• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi pendampingan orang tua dalam belajar pendidikan agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Deskripsi pendampingan orang tua dalam belajar pendidikan agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Deslita Anzelina Br Tarigan NIM: 091124027

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan dengan hati yang tulus dan bahagia Kepada:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu memberi semangat, pendampingan

dan sahabatku yang setia dalam penulisan skripsi ini.

Bapakku (K Tarigan), Mamakku (T Br Bangun),

Yang telah memberikan dukungan moral, spritual dan finansial

Abangku (P Tarigan), Adikku (D Br Tarigan dan P Br Tarigan), Edaku (S Br

Bangun), Keponakanku, Sahabatku dan Seluruh Keluargaku

telah memberi dukungan semangat untukku

serta

(5)

v

MOTTO

Non Scholae, sed Vitae Dicimus

(Belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup)

“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti BapaMu

adalah murah hati”.

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA

DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA”. Penulis memilih judul ini dilatarbelakangi dari kesan adanya orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah tanpa mau terlibat dalam mendampingi anak dalam belajar Pendidikan Agama Katolik. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta dan mengetahui faktor apa saja yang orang tua mendukung dan kurang mendukung dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

Pendampingan adalah usaha untuk membantu dan menolong seseorang untuk dapat mengembangkan dirinya secara jelas memiliki tujuan untuk membantu mereka mendapatkan pengetahuan, informasi, kecakapan perbuatan, perilaku hidup, sehingga dapat membangun kebersamaan dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat, bangsa dan dunia. Belajar PAK ialah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengembangkan imannya secara terencana dan berkesinambungan. Pendampingan orang tua dalam PAK berarti membantu anak mengembangkan imannya dalam sikap dan tingkah laku kehidupan sehari-hari anak.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, mau menggambarkan permasalahan yang ada yakni pendampingan orang tua dalam belajar PAK siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta. Penelitian ini bersifat populatif artinya seluruh anggota populasi menjadi responden. Instrumen yang digunakan ialah kuisoner, wawancara dan studi dokumen. Dari hasil uji validitas taraf signifikansi 5 % seluruh soal valid sebanyak 35 item. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien 0,901, yang berarti reliabilitas instrumen tinggi.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis is entitled "DESCRIPTION OF PARENTAL ASSISTANCE IN LEARNING CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION (CRE) THE STUDENTS GRADE IV, KANISIUS ELEMENTARY SCHOOL, WIROBRAJAN, YOGYAKARTA". The researcher has chosen this title with the background of an impression that the students’ parents seem do not get involved in assisting their children as they study the CRE and give that responsibility away only to the school. Therefore, this paper aims to find out how to assist parents to accompany their children in learning the CRE in the fourth grade, at the Kanisius, Wirobrajan, Yogyakarta and also to find out some factors that may influence parental support and the lack of it in learningthe CRE.

Mentoring is an attempt to assist and help a person to develop. It clearly has a goal to help a person gain some knowledge, information, skills, attitudes, and so on, and that will help the person to live mutually with others and therefore can adapt more easily to the society, nation and world. Learning CRE is a mental activity that takes place in an active interaction with the environment, which results in changes in knowledge, attitudes and skills to develop faith which is done in an integrated and sustainable plan. Assisting parents in helping children to develop their faith as they are learning the CRE means that they can actually live out that faith in daily practices and life through their attitudes and behaviors. This research is a quantitative descriptive research, that would like to describe the existing problems in assisting parents as they struggle to assist their children while they are learning the CRE in grade IV, at Kanisius Elementary School,Wirobrajan, Yogyakarta. This study is a populative study that means all members of the population were the respondents. The instruments that were used were questionnaires, interviews and document research. Validity of the test results has the significant of 5 % the questioners are valid for 35 items. While the reliability of the test results in 0.901, which means that there is a high reliability of the instrument.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,

karena kasih dan karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN YOGYAKARTA.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan serta dorongan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada:

1. Rm. Drs. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang memberikan dukungan dalam seluruh proses

penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing utama yang

selalu mendampingi, membimbing dan memotivasi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Rm. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen penguji II yang telah berkenan

mendampingi, memberikan semangat, memeriksa dan menguji skripsi ini.

4. Bapak Drs.L.Bambang Hendarto,Y. M.Hum., selaku dosen penguji III yang

telah berkenan mendampingi dan menguji skripsi ini.

5. Segenap staf dosen dan seluruh staf karyawan prodi IPPAK Universitas

Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan dorongan

kepada penulis.

6. Keluarga tercinta: Bapak, Mamak, Abang, ke dua adikku, keponakanku dan

seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan

(11)
(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO. ... v

PERNYATAAN KEASLIANKARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

2. Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak usia SD ... 16

B. Pendampingan Anak ... 19

(13)

xiii

C. Belajar PAK oleh siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 28

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar... 29

1) Konsili Vatikan “Deklarasi tentang Pendidikan Kristen” ... 37

a) Pendidikan Hak Semua Orang ... 37

b) Tujuan Pendidikan ... 37

2) Kurikulum Berbasis Kompetensi PAK SD ... 38

a) Hakikat atau pengertian PAK ... 38

c. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung Belajar PAK Siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 45

1) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar PAK ... 45

(14)

xiv

2) Faktor Pendukung Belajar PAK ... 46

a) Suasana keluarga harus mendorong untuk belajar di rumah... 47

b) Sarana pendukung belajar anak ... 47

D. Peran Pendampingan Orang tua terhadap Belajar PAK siswa-siswi Kelas IV SD Kanisus Wirobrajan ... 48

1. Orang Tua Menjadi Teladan ... 48

2. Orang Tua sebagai Fasilitator ... 49

3. Orang Tua Mengikuti Perkembangan Anak ... 49

4. Orang Tua Menjadi Saksi Iman ... 50

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

3. Definisi Operasional Variabel ... 54

4. Teknik Pengumpulan Data ... 54

5. Instrumen Penelitian ... 54

a. Kisi-Kisi Instrumen ... 56

b. Pengembangan Instrumen ... 57

a) Uji Coba Terpakai ... 57

b) Uji Validitas Instrumen ... 58

c) Uji Reliabilitas Instrumen ... 59

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

1. Deskripsi Data Pendampingan Orang tua ... 64

a. Deskripsi Aspek Menemani ... 66

b. Deskripsi Aspek Fasilitas ... 68

(15)

xv

e. Deskripsi Aspek Teladan ... 73

2. Hasil Wawancara dengan Orang Tua ... 76

3. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara ... 82

1. Aspek Menemani... 82

3. Katekese sebagai Pendidikan Iman ... 102

4. Proses Perkembangan Iman dalam Katekese ... 103

5. Fasilitator Katekese ... 104

6. Aspek Kateketis Pendampingan Orang Tua dalam belajar PAK Siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan ... 107

D. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

DAFTAR LAMPIRAN ... 119

Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ... (1)

Lampiran 2: Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Orang tua ... (2)

Lampiran 3: Lembar Kuesioner Penelitian ... (3)

Lampiran 4: Hasil Analisis Validitas ... (10)

Lampiran 5: Hasil Reliabilitas ... (11)

(16)

xvi

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan dalam

Alkitab Deuterokanonika, Lembaga Biblika Indosesia, 2008.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

GE : Gravissium Educations, Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen pada tanggal 28 Oktober 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini pada tanggal 16 Oktober 1979.

FC : Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern pada tanggal 16 November 1993.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonic), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 25 Januari 1983.

