SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
NURFAZRINA
111301036
FAKULTAS PSIKOLOGI
Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning Siswa Kelas X dan XI Unggulan
Pada SMA Negeri 3 Medan
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, April 2015
NURFAZRINA
ABSTRAK
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam proses belajar siswa. Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti pendekatan belajar dan strategi pembelajaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. Data penelitian ini diperoleh dari populasi penelitian yaitu 165 siswa-siswi kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan dengan menggunakan skala WIHIC (What Is Happening In this Class?) dan skala strategi self-regulated learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa regresi linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas unggulan pada SMA Negeri 3 Medan (31,5%).
ABSTRACT
School is a formal educational environment that have an important role in the learning process of students. As a process, there are many factors that affect student’s learning such as learning approaches and learning strategies. The purpose of this study is to know the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan. The research data was obtained from the population is that 165 students of superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan by using the scale of WIHIC (What Is Happening In this Class?) and scale of self-regulated learning strategies. The method used is quantitative method using linear regression analysis technique. The result of this study shown that was the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan (31,5%).
i
karunia dan kekuatan yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dan
dukungan dari keluarga. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih dengan rasa
kasih sayang dan rasa hormat sedalam-dalamnya kepada yang teristimewa Ayah
Ir. Edy Harianto dan Mama Dra. Supiati yang senantiasa memberi dukungan,
kasih sayang, perhatian dan pengorbanan yang tiada henti untuk selalu
mendoakan penulis. Untuk Kakakku Sarayati Sharfina, S.Sos terima kasih telah
memberikan bantuan serta doa dalam penyelesaian skripsi ini. Tanpa dukungan
dari kalian, penulis mungkin tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan skripsi, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Kak Fasti Rola, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing skripsi.
Terima kasih sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang telah
diberikan kepada penulis.
3. Kak Rahma Yurliani, M.Psi., psikolog selaku dosen pembimbing
akademik. Terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesabaran dan
ii Psikologi Pendidikan.
5. Untuk dosen-dosen Piskologi Universitas Sumatera Utara atas semua
ilmu yang telah diberikan, mudah-mudahan ilmu ini dapat berguna dan
dapat diterapkan dengan baik.
6. Bapak Drs. Sahlan Daulay, M.Pd selaku Kepala Sekolah SMA Negeri
3 Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian.
7. Ibu Dra. Hj. Siti Zulfah, M. Hum selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang
Humas SMA Negeri 3 Medan yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian.
8. Adik-adik siswa kelas unggulan SMA Negeri 3 Medan yang telah
memberikan kontribusi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
9. Terima kasih untuk sahabat-sahabat yang penulis sayangi Taya, Tia,
Nissa dan Putri untuk semangat yang terus diberikan kepada penulis
serta teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011. Terimakasih
telah menemani penulis selama masa perkuliahan.
Akhir kata, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat di kemudian
hari bagi penulis sendiri maupun pihak-pihak yang berkepentingan.
Medan, April 2015
iii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
1. Manfaat Teoritis ... 11
2. Manfaat Praktis ... 11
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Self-Regulated Learning ... 13
1. Pengertian Self-Regulated Learning ... 13
2. Strategi - Strategi Self-Regulated Learning ... 14
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning ... 18
4. Karakteristik Siswa yang Menggunakan Strategi Self-Regulated Learning ... 21
iv
a. Pengertian Iklim Kelas ... 22
b. Dimensi Iklim Kelas ... 23
c. Faktor-Faktor Iklim Kelas... 24
d. Karakteristik Iklim Kelas Yang Positif ... 25
3. Persepsi Iklim Kelas ... 26
C. SMA Negeri 3 Medan ... 26
1. Sejarah Sekolah ... 26
2. Visi Misi Sekolah ... 27
3. Kelas Unggulan ... 28
a. Pengertian Kelas Unggulan ... 28
b. Ciri-Ciri Kelas Unggulan ... 29
D. Dinamika Persepsi Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self - Regulated Learning ... 30
E. Hipotesa Penelitian ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 35
B. Definisi Operasional ... 35
1. Persepsi Iklim Kelas ... 35
2. Strategi Self-Regulated Learning ... 36
v
2. Reliabilitas ... 42
3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 43
a. Hasil Uji Coba Skala WIHIC ... 43
b. Hasil Uji Coba Skala Strategi Self- Regulated Learning ...45
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 47
