• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi pendampingan orang tua dalam belajar pendidikan agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi pendampingan orang tua dalam belajar pendidikan agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta."

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA”. Penulis memilih judul ini dilatarbelakangi dari kesan adanya orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah tanpa mau terlibat dalam mendampingi anak dalam belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta dan mengetahui faktor apa saja yang orang tua mendukung dan kurang mendukung dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

Pendampingan adalah usaha untuk membantu dan menolong seseorang untuk dapat mengembangkan dirinya secara jelas memiliki tujuan untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan, informasi, kecakapan perbuatan, perilaku hidup, sehingga dapat membangun kebersamaan dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, bangsa dan dunia. Belajar PAK ialah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengembangkan imannya secara terencana dan berkesinambungan. Pendampingan orang tua dalam PAK berarti membantu anak mengembangkan imannya dalam sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari anak.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, mau menggambarkan permasalahan yang ada yakni pendampingan orang tua dalam belajar PAK siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta. Penelitian ini bersifat populatif artinya seluruh anggota populasi menjadi responden. Instrumen yang digunakan ialah kuisoner, wawancara dan studi dokumen. Dari hasil uji validitas taraf signifikansi 5 % seluruh soal valid sebanyak 35 item. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien 0,901, yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.

(2)

This thesis is entitled "DESCRIPTION OF PARENTAL ASSISTANCE IN LEARNING CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION (CRE) THE

STUDENTS GRADE IV, KANISIUS ELEMENTARY SCHOOL,

WIROBRAJAN, YOGYAKARTA". The researcher has chosen this title with the background of an impression that the students’ parents seem do not get involved in assisting their children as they study the CRE and give that responsibility away only to the school. Therefore, this paper aims to find out how to assist parents to accompany their children in learning the CRE in the fourth grade, at the Kanisius, Wirobrajan, Yogyakarta and also to find out some factors that may influence parental support and the lack of it in learningthe CRE.

Mentoring is an attempt to assist and help a person to develop. It clearly has a goal to help a person gain some knowledge, information, skills, attitudes, and so on, and that will help the person to live mutually with others and therefore can adapt more easily to the society, nation and world. Learning CRE is a mental activity that takes place in an active interaction with the environment, which results in changes in knowledge, attitudes and skills to develop faith which is done in an integrated and sustainable plan. Assisting parents in helping children to develop their faith as they are learning the CRE means that they can actually live out that faith in daily practices and life through their attitudes and behaviors. This research is a quantitative descriptive research, that would like to describe the existing problems in assisting parents as they struggle to assist their children while they are learning the CRE in grade IV, at Kanisius Elementary School,Wirobrajan, Yogyakarta. This study is a populative study that means all members of the population were the respondents. The instruments that were used were questionnaires, interviews and document research. Validity of the test results has the significant of 5 % the questioners are valid for 35 items. While the reliability of the test results in 0.901, which means that there is a high reliability of the instrument.

(3)

DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Deslita Anzelina Br Tarigan NIM: 091124027

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan dengan hati yang tulus dan bahagia Kepada:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberi semangat, pendampingan dan sahabatku yang setia dalam penulisan skripsi ini.

Bapakku (K Tarigan), Mamakku (T Br Bangun),

Yang telah memberikan dukungan moral, spritual dan finansial Abangku (P Tarigan), Adikku (D Br Tarigan dan P Br Tarigan), Edaku (S Br

Bangun), Keponakanku, Sahabatku dan Seluruh Keluargaku telah memberi dukungan semangat untukku

serta

(7)

v MOTTO

Non Scholae, sed Vitae Dicimus

(Belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup)

“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti BapaMu

adalah murah hati”.

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA”. Penulis memilih judul ini dilatarbelakangi dari kesan adanya orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah tanpa mau terlibat dalam mendampingi anak dalam belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta dan mengetahui faktor apa saja yang orang tua mendukung dan kurang mendukung dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

Pendampingan adalah usaha untuk membantu dan menolong seseorang untuk dapat mengembangkan dirinya secara jelas memiliki tujuan untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan, informasi, kecakapan perbuatan, perilaku hidup, sehingga dapat membangun kebersamaan dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, bangsa dan dunia. Belajar PAK ialah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengembangkan imannya secara terencana dan berkesinambungan. Pendampingan orang tua dalam PAK berarti membantu anak mengembangkan imannya dalam sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari anak.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, mau menggambarkan permasalahan yang ada yakni pendampingan orang tua dalam belajar PAK siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta. Penelitian ini bersifat populatif artinya seluruh anggota populasi menjadi responden. Instrumen yang digunakan ialah kuisoner, wawancara dan studi dokumen. Dari hasil uji validitas taraf signifikansi 5 % seluruh soal valid sebanyak 35 item. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien 0,901, yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.

(11)

ix ABSTRACT

This thesis is entitled "DESCRIPTION OF PARENTAL ASSISTANCE IN LEARNING CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION (CRE) THE STUDENTS GRADE IV, KANISIUS ELEMENTARY SCHOOL, WIROBRAJAN, YOGYAKARTA". The researcher has chosen this title with the background of an impression that the students’ parents seem do not get involved in assisting their children as they study the CRE and give that responsibility away only to the school. Therefore, this paper aims to find out how to assist parents to accompany their children in learning the CRE in the fourth grade, at the Kanisius, Wirobrajan, Yogyakarta and also to find out some factors that may influence parental support and the lack of it in learningthe CRE.

Mentoring is an attempt to assist and help a person to develop. It clearly has a goal to help a person gain some knowledge, information, skills, attitudes, and so on, and that will help the person to live mutually with others and therefore can adapt more easily to the society, nation and world. Learning CRE is a mental activity that takes place in an active interaction with the environment, which results in changes in knowledge, attitudes and skills to develop faith which is done in an integrated and sustainable plan. Assisting parents in helping children to develop their faith as they are learning the CRE means that they can actually live out that faith in daily practices and life through their attitudes and behaviors. This research is a quantitative descriptive research, that would like to describe the existing problems in assisting parents as they struggle to assist their children while they are learning the CRE in grade IV, at Kanisius Elementary School,Wirobrajan, Yogyakarta. This study is a populative study that means all members of the population were the respondents. The instruments that were used were questionnaires, interviews and document research. Validity of the test results has the significant of 5 % the questioners are valid for 35 items. While the reliability of the test results in 0.901, which means that there is a high reliability of the instrument.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih dan karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan dalam seluruh proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang selalu mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen penguji II yang telah berkenan mendampingi, memberikan semangat, memeriksa dan menguji skripsi ini.

4. Bapak Drs.L.Bambang Hendarto,Y. M.Hum., selaku dosen penguji III yang telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.

5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan kepada penulis.

