• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji homogenitas guna mengetahui homogenitas kovarian skor intensi perilaku bullying pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas Box’s M diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data skor intensi perilaku bullying pada kedua kelompok adalah tidak homogen. Menurut Widhiarso (2011), nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan variasi skor kemandirian pada masing-masing kelompok sangat bervariasi. Dalam kuasi eksperimen, faktor error (subjek, sampel, perlakuan, dan sebagainya) sangat berpengaruh sehingga perubahan skor subjek dari pretest menuju posttest sangat bervariasi. Studi yang dilakukan oleh Norton (dalam Widhiarso, 2011) menunjukkan bahwa homogenitas data dalam penelitian eksperimen dapat diabaikan. Sementara, menurut Ramsey (2007), anova termasuk uji yang kuat terhadap gangguan heterogenitas data, jika sampel kedua kelompok tidak memiliki selisih yang terlalu besar, yaitu antara 7 hingga 15 subjek.

Statistik Deskriptif

Hasil analisis statistik skor intensi perilaku bullying dapat dilihat pada Tabel 11 berikut:

Tabel 7. Data Statistik Deskriptif Skor Intensi Perilaku Bullying

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance

Pre_8 17 91.00 130.00 105.4118 12.82117 164.382 Post_8 17 70.00 85.00 77.7647 4.05477 16.441 Pre_4 23 91.00 116.00 101.7391 7.38067 54.474 Post_4 23 84.00 116.00 99.0435 8.74112 76.407 Valid N (listwise) 17 Uji Hipotesis

Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan menggunakan mixed anova. Pada Tabel 8 ringkasan uji hipotesis Test of Within-subject Effects pada baris time*Group menunjukkan nilai F = 94,438 (p < 0,01). Hal tersebut menunjukkan adanya interaksi antara time (pretest dan posttest) dan kelompok (eksperimen dan kontrol). Interaksi tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor pretest ke posttest pada kedua kelompok, yaitu eksperimen dan kontrol.

Tabel 8. Ringkasan Uji Hipotesis Test of Within-subject Effects

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Partial Eta Squared time Greenhouse-Geisser 4499.824 1.000 4499.824 139.658 0.001 0.786 time * Group Greenhouse-Geisser 3042.824 1.000 3042.824 94.438 0.001 0.713 Error(time) Greenhouse-Geisser 1224.376 38.000 32.220 Uji Lanjutan

Hasil uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan sehingga dapat dilakukan uji lanjutan. Uji lanjutan ini dilakukan guna mengetahui pasangan kelompok mana yang mengalami perbedaan skor. Uji lanjutan sendiri dapat dilakukan dengan melihat selisih rerata skor dari setiap

pengukuran kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 9.

Berdasar hasil uji lanjutan, dapat diketahui bahwa kelompok Eksperimen memiliki selisih rerata (MD) skor pretest dan posttest sebesar 27.647 dengan p < 0,01. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan skor yang signifikan pada kelompok eksperimen. Sementara itu, hasil uji lanjutan pada kelompok Kontrol menunjukkan selisih rerata (MD) skor pretest ke posttest sebesar -2.696 dengan p > 0,01. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan skor secara signifikan.

Tabel 9. Uji Lanjutan Selisih Rerata Skor

Group (I) time (J) time Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

Eksperimen 1 2 27.647 * 1.947 0.001 23.706 31.588 2 1 -27.647* 1.947 0.001 -31.588 -23.706 Kontrol 1 2 2.696 1.674 0.116 -0.693 6.084 2 1 -2.696 1.674 0.116 -6.084 0.693

Hasil analisis uji lanjutan membuktikan bahwa presentasi dengan fasilitator teman sebaya dapat menurunkan intensi perilaku bullying secara signifikan pada kelompok eksperimen. Adapun sumbangan efektif presentasi dengan fasilitator teman sebaya pada kelompok eksperimen dapat dilihat berdasar nilai partial eta squared sebesar 0,841 (p<0,001). Hal tersebut menunjukkan bahwa presentasi dengan fasilitator teman sebaya yang dilakukan pada kelompok eksperimen memberikan kontribusi sebesar 84,1%, sedangkan peningkatan kelompok kontrol sebesar 6,4% (sig. 0.116, p>0,001, tidak signifikan) terhadap perubahan intensi perilaku bullying.