C. Singkatan Lain

Art : Artikel

Ay : Ayat

Bdk : Bandingkan

Dkk : Dan kawan-kawan

Gbr : Gambar

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

(17)

xvii KS : Kitab Suci

No : Nomor

PR : Pekerjaan Rumah

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

PAK : Pendidikan Agama Katolik

PPL : Program Pengalaman Lapangan

Th : Tahun

TV : Televisi

(18)

xviii

Halaman Tabel 1 : Skor Alternatif Jawaban Variabel Pengaruh

Pendampingan Orang tua dalam Belajar PAK 55

Tabel 2 : Kisi-kisi Instrumen Kuosioner 56

Tabel 3 : Kisi-kisi Instrumen Wawancara 56

Tabel 4 : Panduan Studi Dokumen 57

Tabel 5 : Rumus Manual Korelasi Product Moment 59

Tabel 6 : Rumus Manual Reliabilitas 60

Tabel 7 : Reability Statistics 60

Tabel 8 : Rumus Penentuan Kriteria 63

Tabel 9 : Kriteria Interval 63

Tabel 10 : Rangkuman Statistik Deskripsi Nilai Keseluruhan

Pendampingan Orang tua 64

Tabel 11 : Kriteria Data Keseluruhan Pendampingan Orang tua 65

Tabel 12 : Rangkuman Statistik Aspek Menemani 66

Tabel 13 : Kriteria Aspek Menemani 67

Tabel 14 : Rangkuman Statistik Aspek Fasilitas 68

Tabel 15 : Kriteria Aspek Fasilitas 69

Tabel 16 : Rangkuman Statistik Aspek Informasi 70

Tabel 17 : Kriteria Aspek Informasi 70

Tabel 18 : Rangkuman Statistik Aspek Peringatan 72

Tabel 19 : Kriteria Aspek Peringatan 72

Tabel 20 : Rangkuman Statistik Aspek Teladan 74

(19)

xix

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 : Frekuensi Keseluruhan Pendampingan Orang tua 65

Grafik 2 : Frekuensi Aspek Menemani 67

Grafik 3 : Frekuensi Aspek Fasilitas 69

Grafik 4 : Frekuensi Aspek Informasi 71

Grafik 5 : Frekuensi Aspek Peringatan 73

(20)

xx

Halaman

Gambar 1 : Foto Keluarga 84

Gambar 2 : Buku Pendukung Untuk Belajar PAK 84

Gambar 3 : Buku Nyanyian/Madah Bakti 85

Gambar 4 : Majalah Jamrud PAK 86

Gambar 5 : Kitab Suci 86

Gambar 6 : Buku Catatan PAK 86

Gambar 7 : Buku Latihan PAK 87

Gambar 8 : Ruang Belajar Anak 87

Gambar 9 : Jadwal Belajar Anak 88

Gambar 10 : Ruang Doa 88

Gambar 11 : Kreativitas Anak Dalam Menggembangkan

Imannya Dalam Sekolah Minggu 89

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari pasti

mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain, bahwa dapat dikatakan

perbuatan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung ada campur tangan

dari orang lain. Tanpa adanya suatu kemauan, manusia tidak dapat melakukan

suatu perbuatan. Perbuatan manusia akan menimbulkan akibat yang berbeda-beda

sesuai dengan pengaruhnya. Lingkungan keluarga atau orang tua berpengaruh

pada pertumbuhan jasmani dan rohani anak. Pendidikan di sekolah merupakan

lanjutan dan bantuan terhadap pendidikan di rumah. Orang tua tetap bertanggung

jawab atas anak-anaknya. Anak adalah anugerah yang sangat besar bagi orang tua,

orang tua rela membanting tulang demi anak-anaknya. Orang tua rela melakukan

apapun untuk anaknya baik dalam pendidikan, kesehatan, ataupun kebutuhan

pokok sehari-hari anak dan keluarga. Guru hanya menerima sebagian dari

tanggung jawab orang tua yang telah diserahkan kepadanya. Dengan demikian

betapa pentingnya pendampingan orang tua dalam belajar anak yang menjadi

tanggung jawab orang tua.

Keluarga diartikan sebagai “sanak saudara, kaum kerabat, orang seisi

rumah”. Jadi, keluarga adalah siapa saja yang tinggal di dalam lingkungan rumah

tangga (Adimiwarta, 1988: 413). Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam

masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan dan rumah adalah tempat

(22)

tempat berhimpunnya sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga, setiap anggota

keluarga memiliki fungsi dan peranannya masing-masing dan antara satu dengan

yang lainnya saling melengkapi. Rumah juga menjadi tempat pertama anak

memperoleh ilmu dan sekaligus tempat yang paling tepat untuk membentuk

kepribadian anak.

Pendidikan anak tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah saja,

melainkan di mana saja anak itu berada. Lingkungan pendidikan sering disebut

dengan tri pusat pendidikan. Istilah tri pusat pendidikan adalah istilah yang

digunakan oleh tokoh pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara yang

menggambarkan lembaga atau lingkungan pendidikan yang ada di sekitar

manusia, yang mempengaruhi perilaku siswa-siswi. Ki Hajar Dewantara

membedakannya menjadi tiga dengan sebutan yakni: pendidikan keluarga,

pendidikan sekolah dan pendidikan masyarakat. Ketiga pendidikan ini tidak dapat

dipisahkan satu sama lain karena mempunyai kesatuan yang erat. Orang tua

memegang peranan penting dalam membentuk tumbuh kembang diri dan perilaku

anak karena orang tua dapat mengajarkan pendidikan baik yang bersifat formal

maupun non formal sebagai bekal hidup di masa depan. Apabila pendidikan orang

tua baik dalam keluarga maka pendidikan selanjutnya kemungkinan besar berhasil

dengan baik pula. Oleh sebab itu keberadaan orang tua penuh perhatian sering

menjadi kunci menuju pendidikan yang baik bagi anak-anaknya

(http://id.wikipedia.org/wiki/dasar-pendidikan).

Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya seperti Kristus menjadi

teladan bagi umat Kristiani. Tanggung jawab pendidikan anak, pertama-tama yang

(23)

menjadi teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena kemuliaan dan

keberhasilanNya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Kristus juga

mengakui bahwa manusia adalah anak-anak-Nya yang mempunyai relasi pribadi

yang dekat, dengan harapan agar manusia dapat menyatu dengan Kristus sendiri.

Begitu juga hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai teladan anak

dapat membangun relasi dekat dengan anak, maka hubungan anak dengan orang

tua menjadi satu kesatuan.

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan 1136) dikatakan bahwa, orang

tua mempunyai kewajiban berat dan hak primer untuk sekuat tenaga

mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, dan kultural, maupun moral

dan relegius. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3 dijelaskan bahwa

bahwa orang tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban

untuk mendidik anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah

pendidikan anak ini sebab pendidikan merupakan persoalan serius. Orang tua

tidak bisa lepas tangan atau lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama

dan utama yang hampir tak tergantikan bila tidak ada walaupun dengan alasan

apapun.

Dalam mendidik anak orang tua mempunyai dua alasan kodrati yang jelas

yaitu, pertama bahwa orang tua mempunyai hak atas anaknya. Orang tua adalah

sumber kehidupan anak, orang tua bersama Tuhan menciptakan manusia baru.

Kelahiran anak bukan hanya peristiwa jasmaniah saja, tetapi merupakan buah

cinta yang terindah sehingga orang tua memeliharanya dengan sebaik-baiknya.

Dan ketika anak beranjak dewasa anak diharapkan untuk dapat memutuskan

(24)

dorongan dan nasihatsaja. Kedua anak berhak atas pendidikan. Sebagai manusia

yang mempunyai derajat dan martabat yang sama, anak mempunyai hak untuk

mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua. Bagi anak, pendidikan

merupakan suatu kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, karena pendidikan yang

baik dari orang tua dapat membantu anak membangun dasar yang kuat untuk

kehidupan yang akan datang. Maka orang tua perlu bertanggung jawab penuh atas

pendidikan ini.

Hubungan antara orang tua dan sekolah perlu dibina dan dikembangkan

demi perkembangan anak. Kegiatan yang terjadi di sekolah perlu

dikomunikasikan kepada orang tua sehingga orang tua dapat menindaklanjuti dan

mendukung usaha sekolah. Orang tua mempunyai kesulitan dalam mendampingi

anak-anak di rumah, mendampingi anak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).

Dalam komunikasi dengan sekolah, orang tua dapat menanyakan tingkah laku

anak di sekolah dan menanyakan apakah si anak mengerjakan PR.