(13)
(14)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO. ... v

PERNYATAAN KEASLIANKARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

2. Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak usia SD ... 16

B. Pendampingan Anak ... 19

(15)

xiii

C. Belajar PAK oleh siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 28

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar... 29

1) Konsili Vatikan “Deklarasi tentang Pendidikan Kristen” ... 37

a) Pendidikan Hak Semua Orang ... 37

b) Tujuan Pendidikan ... 37

2) Kurikulum Berbasis Kompetensi PAK SD ... 38

a) Hakikat atau pengertian PAK ... 38

c. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung Belajar PAK Siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 45

1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar PAK ... 45

(16)

xiv

2) Faktor Pendukung Belajar PAK ... 46

a) Suasana keluarga harus mendorong untuk belajar di rumah... 47

b) Sarana pendukung belajar anak ... 47

D. Peran Pendampingan Orang tua terhadap Belajar PAK siswa-siswi Kelas IV SD Kanisus Wirobrajan ... 48

1. Orang Tua Menjadi Teladan ... 48

2. Orang Tua sebagai Fasilitator ... 49

3. Orang Tua Mengikuti Perkembangan Anak ... 49

4. Orang Tua Menjadi Saksi Iman ... 50

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

3. Definisi Operasional Variabel ... 54

4. Teknik Pengumpulan Data ... 54

5. Instrumen Penelitian ... 54

a. Kisi-Kisi Instrumen ... 56

b. Pengembangan Instrumen ... 57

a) Uji Coba Terpakai ... 57

b) Uji Validitas Instrumen ... 58

c) Uji Reliabilitas Instrumen ... 59

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Data Pendampingan Orang tua ... 64

a. Deskripsi Aspek Menemani ... 66

b. Deskripsi Aspek Fasilitas ... 68

(17)

xv

e. Deskripsi Aspek Teladan ... 73

2. Hasil Wawancara dengan Orang Tua ... 76

3. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara ... 82

1. Aspek Menemani... 82

3. Katekese sebagai Pendidikan Iman ... 102

4. Proses Perkembangan Iman dalam Katekese ... 103

5. Fasilitator Katekese ... 104

6. Aspek Kateketis Pendampingan Orang Tua dalam belajar PAK Siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 107

D. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

DAFTAR LAMPIRAN ... 119

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Orang tua ... (2)

Lampiran 3: Lembar Kuesioner Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Hasil Analisis Validitas ... (10)

Lampiran 5: Hasil Reliabilitas ... (11)

(18)

xvi A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan dalam

Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indosesia, 2008.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

GE : Gravissium Educations, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen pada tanggal 28 Oktober 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini pada tanggal 16 Oktober 1979.

FC : Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern pada tanggal 16 November 1993.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonic), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Januari 1983.

C. Singkatan Lain Art : Artikel Ay : Ayat

Bdk : Bandingkan Dkk : Dan kawan-kawan Gbr : Gambar

(19)

xvii KS : Kitab Suci

No : Nomor

PR : Pekerjaan Rumah

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia PAK : Pendidikan Agama Katolik

PPL : Program Pengalaman Lapangan Th : Tahun

TV : Televisi

(20)

xviii

Halaman Tabel 1 : Skor Alternatif Jawaban Variabel Pengaruh

Pendampingan Orang tua dalam Belajar PAK 55 Tabel 2 : Kisi-kisi Instrumen Kuosioner 56 Tabel 3 : Kisi-kisi Instrumen Wawancara 56

Tabel 4 : Panduan Studi Dokumen 57

Tabel 5 : Rumus Manual Korelasi Product Moment 59 Tabel 6 : Rumus Manual Reliabilitas 60

Tabel 7 : Reability Statistics 60

Tabel 8 : Rumus Penentuan Kriteria 63

Tabel 9 : Kriteria Interval 63

Tabel 10 : Rangkuman Statistik Deskripsi Nilai Keseluruhan

Pendampingan Orang tua 64

Tabel 11 : Kriteria Data Keseluruhan Pendampingan Orang tua 65 Tabel 12 : Rangkuman Statistik Aspek Menemani 66

Tabel 13 : Kriteria Aspek Menemani 67

Tabel 14 : Rangkuman Statistik Aspek Fasilitas 68

Tabel 15 : Kriteria Aspek Fasilitas 69

Tabel 16 : Rangkuman Statistik Aspek Informasi 70

Tabel 17 : Kriteria Aspek Informasi 70

Tabel 18 : Rangkuman Statistik Aspek Peringatan 72 Tabel 19 : Kriteria Aspek Peringatan 72 Tabel 20 : Rangkuman Statistik Aspek Teladan 74

(21)

xix

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 : Frekuensi Keseluruhan Pendampingan Orang tua 65

Grafik 2 : Frekuensi Aspek Menemani 67

(22)

xx

Halaman

Gambar 1 : Foto Keluarga 84

Gambar 2 : Buku Pendukung Untuk Belajar PAK 84

Gambar 3 : Buku Nyanyian/Madah Bakti 85

Gambar 4 : Majalah Jamrud PAK 86

Gambar 5 : Kitab Suci 86

Gambar 6 : Buku Catatan PAK 86

Gambar 7 : Buku Latihan PAK 87

Gambar 8 : Ruang Belajar Anak 87

Gambar 9 : Jadwal Belajar Anak 88

Gambar 10 : Ruang Doa 88

Gambar 11 : Kreativitas Anak Dalam Menggembangkan

Imannya Dalam Sekolah Minggu 89

(23)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari pasti mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain, bahwa dapat dikatakan perbuatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung ada campur tangan dari orang lain. Tanpa adanya suatu kemauan, manusia tidak dapat melakukan suatu perbuatan. Perbuatan manusia akan menimbulkan akibat yang berbeda-beda sesuai dengan pengaruhnya. Lingkungan keluarga atau orang tua berpengaruh pada pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Pendidikan di sekolah merupakan lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Orang tua tetap bertanggung jawab atas anak-anaknya. Anak adalah anugerah yang sangat besar bagi orang tua, orang tua rela membanting tulang demi anak-anaknya. Orang tua rela melakukan apapun untuk anaknya baik dalam pendidikan, kesehatan, ataupun kebutuhan pokok sehari-hari anak dan keluarga. Guru hanya menerima sebagian dari tanggung jawab orang tua yang telah diserahkan kepadanya. Dengan demikian betapa pentingnya pendampingan orang tua dalam belajar anak yang menjadi tanggung jawab orang tua.

Keluarga diartikan sebagai “sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi rumah”. Jadi, keluarga adalah siapa saja yang tinggal di dalam lingkungan rumah

(24)

tempat berhimpunnya sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga, setiap anggota keluarga memiliki fungsi dan peranannya masing-masing dan antara satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Rumah juga menjadi tempat pertama anak memperoleh ilmu dan sekaligus tempat yang paling tepat untuk membentuk kepribadian anak.

Pendidikan anak tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah saja, melainkan di mana saja anak itu berada. Lingkungan pendidikan sering disebut dengan tri pusat pendidikan. Istilah tri pusat pendidikan adalah istilah yang digunakan oleh tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara yang menggambarkan lembaga atau lingkungan pendidikan yang ada di sekitar manusia, yang mempengaruhi perilaku siswa-siswi. Ki Hajar Dewantara membedakannya menjadi tiga dengan sebutan yakni: pendidikan keluarga, pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. Ketiga pendidikan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena mempunyai kesatuan yang erat. Orang tua memegang peranan penting dalam membentuk tumbuh kembang diri dan perilaku anak karena orang tua dapat mengajarkan pendidikan baik yang bersifat formal maupun non formal sebagai bekal hidup di masa depan. Apabila pendidikan orang tua baik dalam keluarga maka pendidikan selanjutnya kemungkinan besar berhasil dengan baik pula. Oleh sebab itu keberadaan orang tua penuh perhatian sering menjadi kunci menuju pendidikan yang baik bagi anak-anaknya (http://id.wikipedia.org/wiki/dasar-pendidikan).

