• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3. Hasil Uji Penegasan

Tahap selanjutnya yaitu uji penegasan yang dilakukan untuk menghitung jumlah total Coliform serta untuk meyakinkan bakteri yang terkandung dalam sampel merupakan bakteri kelompok Coliform karena pada uji sangkaan hasil positif tidak selalu disebabkan oleh bakteri Coliform, seperti bakteri lain yang mampu memfermentasi laktosa yang kemudian memproduksi gas dan asam seperti bakteri asam laktat atau oleh bakteri yang bersifat sinergis sehingga dapat menguraikan karbohidrat dan membentuk gas (APHA, 1992; Radji, 2008). Hanya sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 yang dilanjutkan ke uji penegasan karena pada sampel D1, D3, D4, D5 menunjukkan hasil negatif pada uji sangkaan. Sampel D2 yang menunjukkan hasil positif pada uji sangkaan diinokulasi dalam media Brilliant Green Lactose Bile broth 2% (BGLB 2%) kemudian diinkubasi pada suhu 36±1ºC selama 24-48 jam.

Pada uji penegasan sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 masa inkubasi 24 jam terbentuk gelembung gas pada tabung durham namun sangat kecil yaitu <10% sehingga diputuskan untuk dilanjutkan inkubasinya hingga 48 jam (Gambar 4.2). Pada masa inkubasi 48 jam terlihat terbentuk gelembung yang semakin besar dan >10%. Hasil yang diperoleh dari uji penegasan ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai APM/mL

dengan menggunakan tabel Hopkins yang tercantum dalam SNI 01-2897-1992 (Tabel 4.4).

Gambar 4.2 Hasil uji penegasan pada masa inkubasi 24 jam terbentuk gelembung gas <10% (A) dan pada masa inkubasi 48 jam gelembung yang terbentuk gelembung gas semakin

besar yaitu >10% (B)

Tabel 4.4 Nilai APM/mL setiap sampel air minum isi ulang

Sampel Kombinasi tabung yang positif Nilai APM/mL

D1 0-0-0 <3

D2 1-0-0 4

D3 0-0-0 <3

D4 0-0-0 <3

D5 0-0-0 <3

Berdasarkan tabel 4.4, nilai APM/mL pada sampel D1, D3, D4, dan D5 yaitu <3/mL yang berarti bahwa jumlah bakteri Coliform pada sampel tidak terdeteksi dan dianggap negatif (El-Hadedy dan El-Nour, 2012) sedangkan sampel D2 bernilai 4/mL. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform, semakin tinggi risiko adanya bakteri patogen lain (Suprihatin, 2003) serta semakin sedikit kandungan bakteri Coliform pada air minum, maka semakin baik kualitas air minum tersebut, dan sebaliknya semakin banyak jumlah bakteri Coliform dalam air minum, maka semakin buruk kualitas air minum tersebut (Pracoyo, 2006). Air minum akan menyebabkan penyakit gastroenteritis jika pada 100 mL air minum terdapat 500 bakteri Coliform sedangkan jumlah bakteri Coliform pada sampel D2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak mencapai 500/100 mL jadi kemungkinan jika masyarakat mengonsumsi air minum tersebut tidak menyebabkan penyakit gastroenteritis meskipun air minum sampel D2 tidak layak konsumsi (Suriawiria, 2003).

