasil enfleurasi).

Untuk menghindari kesalahan ketika mengamati kekeruhan pada tabung larutan uji saat menggunakan mata manusia maka dilakukan pengamatan menggunakan Spektrofotometri UV-VIS. Hasil Spektrofotometri UV-VIS menunjukkan bahwa nilai absorban yang diperoleh dari larutan uji konsentrasi 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm dan 125 ppm dari minyak atsiri hasil destilasi uap air sangat besar jika dibandingkan dengan nilai absorban medium sebagai kontrol. Hasil yang sama juga dialami oleh nilai absorban yang diperoleh dari larutan uji dari minyak atsiri hasil enfleurasi (Lampiran 16 dan 17). Prinsip Spektrofotometri UV-VIS yaitu semakin besar nilai absorban dari suatu larutan maka semakin keruh larutan tersebut. Jadi dengan ini sudah bisa dipastikan bahwa larutan uji baik dari minyak atsiri hasil destilasi uap air maupun hasil enfleurasi memang keruh. Pengamatan terakhir dilakukan pengkulturan kembali pada medium agar, hal ini untuk menghilangkan keraguan pada kekeruhan tabung larutan uji yang ditimbulkan akibat pertumbuhan bakteri uji atau karena faktor lain. Setelah dilakukan pengkulturan kembali pada medium agar dan terlihat pertumbuhan bakteri di dalamnya maka dapat dipastikan bahwa kekeruhan yang terjadi pada tabung larutan uji sebelumnya karena adanya bakteri yang tumbuh pula (Gambar 33 - 44).

Untuk antibakteri pembanding yang digunakan yaitu ciprofloxacin, diperoleh hasil paling besar aktivitasnya pada bakteri Bacillus subtilis dengan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sebesar 0,0625 ppm dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) sebesar 0,125 ppm.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minyak atsiri buah bawang hutan yang dihasilkan dari dua metode yang berbeda tersebut tidak memiliki aktivitas antimikroba. Hal ini dapat terjadi karena konsentrasi yang dimiliki oleh masing-masing senyawa kimia penyusun minyak atsiri sangat rendah sehingga mempengaruhi aktivitas antibakteri yang dimilikinya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait