• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teladan

2. Hasil Wawancara Dengan Orang tua

Dalam penelitian ini, penulis juga melakuan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai pendampingan orang tua dalam belajar PAK guna mendukung dan memperkuat hasil penelitian berbentuk kuesioner yang sudah dianalisis. Keterbatasan waktu, kesediaan orang tua penulis hanya dapat mewawancari 7 orang tua secara langsung. Pada responden ini orang tua yang bersedia untuk bertemu penulis ini dan aktif jika ada rapat di sekolah.

Berikut ini adalah hasil wawancara yang penulis dapatkan;

a. Bagaimana cara pendampingan Bapak/Ibu kepada anak anda? Responden 1:

“Iya, selama ini saya memberikan perhatian khusus kepada putri saya.

Sepulang sekolah saya menanyakan ada tugas tidak? Padahal masih di atas motor lho mbak. Saya selalu mengawasi perkembangan putri saya tanpa saya lewatkan sendikit pun. Puji Tuhan mbak, putri saya ini, walaupun saya tidak ada di rumah, dia belajar sendiri. Suami saya menyuruh saya tidak bekerja untuk mendampingi putri saya. Pada awalnya sich!!! Saya keberatan mbak.. Tapi ya mau bagaimana, istri kan harus nurut suami ya

mbak???..”

Responden 2:

“Selama saya mendampingi anak-anak kami, kami melihat pendampingan untuk anak cowok dan cewek itu berbeda. Anak cewek itu lebih dengan hati yang lembut namun kalau anak cowok harus sedikit keras. Anak kami ini jika tidak didampingi tidak belajar mbak, Sumpah. Anak kami ini agak berbeda dengan anak yang lain, jadi saya harus benar-benar mendampingi dan saya selalu berusaha mencari buku tentang pendampingan yang cocok untuk anak kami ini. Kami memberikan semangat untuk selalu giat belajar, membantu kesulitan-kesulitan anak dalam mengerjakan PR dan harus

selalu ada disamping dalam belajar.”

Responden 3:

“Kalau menurut saya, apa yang telah saya lakukan dan istri saya dalam pendampingan belajar sudah baik, karena istri saya selalu ada di samping

anak saya dalam situasi apapun. Kami memberi kebebasan kepada kedua anak saya tetapi juga menghindari pengaruh yang kurang baik. Seperti perkemabangan zaman, kita harus mengikuti perkembangan itu tapi kita jangan terbawa arus itu sendiri mbak. Kami juga sangat menyadari orang tualah yang pertama dan utama dalam pendidik anaknya. Pendidikan iman sejak dini menjadi pondasi buat anak ke masa depannya.”

Responden 4:

“Kami tidak mempunyai pendampingan secara khusus bagi anak kami. Anak kami pulang sekolah di rumah neneknya. Sore kami jemput, setelah itu baru pulang ke rumah sudah capek lalu tidur mbak. Masalah belajar anak hanya belajar sendiri, kadang-kadang ketika ada waktu kosong kami ada di sampingnya untuk menemani belajar. Mereka menyesuaikan jadwal

sekolah.”

Responden 5:

“Saya selalu berusaha mendampingi putri saya, walaupun tugas yang

harus saya selesaikan banyak sekali. Saya berperan ganda sebagai Bapak dan Ibu, karena suami saya bekerja pindah-pindah terus. Saya terkadang tersiksa mbak.... pekerjaan banyak sekali, ngurus anak juga harus saya. Tapi saya tetap bersyukur atas putri saya titip dari Tuhan. Saya memberi pendampingan secara khusus. Setiap kali anak belajar saya sempat kan untuk ada di sampingnya walaupun dengan menyambi pekerjaan yang lain.”

Responden 6:

“Kami selalu mendampingi anak kami dalam belajar PAK. Kami mengetahui orang tualah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pada saat anak belajar kami selalu ada, kalau kami tinggal anak

langsung tidur”

Responden 7:

“Kami selalu mendampingi anak kami dalam belajar PAK. Pada saat anak

belajar saya selalu ada. Walaupun kami agama Kristen.”

b. Apakah Bapak/Ibu menyediakan seluruh fasilitas anak yang berhubungan dengan PAK?