Pada penelitian terdahulu mengenai analisis cemaran bakteri Coliform dan Escherichia coli pada air minum isi ulang yang dilakukan di Sisingaraja, Bali seluruh sampel yaitu sebanyak 3 air minum isi ulang memenuhi syarat kualitas mikrobiologi (Widiyanti dan Ristanti, 2004). Penelitian lain, 7 dari 32 sampel tercemar Coliform di kota Surabaya (Keman, 2005). Pemeriksaan air minum isi ulang di Bogor dari 2 sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu mengandung bakteri Coliform sebanyak 7/100 mL (Pratiwi, 2007). Penelitian di daerah Lenteng Agung dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan terdapat 13 dari 13 sampel mengandung bakteri Coliform (Radji, 2008). Penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, 3 dari 88 sampel air minum isi ulang tidak memenuhi syarat mikrobiologi Kepmenkes RI No.492/Menkes/Per/IV2010 (Prihatini, 2012). Kajian kualitas bakteriologis air minum isi ulang di kabupaten Blora menunjukkan 1 sampel terkontaminasi bakteri Coliform dari total sampel 24 (Natalia et al., 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Natalia et al (2014) di Blora, Jawa Tengah, sebanyak 24 dari 25 air minum isi ulang depot tidak terkontaminasi bakteri Coliform. Penelitian yang dilakukan di Kota Manado, ditemukan 9 sampel air minum isi ulang yang tercemar bakteri Coliform (Bambang et al., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Raharja (2015) di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu Kota Tangerang Selatan diperoleh hasil bahwa 8 dari 9 sampel tercemar bakteri Coliform. Pemeriksaan air minum di Kabupaten Bandung Barat, terdapat 6 air minum isi ulang yang mengandung Coliform dari 8 sampel dengan nilai 3/100 mL untuk 5 sampel dan 4/100 mL untuk 1 sampel (Anies, 2015). Penelitian yang dilakukan Walangitan et al (2016) 3 dari 8 sampel air minum isi ulang mengandung bakteri Coliform dengan nilai 2 depot mengandung 13/100 mL dan 1 depot >240/100 mL. Adanya perbedaan hasil ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kontaminasi air minum isi ulang saat proses pengolahan, sanitasi, dan higien (Eulis et al., 2008; Raharja, 2015).

Hasil penelitian menunjukkan 1 dari 5 sampel air minum isi ulang di Kelurahan Pondok Cabe Ilir tercemar bakteri Coliform. Hasil tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu ada beberapa sampel air minum isi ulang yang tercemar bakteri Coliform.

Bakteri Coliform tidak menyebabkan penyakit akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu indikator hadirnya bakteri patogen yang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit (Khoeriyah dan Anies, 2015). Hadirnya bakteri Coliform yang terdapat pada sampel D2 menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan seperti Salmonella, Shigella dan Staphylococcus (Bambang et al., 2014), seperti yang terjadi di Charsadda, Pakistan penduduk menderita penyakit gastoentritis, kolera, disentri, diare, dan hepatitis karena mengonsumsi air yang tercemar bakteri Coliform (Shahnaz et al., 2012 dalam Khoeriyah dan Anies, 2015). Higienitas dan sanitasi berpengaruh terhadap ada tidaknya cemaran bakteri Coliform dalam air minum isi ulang (Natalia, et al., 2014). Tercemarnya sampel D2 oleh bakteri Coliform dapat disebabkan karena air baku tercemar, sistem transportasi pengangkutan air baku ke depot, penanganan wadah air, pemeliharaan bangunan dan peralatan, kondisi depot yang tidak memenuhi syarat (Walingitan et al., 2016). Jumlah bakteri Coliform akan meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan, pada depot D2 air baku tersimpan cukup lama dalam bak penampung karena air baku hanya datang setiap 2-3 minggu sekali sehingga meningkatkan risiko tercemarnya mikroba (Rahayu et al., 2013; Violita et al., 2010).

Media Brilliant Green Lactose Bile broth 2% (BGLB 2%) digunakan untuk uji penegasan karena adanya brilliant green mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif selain Coliform dan adanya garam empedu mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak hidup dalam gastrointestinal manusia. Kandungan ini yang menjadi pembeda dengan media Lactose Broth (LB). Media ini juga mengandung laktosa sehingga indikatornya sama seperti uji sangkaan dimana jika positif Coliform maka akan terbentuk gas (Bambang et al., 2014; Oxoid, 2015; Radji, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dokumen terkait