(25)

menjadi teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena kemuliaan dan keberhasilanNya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Kristus juga mengakui bahwa manusia adalah anak-anak-Nya yang mempunyai relasi pribadi yang dekat, dengan harapan agar manusia dapat menyatu dengan Kristus sendiri. Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai teladan anak dapat membangun relasi dekat dengan anak, maka hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan.

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan 1136) dikatakan bahwa, orang tua mempunyai kewajiban berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, dan kultural, maupun moral dan relegius. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan persoalan serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang hampir tak tergantikan bila tidak ada walaupun dengan alasan apapun.

(26)

dorongan dan nasihatsaja. Kedua anak berhak atas pendidikan. Sebagai manusia yang mempunyai derajat dan martabat yang sama, anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua. Bagi anak, pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, karena pendidikan yang baik dari orang tua dapat membantu anak membangun dasar yang kuat untuk kehidupan yang akan datang. Maka orang tua perlu bertanggung jawab penuh atas pendidikan ini.

Hubungan antara orang tua dan sekolah perlu dibina dan dikembangkan demi perkembangan anak. Kegiatan yang terjadi di sekolah perlu dikomunikasikan kepada orang tua sehingga orang tua dapat menindaklanjuti dan mendukung usaha sekolah. Orang tua mempunyai kesulitan dalam mendampingi anak-anak di rumah, mendampingi anak mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Dalam komunikasi dengan sekolah, orang tua dapat menanyakan tingkah laku anak di sekolah dan menanyakan apakah si anak mengerjakan PR.

Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan wujud dari usaha Gereja untuk membimbing iman siswa agar mereka mampu mengenal dirinya dan mengenal lingkungannya sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Bagi anak-anak yang yang masih duduk di Sekolah Dasar ini sebagai persiapan menjadi dewasa dalam imannya.

(27)

dilakukan dalam lingkungan masyarakat maupun keluarga. Pengetahuan agama bukan hanya hafalan saja, mengetahui saja. Pelajaran agama pertama-tama diperoleh di tengah keluarga, tidak dalam kata-kata tetapi dalam bentuk perbuatan. Oleh karena itu pendidikan agama sangatlah penting, di mana setiap orang tua harus meluangkan waktunya agar waktu yang diberikan kepada anak-anak menjadi bermakna.

Setiadi dalam (Ismartono, 1998: 131) menyatakan bahwa pendidikan iman yang diterima anak sekedar pengetahuan di sekolah, kemudian orang tua kurang memberi teladan dan kesempatan dialog, maka mereka akan terombang-ambing karena tidak punya pegangan ketika menghadapi banyaknya kegiatan yang bersifat negatif. Dengan kata lain, jika bimbingan yang diterima anak dalam lingkungan keluarga tidak baik maka kelak hal itu dapat menjadi bekas pada kehidupan anak pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Di lingkungan keluarga kadang anak kurang mendapat dukungan bagi kemajuan pendidikan dan terdapat beberapa hal yang menjadi kesulitan dalam membantu pelajaran agama Katolik. Kesulitan yang dialami orang tua pada umumnya ialah keterbatasan pendidikan orang tua yang mengakibatkan kurang mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Pendidikan Agama Katolik, keterbatasan orang tua ini, juga dapat mempengaruhi pendidikan anak.

(28)

dapat dikatakan nakal, mereka tidak menganggap pelajaran agama penting. Hal ini dapat dilihat dari respon ketika guru menyuruh anak mengumpulkan tugas atau PR, anak banyak alasan: misalnya: tidak mengerti dengan PR, tidak tahu kalau ada PR, tidak punya buku, dan lain-lainl. Hal ini terjadi karena anak-anak merasa pelajaran agama kurang penting, belajar jika ada ulangan saja, belajar sambil menonton TV dan kebanyakan anak lebih banyak untuk menonton daripada belajar, sulit untuk mengatur waktu belajar dan sebagainya.

Ada juga orang tua yang sungguh memperhatikan perkembangan anak, dalam kesibukan bagaimanapun selalu berusaha supaya ada waktu untuk berkumpul bersama anak dan mendampingi anak dalam belajar. Ada keluarga lain yang sama sekali tidak menghiraukan anak-anak apakah sudah belajar atau tidak, bagi mereka kebersamaan tidak penting dalam keluarga, pokoknya masing-masing sibuk dengan urusan sendiri, mau belajar atau tidak pokoknya masing-masing mengatur sendiri.

(29)

yang dimengerti oleh anak dapat juga memberi contoh konkret yang dialami oleh anak atau contoh dalam keluarga, supaya anak lebih memahami tentang pelajaran agama Katolik. Dalam pelajaran agama katolik tidak cukup anak hanya tahu dan mengahfalkan saja tetapi bagaimana anak-anak dapat menghayati dan menghidupi imannya dalam kehidupan sehari-hari.

(30)

penting kebutuhan material anak telah terpenuhi, soal pendidikan anak selanjutnya tanggung jawab sekolah.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil judul “DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN

AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS

WIROBRAJAN YOGYAKARTA”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini diindetifikasikan sebagai berikut:

1. Orang tua kurang menyadari akan perlunya pendampingan terhadap pendidikan anak-anaknya khususnya Pendidikan Agama Katolik.

2. Kesibukan orang tua dalam bekerja mengakibatkan kurangnya pendampingan dan bimbingan kepada anak sehingga anak kurang bersemangat dan terdorong untuk aktif belajar.

3. Orang tua mempunyai keterbatasan pengetahuan terhadap dunia pendidikan sehingga kurang memahami pelajaran agama Katolik.

4. Permasalahan dari anak, anak-anak kurang merasa penting Pendidikan Agama Katolik, sehingga anak kurang mengikuti pelajaran dengan baik. 5. Faktor utama penyebab pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan

Agama Katolik.

(31)

7. Pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

C. PEMBATASAN MASALAH

Karena luasnya masalah dan keterbatasan penulis dalam penelitian ini dibatasi pada pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV di SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta.

D. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan batasan masalah tersebut, permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan kurang mendukung orang tua dalam pendampingan belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan?

E. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

(32)

2. Memahami faktor-faktor yang mendukung dan kurang mendukung orang tua dalam pendampingan belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan.

F. MANFAAT PENULISAN/PENELITIAN 1. Manfaat Praktis

Dari hasil penilitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Secara akademis, dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pendampingan orang tua nantinya akan menjadi dampak positif terhadap belajar Pendidikan Agama Katolik anak.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi guru. Guru dapat menjalin relasi dengan orang tua atau wali siswa dengan baik. Dengan menjalin relasi dengan sebaik mungkin, guru dapat mengetahui sejauh mana perkembangan anak di rumah. Guru juga dapat memotivasi orang tua untuk terlibat aktif demi perkembangan anak-anaknya.