Tabel 10. Tes Multivariat dan Sumbangan Efektif

Group Value F Hypothesis df Error df Sig.

Partial Eta Squared Eksperimen Wilks' lambda 0.159 201.644a 1.000 38.000 0.001 0.841 Kontrol Wilks' lambda 0.936 2.594a 1.000 38.000 0.116 0.064

Grafik rerata skor pretest dan posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada Grafik 1 sebagai berikut:

Berdasarkan Tabel 9 dan Grafik 1 tersebut, dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rerata skor dari pretest ke posttest pada kelompok eksperimen. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat penurunan rerata skor intensi perilaku bullying pada kelompok eksperimen.

Hasil Cek Manipulasi (Tes Pengetahuan Bullying)

Adapun cek manipulasi dilakukan dengan mengukur pengetahuan bullying yang dimiliki oleh subjek penelitian. Skor pretest dan posttest Tes Pengetahuan Bullying dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test.

105.4118 77.7647 101.7391 99.0435 0 20 40 60 80 100 120 Pretest Posttest

Grafik 1. Rerata Skor Intensi Perilaku Bullying Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Berdasar hasil analisis tersebut, diketahui bahwa pada seluruh subjek memiliki skor posttest yang lebih besar dibanding skor pretest dengan nilai Z = -2,692 (p < 0,01). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor pengetahuan bullying yang signifikan pada subjek setelah mengikuti presentasi dengan fasilitator teman sebaya.

Tabel 11. Perbedaan Skor Tes Pengetahuan Bullying Posttest - Pretest

Z -2.692a

Asymp. Sig. (2-tailed) 0.007

DISKUSI

Kondisi awal sebelum perlakuan diberikan pada pretest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan rerata skor intensi perilaku bullying yang tidak jauh berbeda. Pada pengukuran posttest, kelompok ekperimen menunjukkan penurunan dibanding kelompok kontrol. Hasil analisis data penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan skor Intensi Perilaku Bullying antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (F = 94,438; p < 0,01). Kelompok eksperimen diketahui mengalami penurunan skor Intensi Perilaku Bullying yang signifikan setelah mengikuti presentasi dengan fasilitator teman sebaya. Penurunan skor dapat dilihat dari selisih rerata (MD) skor pretest dan posttest pada kelompok eksperimen sebesar 27,647 dengan p < 0,01. Sementara itu, kelompok kontrol tidak mengalami perubahan yang signifikan pada skor Intensi Perilaku Bullying, yang mana selisih rerata (MD) skor pretest ke posttest sebesar -2,696 dengan p > 0,01. Selanjutnya, hasil follow up pada

kelompok eksperimen menunjukkan bahwa pengaruh intervensi yang dilakukan dapat bertahan hingga follow up dilaksanakan. Subjek sudah memiliki kesadaran terkait apa itu bullying dan menunjukkan sikap negatif terhadap bullying. Sementara itu, observasi pada kelompok kontrol sebelum perlakuan diberikan menunjukkan hal yang sama dengan kelompok eksperimen sebelum diberikannya perlakuan, yang mana subjek menganggap perilaku bullying sebagai hal yang biasa. Hal tersebut tetap bertahan setelah posttest diberikan pada kelompok kontrol. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yang mana terjadi penurunan intensi perilaku bullying pada siswa SMA yang memperoleh intervensi oleh fasilitator teman sebaya.

Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh antara pengetahuan dengan intensi individu untuk melakukan suatu perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2010), menemukan bahwa lebih dari 50% intensi siswa SMA untuk merokok di tempat umum yang cenderung rendah. Hal tersebut disebabkan karena adanya pengetahuan mereka atas Perda Larangan Merokok sehingga mempengaruhi keinginan siswa SMA untuk merokok di tempat umum. Senada dengan penelitian Susanti. Penelitian yang dilakukan oleh Talbot, Dorrian, dan Chapman (2015) menunjukkan adanya pengaruh pengetahuan terhadap intensi untuk bersikap positif. Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh oleh para ners terhadap kecanduan alkohol, semakin positif pula sikap mereka dalam merawat pasien-pasien tersebut.