Pelajaran Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan wujud dari

usaha Gereja untuk membimbing iman siswa agar mereka mampu mengenal

dirinya dan mengenal lingkungannya sesuai dengan ajaran iman Kristiani. Bagi

anak-anak yang yang masih duduk di Sekolah Dasar ini sebagai persiapan menjadi

dewasa dalam imannya.

Mudji Soetrisno dalam (Ismartono, 1998: 104) menyatakan bahwa

pelajaran agama sebaiknya dikaitkan atau dihubungkan dengan kehidupan

sehari-hari karena sesungguhnya penanaman nilai itu tempatnya bukan hanya

pengetahuan sehari-hari di rumah dan di segala macam tempat. Ia juga

(25)

dilakukan dalam lingkungan masyarakat maupun keluarga. Pengetahuan agama

bukan hanya hafalan saja, mengetahui saja. Pelajaran agama pertama-tama

diperoleh di tengah keluarga, tidak dalam kata-kata tetapi dalam bentuk

perbuatan. Oleh karena itu pendidikan agama sangatlah penting, di mana setiap

orang tua harus meluangkan waktunya agar waktu yang diberikan kepada

anak-anak menjadi bermakna.

Setiadi dalam (Ismartono, 1998: 131) menyatakan bahwa pendidikan iman

yang diterima anak sekedar pengetahuan di sekolah, kemudian orang tua kurang

memberi teladan dan kesempatan dialog, maka mereka akan terombang-ambing

karena tidak punya pegangan ketika menghadapi banyaknya kegiatan yang

bersifat negatif. Dengan kata lain, jika bimbingan yang diterima anak dalam

lingkungan keluarga tidak baik maka kelak hal itu dapat menjadi bekas pada

kehidupan anak pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Di lingkungan

keluarga kadang anak kurang mendapat dukungan bagi kemajuan pendidikan dan

terdapat beberapa hal yang menjadi kesulitan dalam membantu pelajaran agama

Katolik. Kesulitan yang dialami orang tua pada umumnya ialah keterbatasan

pendidikan orang tua yang mengakibatkan kurang mempunyai pengetahuan dan

pemahaman tentang Pendidikan Agama Katolik, keterbatasan orang tua ini, juga

dapat mempengaruhi pendidikan anak.

Berdasarkan hasil wawancara dari 8 orang siswa dan observasi pada saat

Program Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Dasar Kanisius Wirobrajan

Yogyakarta yang selama semester gasal tahun pelajaran 2011-2012, penulis

melihat kenyataan banyak siswa-siswa tidak mengerjakan PR. Kenyataan ini

(26)

dapat dikatakan nakal, mereka tidak menganggap pelajaran agama penting. Hal ini

dapat dilihat dari respon ketika guru menyuruh anak mengumpulkan tugas atau

PR, anak banyak alasan: misalnya: tidak mengerti dengan PR, tidak tahu kalau

ada PR, tidak punya buku, dan lain-lainl. Hal ini terjadi karena anak-anak merasa

pelajaran agama kurang penting, belajar jika ada ulangan saja, belajar sambil

menonton TV dan kebanyakan anak lebih banyak untuk menonton daripada

belajar, sulit untuk mengatur waktu belajar dan sebagainya.

Ada juga orang tua yang sungguh memperhatikan perkembangan anak,

dalam kesibukan bagaimanapun selalu berusaha supaya ada waktu untuk

berkumpul bersama anak dan mendampingi anak dalam belajar. Ada keluarga lain

yang sama sekali tidak menghiraukan anak-anak apakah sudah belajar atau tidak,

bagi mereka kebersamaan tidak penting dalam keluarga, pokoknya masing-masing

sibuk dengan urusan sendiri, mau belajar atau tidak pokoknya masing-masing

mengatur sendiri.

Di sini dapat dikatakan bahwa orang tua kurang merasa bertanggung

jawab atas pendidikan anak-anak, khususnya dalam belajar bagi anak-anak. Tugas

orang tua mengontrol sejauh mana anak-anak terlibat di sekolah, orang tua juga

harus tahu sejauh mana pemahaman anak-anak tentang materi yang diberikan oleh

guru, dan orang tua harus mendampingi anak dalam belajar. Dalam keluarga

orang tua mempunyai kewajiban dan hak secara penuh atas diri anak, orang tua

hendak menanyakan pada anak pelajaran yang diberikan oleh guru, dan apa yang

telah dipahami oleh anak tentang pelajaran Pendidikan Agama Katolik, dan jika

anak masih ragu dan belum begitu memahami, maka tugas orang tua adalah

(27)

yang dimengerti oleh anak dapat juga memberi contoh konkret yang dialami oleh

anak atau contoh dalam keluarga, supaya anak lebih memahami tentang pelajaran

agama Katolik. Dalam pelajaran agama katolik tidak cukup anak hanya tahu dan

mengahfalkan saja tetapi bagaimana anak-anak dapat menghayati dan menghidupi

imannya dalam kehidupan sehari-hari.

Perhatian orang tua terhadap anak tercermin dari adanya komunikasi yang

sehat, yaitu komunikasi dua arah antara anak dan orang tua demi terpenuhinya

kebutuhan sang anak yang dari waktu ke waktu semakin banyak dan beraneka

ragam. Sarana-sarana yang dipakai oleh orang tua dalam mendampingi

anak-anaknya, tentu saja antara orang tua yang satu dengan orang tua yang lain

berbeda. Sarana yang dapat dipakai antara lain peristiwa penting dalam kehidupan

anak-anak misalnya, merayakan ulang tahun, membeli perlengkapan sekolah dan

buku-buku yang mendukung perkembangan anak sesuai dengan keinginannya,

piknik bersama, memberi penghargaan atas prestasi belajar anak. Orang tua harus

kreatif supaya tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan dalam diri anak-anak

dalam belajar. Sarana ini dapat membantu anak-anak lebih semangat dan

termotivasi dalam hidup sehari-hari. Anak lebih suka dengan hal-hal yang praktis

dan konkret yang dialami dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya masih

banyak anak yang tidak terbiasa mengerjakan PR di rumah dan hanya menyontek

teman di sekolah, karena orang tua kurang memberi perhatian dan semangat

kepada anak. Maka dalam kehidupan sehari-hari, kesannya masih ada orang tua

yang acuh tak acuh dalam memberi perhatian kepada perkembangan anak dan

perkembangan iman anak, mereka melempar tugas kepada sekolah dan

(28)

penting kebutuhan material anak telah terpenuhi, soal pendidikan anak selanjutnya

tanggung jawab sekolah.

Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil judul “DESKRIPSI PENDAMPINGAN ORANG TUA DALAM BELAJAR PENDIDIKAN

AGAMA KATOLIK SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS

WIROBRAJAN YOGYAKARTA”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini

diindetifikasikan sebagai berikut:

1. Orang tua kurang menyadari akan perlunya pendampingan terhadap

pendidikan anak-anaknya khususnya Pendidikan Agama Katolik.

2. Kesibukan orang tua dalam bekerja mengakibatkan kurangnya pendampingan

dan bimbingan kepada anak sehingga anak kurang bersemangat dan terdorong

untuk aktif belajar.

3. Orang tua mempunyai keterbatasan pengetahuan terhadap dunia pendidikan

sehingga kurang memahami pelajaran agama Katolik.

4. Permasalahan dari anak, anak-anak kurang merasa penting Pendidikan

Agama Katolik, sehingga anak kurang mengikuti pelajaran dengan baik.

5. Faktor utama penyebab pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan

Agama Katolik.

6. Kurangnya perhatian orang tua dalam mendampingi anak-anak dalam belajar

(29)

7. Pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik.

C. PEMBATASAN MASALAH

Karena luasnya masalah dan keterbatasan penulis dalam penelitian ini

dibatasi pada pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik

siswa-siswi kelas IV di SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta.

D. RUMUSAN PERMASALAHAN

Berdasarkan batasan masalah tersebut, permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama

Katolik siswa-siswi kelas IV SD Kanisius Wirobrajan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan kurang mendukung orang tua

dalam pendampingan belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV

SD Kanisius Wirobrajan?

E. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam

penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pendampingan orang tua dalam rangka belajar

(30)

2. Memahami faktor-faktor yang mendukung dan kurang mendukung orang tua

dalam pendampingan belajar Pendidikan Agama Katolik siswa-siswi kelas IV

SD Kanisius Wirobrajan.

F. MANFAAT PENULISAN/PENELITIAN 1. Manfaat Praktis

Dari hasil penilitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat

memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Secara akademis, dari hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi

pengetahuan dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pendampingan

orang tua nantinya akan menjadi dampak positif terhadap belajar Pendidikan

Agama Katolik anak.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi guru. Guru dapat

menjalin relasi dengan orang tua atau wali siswa dengan baik. Dengan

menjalin relasi dengan sebaik mungkin, guru dapat mengetahui sejauh mana

perkembangan anak di rumah. Guru juga dapat memotivasi orang tua untuk

terlibat aktif demi perkembangan anak-anaknya.

c. Bagi orang tua: Orang tua adalah pendidik utama dan pertama dalam

keluarga. Pendampingan orang tua sangat dibutuhkan oleh siswa-siswi dalam

menyelesaikan pendidikan mereka dan mencapai prestasi yang memuaskan.

Orang tua juga mendapatkan pemahaman yang cukup sebagai pendamping

(31)

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut, di antaranya:

a. Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang pendidikan dan

pendampingan.

b. Sebagai bahan referensi dalam penulisan ilmiah untuk bidang pendidikan dan

pendampingan.

B. METODE PENULISAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif berdasarkan survei.

Penelitian ini bersifat ingin mengetahui, menganalisis dan menggambarkan

bagaimana pendampingan orang tua dalam belajar Pendidikan Agama Katolik

siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius Wirobrajan Yogyakarta dengan menggunakan

kuesioner berskala tertutup sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian

ini juga akan didukung oleh teknik wawancara dan studi dokumen, kemudian

didukung oleh studi pustaka.

C. SISTEMATIKA PENULISAN

Judul skripsi yang dipilih penulis adalah “Deskripsi Pendampingan Orang

tua dalam Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa-siswi Kelas IV SD Kanisius

(32)

penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan

sebagai berikut;

Bab I: Berisi pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, sistematika

penulisan.

BAB II: Berisi tinjauan teoritis dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian pertama,

akan membahas mengenai orang tua dan tugasnya, pengertian orang tua, tanggung

jawab orang tua dalam pendidikan anak usia sekolah dasar. Kedua, akan

membahas mengenai pendampingan anak, arti pendampingan pada umumnya,

peranan orang tua dalam pendampingan anak, konsukensi peran orang tua. Ketiga,

akan membahas mengenai belajar Pendidikan Agama Katolik oleh siswa-siswi

kelas IV SD Kanisius Wirobrajan, perkembangan anak usia SD, pokok-pokok

PAK SD, kurikulum berbasis kompetensi PAK SD, belajar PAK, belajar dan

faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung belajar PAK. Lalu pada bagian

ke empat akan ditarik kesimpulan mengenai, peran pendampingan orang tua

terhadap belajar PAK dari tiga pokok bahasan sebelumnya.

BAB III: Berisi metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, tempat dan

waktu penelitian, populasi dan sample penelitian, teknik dan instrumen

pengumpulan data yang meliputi aspek/variabel penelitian, definisi konseptual

variabel, definisi operasional variabel, sumber pengumpulan data, instrumen

(33)

dibahas juga mengenai teknik pengolahan data yang meliputi uji coba terpakai, uji

validitas instrumen, uji reliabilitas instrumen, dan teknik analisis data.

BAB IV: Menyajikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi hasil

penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara dan temuan khusus melalui studi

dokumen, pembahasan hasil penelitian, refleksi kateketis dan keterbatasan

penelitian.

BAB V: Penulis akan menyampaikan kesimpulan dan saran yang membangun

(34)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ORANG TUA DAN TUGASNYA 1. Pengertian Orang tua

Orang tua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu

keluarga atau rumah tangga, yang dalam kehidupan sehari-hari disebut ayah dan

ibu. Mereka inilah yang terutama dan utama memegang dalam kelangsungan

suatu rumah tangga atau keluarga. Sedangkan anak berada dalam tanggung jawab

dan pengawasan dalam keluarga. Menurut pengertian umum orang tua adalah

seorang pria dan wanita yang melangsungkan perkembangan dan terkait janji

perkawinan yang sah dan memiliki anak. Orang tua tidak dapat dilepaskan dari

lingkungan keluarga, karena antara orang tua dan keluarga sangat erat kaitannya.

Dalam kesehariannya orang tua biasa disebut dengan kata bapak dan ibu.

Kitab Hukum Kanonik menguraikan:

Orang tua Kristiani adalah pasangan yang memiliki sebuah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dibaptis untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup yang mengarahkan pada kesejahteraan suami-istri, kelahiran dan pendidikan anak, dimana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran anak membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang tua kristiani (Kan. 1055).

Dalam uraian di atas orang tua Kristiani merupakan orang tua yang

memiliki sebuah perjanjian perkawinan. Orang yang sudah menerima sakramen

perkawinan secara Katolik tidak dapat dipisahkan oleh manusia kecuali maut yang

(35)

istri mereka diharapkan menyalurkan anugerah cinta kasih Tuhan, mempunyai

relasi yang erat dengan Allah dan menciptakan suasana kerukanan dalam

keluarga dengan suasana yang akrab dan mesra, membangun keluarga yang

bahagia, mendidik anak-anaknya menurut ajaran Injil. Dengan kebersamaan dan

kesejahteraan orang tua Kristiani Allah menghendaki orang tua berperan dan

utama dalam pendidikan anak.

Gereja Katolik mengenal Sakramen Perkawinan sebagai salah satu dari

ketujuah Sakramen. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah suatu hal

yang luhur. Dengan adanya sakramen pernikahan secara lahiriah ada tanda yang

menyatakan bahwa Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi

saksi cinta kasih sang suami dan istri (bdk Mal 2:14). Perkawinan dijadikan

sakramen karena kitab suci sendiri mengisyaratkan seperti menjunjung tinggi

perkawinan. Bahkan Paulus menegaskan supaya suami-istri saling mencintai

seperti Kristus mencintai umat-Nya (jemaat atau Gereja-Nya - Lih Ef 5:21-33).

Adapun janji perkawinan yaitu: Saya berjanji setia dalam untung dan malang, dan

saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup, saya bersedia menjadi

suami bagi istri dan bapak anak-anak dan begitu dengan perempuan bersedia

menjadi istri bagi suami dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anak. Demikianlah

janji perkawinan demi Allah dan Injil suci ini. Janji perkawinan yang telah di

ucapkan dihadapan Allah Bapa, Romo dan Saksi diharapkan kedua belah pihak

menepati janji yang telah di ucapkan

(http://id.wikipedia.org/wiki/sakramen-perkawinan).

Menurut dokumen Familiaris Consortio art 40, keluarga adalah

(36)

pelaksanaan pendidikan itu sangat perlu, meskipun masing-masing memegang

peranannya selaras dengan tugas masing-masing.

Menurut (Adimiwarta, 1988: 413), keluarga diartikan sebagai “sanak

saudara, kaum kerabat, orang se isi rumah”. Jadi, keluarga adalah siapa saja yang

tinggal di dalam lingkungan rumah tangga. Keluarga merupakan lingkungan

terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan dan rumah

adalah tempat kita menghabiskan waktu dalam hidup sehari-hari, karena rumah

adalah tempat berhimpunnya sebuah keluarga. Dalam sebuah keluarga, setiap

anggota keluarga memiliki fungsi dan peranannya masing-masing dan antara satu

dengan yang lainnya saling melengkapi. Rumah juga menjadi tempat pertama

anak memperoleh ilmu dan sekaligus tempat yang paling tepat untuk membentuk

kepribadian anak.

2. Tanggung jawab Orang tua dalam Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar

Anak adalah seseorang yang masih sangat membutuhkan peran

pendampingan dan pengarahan dari orang tua/orang dewasa. Maka, orang tualah

yang sangat diharapkan oleh anak untuk memberi pendampingan dan pengarahan.