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 47
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 48
3. Tahap Pengolahan Data Penelitian ... 49
G. Metode Analisis Data ... 49
1. Uji Normalitas ... 50
2. Uji Linearitas ... 50
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Analisa Data ... 51
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 51
a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin 51 b. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas 51 2. Hasil Penelitian ... 52
a. Uji Asumsi Penelitian ... 52
vi
c. Kategorisasi ... 56
1) Gambaran Skor Persepsi Iklim Kelas ... 56
2) Gambaran Skor Strategi Self- Regulated Learning ... 59
B. Pembahasan ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
vii
Tabel 2 Blue Print Skala WIHIC ... 39 Tabel 3 Blue Print Skala Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning
... 41
Tabel 4 Distribusi Aitem Skala WIHIC Setelah Uji Coba ... 44 Tabel 5 Distribusi Aitem Skala WIHIC Untuk Penelitian ... 44 Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning
Setelah Uji Coba ... 45
Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Strategi Self-Regulated Learning Untuk Penelitian ... 46
Tabel 8 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51 Tabel 9 Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkatan Kelas ... 52 Tabel 10 Normalitas Sebaran Variabel Persepsi Iklim Kelas dan Variabel
Strategi Self-Regulated Learning ... 52
Tabel 11 Linearitas Hubungan Kedua Variabel ... 53 Tabel 12 Uji Regresi Linear ... 54 Tabel 13 Besar Pengaruh Persepsi Iklim Kelas Terhadap Penggunaan
Strategi Self-Regulated Learning Kelas X dan XI Unggulan
Pada SMA Negeri 3 Medan ... 55
Tabel 14 Persamaan Regresi Persepsi Iklim Kelas Terhadap
viii
Tabel 17 Gambaran Skor Mean Empirik dan Mean Hipotetik Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning ... 59
Tabel 18 Kategorisasi Skor Penggunaan Strategi Self-Regulated
ix
Lampiran 2 Hasil Skoring Skala Strategi Self-Regulated Learning... 90
Lampiran 3 Hasil Uji Reliabilitas Skala Try Out ... 106
Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penelitian ... 117
Lampiran 5 Skala WIHIC ... 122
Lampiran 6 Skala Penelitian ... 128
ABSTRAK
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang peranan penting dalam proses belajar siswa. Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa seperti pendekatan belajar dan strategi pembelajaran siswa. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3 Medan. Data penelitian ini diperoleh dari populasi penelitian yaitu 165 siswa-siswi kelas X dan XI unggulan SMA Negeri 3 Medan dengan menggunakan skala WIHIC (What Is Happening In this Class?) dan skala strategi self-regulated learning. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan teknik analisa regresi linear. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas unggulan pada SMA Negeri 3 Medan (31,5%).
ABSTRACT
School is a formal educational environment that have an important role in the learning process of students. As a process, there are many factors that affect student’s learning such as learning approaches and learning strategies. The purpose of this study is to know the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan. The research data was obtained from the population is that 165 students of superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan by using the scale of WIHIC (What Is Happening In this Class?) and scale of self-regulated learning strategies. The method used is quantitative method using linear regression analysis technique. The result of this study shown that was the impact of student’s perception of classroom climate to the use of self-regulated learning strategies at superior class X and XI on SMA Negeri 3 Medan (31,5%).
1
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal yang memegang
peranan penting dalam meningkatkan sumber daya bagi suatu bangsa.
Dikatakan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian kegiatan terencana
dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar mengajar di
dalam kelas. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan termasuk unsur
yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang
pendidikan. Menurut Syah (2006), belajar adalah tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Proses belajar
yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahan-perubahan perilaku yang
bersifat positif yang berorientasi pada aspek kognitif (pengetahuan), afektif
(sikap), dan psikomotorik (keterampilan).
Sebagai suatu proses, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
proses belajar siswa seperti lingkungan, sarana, fasilitas, kondisi fisiologis dan
psikologis. Sedangkan hasil dari pemrosesan tersebut adalah prestasi belajar.
Purwanto (2006) menambahkan bahwa prestasi belajar siswa juga dipengaruhi
oleh pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi pembelajaran
siswa. Menurut Spitzer (2000), salah satu strategi pembelajaran yang
kemampuan meregulasi diri dalam belajar atau disebut juga dengan
self-regulated learning.
Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana
individu menjadi regulator atau pengatur dalam proses belajarnya sendiri
(Schunk & Zimmerman, 1998). Konsep self-regulated learning diartikan
sebagai kesanggupan siswa secara personal untuk merancang sendiri strategi
belajar dalam upaya meningkatkan pencapaian hasil belajar dan
kesanggupannya untuk mengelola lingkungan yang kondusif untuk belajar
(Zimmerman, 1989). Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) menambahkan
bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat
mengatur fungsi-fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan
pikiran sehingga membantu mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Ormord (2003) kemudian menambahkan bahwa self-regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self-regulated learning akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Hal tersebut juga didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa self-regulated learning berkorelasi
positif dengan prestasi akademik siswa. Salah satu diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan Fasikhah dan Fatimah (2013) terhadap mahasiswa
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2011
dengan nilai p < 0,003.
Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan
inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi lebih kepada proses
mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan
akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa
perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan
Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan
terdapat empat belas strategi self-regulated learning yang dapat digunakan
oleh siswa yaitu evaluasi terhadap diri (self-evaluating), mengatur dan
mengubah materi pelajaran (organizing and transforming), membuat rencana
dan tujuan belajar (goal setting & planning), mencari informasi (seeking
information), mencatat hal penting (keeping record & monitoring), mengatur
lingkungan belajar (environmental structuring), konsekuensi setelah
mengerjakan tugas (self consequating), mengulang dan mengingat (rehearsing
& memorizing), meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance),
meminta bantuan guru (seek teacher assistance), meminta bantuan orang
dewasa (seek adult assistance), mengulang tugas atau test sebelumnya (review
test /work), mengulang catatan (review notes), dan mengulang buku pelajaran
(review texts book).
Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan
bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
individu (personal influences), faktor perilaku (behavioral influences) dan
faktor lingkungan (environment influences). Dikarenakan dalam menjalankan
proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan keempat belas
(dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) maka dalam penggunaan
strateginya faktor yang dapat mempengaruhinya sama seperti
faktor-faktor self-regulated learning. Di mana pada faktor lingkungan sendiri,
Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang dapat
mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan lingkungan belajar. Kemudian
Dewantoro (dalam Hadi, 2003) juga menggolongkan lingkungan belajar
menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan
lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat proses
belajar-mengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar
siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah, termasuk
suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi metode
belajarnya (Moos, dalam Baek & Choi, 2002). Suasana yang dialami siswa
dalam kelas tersebut lazim disebut iklim kelas. Istilah iklim kelas digunakan
untuk mewakili kata-kata lain seperti learning environment, group climate,
dan classroom environment (Subiyanto & Hadiyanto, 2003).
Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang
terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan
antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Menurut
Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001), iklim kelas memiliki tujuh
aspek yaitu kekompakan siswa, dukungan guru, keterlibatan dalam
pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan kesetaraan. Di mana
membantu dan mendukung satu sama lain. Pada aspek dukungan guru
mengukur sejauh mana guru memperlakukan siswa sebagai teman, percaya
kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa. Pada aspek keterlibatan
dalam pembelajaran mengukur sejauh mana siswa menaruh perhatian lebih
pada proses belajar di kelas dan berpartisipasi di dalam diskusi. Pada aspek
investigasi menekankan pada sejauh mana kemampuan siswa dalam mencari
tahu untuk mengatasi masalah di kelas. Pada aspek orientasi tugas mengukur
sejauh mana siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan guru. Sedangkan pada aspek kerjasama mengukur sejauh mana
siswa saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar. Terakhir,
aspek kesetaraan mengukur sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh guru.
Wilson (dalam Khine & Chiew, 2001) menambahkan bahwa iklim
kelas adalah tempat dimana siswa dan guru berinteraksi satu sama lain dengan
menggunakan beberapa sumber informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam
aktifitas belajar. Persepsi siswa akan iklim kelas merupakan penilaian yang
dapat digunakan untuk mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah
menghadapi lingkungan belajar yang beraneka ragam serta telah
menghabiskan banyak waktu di dalam kelas sehingga memiliki perasaan yang
akurat terhadap kelas (dalam Nair, 2001).
Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia,
mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta
kejadian-kejadian. Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses
kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa
dengan siswa lainnya. Menurut Myers (dalam Sampson, 2009), persepsi siswa
akan iklim kelas didasarkan pada seberapa baik guru menciptakan lingkungan
dimana terdapat hubungan yang bernilai, saling mendorong dan mendukung.
Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas
yang positif akan meningkatkan keterlibatan mereka di dalam kelas, memiliki
hubungan personal antara guru dengan siswa, menggunakan cara belajar yang
inovatif, serta memiliki aturan-aturan tingkah laku yang jelas. Dengan kata
lain, saat siswa mempersepsikan iklim kelasnya positif maka siswa akan
cenderung menggunakan strategi belajar yang efektif dan secara tidak
langsung prestasi siswa pun akan meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Baek & Choi (2002)
pada 1,012 siswa kelas X dan XI di Korea menunjukkan bahwa iklim kelas
memiliki hubungan yang positif dengan prestasi akademik siswa. Dengan kata
lain, semakin positif iklim kelas maka semakin tinggi pula prestasi akademik
siswa. Lebih jauh lagi, Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 siswa
kelas 2 sekolah menengah pertama di Belanda dengan menggunakan Dutch
Classroom Climate Questionnaire (DCCQ) mengemukakan bahwa iklim kelas
memiliki korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar siswa. Seperti yang
diketahui bahwa siswa yang memiliki prestasi tinggi banyak dijumpai pada
kelas-kelas unggulan. Pengertian kelas unggulan dalam buku pedoman
penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan
dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program
pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya
tambahan materi pada materi pelajaran tertentu.
Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA)
yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan
situs resmi SMA Negeri 3 Medan, prestasi akademik yang pernah diraih oleh
siswa-siswi kelas unggulan di SMA Negeri 3 Medan terhitung cukup banyak
yaitu juara 1 pada Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Provinsi pada tahun
2012, Kompetisi Drama Bahasa Inggris tingkat Kota Medan pada tahun 2011,
Debat Bahasa Inggris tingkat Kota Medan dan Provinsi pada tahun 2011,
Debate Competition Tingkat SMA pada tahun 2009 dan beberapa
prestasi-prestasi lainnya (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014). Kelas unggulan di SMA
Negeri 3 Medan diakui oleh beberapa guru yang mengajar di kelas unggulan
dan kelas reguler memiliki iklim kelas yang menuntut partisipasi siswa yang
tinggi, orientasi tugas yang tinggi, serta kemandirian belajar yang tinggi maka
tuntutan akan menggunakan strategi self-regulated learning lebih tinggi pada
kelas unggulan dibandingkan pada kelas reguler. Hal ini dapat dilihat dari
hasil kutipan wawancara dengan salah satu guru yang mengajar di kelas
unggulan dan kelas reguler berikut ini:
(Komunikasi Personal, 2014)
“Di kelas unggulan ini, siswa-siswanya sudah menyadari bahwa manfaat belajar itu yaa untuk mereka sendiri, bukan untuk guru. Jadi disini, mereka sudah menyadari bahwa menjawab soal dan pertanyaan dari guru yaa gunanya buat mereka sendiri”.
(Komunikasi Personal, 2014)
Berdasarkan kutipan wawancara, dapat dilihat bahwa iklim kelas yang
terbentuk pada kelas unggulan adalah adanya keterlibatan siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam diskusi di kelas, adanya dukungan guru yang besar
terhadap siswa dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk
menunjukkan kemampuan siswa melalui soal-soal yang guru berikan untuk
diselesaikan, adanya orientasi terhadap tugas yang tinggi sehingga mereka
merasa harus dalam menyelesaikannya dengan baik serta adanya kesetaraan
guru memperlakukan siswa di dalam kelas. Hal ini juga sejalan dengan
pendapat beberapa siswa kelas unggulan terhadap iklim kelasnya, yaitu :
“Kami lebih kayak kompetitif gitu la kak. Di kelas kami memang saling kenal, tapi kalau lagi belajar apalagi di kasi soal buat dikerjain, yaudah kami cari tahu masing-masing tapi sebenarnya kami kadang suka belajar bareng juga kayak kerja kelompok disana kami saling bantu kak.”
(Komunikasi Personal, 2014)
Berdasarkan kutipan wawancara pada salah satu siswa kelas unggulan
juga menunjukkan bahwa adanya kekompakan antara para siswa yang
ditunjukkan dengan saling mendukung satu sama lain walaupun mereka
mengerjakan soal masing-masing. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa iklim
unggulan dituntut memiliki strategi belajar yang efektif untuk mendukung
proses belajar yang berlangsung di sekolah yaitu strategi self-regulated
learning. Hal ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut ini :
“Kami di kelas banyak di kasi soal-soal gitu kak. Kayaknya sih guru sengaja ngasinya karena mereka percaya kami bisa kak. Yaudah mau ga mau kami harus belajar sendiri-sendiri kak. Kadang biar aku ngerti, aku ngerjain soal-soal di buku sendiri kak, terus liat-liat catatan atau buku lagi biar ngerti. Usaha sendiri la pokoknya kak”.