Dinamika psikologis yang terjadi dalam proses presentasi dengan fasilitator teman sebaya, dapat memberikan pengaruh terhadap intensi perilaku bullying. Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Papalia, Olds, & Feldman, 2001). Selain itu, karakteristik remaja memiliki keadaan emosi yang cenderung masih labil. Kondisi ini menjadikan remaja berisiko untuk menjadi pelaku bullying, karena adanya pengaruh teman sebaya dan mudah terprovokasi untuk melakukan bullying. Sementara itu, fase remaja, merupakan masa pencarian jati diri dan pembentukan self-image. Olweus dan Limber (dalam Losey, 2009) mengindentifikasi bermacam mekanisme kelompok dalam bullying yang dipertimbangkan menjadi faktor risiko teman sebaya. Faktor risiko tersebut adalah seperti, penularan pengaruh buruk sosial, lemahnya pencegahan dalam memerangi bullying. Hal tersebut menunjukkan, teman sebaya yang negatif dapat memberi pengaruh negatif; begitu juga sebaliknya. Teman sebaya yang positif akan memberikan pengaruh yang positif bagi remaja.

Faktor penting dalam presentasi oleh fasilitator teman sebaya adalah kemampuan fasilitator dalam menyajikan materi presentasi sehingga dapat mencapai tujuan sharing knowledge. Fasilitator presentasi telah mengikuti program “Sahabat Perangi Bullying”, yang mana program tersebut memberikan pengetahuan mengenai bullying dan bagaimana memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Adapun proses belajar yang terjadi dalam pelatihan fasilitator teman sebaya ini sesuai dengan observational learning (Rosenthal dan Zimmerman, 1978). Pada proses attention, terdapat

proses perhatian individu terhadap suatu hal yang dianggap bermakna. Atensi dipengaruhi oleh nilai fungsional yang dirasakan dari aktivitas individu lain yang menjadi model. Atensi yang diberikan oleh fasilitator teman sebaya dipengaruhi oleh ketertarikannya terhadap materi dan ketrampilan yang akan mereka pelajari. Hal tersebut tampak dari antusiasme mereka ketika ikut serta dalam pelatihan. Selain itu, trainer memiliki kemampuan presentasi yang sesuai dengan karakter remaja sehingga dapat meningkatkan perhatian calon fasilitator dalam mempelajari ketrampilan berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal. Trainer menyampaikan materi dengan contoh-contoh yang dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta, melibatkan peserta dalam memberikan contoh bullying, menggunakan tayangan power point dan media audiovisual.

Keberhasilan tahap selanjutnya, yaitu tahap retention dan production, didukung oleh kemampuan fasilitator dalam menyimpan dan mengembangkan ketrampilan yang telah diperoleh. Fasilitator teman sebaya ini juga telah dipilih berdasar rekomendasi guru dan teman-teman sebayanya, dengan prestasi yang baik di bidang akademik maupun non akademik. Modal yang telah dimiliki fasilitator tersebut mendukung keberhasilan dalam mempraktikkan presentasi dengan tema bullying. Kemudian, tahap motivasi dapat dilakukan karena adanya feedback yang membangun untuk calon fasilitator, yaitu dengan latihan-latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan, dan penekanan pada nilai-nilai pembelajaran yang bermakna bagi calon fasilitator.

Selama proses intervensi berlangsung, fasilitator teman sebaya mengalami peningkatan dalam pengetahuan bullying dan kemampuan mereka

dalam berkomunikasi secara verbal maupun non verbal. Sementara itu, subjek penelitian juga mengalami peningkatan pada pengetahuan mereka terkait bullying dan mengalami penurunan dalam intensi perilaku bullying. Pada Skala Intensi Perilaku Bullying yang disusun menggunakan rating scale dari 1 hingga 5, semakin menuju angka 5, maka intensi perilaku bullying yang dimiliki subjek semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, semakin mendekati angka 1, maka intensi perilaku bullying yang subjek miliki semakin rendah. Sebelum diberi perlakuan, subjek pada kelompok eksperimen memiliki skor intensi perilaku bullying kategori sedang, yang mana skor begerak mendekati angka 5. Setelah perlakuan diberikan, skor intensi perilaku bullying subjek semakin mendekati angka 1, yang berarti intensi perilaku bullying semakin rendah.