Dengan demikian dalam orang tua tidak boleh sembarangan dalam memberikan

pengarahan dan pendidikan kepada anak, karena apa yang diberikan orang tua

menjadi dasar utama oleh anak dalam mengembangkan dirinya kelak.

Menurut Familiaris Consortio art 14, anak adalah anugerah yang

berharga. Menurut rencana Allah, perkawinan merupakan landasan keluarga

sebagai persekutuan yang lebih luas, sebab lembaga perkawinan dan cinta kasih

(37)

merupakan mahkota dari lembaga itu. Pada hakikatnya cinta kasih merupakan

sebuah hadiah dan cinta kasih suami-istri.

Alkitab membicarakan bagaimana orang tua harus mendidik, mengajar dan

memelihara anaknya. Menurut pandangan orang Kristiani anak merupakan buah

kasih Allah kepada orang tua maka orang tua hendaknya mensyukuri atas

anugerah terindah Allah kepada orang tua. Terkadang orang tua untuk

mendapatkan anak bersusah payah mencarinya, menanti dengan penuh kesabaran

dan berdoa (Bdk Mzm 123: 3; Sam 1: 27; Kej 33: 5). Dengan demikian anak yang

diberikan itu haruslah diterima dengan penuh kasih sayang. Bagi orang tua

mengasihi anak-anaknya merupakan suatu hal yang wajib karena anak merupakan

manusia yang wajib disayangi orang tuanya. Hal ini tampak dalam Mzm 103: 13

“Seperti Bapa sayang kepada anak-anakNya, demikian Tuhan sayang kepada

orang-orang yang takut akan Dia”. Dan Tit 2: 4 “Dan dengan demikian mendidik

perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya”.

Selain itu orang tua berkewajiban untuk menerima dan mengasihi

anak-anaknya dan perlulah mendidik atau mengajar anak-anak-anaknya karena ini tugas

pokok orang tua. Untuk mencapai hal tersebut orang tua perlulah mendidik

anaknya dengan kesabaran, penuh pengertian dan di mana perlu ketegasan atau

kekerasan. “Hajarlah anakmu selama ada harapan, tetapi jangan engkau

menginginkan kematiannya” (Ams 19: 18). Di sini Amsal ingin menekankan

bahwa ada kalanya orang tua juga perlu bertindak keras dan juga betul-betul

mengenal anak. Dengan pendidikan yang baik maka anak akan membahagiakan

orang tua. Ams 29: 17 mengatakan: “Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan

(38)

mengatakan: “Didiklah orang muda menuntut jalan yang patuh baginya, maka

pada masa tuanya ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Di sini jelas

Amsal mau menekankan agar orang muda atau anak-anak didiknya sesuai dengan

ajaran yang benar.

Demikianlah dasar-dasar tanggung jawab orang tua dalam pendidikan

anak yang mencakup sikap iman, ketaatan kepada ajaran Tuhan, tingkah laku atau

hubungan dengan Allah. Itulah tugas yang harus dilaksanakan oleh orang tua,

sebab Allah sendiri menghukum orang tua yang tidak mau mendidik

anak-anaknya, I Sam 3: 13 mengatakan: “ Sebab telah kuberitahukan kepadanya bahwa

Aku akan menghukum keluarganya untuk selamanya karena dosa yang telah

diketahuinya, yakni bahwa anak-anknya telah menghujat Allah, tetapi ia tidak

memarahi mereka”.

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK kan 1136) dikatakan bahwa Orang

tua mempunyai kewajiban berat dan hak primer untuk sekuat tenaga

mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, dan kultural, maupun moral

dan religius. Dalam Gravissimum Educationis (GE) art 3, dijelaskan bahwa orang

tua sebagai penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik

anak. Gereja memberi perhatian besar terhadap masalah pendidikan anak ini sebab

pendidikan merupakan persoalan serius. Orang tua tidak bisa lepas tangan atau

lari dari tanggung jawabnya sebagai pendidik pertama dan utama yang hampir tak

tergantikan bila tidak ada walaupun dengan alasan apapun.

Dalam mendidik anak orang tua mempunyai dua alasan kodrati yang

jelas: pertama, bahwa orang tua mempunyai hak atas anaknya. Orang tua adalah

(39)

Kelahiran anak bukan hanya persitiwa jasmaniah saja, tetapi merupakan buah

cinta yang terindah sehingga orang tua memeliharanya dengan sebaik-baiknya.

Dan ketika anak beranjak dewasa anak diharapkan untuk dapat memutuskan

sendiri hal-hal yang menyangkut pribadinya dan orang tua hanya memberi

dorongan dan nasihatsaja. Kedua, anak berhak atas pendidikan. Sebagai manusia

yang mempunyai derajat dan martabat yang sama, anak mempunyai hak untuk

mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua. Baik

anak, pendidikan merupakan suatu kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi, karena

pendidikan yang baik dari orang tua dapat membantu anak membangun dasar

yang kuat untuk kehidupan yang akan datang. Maka orang tua perlu bertanggung

jawab penuh atas pendidikan ini.

Mengingat tugas pendidikan orang tua kepada anak-anaknya dirasakan

cukup berat maka Gereja dan negara berusaha membantu lewat pendidikan di

sekolah maupun di luar sekolah. Dengan demikian orang tua dapat memilih

kebebasannya untuk menyekolahkannya di lingkungan pendidikan yang ada. Di

sini bukan berarti tugas pendidikan orang tua lepas begitu saja, namun Gereja dan

negara hanya membantu menyelenggarakan pendidikan di sekolah ataupun di luar

sekolah.

B. PENDAMPINGAN ANAK

1. Arti Pendampingan pada Umumnya

Menurut Mangunwijaya (1986: 21-22), pendampingan secara umum

merupakan usaha yang dilakukan oleh pendamping terhadap orang tertentu atau

(40)

bertitik tolak dari sebuah keyakinan bahwa permasalahan yang dihadapi dapat

teratasi dan orang yang didampingi mempunyai potensi untuk bertumbuh dan

berkembang menjadi pribadi baik.

Menurut Mangunwijaya (1986: 26), pendampingan pada hakikatnya

bertujuan untuk membantu dan menolong seseorang untuk dapat mengembangkan

dirinya secara jelas memiliki tujuan untuk membantu mereka mendapatkan

pengetahuan, informasi, kecakapan perbuatan, perilaku hidup, sehingga dapat

membangun kebersamaan dengan orang lain dan dapat menyesuaikan diri dalam

masyarakat, bangsa dan dunia .

Dalam kegiatan pendampingan setiap pendamping harus menghargai

setiap pribadi yang didampingi dan tidak menggangap mereka sebagai orang yang

tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa. Kahadiran pendamping sebisa mungkin

membantu setiap individu yang didampingi untuk menemukan kembali harga diri,

kemampuan atau potensi yang ada dalam dirinya, sehingga orang yang

didampingi akan mencapai keutuhan hidupnya demi suatu perkembangan.

Menurut Milton Mayoret (1993: 17) memberikan arti pendampingan

adalah “menolong sang lain bertumbuh”. Berdasarkan arti tersebut pendampingan

adalah suatu usaha untuk membantu orang lain agar dapat tumbuh dan

mengembangkan dirinya seturut cara dan situasi kekhasan mereka.

Dengan demikian kata pendampingan mengandung arti adanya

keterlibatan antara kedua belah pihak, baik yang mendampingi maupun yang

didampingi. Kegiatan pendampingan selalu bertolak dari sebuah pendapat dasar

(41)

mempunyai kemampuan untuk dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi

yang utuh.

2. Peranan Orang Tua dalam Pendampingan Anak a. Mewujudkan Cinta Kasih

Keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, mereka inilah yang

bertanggung jawab atas pendidikan anak. Maka semua pihak ini harus menjalin

kerja sama yang baik dalam mendidik dan mendampingi anak untuk bertumbuh

dan berkembang. Familiaris Consortio art 37 mengatakan keluarga merupakan

lingkungan pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan diri setiap

anak. Keluarga adalah sekolah pertama dan mendasar untuk hidup bermasyarakat

sebagai persekutuan cinta kasih, keluarga menemukan pembenahan diri sebagai

hukum yang membimbingnya dan mempertumbuhkannya. Menjadi orang tua

berarti harus siap menjadi pendidik, dan siap mempunyai pengetahuan tentang

mendidik anak sehingga terwudnya cinta kasih dalam keluarga.