(33)

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut, di antaranya:

a. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang pendidikan dan pendampingan.

b. Sebagai bahan referensi dalam penulisan ilmiah untuk bidang pendidikan dan pendampingan.

B. METODE PENULISAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berdasarkan survei. Penelitian ini bersifat ingin mengetahui, menganalisis dan menggambarkan bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta dengan menggunakan kuesioner berskala tertutup sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini juga akan didukung oleh teknik wawancara dan studi dokumen, kemudian didukung oleh studi pustaka.

C. SISTEMATIKA PENULISAN

(34)

penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan sebagai berikut;

Bab I: Berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan.

BAB II: Berisi tinjauan teoritis dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian pertama, akan membahas mengenai orang tua dan tugasnya, pengertian orang tua, tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak usia sekolah dasar. Kedua, akan membahas mengenai pendampingan anak, arti pendampingan pada umumnya, peranan orang tua dalam pendampingan anak, konsukensi peran orang tua. Ketiga, akan membahas mengenai belajar Pendidikan Agama Katolik oleh siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan, perkembangan anak usia SD, pokok-pokok PAK SD, kurikulum berbasis kompetensi PAK SD, belajar PAK, belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung belajar PAK. Lalu pada bagian ke empat akan ditarik kesimpulan mengenai, peran pendampingan orang tua terhadap belajar PAK dari tiga pokok bahasan sebelumnya.

(35)

dibahas juga mengenai teknik pengolahan data yang meliputi uji coba terpakai, uji validitas instrumen, uji reliabilitas instrumen, dan teknik analisis data.

BAB IV: Menyajikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi hasil penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara dan temuan khusus melalui studi dokumen, pembahasan hasil penelitian, refleksi kateketis dan keterbatasan penelitian.

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ORANG TUA DAN TUGASNYA 1. Pengertian Orang tua

Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari disebut ayah dan ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama memegang dalam kelangsungan suatu rumah tangga atau keluarga. Sedangkan anak berada dalam tanggung jawab dan pengawasan dalam keluarga. Menurut pengertian umum orang tua adalah seorang pria dan wanita yang melangsungkan perkembangan dan terkait janji perkawinan yang sah dan memiliki anak. Orang tua tidak dapat dilepaskan dari lingkungan keluarga, karena antara orang tua dan keluarga sangat erat kaitannya. Dalam kesehariannya orang tua biasa disebut dengan kata bapak dan ibu.

Kitab Hukum Kanonik menguraikan:

Orang tua Kristiani adalah pasangan yang memiliki sebuah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dibaptis untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup yang mengarahkan pada kesejahteraan suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak, dimana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran anak membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang tua kristiani (Kan. 1055).

(37)

istri mereka diharapkan menyalurkan anugerah cinta kasih Tuhan, mempunyai relasi yang erat dengan Allah dan menciptakan suasana kerukanan dalam keluarga dengan suasana yang akrab dan mesra, membangun keluarga yang bahagia, mendidik anak-anaknya menurut ajaran Injil. Dengan kebersamaan dan kesejahteraan orang tua Kristiani Allah menghendaki orang tua berperan dan utama dalam pendidikan anak.

Gereja Katolik mengenal Sakramen Perkawinan sebagai salah satu dari ketujuah Sakramen. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah suatu hal yang luhur. Dengan adanya sakramen pernikahan secara lahiriah ada tanda yang menyatakan bahwa Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi saksi cinta kasih sang suami dan istri (bdk Mal 2:14). Perkawinan dijadikan sakramen karena kitab suci sendiri mengisyaratkan seperti menjunjung tinggi perkawinan. Bahkan Paulus menegaskan supaya suami-istri saling mencintai seperti Kristus mencintai umat-Nya (jemaat atau Gereja-Nya - Lih Ef 5:21-33). Adapun janji perkawinan yaitu: Saya berjanji setia dalam untung dan malang, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup, saya bersedia menjadi suami bagi istri dan bapak anak-anak dan begitu dengan perempuan bersedia menjadi istri bagi suami dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anak. Demikianlah janji perkawinan demi Allah dan Injil suci ini. Janji perkawinan yang telah di ucapkan dihadapan Allah Bapa, Romo dan Saksi diharapkan kedua belah pihak menepati janji yang telah di ucapkan (http://id.wikipedia.org/wiki/sakramen-perkawinan).

(38)

pelaksanaan pendidikan itu sangat perlu, meskipun masing-masing memegang peranannya selaras dengan tugas masing-masing.

Menurut (Adimiwarta, 1988: 413), keluarga diartikan sebagai “sanak saudara, kaum kerabat, orang se isi rumah”. Jadi, keluarga adalah siapa saja yang

tinggal di dalam lingkungan rumah tangga. Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan dan rumah adalah tempat kita menghabiskan waktu dalam hidup sehari-hari, karena rumah adalah tempat berhimpunnya sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga, setiap anggota keluarga memiliki fungsi dan peranannya masing-masing dan antara satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Rumah juga menjadi tempat pertama anak memperoleh ilmu dan sekaligus tempat yang paling tepat untuk membentuk kepribadian anak.

2. Tanggung jawab Orang tua dalam Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar Anak adalah seseorang yang masih sangat membutuhkan peran pendampingan dan pengarahan dari orang tua/orang dewasa. Maka, orang tualah yang sangat diharapkan oleh anak untuk memberi pendampingan dan pengarahan. Dengan demikian dalam orang tua tidak boleh sembarangan dalam memberikan pengarahan dan pendidikan kepada anak, karena apa yang diberikan orang tua menjadi dasar utama oleh anak dalam mengembangkan dirinya kelak.

(39)

merupakan mahkota dari lembaga itu. Pada hakikatnya cinta kasih merupakan sebuah hadiah dan cinta kasih suami-istri.

Alkitab membicarakan bagaimana orang tua harus mendidik, mengajar dan memelihara anaknya. Menurut pandangan orang Kristiani anak merupakan buah kasih Allah kepada orang tua maka orang tua hendaknya mensyukuri atas anugerah terindah Allah kepada orang tua. Terkadang orang tua untuk mendapatkan anak bersusah payah mencarinya, menanti dengan penuh kesabaran dan berdoa (Bdk Mzm 123: 3; Sam 1: 27; Kej 33: 5). Dengan demikian anak yang diberikan itu haruslah diterima dengan penuh kasih sayang. Bagi orang tua mengasihi anak-anaknya merupakan suatu hal yang wajib karena anak merupakan manusia yang wajib disayangi orang tuanya. Hal ini tampak dalam Mzm 103: 13 “Seperti Bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada

orang-orang yang takut akan Dia”. Dan Tit 2: 4 “Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.

(40)

mengatakan: “Didiklah orang muda menuntut jalan yang patuh baginya, maka

pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Di sini jelas Amsal mau menekankan agar orang muda atau anak-anak didiknya sesuai dengan ajaran yang benar.

Demikianlah dasar-dasar tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak yang mencakup sikap iman, ketaatan kepada ajaran Tuhan, tingkah laku atau hubungan dengan Allah. Itulah tugas yang harus dilaksanakan oleh orang tua, sebab Allah sendiri menghukum orang tua yang tidak mau mendidik anak-anaknya, I Sam 3: 13 mengatakan: “ Sebab telah kuberitahukan kepadanya bahwa Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah diketahuinya, yakni bahwa anak-anknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka”.