Subjek penelitian memperoleh intervensi berupa presentasi dengan fasilitator teman sebaya. Proses presentasi yang disajikan mempengaruhi intensi perilaku bullying. Hal tersebut disebabkan adanya dinamika psikologis yang kemudian mempengaruhi intensi perilaku bullying. Intensi memiliki 3 aspek (Ajzen, 2006), yaitu attitude toward behavior, subjective norm, dan perceived behavior control.

Pertama, aspek attitude toward behavior, merupakan keyakinan terhadap perilaku dan evaluasi hasil. Behavioral beliefs ditentukan oleh keyakinan yang paling menonjol pada diri individu terhadap perilaku tertentu (Ajzen, 2006). Pada proses presentasi yang dilakukan oleh fasilitator teman sebaya, terjadi pertukaran informasi dan pendapat mengenai bullying. Subjek menjadi tahu apa itu bullying, apa saja bentuk bullying, bagaimana akibat yang dihasilkan, dan bagaimana

seharusnya bersikap terhadap bullying yang terjadi di sekitar mereka. Perolehan pengetahuan mengenai bullying ini menjadi bahan pertimbangan subjek untuk membentuk sikap terhadap bullying. Di akhir presentasi, keempat kelompok sepakat bahwa bullying merupakan perilaku yang buruk, merugikan orang lain, dan harus ditanggulangi bersama. Berdasar kesepakatan tersebut, subjek telah membentuk sikap negatif pada bullying. Zakaria (2004) menunjukkan, pengetahuan dapat mempengaruhi intensi individu sebelum melakukan suatu perilaku.

Kedua, aspek subjective norm, yang merupakan aspek intensi terkait persepsi individu terhadap tuntutan dari lingkungan sosialnya untuk perilaku tertentu. Norma subjektif adalah persepsi individu mengenai harapan orang-orang yang penting bagi dirinya baik perorangan ataupun kelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak (Ajzen, 2006). Presentasi yang dilakukan oleh fasilitator teman sebaya kemudian membentuk aturan terhadap perilaku bullying. Keempat kelompok presentasi sepakat bahwa bullying menjadi permasalahan sosial yang perlu ditanggulangi bersama. Hal tersebut menunjukkan adanya tuntutan dari lingkungan sosial untuk mencegah dan mengatasi perilaku bullying.

Kemudian, aspek ketiga yaitu perceived behavior control yang merupakan faktor pemberi gambaran mengenai persepsi individu terkait kemudahan atau kesulitan individu dalam menampilkan perilaku dan diasumsikan sebagai refleksi dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya serta hambatan-hambatan yang diantisipasi (Ajzen, 2006). Dalam proses presentasi, diketahui bahwa bagi subjek penelitian, bullying merupakan hal yang mudah dilakukan,

sehingga bagi mereka, bullying merupakan hal yang dianggap biasa. Dalam kondisi tersebut, dapat dianggap sulit ketika subjek akan menunjukkan perilaku melawan bullying. Presentasi yang dilakukan memberikan gambaran tindakan yang sebaiknya subjek lakukan ketika melihat ataupun mengalami bullying. Dukungan teman-teman dalam kelompok presentasi tersebut membantu menumbuhkan keyakinan bahwa mereka dapat bersama-sama mencegah dan mengatasi bullying.

Berdasar uraian di atas, telah terjadi dinamika selama proses presentasi, yang mana presentasi oleh fasilitator teman sebaya menghasilkan penilaian negatif terhadap bullying, tuntutan dari teman sebaya untuk tidak melakukan bullying, dan keyakinan untuk dapat bersama-sama mengatasi bullying. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan intensi perilaku bullying pada subjek kelompok eksperimen. Selain itu, penurunan intensi perilaku bullying juga dipengaruhi oleh modalitas yang dimiliki oleh subjek penelitian, antara lain: prestasi akademik yang memadai, pengalaman berorganisasi, dan kesesuaian metode dalam penyampaian materi bullying.

Keterbatasan penelitian ini adalah belum dapat melihat sustainability program ‘Sahabat Perangi Bullying” karena follow up hanya dilakukan satu kali dengan jarak 2 minggu setelah posttest. Follow up dilakukan dengan FGD (Focus Group Discussion) karena follow up menggunakan Skala Intensi Perilaku Bullying berpotensi menimbulkan kebosanan. Selain itu, hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan untuk karakteristik subjek yang berbeda.

Dokumen terkait