Peranan dasar yang ditunjukkan orang tua yaitu mewujudkan cinta kasih.

Penghargaan dan kasih sayang orang tua terhadap anak besar perannya dalam

membina jiwa anak-anak untuk belajar lebih banyak dan berkelakuan dengan

baik. Gravisimum Educationis art 3 mengatakan bahwa orang tua wajib

menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan

kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan

pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Orang tua harus menunjukkan

bahwa mereka mencintai anak-anaknya. Orang tua yang penuh cinta kasih akan

(42)

tangga yan rukun, anak-anak pun lebih tentram belajar. “Rumah haruslah menjadi

tempat yang paling menarik kepada anak-anak”. Oleh sebab itu orang tua harus

menciptakan suasana rumah yang penuh kasih yakni suasana rumah yang

harmonis, rukun, saling melindungi, sehingga suasana keakraban serta kehangatan

terasa antara orang tua dengan anak. Seorang anak yang selalu mendapat cinta

kasih secara cukup dari orang tua, tentu anak tersebut akan berkembang ke arah

lebih baik dengan demikian anak dapat mewujudkan cinta kasih kepada sesama di

mana pun mereka berada.

b. Memberi Teladan

Majalah Mawas Diri (1982: 28-32) menyatakan bahwa orang tua dapat

menjadi orang yang dapat memberi ganjaran yang efektif, maka orang tua perlu

memberi teladan kepada anak-anaknnya. Perlakuan orang tua hendaknya tidak

terlalu jauh dari apa yang diharapkan dari anak.

Sarumpaet (1980: 103) menyatakan bahwa orang tua harus menjadi contoh

yang baik bagi anak-anknya. Segala perbuatan dan tingkah laku orang tua pun

turut ditiru anak, karena seorang anak tidak akan menanyakan terlebih dahulu

kepada orang tuanya, apakah ia diizinkan untuk meniru atau tidak sesuatu

perbuatan atau tingkah laku. Anak menganggap segala sesuatu yang dilakukan

orang tuanya adalah baik untuk ditiru dan diterapkan dalam hidup. Maka orang

tua merupakan teladan untuk anak-anaknya. Orang tua jangan memberi sikap

yang malas kepada anak-anak, sekali anak mengetahui bahwa orang tuanya

(43)

menamkan bibit yang rajin dalam jiwa anak-anaknya, karena orang tua adalah

teladan yang patut dicontoh maka orang tua harus memberi contoh yang baik.

Orang tua adalah teladan bagi anak-anaknya seperti Kristus menjadi

teladan bagi umat Kristiani. Tanggung jawab pendidikan anak, pertama-tama yang

paling utama dipegang oleh orang tua. Dalam agama Kristiani, Kristuslah yang

menjadi teladan yang paling hakiki. Kristus menjadi teladan karena kemuliaan dan

keberhasilannya dalam mewujudkan keselamatan manusia. Kristus juga mengakui

bahwa manusia adalah anak-anak-Nya yang mempunyai relasi pribadi yang dekat,

dengan harapan agar manusia dapat menyatu dengan Kristus sendiri. Begitu juga

hubungan antara orang tua dan anak. Orang tua sebagai teladan anak dapat

membangun relasi dekat dengan anak, maka hubungan anak dengan orang tua

menjadi satu kesatuan.

c. Memotivasi Anak Belajar

Nasution (1985: 88) mengatakan bahwa orang tua yang bijaksana harus

memiliki kemampuan untuk membangkitkan kemauan belajar anak dengan tujuan

agar anak mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar di rumah maupun di

sekolah. Maka ia memaparkan sebagai berikut: melengkapi bahan atau alat-alat

keperluan anak dalam penyelengaraan pendidikannya, misalnya: menyediakan

buku-buku sekolah bagi anak-anak mereka (selain menyediakan buku bacaan,

buku hitungan, buku tulis dan buku-buku lain, serta kelengakapan alat tulis lainya

(pulpen, pensil, penggaris, dan sebagainya). Orang tua juga harus mengontrol

serta memberikan kesempatan belajar anak dengan tujuan agar anak tahu

(44)

saat anak belajar, maka pada waktu jam anak belajar orang tua menunjukkan

peranannya dengan menciptakan suasana rumah yang tenang: misalnya tidak

menyalakan radio atau televisi pada saat anak belajar. Keterlibatan orang tua

dalam mengingatkan anak belajar, anak merasa sangat senang diperhatikan dan

didampingi pada saat belajar. Orang tua juga harus menciptakan suasana yang

tenang, nyaman, santai dan penuh cinta kasih dalam keluarga. Dengan terciptanya

suasana seperti ini maka anak merasa sangat nyaman berada di tengah-tengah

keluarganya. Teladan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya merupakan

pembentukan karakter anak sejak dini.

d. Pendidik Utama dan Pertama

Keluarga adalah tempat pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka

orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama. Dalam dokumen

Gravissimum Educationis, khususnya dalam artikel 3 digaris bawahi pentingya

peranan dan tanggung jawab orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama

dalam keluarga yang dapat menciptakan dan hidup dalam nilai-nilai Kristiani pada

diri anak-anaknya. Orang tua telah menerima tugas dan tanggung jawab dari

Tuhan menjaga dan memelihara serta mendidik anak-anak sesuai dengan jalan

Tuhan. Oleh karena itu orang tua wajib menciptakan keluarga yang selalu dijiwai

oleh semangat cinta kasih terhadap Allah dan manusia. Situasi keluarga yang

didasari oleh semangat bakti pada Allah dan kasih sayang pada sesama menjadi

pendukung keperibadian dan pendidikan sosial bagi anak-anak.

Iman Katolik (1996: 56) menyatakan tugas orang tua adalah

(45)

menjadi manusia yang cerdas dan penuh inisiatif guna membangun hidupnya

sendiri di dunia modern. Hak orang tua adalah sebagai pendidik perdana utama.

Dengan demikian orang tualah yang menentukan pendidikan anak, semakin

menegaskan bahwa orang tualah sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam

kehidupan anak-anaknya. Orang tua sebagai pendidik perdana dan utama berhak

memiliki sekolah yang sesuai bagi anak-anak mereka dan berhak mengarahkan

pergaulan anak-anak dan organisasi yang dapat membantu perkembangan anak.

Hanya dengan perhatian orang tua dapat menjamin bahwa pendidikan yang

diberikan, baik di sekolah maupun di tempat lain.

3. Konsekuensi Peran Orang Tua

a. Orang Tua perlu Sadar akan Peran Utamanya

Kesadaran adalah keadaan tahu dan mengerti, bahwa orang tua memiliki

tugas dan tanggung jawab dalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Orang

tua sadar apa yang seharusnya ditanamkan dalam diri anak sejak dini. Orang tua

perlu tahu bahwa dalam mendidik anak tidak cukup dengan ajaran-ajaran Kristiani

saja tetapi bagaimana cara orang tua menghidupi dan menanamkan nilai-nilai

rohani yang membawa anak semakin dekat dengan Tuhan.

Orang tua perlu sadar bahwa tugas dan tanggung jawabnya adalah

mendidik dan mengajar anak-anaknya. Orang tua harus mampu membangkitkan

semangat belajar dalam diri anak. Orang tua perlu mendamping anak-anak dalam

mengerjakan tugas agar anak semangat. Dengan demikian orang tua perlu sadar

bahwa sore hari dan malam hari, anak-anak perlu diajak untuk berkumpul

(46)

Orang tua sadar bahwa sebagai orang tua tidak terlepas dari

kewajiabannya, maka orang tua mengajak anak-anak untuk belajar bersama,

rekreasi bersama, ke Gereja bersama untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Dalam

keluarga orang tua perlu mengajarkan anak dengan memberikan teladan yang

patut dicontoh demi perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Karena anak

belajar segala sesuatu dari orang tua. Untuk itu orang tua sadar bahwa mendidik

anak penuh kasih, kedamainan, kegembiraan, menciptakan suasana tenang,

kesatuan hati antara orang tua dan anak. Mendidik anak dengan kasih, maka anak

akan tumbuh dengan baik.

b. Pengetahuan tentang Cara Mendampingi

Mildred Proctor (1981: 20) mengatakan orang yang bekerja dalam

mendidik anak harus memiliki kualitas yang tinggi. Ia harus mengasihi anak.