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan 1136) dikatakan bahwa Orang tua mempunyai kewajiban berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, dan kultural, maupun moral dan religius. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3, dijelaskan bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan persoalan serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang hampir tak tergantikan bila tidak ada walaupun dengan alasan apapun.

(41)

Kelahiran anak bukan hanya persitiwa jasmaniah saja, tetapi merupakan buah cinta yang terindah sehingga orang tua memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Dan ketika anak beranjak dewasa anak diharapkan untuk dapat memutuskan sendiri hal-hal yang menyangkut pribadinya dan orang tua hanya memberi dorongan dan nasihatsaja. Kedua, anak berhak atas pendidikan. Sebagai manusia yang mempunyai derajat dan martabat yang sama, anak mempunyai hak untuk mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua. Baik anak, pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, karena pendidikan yang baik dari orang tua dapat membantu anak membangun dasar yang kuat untuk kehidupan yang akan datang. Maka orang tua perlu bertanggung jawab penuh atas pendidikan ini.

Mengingat tugas pendidikan orang tua kepada anak-anaknya dirasakan cukup berat maka Gereja dan negara berusaha membantu lewat pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian orang tua dapat memilih kebebasannya untuk menyekolahkannya di lingkungan pendidikan yang ada. Di sini bukan berarti tugas pendidikan orang tua lepas begitu saja, namun Gereja dan negara hanya membantu menyelenggarakan pendidikan di sekolah ataupun di luar sekolah.

B. PENDAMPINGAN ANAK

1. Arti Pendampingan pada Umumnya

(42)

bertitik tolak dari sebuah keyakinan bahwa permasalahan yang dihadapi dapat teratasi dan orang yang didampingi mempunyai potensi untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi baik.

Menurut Mangunwijaya (1986: 26), pendampingan pada hakikatnya bertujuan untuk membantu dan menolong seseorang untuk dapat mengembangkan dirinya secara jelas memiliki tujuan untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan, informasi, kecakapan perbuatan, perilaku hidup, sehingga dapat membangun kebersamaan dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, bangsa dan dunia .

Dalam kegiatan pendampingan setiap pendamping harus menghargai setiap pribadi yang didampingi dan tidak menggangap mereka sebagai orang yang tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa. Kahadiran pendamping sebisa mungkin membantu setiap individu yang didampingi untuk menemukan kembali harga diri, kemampuan atau potensi yang ada dalam dirinya, sehingga orang yang didampingi akan mencapai keutuhan hidupnya demi suatu perkembangan.

Menurut Milton Mayoret (1993: 17) memberikan arti pendampingan adalah “menolong sang lain bertumbuh”. Berdasarkan arti tersebut pendampingan

adalah suatu usaha untuk membantu orang lain agar dapat tumbuh dan mengembangkan dirinya seturut cara dan situasi kekhasan mereka.

(43)

mempunyai kemampuan untuk dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh.

2. Peranan Orang Tua dalam Pendampingan Anak a. Mewujudkan Cinta Kasih

Keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, mereka inilah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Maka semua pihak ini harus menjalin kerja sama yang baik dalam mendidik dan mendampingi anak untuk bertumbuh dan berkembang. Familiaris Consortio art 37 mengatakan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan diri setiap anak. Keluarga adalah sekolah pertama dan mendasar untuk hidup bermasyarakat sebagai persekutuan cinta kasih, keluarga menemukan pembenahan diri sebagai hukum yang membimbingnya dan mempertumbuhkannya. Menjadi orang tua berarti harus siap menjadi pendidik, dan siap mempunyai pengetahuan tentang mendidik anak sehingga terwudnya cinta kasih dalam keluarga.

(44)

tangga yan rukun, anak-anak pun lebih tentram belajar. “Rumah haruslah menjadi tempat yang paling menarik kepada anak-anak”. Oleh sebab itu orang tua harus menciptakan suasana rumah yang penuh kasih yakni suasana rumah yang harmonis, rukun, saling melindungi, sehingga suasana keakraban serta kehangatan terasa antara orang tua dengan anak. Seorang anak yang selalu mendapat cinta kasih secara cukup dari orang tua, tentu anak tersebut akan berkembang ke arah lebih baik dengan demikian anak dapat mewujudkan cinta kasih kepada sesama di mana pun mereka berada.

b. Memberi Teladan

Majalah Mawas Diri (1982: 28-32) menyatakan bahwa orang tua dapat menjadi orang yang dapat memberi ganjaran yang efektif, maka orang tua perlu memberi teladan kepada anak-anaknnya. Perlakuan orang tua hendaknya tidak terlalu jauh dari apa yang diharapkan dari anak.

(45)

menamkan bibit yang rajin dalam jiwa anak-anaknya, karena orang tua adalah teladan yang patut dicontoh maka orang tua harus memberi contoh yang baik.

Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya seperti Kristus menjadi teladan bagi umat Kristiani. Tanggung jawab pendidikan anak, pertama-tama yang paling utama dipegang oleh orang tua. Dalam agama Kristiani, Kristuslah yang menjadi teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena kemuliaan dan keberhasilannya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Kristus juga mengakui bahwa manusia adalah anak-anak-Nya yang mempunyai relasi pribadi yang dekat, dengan harapan agar manusia dapat menyatu dengan Kristus sendiri. Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai teladan anak dapat membangun relasi dekat dengan anak, maka hubungan anak dengan orang tua menjadi satu kesatuan.

c. Memotivasi Anak Belajar

(46)

saat anak belajar, maka pada waktu jam anak belajar orang tua menunjukkan peranannya dengan menciptakan suasana rumah yang tenang: misalnya tidak menyalakan radio atau televisi pada saat anak belajar. Keterlibatan orang tua dalam mengingatkan anak belajar, anak merasa sangat senang diperhatikan dan didampingi pada saat belajar. Orang tua juga harus menciptakan suasana yang tenang, nyaman, santai dan penuh cinta kasih dalam keluarga. Dengan terciptanya suasana seperti ini maka anak merasa sangat nyaman berada di tengah-tengah keluarganya. Teladan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya merupakan pembentukan karakter anak sejak dini.

d. Pendidik Utama dan Pertama

Keluarga adalah tempat pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama. Dalam dokumen

Gravissimum Educationis, khususnya dalam artikel 3 digaris bawahi pentingya peranan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga yang dapat menciptakan dan hidup dalam nilai-nilai Kristiani pada diri anak-anaknya. Orang tua telah menerima tugas dan tanggung jawab dari Tuhan menjaga dan memelihara serta mendidik anak-anak sesuai dengan jalan Tuhan. Oleh karena itu orang tua wajib menciptakan keluarga yang selalu dijiwai oleh semangat cinta kasih terhadap Allah dan manusia. Situasi keluarga yang didasari oleh semangat bakti pada Allah dan kasih sayang pada sesama menjadi pendukung keperibadian dan pendidikan sosial bagi anak-anak.