(Komunikasi Personal, 2014)
“Ohhh.... Kalau di kelas unggulan agak ribet gitu sebenarnya kak. Apalagi kalau lagi diskusi soal kan biar enggak ketinggalan sama yang lain dan cepat siapnya, aku buat macem ngeringkas yang penting-penting gitu kak biar enak ngapalnya. Terus aku kadang lama sebelum ujian, aku udah belajar kak, jadi waktu udah dekat ujiannya aku tinggal ngulang aja”.
(Komunikasi Personal, 2014)
“Persaingannya nampak kali kak karena di kelas unggulan kawannya pintar - pintar kali. Terus, nanti pas istirahat, yang lain pada ngerjain soal gitu kak, yauda jadi ngikut juga. Saya jadi rajin ngerjain soal-soal terus cek sendiri berapa soal yang saya jawab betul”
(Komunikasi Personal, 2014)
Berdasarkan kutipan wawancara di atas, terlihat bahwa iklim kelas
yang terjadi di kelas unggulan menuntut para siswanya untuk menerapkan
strategi self-regulated learning. Dalam hal ini, iklim kelas yang terjadi
menuntut siswa untuk menggunakan strategi self-regulated learning yang
tepat yaitu saat siswa merasa mendapat dukungan dari gurunya, mereka akan
cenderung meninjau ulang buku catatan atau buku pelajaran mereka agar
mereka dapat mengerti pelajaran yang sedang dibahas. Begitu juga saat
orientasi siswa terhadap tugas tinggi dan menuntut keterlibatan siswa dalam
membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan
tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan
mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba.
Strategi lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan
saat mereka menekankan investigasi dalam kegiatan belajar di kelas, maka
siswa akan cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya
dengan mengecek kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa
iklim kelasnya menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut
akan melakukan strategi dengan cara mencari bantuan teman.
Ditambah lagi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aufia
(2013) terhadap siswa kelas X SMA Negeri Bukit Tinggi menunjukkan
bahwa secara umum siswa SMA kelas unggulan memiliki skor penggunaan
strategi self-regulated learning lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA
kelas akselerasi. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas peneliti merasa
perlu untuk meneliti pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan
strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA
Negeri 3 Medan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat
pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi self-regulated
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh persepsi iklim kelas
terhadap penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI
unggulan pada SMA Negeri 3 Medan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
pengembangan ilmu psikologi, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan,
serta sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Dengan mengetahui pengaruh persepsi iklim kelas terhadap
penggunaan strategi self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan alternatif bagi guru dan
pihak-pihak yang terkait sebagai dasar penyusunan metode pembelajaran untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas unggulan.
E. Sistematika Penulisan
Proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab dimulai dari bab I sampai
bab V. Adapun sistematika penulisan proposal penelitian ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
BAB II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka tentang self-regulated
learning, persepsi iklim kelas, kelas unggulan dan SMA Negeri 3
Medan. Bab ini juga mengemukakan dinamika hubungan persepsi
iklim kelas dengan penggunaan strategi self-regulated learning serta
hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang
digunakan. Disini akan dijabarkan mengenai jenis penelitian,
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi
penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur,
prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.
BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, hasil analisa
data penelitian dan pembahasan.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah
13 A. Self-Regulated Learning
1. Pengertian Self-Regulated Learning
Menurut Wolters (1998), self-regulated learning adalah kemampuan
seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri
dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal. Schunk &
Zimmerman (1998) juga menambahkan bahwa self-regulated learning bukan
kemampuan mental seperti inteligensi atau kemampuan akademik, tetapi
lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental
menjadi kemampuan akademik. Dengan demikian berdasarkan perspektif
sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai self-regulated learner
adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan
turut serta dalam proses belajar mereka (dalam Zimmerman, 1989). Siswa
tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk
memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung
pada guru, orang tua atau orang lain.
Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) selanjutnya mendefinisikan
self-regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan
dan mendorong kognisi (cognition), perilaku (behaviour) dan perasaannya
(affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar.