Perlu ditekankan bahwa kasih itu kasih yang sejati dan bukan kasih yang

sementara. Ini berarti, bahwa orang tua harus menghormati hak dan kehendak

anak selaku peribadi. Ia harus tabah, harus bersedia membiarkan anak itu

bertumbuh dalam pengertian tentang iman dan hidup kekristenan menurut saat

dan kesanggupan anak itu sendiri. Ia harus mengerti sifat anak, dan tujuan mereka

belajar, patokan kelakuan, kemampuan menunjukkan pengertian, sikap, dan

mengekspresikan pengalaman kekristenannya, berbeda untuk anak dan orang

dewasa. Seorang pemimpin mengharapkan suatu sikap dewasa dari anak. seorang

pemimpin harus sudah dewasa dalam iman dan pergaulan. Segala tindakan

(47)

Dari pernyataan di atas, dalam mendampingi anak orang tua perlu

mempunyai cinta kasih yang sejati kepada anak-anaknya. Orang tua hendak sabar

karena dengan kesabaran orang tua dapat melayani anak-anak dengan penuh

kasih. Dengan setiap usaha apapun, jika membimbing anak tanpa kesabaran akan

menemukan hal kegagalan. Apabila orang tua memiliki sikap sabar dalam

membimbing dan membentuk tabiat anak-anaknya. Anak-anaknya lebih banyak

dituntut dengan kesabaran, orang tua yang menuntut anaknya dengan penuh

kesabaran akan berhasil dari pada membimbing. Orang tua juga harus mengerti

sifat anak dalam membimbing anak. Orang tua yang membimbing anaknya

dengan sikap yang lekas marah dan hilang kesabaran akan gagal dalam

membimbing dan menuntun anak-anaknya, tetapi orang tua yang sabar dan

pendidikannya tidak terlalu tinggi akan berhasil membimbing anak-anaknya akan

pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian orang tua yang sabar dan

lemah lembut karena suara dan segala tingkah lakunya akan disenangi

anak-anaknya.

Sarumpaet (1980) menyatakan sebagai orang tua, orang tua harus

mengenal anaknya, tetapi banyak juga orang yang tidak mengerti sifat

anaknya dan tidak mengenal anaknya. Jika orang tua ingin menyelami

anak-anaknya mereka harus bersahabat atau bergaul dengan anak-anak. Orang tua harus

membangun kerja sama dengan penuh perhatian. Orang tua patut menjadi kawan

bagi anak-anak. Orang tua harus mempelajari cinta dalam keluarga. Orang tua

harus melatih anak-anaknya untuk mempercayakan rahasia mereka serta

mencurahkan segala duka hatinya, dan percobaan mereka kepada orang tua.

(48)

kadang-kadang pengaruh sekeliling akan menceraikan mereka dari orang tua. Maka

bangunlah kebiasaan anak-anak mempercayakan segala sesuatu kepada orang tua,

biarlah mereka menceritakan segala suka dan duka yang dialaminya.

Dalam mendidik anak orang tua patut berterus terang memberitahu segala

kesulitannya dan menampung suka dan duka yang dialami anaknya. Orang tua

harus menjadi teman, sahabat karena keluarga haruslah dibangun sikap saling

keterbukaan antara orang tua dan anak-anak. Sering kali orang tua mengatakan

tidak ada waktu untuk mendidik anak-anaknya bahwa tidak ada waktu untuk

mengurus keluarga karena tunututan pekerjaan. Konsekuensi sebagai orang tua

biar sesibuk apapun harus menyempatkan waktu kepada anak walaupun hanya

sebentar. Karena anak-anak adalah tanggung jawab orang tua, maka hendaknya

orang tua memberikan waktu untuk anak. Orang tua harus meluangkan waktu

kepada anak untuk makan malam bersama demi kebersamaan dalam suatu

keluarga, segala kesibukan dan kekecewaan sepanjang hari orang tua tidak

menunjukkan di depan anak-anak demi kepentingan anak dan demi

perkembangannya. Pada hari libur dan hari Minggu, orang tua dapat mengajar

beribadah, rekreasi bersama dan bermain bersama untuk membangun

kebersamaan yang erat antara orang tua dan anak-anak dan antara anak-anak

dengan anak-anak.

C. BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK OLEH SISWA-SISWI KELAS IV SD KANISIUS WIROBRAJAN

Pendidikan adalah salah satu usaha yang terus-menerus untuk

(49)

usaha untuk membimbing manusia agar mampu menempuh hidupnya dengan

baik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menuju kebaikan, mengenai

manusia seutuhnya dan berlangsung seumur hidup.

Menurut Komkat KWI (20011: 9), sekolah memiliki peran penting dalam

pengembangan Pendidikan Agama Katolik karena merupakan usaha untuk

memperkuat iman ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan

memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan

kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan

nasional.

1. Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar a. Perkembangan Kognitif

Piaget dalam Paul Suparno (2001: 26-100), mengelompokkan

tahapan-tahapan perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap, yaitu: tahap

sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasi (2-7 tahun), tahap operasi konkret

(umur 7-11 tahun), dan tahap operasi formal (11 tahun ke atas). Pada usia SD

kelas IV, siswa memasuki “tahap operasi konkret” dalam berpikir, suatu masa di

mana konsep yang pada masa awal kanak-kanak merupakan konsep yang

samar-samar dan tidak jelas sekarang menjadi konkret dan tertentu. Menurut Hurlock

(1980: 162), dengan masuk sekolah; dunia dan minat anak-anak bertambah luas.

Dan dengan meluasnya minat mereka bertambah pula pengertian tentang manusia

dan benda-benda yang sebelumnya kurang atau tidak berarti.

Anak menghubungkan arti baru dengan konsep lama berdasarkan apa yang

(50)

dari media massa, terutama film, radio dan televisi. Dalam menambahkan konsep

sosial, misalnya anak mengaitkan stereotip budaya dengan orang-orang dari ras,

agama, seks, atau kelompok sosial ekonomi yang berbeda-stereotip yang semakin

besar dipelajari dari media massa.

Ketika anak membaca buku pelajaran di sekolah dan mencari keterangan

dari ensiklopedi atau sumber-sumber informasi lain, anak tidak hanya

mempelajari arti baru untuk konsep tetapi juga memperbaiki arti yang salah

berhubungan dengan konsep lama. Pengalaman sendiri juga memberikan makna

bagi konsepnya. Pengalaman sakit, misalnya, mewarnai konsep tentang penyakit.

b. Perkembangan Emosi

Emosi memainkan peran penting dalam hidup pribadi dan dalam pergaulan

sosial. Semua anak hanya mengenal emosi yang sederhana, yakni senang dan

tidak senang. Pada usia Sekolah Dasar anak cepat merasa puas. Seiring

bertambahnya umur, emosi semakin bervariasi. Pola-pola emosi pada anak usia

6-12 tahun ialah sebagai berikut:

1) Rasa Takut

Menurut Kartini Kartono (1979: 141) rasa takut dan cemas, bukan gejala

abnormal pada anak, sebab anak secara instrinktif memang merasa takut pada

hal-hal yang belum dikenalnya, yang masih samar-samar hal-hal-hal-hal yang mengandung

rahasia. Rasa takut ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan pengertian

anak, kurangnya rasa percaya diri, kesabaran dalam diri anak masih lemah dan

bodoh. Anak-anak yang sangat muda memang sering kali merasa takut. Terutama

(51)

tua. Rasa takut dapat menyebabkan anak tidur mengigau dan bangun panik-takut,

kejang, sakit perut dan lain-lain. Rasa takut juga dan cemas sering timbul, kalau

orang tua terlalu cerewet dan menuntut dan tuntutan itu tidak sesuai dengan

kamampuan anak.