(47)

menjadi manusia yang cerdas dan penuh inisiatif guna membangun hidupnya sendiri di dunia modern. Hak orang tua adalah sebagai pendidik perdana utama. Dengan demikian orang tualah yang menentukan pendidikan anak, semakin menegaskan bahwa orang tualah sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam kehidupan anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik perdana dan utama berhak memiliki sekolah yang sesuai bagi anak-anak mereka dan berhak mengarahkan pergaulan anak-anak dan organisasi yang dapat membantu perkembangan anak. Hanya dengan perhatian orang tua dapat menjamin bahwa pendidikan yang diberikan, baik di sekolah maupun di tempat lain.

3. Konsekuensi Peran Orang Tua

a. Orang Tua perlu Sadar akan Peran Utamanya

Kesadaran adalah keadaan tahu dan mengerti, bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Orang tua sadar apa yang seharusnya ditanamkan dalam diri anak sejak dini. Orang tua perlu tahu bahwa dalam mendidik anak tidak cukup dengan ajaran-ajaran Kristiani saja tetapi bagaimana cara orang tua menghidupi dan menanamkan nilai-nilai rohani yang membawa anak semakin dekat dengan Tuhan.

(48)

Orang tua sadar bahwa sebagai orang tua tidak terlepas dari kewajiabannya, maka orang tua mengajak anak-anak untuk belajar bersama, rekreasi bersama, ke Gereja bersama untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Dalam keluarga orang tua perlu mengajarkan anak dengan memberikan teladan yang patut dicontoh demi perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Karena anak belajar segala sesuatu dari orang tua. Untuk itu orang tua sadar bahwa mendidik anak penuh kasih, kedamainan, kegembiraan, menciptakan suasana tenang, kesatuan hati antara orang tua dan anak. Mendidik anak dengan kasih, maka anak akan tumbuh dengan baik.

b. Pengetahuan tentang Cara Mendampingi

(49)

Dari pernyataan di atas, dalam mendampingi anak orang tua perlu mempunyai cinta kasih yang sejati kepada anak-anaknya. Orang tua hendak sabar karena dengan kesabaran orang tua dapat melayani anak-anak dengan penuh kasih. Dengan setiap usaha apapun, jika membimbing anak tanpa kesabaran akan menemukan hal kegagalan. Apabila orang tua memiliki sikap sabar dalam membimbing dan membentuk tabiat anak-anaknya. Anak-anaknya lebih banyak dituntut dengan kesabaran, orang tua yang menuntut anaknya dengan penuh kesabaran akan berhasil dari pada membimbing. Orang tua juga harus mengerti sifat anak dalam membimbing anak. Orang tua yang membimbing anaknya dengan sikap yang lekas marah dan hilang kesabaran akan gagal dalam membimbing dan menuntun anak-anaknya, tetapi orang tua yang sabar dan pendidikannya tidak terlalu tinggi akan berhasil membimbing anak-anaknya akan pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian orang tua yang sabar dan lemah lembut karena suara dan segala tingkah lakunya akan disenangi anak-anaknya.

(50)

kadang-kadang pengaruh sekeliling akan menceraikan mereka dari orang tua. Maka bangunlah kebiasaan anak-anak mempercayakan segala sesuatu kepada orang tua, biarlah mereka menceritakan segala suka dan duka yang dialaminya.

Dalam mendidik anak orang tua patut berterus terang memberitahu segala kesulitannya dan menampung suka dan duka yang dialami anaknya. Orang tua harus menjadi teman, sahabat karena keluarga haruslah dibangun sikap saling keterbukaan antara orang tua dan anak-anak. Sering kali orang tua mengatakan tidak ada waktu untuk mendidik anak-anaknya bahwa tidak ada waktu untuk mengurus keluarga karena tunututan pekerjaan. Konsekuensi sebagai orang tua biar sesibuk apapun harus menyempatkan waktu kepada anak walaupun hanya sebentar. Karena anak-anak adalah tanggung jawab orang tua, maka hendaknya orang tua memberikan waktu untuk anak. Orang tua harus meluangkan waktu kepada anak untuk makan malam bersama demi kebersamaan dalam suatu keluarga, segala kesibukan dan kekecewaan sepanjang hari orang tua tidak menunjukkan di depan anak-anak demi kepentingan anak dan demi perkembangannya. Pada hari libur dan hari Minggu, orang tua dapat mengajar beribadah, rekreasi bersama dan bermain bersama untuk membangun kebersamaan yang erat antara orang tua dan anak-anak dan antara anak-anak dengan anak-anak.

C. BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK OLEH SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN

(51)

usaha untuk membimbing manusia agar mampu menempuh hidupnya dengan baik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menuju kebaikan, mengenai manusia seutuhnya dan berlangsung seumur hidup.

Menurut Komkat KWI (20011: 9), sekolah memiliki peran penting dalam pengembangan Pendidikan Agama Katolik karena merupakan usaha untuk memperkuat iman ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar a. Perkembangan Kognitif

Piaget dalam Paul Suparno (2001: 26-100), mengelompokkan tahapan-tahapan perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap, yaitu: tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasi (2-7 tahun), tahap operasi konkret (umur 7-11 tahun), dan tahap operasi formal (11 tahun ke atas). Pada usia SD kelas IV, siswa memasuki “tahap operasi konkret” dalam berpikir, suatu masa di mana konsep yang pada masa awal kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu. Menurut Hurlock (1980: 162), dengan masuk sekolah; dunia dan minat anak-anak bertambah luas. Dan dengan meluasnya minat mereka bertambah pula pengertian tentang manusia dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau tidak berarti.

(52)

dari media massa, terutama film, radio dan televisi. Dalam menambahkan konsep sosial, misalnya anak mengaitkan stereotip budaya dengan orang-orang dari ras, agama, seks, atau kelompok sosial ekonomi yang berbeda-stereotip yang semakin besar dipelajari dari media massa.

Ketika anak membaca buku pelajaran di sekolah dan mencari keterangan dari ensiklopedi atau sumber-sumber informasi lain, anak tidak hanya mempelajari arti baru untuk konsep tetapi juga memperbaiki arti yang salah berhubungan dengan konsep lama. Pengalaman sendiri juga memberikan makna bagi konsepnya. Pengalaman sakit, misalnya, mewarnai konsep tentang penyakit.

b. Perkembangan Emosi

Emosi memainkan peran penting dalam hidup pribadi dan dalam pergaulan sosial. Semua anak hanya mengenal emosi yang sederhana, yakni senang dan tidak senang. Pada usia Sekolah Dasar anak cepat merasa puas. Seiring bertambahnya umur, emosi semakin bervariasi. Pola-pola emosi pada anak usia 6-12 tahun ialah sebagai berikut:

1) Rasa Takut

(53)

tua. Rasa takut dapat menyebabkan anak tidur mengigau dan bangun panik-takut, kejang, sakit perut dan lain-lain. Rasa takut juga dan cemas sering timbul, kalau orang tua terlalu cerewet dan menuntut dan tuntutan itu tidak sesuai dengan kamampuan anak.