Responden 1:

“Ya, saya menyediakan seluruh fasilitas untuk menunjuang proses belajar

Responden 2:

“Ya, saya menyediakan seluruh fasilitas untuk mendukung perkembangan

anak kami, ruang belajar juga kami sediakan karena kami sendiri menyadari kondisi dan keadaan rumah sangat mendukung untuk semangat

anak belajar.”

Responden 3:

“Ya, kami selalu memenuhinya, karena merupakan kebutuhan utama bagi

anak-anak. Tetapi kalau ruang belajar yach!! Begini lah mbak. Anak saya belajar di ruang yang kecil ini, hanya pakai meja lipat mbak. Ini semua kami peroleh dengan kerja keras dan banting tulang”

Responden 4:

“Ya, kami menyediakan semuanya mbak. Hanya saya ruang belajar di rumah jarang di pakai, karena mereka lebih sering di rumah neneknya.”

Responden 5:

“Ya, saya menyediakan seluruh fasilitas belajar putri saya, tembokpun penuh dengan coretan dan tempelan.”

Responden 6:

“Ya, kami memenuhinya karena merupakan kebutuhan utama bagi anak -anak dalam proses belajar. Tapi ruang belajar hanya beralaskan tikar dan

meja lipat.”

Responden 7:

“Ya, karena sangat penting dalam proses belajar mengajar.”

c. Apakah Bapak/Ibu menemukan hambatan dalam PAK? Responden 1:

“Tidak terlalu ada hambatan dan kesulitan, namun kadang-kadang kurang mamahami isi dari pelajaran agama katolik yang semakin lama semakin

sulit.”

Responden 2:

“ Kalau ditanya hambatan bisa dikatakan iyah, bisa juga dikatakan tidak. Tapi kesimpulan terakhir kami masih bisa memahami sedikit-sedikit. Tapi terkadang tidak bisa karena pelajaran Agama anak sekarang sulit dan saya juga agak kesulitan untuk menjelaskan kembali kepada anak kami.”

Responden 3:

“Terbatasanya pengetahuan kami.”

Responden 4:

“Hambatan dan kesulitan saya: menjawab soal-soal tentang Kitab Suci, dan membagi waktu mendampingi anak dalam belajar di rumah, karena

saya dan istri saya banyak pekerjaan di kantor.”

Responden 5:

“Kita khan agama katolik mbak, jadi saya dapat memahami pelajaran putri

saya. Dengan membaca-baca buku. Sekolah ulang lagi mbak!.”

Responden 6:

“Terbatasnya pengetahuan yang saya miliki, tapi saya sebagai orang tua

banyak belajar agar dapat menelaskan kepada anak.”

Responden 7:

“Tidak terlalu ada hambatan dan kesulitan, hanya dalam pelajaran Ekaristi

kami tidak mengetahui. Tapi kami minta bantu kepada tetangga yang

agama Katolik.”

d. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu jika anak mempunyai nilai jelek, apakah Bapak/Ibu memberi hukuman kepada anak?

Responden 1:

“Saya tidak pernah memarahi anak, saya hanya memberi nasehat, putri

saya berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus. Dengan demikian putri saya selalu belajar dengan giat, karena jika dapat nilai yang bagus,

saya memberi hadiah mbak.”

Responden 2:

“Kami tidak pernah memarahi anak kami, karena kami sadar

kemampunnya sampai di mana. Kami selalu memberi motivasi dan dorongan untuk semakin giat belajar.”

Responden 3:

“Puji Tuhan mbak, nilai agama anak kami tidak pernah jelek, jelek banget. Dia bisa mengikuti, nilainya selalu diatas rata-rata nilai ketuntasan. Dengan nilai yang bagus kami juga memberi motivasi kepada anak agar lebih rajin belajar agar nilainya lebih tinggi lagi.”

Responden 4:

“Nilai anak ini pas banget sama nilai rata-rata kelas mbak. Kalau nilainya jelek terkadang kami emosi. Saya dan istri saya sudah capek kerja dari pagi pulang sore pulang menenukan nilai anak yang jelek. Tapi kami juga memberi motivasi dengan cara: kalau nilai anak-anak bisa naik, saya dan

istri saya membeli hadiah yang mereka inginkan.”

Responden 5:

“Saya tidak pernah marah mbak. Karena saya tahu kemampuan putri saya.