2) Kegembiraan, Keriangan dan Kesenangan

Rasa emosi ini adalah emosi yang menyenangkan. Pada umur yang lebih

muda, emosi itu disebabkan oleh fisik yang sehat, tutur kata yang bisa membantu

memperkokoh moral anak dan sebagainya. Sedangkan pada umur yang lebih tua,

penyebabnya bertambah yakni keberhasilan mencapai tujuan yang telah mereka

tetapkan untuk diri mereka sendiri dan keluarga serta keberhasilan anak-anaknya.

c. Perkembangan Moral

Piaget dalam Hurlock (2011:163), antara usia lima tahun sampai dua belas

tahun konsep anak mengenai keadilan berubah. Pengertian yang kaku dan keras

tentang benar dan salah, yang dipelajari dari orang tua, menjadi berubah dan anak

mulai memperhitungkan keadaan-keadaan khusus di sekitar pelanggaran moral

yang kaku. Misalnya, bagi anak lima tahun, berbohong selalu buruk, sedangkan

anak yang lebih besar sadar bahwa dalam beberapa situasi, berbohong tidak selalu

buruk.

Lawrence Kohlberg dalam Hurlock (1990: 80), menguraikan tahapan moral anak, yaitu: tahap pra-konvensional (1-8 tahun), tahap konvensional (9-13

tahun) dan tahap pascakonvensional (14 tahun ke atas). Pada usia SD kelas IV,

(52)

peraturan-peraturan yang berlatar belakang budaya dan terhadap penilaian

baik-buruk, benar-salah, tetapi mengartikannya dari sudut pandang akibat-akibat fisik

suatu tindakan atau dari enak-tidaknya akibat-akibat itu. Tindakan ini dibagi

menjadi dua tahap:

Tahap 1 : Orentasi hukuman dan kepatuhan. Akibat-akibat fisik dari

tindakan menentukan baik-buruknya tindakan itu, entah apapun arti atau nilai

akibat-akibat itu bagi manusia. Anak berbuat baik dengan motivasi menghindari

hukuman. Tahap 2 : Orentasi relativis instrumenal. Tindakan benar adalah

tindakan yang ibarat alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau kadang-kadang

juga memenuhi kebutuhan orang lain. Anak berbuat baik agar mendapat

hadiah/pujian dari pihak lain.

d. Perkembangan Sosial

Menurut Hurlock (1989: 250) perkembangan sosial berarti perolehan

kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Setelah anak

memasuki sekolah dan melakukan hubungan yang lebih banyak dengan anak lain

dibandingkan dengan ketika masa pra sekolah, minat pada kegiatan keluarga

berkurang. Pada saat yang sama permainan yang bersifat individual menggantikan

permainan kelompok membutuhkan sejumlah permainan, lingkungan pergaulan

anak yang lebih tua secara bertahap bertambah luas. Dengan berubahnya minat

bermain keinginan untuk bergaul dengan teman dan diterima oleh anak di luar

rumah bertambah.

Pada waktu mulai sekolah, anak memasuki usia “gang” yaitu usia pada

(53)

anak dalam belajar penyesuaian diri. Pertama, kesempatan yang penuh sosialisasi

adalah penting karena anak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain

jika sebagaian waktunya digunakan seorang diri. Kedua, dalam keadaan

bersama-sama anak tidak hanya mampu berkomunikasi dengan kata-kata yang hanya dapat

dipahami oleh orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang

dapat dimengerti dan menarik bagi orang lain. Ketiga, anak akan belajar

bersosialisasi jika memiliki motivasi. Motivasi tergantung pada tingkat kepuasaan

yang diberikan aktivitas sosial pada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan

melalui hubungan dengan orang lain maka ia akan mengulanginya, demikian juga

sebaliknya. Keempat, metode efektif dengan bimbingan adalah penting. Anak

anak mempraktekkan apa yang dilihat dan dirasa menarik baginya. Artinya anak

akan meniru orang lain yang dijadikan tujuan indentifikasi dirinya.

Melihat keempat hal yang perlu diperhatikan anak belajar penyesuaian diri

tersebut, tampak bahwa menjadi pribadi sosial merupakan hal utama yang perlu

dikembangkan. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara

bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi tingkah laku.

e. Perkembangan Iman

Allen Shelly (1982: 41-49) mengemukakan bahwa anak sudah dapat

membedakan antara Allah dan orang tua. Mereka juga mungkin membedakan

antara Allah Bapa dan Tuhan Yesus. Pola pikir masih konkret, namun anak usia

sekolah mulai menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan Allah. Anak

pada usia ini mempunyai keinginan yang besar untuk belajar tentang Allah,

(54)

makan. Doa-doa mereka biasanya bersifat egosentrik, berupa permohonan kepada

Allah untuk menolong dirinya, atau berterima kasih atas orang-orang dalam hal

mereka sukai. Anak-anak usia sekolah mempunyai kemampuan mengemukakan

untuk menyerap informasi, yang mungkin menjadi berarti pada saat mereka telah

dewasa dan telah mengembangkan penuh kemampuan mereka untuk mengerti

konsep-konsep abstrak.

Perkembangan anak sekolah begitu cepat, dunia mereka semakin meluas

dari lingkungan keluarga ke lingkup sekolah, Gereja dan masyarakat, bahkan

orang-orang di negara lain. Pengertian tentang Allah sebagai pencipta, pemberi

hukum, dan sahabat melalui pengajaran, teladan orang tua, dan orang lain mulai

bertumbuh.

Fowler dalam Cremers (1995: 127-130), membagi teori perkembangan

kepercayaan/iman ke dalam tujuh kategori sebagai berikut: tahap kepercayaan

awal dan elementer (0-2 tahun), tahap kepercayaan intuitifproyektif (2-6 tahun),

tahap kepercayaan mistis-harfiah (6-11 tahun), tahap kepercayaan

sintetis-konvensional (12 sampai masa dewasa), tahap kepercayaan individuxatif-reflektif

(18 tahun dan seterusnya), tahap kepercayaan yang konjungtif (usia setengah baya

30-40 tahun), dan tahap kepercayaan yang mengacu pada universalitas.

Pada usia SD kelas IV, siswa masuk dalam tahap kepercayaan mistis

harfiah. Pada usia ini pikiran anak sekolah amat mengagumkan. Anak mulai dapat

mengungkapkan cerita-cerita dan pernyataan langsung dari arus pengalaman itu

sendiri yang mencerminkan aliran hidup spontan secara detail. Cerita sebagai

sarana perpanjangan dan penemuan diri, diartikan secara harafiah dan dirinya

Gambar

Grafik 1 : Frekuensi Keseluruhan Pendampingan Orang tua
Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel pengaruh Pendampingan
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Pendampingan Orang tua Dalam Belajar
Tabel 4. Panduan Studi Dokumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tindakan kelas dengan judul : “Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa Kelas II

Disamping itu hiasan kumis dan jewes (dagu) yang member kesan gagah berani, serta penambahan Godek (jambang) member kesan kewibawaan... Pada kostum visual tari Remo

untuk saham-saham Perseroan yang belum dimasukkan ke dalam Penitipan Kolektif: Pemegang Saham atau kuasa Pemegang Saham yang sah yang nama-namanya tercatat dalam Daftar

Pada penelitian diketahui bahwa banyak pekerja merokok yang masih dalam kategori perokok ringan dengan masa kerja kurang dari sepuluh tahun ditambah lagi mereka

merencanakan dan melaksanakan penilaian hasil belajar peserta didik yang berkualitas sesuai dengan kompetensi yang akan.. dicapai meliputi sikap, pengetahuan, dan

Adapun ditinjau berdasar Fatwa DSN- MUI ketentuan tentang modal (sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha) secara

Pelaksanaan Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu

Oleh itu pendekatan yang di ambil oleh Majlis Agama Islam Negeri Pulau Pinang (MAINPP) berkerjasama Jabatan Wakaf, Zakat dan Haji (JAWHAR) mengambil inisiatif