2) Kegembiraan, Keriangan dan Kesenangan

Rasa emosi ini adalah emosi yang menyenangkan. Pada umur yang lebih muda, emosi itu disebabkan oleh fisik yang sehat, tutur kata yang bisa membantu memperkokoh moral anak dan sebagainya. Sedangkan pada umur yang lebih tua, penyebabnya bertambah yakni keberhasilan mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan untuk diri mereka sendiri dan keluarga serta keberhasilan anak-anaknya.

c. Perkembangan Moral

Piaget dalam Hurlock (2011:163), antara usia lima tahun sampai dua belas tahun konsep anak mengenai keadilan berubah. Pengertian yang kaku dan keras tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral yang kaku. Misalnya, bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong tidak selalu buruk.

(54)

peraturan-peraturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian baik-buruk, benar-salah, tetapi mengartikannya dari sudut pandang akibat-akibat fisik suatu tindakan atau dari enak-tidaknya akibat-akibat itu. Tindakan ini dibagi menjadi dua tahap:

Tahap 1 : Orentasi hukuman dan kepatuhan. Akibat-akibat fisik dari tindakan menentukan baik-buruknya tindakan itu, entah apapun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia. Anak berbuat baik dengan motivasi menghindari hukuman. Tahap 2 : Orentasi relativis instrumenal. Tindakan benar adalah tindakan yang ibarat alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi kebutuhan orang lain. Anak berbuat baik agar mendapat hadiah/pujian dari pihak lain.

d. Perkembangan Sosial

Menurut Hurlock (1989: 250) perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Setelah anak memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang lebih banyak dengan anak lain dibandingkan dengan ketika masa pra sekolah, minat pada kegiatan keluarga berkurang. Pada saat yang sama permainan yang bersifat individual menggantikan permainan kelompok membutuhkan sejumlah permainan, lingkungan pergaulan anak yang lebih tua secara bertahap bertambah luas. Dengan berubahnya minat bermain keinginan untuk bergaul dengan teman dan diterima oleh anak di luar rumah bertambah.

(55)

anak dalam belajar penyesuaian diri. Pertama, kesempatan yang penuh sosialisasi adalah penting karena anak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika sebagaian waktunya digunakan seorang diri. Kedua, dalam keadaan bersama-sama anak tidak hanya mampu berkomunikasi dengan kata-kata yang hanya dapat dipahami oleh orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dimengerti dan menarik bagi orang lain. Ketiga, anak akan belajar bersosialisasi jika memiliki motivasi. Motivasi tergantung pada tingkat kepuasaan yang diberikan aktivitas sosial pada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan melalui hubungan dengan orang lain maka ia akan mengulanginya, demikian juga sebaliknya. Keempat, metode efektif dengan bimbingan adalah penting. Anak anak mempraktekkan apa yang dilihat dan dirasa menarik baginya. Artinya anak akan meniru orang lain yang dijadikan tujuan indentifikasi dirinya.

Melihat keempat hal yang perlu diperhatikan anak belajar penyesuaian diri tersebut, tampak bahwa menjadi pribadi sosial merupakan hal utama yang perlu dikembangkan. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi tingkah laku.

e. Perkembangan Iman

(56)

makan. Doa-doa mereka biasanya bersifat egosentrik, berupa permohonan kepada Allah untuk menolong dirinya, atau berterima kasih atas orang-orang dalam hal mereka sukai. Anak-anak usia sekolah mempunyai kemampuan mengemukakan untuk menyerap informasi, yang mungkin menjadi berarti pada saat mereka telah dewasa dan telah mengembangkan penuh kemampuan mereka untuk mengerti konsep-konsep abstrak.

Perkembangan anak sekolah begitu cepat, dunia mereka semakin meluas dari lingkungan keluarga ke lingkup sekolah, Gereja dan masyarakat, bahkan orang-orang di negara lain. Pengertian tentang Allah sebagai pencipta, pemberi hukum, dan sahabat melalui pengajaran, teladan orang tua, dan orang lain mulai bertumbuh.

Fowler dalam Cremers (1995: 127-130), membagi teori perkembangan kepercayaan/iman ke dalam tujuh kategori sebagai berikut: tahap kepercayaan awal dan elementer (0-2 tahun), tahap kepercayaan intuitifproyektif (2-6 tahun), tahap kepercayaan mistis-harfiah (6-11 tahun), tahap kepercayaan sintetis-konvensional (12 sampai masa dewasa), tahap kepercayaan individuxatif-reflektif (18 tahun dan seterusnya), tahap kepercayaan yang konjungtif (usia setengah baya 30-40 tahun), dan tahap kepercayaan yang mengacu pada universalitas.

(57)

di mana Allah dibayangkan sebagai orang tua bijaksana, penuh perhatian, sabar, seperti tokoh dalam cerita atau dongeng. Oleh karena itu anak belum mempunyai kesadaran diri untuk berrefleksi atas cerita mengenai pengalaman hidupnya.

2. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar

a. Pengertian Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar secara Umum

Pendidikan Agama Katolik di Sekolah Dasar merupakan salah satu bentuk pendidikan iman dan suatu usaha untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Mangunwijaya (dalam Heryatno Wono Wulung, 2008: 15) menyatakan hakikat dasar PAK sebagai komunikasi iman, bukan pengajaran agama. Ia membedakan antara beragama atau punya agama (having religion) dengan beriman (being religius). Agama berkaitan dengan hukum, peraturan, ritus, kebiasaan, lambang-lambang luar, segi-segi sosiologis. Agama merupakan jalan dan saran menuju kepenuhan dan kesejahteraan hidup, jalan manusia menuju kesatuan dengan Tuhan.

Dalam UU RI No. 20 tahun 2003, pasal 1, ayat 1, dikatakan bahwa: Pendidikan adalah salah satu sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar proses pembelajaran secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kepribadian, kecerdasan, aklak mulia, serta keterampilan yamh diperlukan dalam dirinya, bangsa dan negara. Ini berarti bahwa pendidikan dipandang sebagai pilar pembentuk manusia dan perkembangan masyarakat.

(58)

agama”. Dari kutiapan di atas bahwa pendidikan agama memiliki peran yakni

menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran pendidikan agama tersebut, nilai-nilai agama dalam kehidupan serta pribadi menjadi sebuah kebutuhan yang ditempuh dalam pendidikan.

b. Pengertian Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar Kelas IV

(59)

1) Konsili Vatikan II: “Deklarasi tentang Pendidikan Kristen” (Gravissimum Educationis )

Deklarasi ini menyorot pendidikan sebagai pengembangan sumber daya manusia. Untuk dasar konsep tingkat SD untuk pendidikan anak tentunya kita dapat bertumbuh dari pandangan ini. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai landasan dalam pendidikan yaitu:

a) Pendidikan Hak semua orang

Gravissimum Educationis art 1 mengungkapkan bahwa pendidikan adalah hak semua orang.

Semua orang dari suku, kondisi, atau usia maupun juga, berdasarkan martabat mereka selaku pribadi mempunyai hak yang tak dapat diganggu-gugat atas pendidikan, yang cocok dengan tujuan maupun sifat perangai mereka, minghindahkan perbedan jenis, serasi dengan tradisi-tradisi kebudayaan serta para leluhur, sekaligus juga terbuka bagi persekutuan persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain, untuk menembuhkan kesatuan dan damai yang sejati di dunia.