Tapi saya tersiksa karena mertua saya yang selalu membandingkan putri saya dengan cucunya yang lain. Tapi saya selalu juga bilang kepada putri saya, adek tidak usaha berkecil hati. Yang penting adek belajar lebih giat

dan kalau ada kesulitan dalam belar tanya bapak/ibu guru atau orang tua.”

Responden 6:

“Kami tidak memarahi anak, tapi kami selalu mengingatkan agar anak belajar lebih tekun supaya hasilnya lebih baik. Kami selalu menyuruh anak untuk lebih banyak belajar dan membaca buku-buku pelajaran.”

Responden 7:

“Tidak pernah, karena marah-marah bukan jalan yang terbaik. Sebagai orag tua harus menghargai kemapuan anak dan yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah memberikan semangat belajar agar nanti kedepannya tidak mendapat nilai yang jelek.”

e. Teladan apakah yang Bapak/Ibu berikan kepada anak-anak dalam meningkatkan iman anak?

Responden 1:

“ Iya, sebagai orang tua kami selalu berusaha memberi teladan yang baik.

Kami sebagai orang tua mengajak untuk aktif di Gereja, lingkungan. Kami juga selalu megingatkan putri kami agar rajin berdoa dan kami pun mengadakan doa bersama, menyuruh anak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di gereja maupun kegiatan-kegiatan koor baik yang diadakan sekolah maupun lingkungan.”

Responden 2:

“ Iya, sebagai orang tua kami selalu berusaha memberi teladan yang baik.

Kami sebagai orang tua mengajak anak untuk aktif di Gereja, lingkungan. Namun PIA untuk di lingkungan tidak ada. Saya stres banget!!! Anak

kami yang satu ini, berbeda dengan anak yang pertama dan sulung kami. Anak kami yang dua diajak berdoa langsung mau, sedangkan anak yang satu ini, jangankan berdoa mengucapkan BAPA KAMI aja mesti dipaksa mbak. Gimana tidak stres nanti di luar di sana apa dibilang orang?. ”

Responden 3:

“Kami memang betul-betul memberi teladan yang baik bagi anak-anak kami. Kami hanya keluarga sederhana, saya hanya buruh dan istri saya hanya buku warung kelontong kecil. Kami betul-betul membentuk karakter anak, selalu mengingatkan kita harus berperilaku sederhana, menerima apa yang ada di keluarga kita. Kami juga menanamkan sejak dini kepada anak kami, kalau hari minggu hari Tuhan. Hari minggu kami tidak pakai untuk bekerja, warung kelontong pun tutup. Hari minggu kita Gereja pulang Gereja rekreasi bersama. Tidak hanya orang kaya yang bisa rekreasi mbak. Kami juga mendorong anak kami untuk ikut sembahyangan dilingkungan, membimbing anak untuk berdoa sebelum dan sesuadah melakukan aktivitas. Hidup hanya sekali tidak usaha di buat susah. Segala sesuatu kita hadapi dengan semnagat dan senyuman.”

Responden 4:

“Kami selalu memberi teladan yang baik bagi anak kami. Nenek dan

kakeknya juga memberi teladan yang baik. Hari minggu adalah hari kami bertemu anak-anak dari pagi sampai malam. Hari minggu anak-anak tidak boleh pergi kemana-mana pun. Mereka harus pergi bersama kami. Karena hanya hari ini kami dapat melihat perkembangan dan tingkat laku mereka, kami juga mengajak anak untuk selalu rajin berdoa.”

Responden 5:

“Saya selalu memberi teladan, putri saya, saya tanamkan bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Putri saya, emang putri satu-satunya tapi dia mandiri sekali mbak... Dia sudah bisa membantu saya dalam memberihkan rumah dan memasak. Kami kalau hari minggu Gerejanya pindah-pindah, suara hati berkata ke mana, kami Gereja di situ mbak. Kami juga mempunyai kebiasaan doa malam bersama.”

Responden 6:

“Selalu memngingatkana berdoa, mengajak anak untuk mengikuti misa,

menyuruh anak untuk mengikuti kegiatan gereja dan sekolah.”

Responden 7:

“Mengajak anak untuk rajin berdoa, menyuruh anak untuk aktif di skolah dan di gereja.”