Dari dokumen ini tentunya jelas bahwa pendidikan tidak terbatas pada latar belakang saja, namun lebih pada hakekat pendidikan atau hak seseorang sebagai pribadi yang unik dan setara di hadapan Allah, dan terbuka untuk persekutuan bangsa-bangsa lain untuk menumbuhkan suatu perdamaian di dunia.

b) Tujuan Pendidikan

(60)

bahwa manusia termasuk anggotanya, dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya”. Dari dokumen ini tentunya pendidikan yang

baik itu mengarah pada pembinaan kepribadian secara umum akan berpengaruh kepada kepentingan kelompok-kelompok masyarakat. Begitu juga Konsili Suci menyatakan, bahwa anak-anak dan kaum remaja berhak didukung, untuk belajar menghargai dengan suara hati yang lurus nilai-nilai moral, serta dengan lurus nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayati secara pribadi, pun juga untuk semakin sempurna mengenal serta mengasihi Allah.

2) Kurikulum Berbasis Kompetensi: Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar, KWI (2011: 9)

a) Hakikat atau pengertian Pendidikan Agama Katolik

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD, KWI (2011: 9) hakikat Pendidikan Agama Katolik adalah:

(61)

tetapi oleh pergumulannya menginterprestasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seseorang beriman adalah seseorang yang senantiasa berusaha melihat, menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam hidupnya, dan berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah dalam konteks hidup nyatanya.

b) Fungsi Pendidikan Agama Katolik

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD, KWI (2011: 9) hakikat Pendidikan Agama Katolik adalah: “Fungsi Pendidikan Agama Katolik

pada dasarnya ialah membantu siswa untuk mampu mengenal dan menyadari serta menghayati hidupnya dalam terang iman Kristiani seperti yang diwartakan oleh Yesus Kristus”.

Peningkatan potensi spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

c) Tujuan Pendidikan Agama Katolik kelas IV

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD, KWI (2011: 10) tujuan Pendidikan Agama Katolik adalah agar siswa memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang makin beriman”.

(62)

persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari pelbagai agama dan kepercayaan.

d) Ruang Lingkup Pendidikan Agama Katolik

Dalam proses Pendidikan Agama Katolik, bahan menjadi salah satu faktor yang penting dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. Bahan dijadikan sarana bagi guru untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran. Bahan pembelajaran hendaknya sesuai dengan kebutuhan siswa untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik terdapat dalam buku Pendidikan Agama Katolik. Buku Pendidikan Agama Katolik mengandung 4 dimensi atau aspek dari ajaran iman kita yaitu dimensi Pribadi Siswa, Yesus Kristus, Gereja dan Kemasyarakatan:

(63)

Dalam kehidupan beragama orang tidak akan beriman dan diselamatkan oleh apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi terlebih oleh pergumulannya dalam menginterprestasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seorang beriman yang sejati adalah seorang yang senantiasa berusaha untuk melihat, menghayati kehadiran Allah dalam hidup nyatanya, dan berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah bagi dirinya dan konteks hidup nyata. Oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam hidup keseharian. Dengan demikian proses ini mengandung unsur pemahaman iman, pergumulan iman, penghayatan iman dan hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik.

3. Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK) a. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2010: 2) pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

(64)

sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan, hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan, tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Maka, berdasarkan perilaku yang sedang disaksikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang telah belajar.

Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan; dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar. Namun, tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Seseorang harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas. Perubahan-perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang baru atau pula penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Hasil belajar dapat berupa hasil yang utama; dapat juga berupa hasil sebagai efek sampingan. Proses belajar dapat berlangsung dengan penuh kesadaran, dapat juga tidak demikian.

(65)

Defenisi di atas mempunyai kesamaan di mana untuk belajar itu dibutuhkan keterlibatan langsung dari si pelajar tersebut. Berdasarkan pengertian beberapa ahli di atas maka dapat dikatakan belajar adah proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu, tetapi dengan jangka waktu tertentu. Perubahan itu terlihat dari suatu hasil belajar dan yang mengakibatkan manusia berubah secara pengetahuan, perilaku, sikap, nilai dan kebiasaan. Perubahan yang terjadi bersifat menetap dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini sudah kelihatan tetapi juga perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang dengan penuh kesabaran.

b. Pengertian Belajar Pendidikan Agama Katolik (PAK)

(66)

Tekanan PAK pada pengetahuan lebih terkait pada jam pelajaran yang sangat terbatas. Secara lebih rinci Dapiyanta menguraikan hal tersebut sebagai berikut:

Dalam keseluruhan kurikulum di sekolah PAK menempati dua atau tiga jam pelajaran per minggu. Dalam porsi seperti ini sulit diharapkan bahwa para murid mempunyai motivasi tinggi dalam mengikuti PAK. Belum lagi kalau memperhitungkan kepentingan mata pelajaran yang umumnya dilihat dalam perpektif ujian nasional. Maka PAK akan mendapat bagian perhatian lebih kecil lagi, baik dari murid, orang tua, maupun sekolah. Pelajaran tambahan dan daya upaya sekolah, orang tua, serta murid akan dipusatkan pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional (Dapiyanta: 2008: 45).

Karena keterbatasan jam pelajaran PAK mudah dimengerti mengapa internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjalin secara seimbang. Dapat pula dimengerti mengapa segi kognitif dalam PAK mendapat tekanan sama seperti mata pelajaran yang lain. Karena selain kurangnya perhatian secara afeksi dan pembatinan nilai, PAK di sekolah juga terkesan mengejar target kurikulum sehingga proses pembelajaran kurang menarik. Pelajaran yang kurang menarik mengakibatkan motivasi dan perhatian anak untuk mengikuti belajar PAK berkurang.

Gambar

Grafik 1 : Frekuensi Keseluruhan Pendampingan Orang tua
Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel pengaruh Pendampingan Orang tua Dalam Belajar PAK
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Pendampingan Orang tua Dalam Belajar
Tabel 4. Panduan Studi Dokumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dalam penelitian adalah kurangnya motivasi belajar siswa dikarenakan kurangnya dukungan sosial orang tua, kurangnya perhatian orang tua dalam memberi semangat siswa

Begitu pula dengan hipotesis yang kedua yang menyatakan bahwa pendampingan belajar belajar orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap karakter siswa kelas IV MI

Hasil penelitian adalah (1) pendampingan orang tua dalam belajar di rumah pada siswa kelas VII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 bergradasi

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas penulis mengusulkan suatu model pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang mungkin mampu memberi

Hasil penelitian adalah (1) pendampingan orang tua dalam belajar di rumah pada siswa kelas VII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 bergradasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan peran pendampingan orangtua dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi kelas V di SD N Bantul Timur Yogyakarta tahun

27/K-0/IL.01/400/2006 tanggai 20 April 2006 tentang permohonan ijin penelitian untuk penuntasan skripsi yang beijudul Pengaruh Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi

perhatian dikarenakan sibuk bekerja dan kesibukan lainnya sehingga tidak begitu memperhatikan perkembangan belajar anaknya, 20% orang tua memberikan fasilitas belajar namun tidak