Woolfolk (2004) juga mengemukakan bahwa self-regulated learner
diri yang membuat mereka lebih mudah dalam belajar dan motivasinya selalu
terpelihara.
Pintrich (dalam Boekaerts et al., 2000) kemudian mendefinisikan
self-regulated learning sebagai proses konstruktif dimana siswa menetapkan
tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk memonitor, mengatur, dan
mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya agar sesuai dengan
tujuannya dan kondisi kontekstual dari lingkungannya.
Ormord (2003) menambahkan bahwa self-regulated learning sangat
penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang
memiliki self-regulated learning, akan cenderung lebih memiliki prestasi
yang baik. Hal ini diperkuat ketika siswa memiliki self-regulated learning,
mereka menetapkan tujuan akademik yang lebih tinggi untuk diri mereka
sendiri, belajar lebih efektif dan berprestasi di kelas.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah proses belajar dimana
peserta didik menetapkan tujuan belajarnya dan kemudian berusaha untuk
memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan tingkah lakunya
agar sesuai dengan tujuannya.
2. Strategi-Strategi Self-Regulated Learning
Zimmerman dan Martinez-Pons (1988) melakukan sebuah penelitian
dengan metode wawancara yang telah menghasilkan 14 strategi self-regulated
a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (Self evaluating)
Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas
tugas dan kemajuan pekerjaannya. Siswa memutuskan apakah hal-hal
yang telah dipelajari mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Dalam hal ini siswa membandingkan informasi yang didapat melalui
self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki.
Contohnya siswa meneliti ulang tugas-tugas untuk memastikan sudah
dikerjakan dengan baik atau belum, siswa mengevaluasi hasil ujian
agar dapatmenilai kemampuan belajarnya.
b. Mengatur materi pelajaran (Organizing & transforming)
Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari siswa
untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan
efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan
mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah
dipelajari. Contohnya seperti membuat outline sebelum mempelajari
suatu materi.
c. Membuat rencana dan tujuan belajar (Goal setting & planning)
Strategi ini merupakan pengaturan siswa terhadap tujuan umum dan
tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan
tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan
yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perencanaan akan
membantu siswa untuk mengenali konflik dan krisis yang potensial
memungkinkan siswa untuk fokus pada hal-hal yang penting bagi
perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk mendapatkan manfaat
sebesar mungkin dari perencanaan, maka perencanaan perlu ditinjau
kembali secara rutin. Contohnya belajar dua minggu sebelum ujian
dimulai, dan mengulangnya kembali pada saat ujian tiba.
d. Mencari informasi (Seeking information)
Siswa memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar
sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika
mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan
menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara
mendapatkan informasi tersebut. Contohnya siswa berusaha
melengkapi materi pelajaran dari sumber lain atau literatur
perpustakaan.
e. Mencatat hal penting (Keeping record & monitoring)
Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang
berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan
hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan. Contohnya
siswa mencatat hal penting untuk dipelajari, siswa mencatat
hal-hal yang tidak dipahami untuk dipelajari ulang.
f. Mengatur lingkungan belajar (Environmental structuring)
Siswa berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan
baik. Contohnya siswa mematikan televisi saat belajar untuk
membantu konsentrasi.
g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (Self consequences)
Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward
atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam
mengerjakan tugas. Contohnya siswa merasa malu apabila
mendapatkan hasil ujian buruk, siswa menganggap keberhasilan
sebagai motivasi untuk dapat mempertahankan keberhasilannya.
h. Mengulang dan mengingat (Rehearsing & memorizing)
Siswa berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat
bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert. Contohnya
sebelum ujian matematika, siswa mencoba menghafal rumus-rumus
matematika.
i. Mencari bantuan teman (Seeking peer assistance)
Siswa meminta bantuan kepada teman sebaya, jika menghadapi
masalah dengan tugas.
j. Meminta bantuan guru (Seeking teacher assistance)
Bertanya kepada pengajar di kelas maupun di luar kelas dengan tujuan
agar dapat membantu dalam menyelesaikan tugas.
k. Meminta bantuan orang dewasa (Seeking adult assistance)
Meminta bantuan orang dewasa (seperti orangtua) yang berada di
dalam kelas dan di luar lingkungan belajar jika ada topik yang tidak
l. Mengulang test atau tugas sebelumnya (Reviewing test)
Siswa mengulang pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai
topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber
informasi untuk belajar.
m. Mengulang catatan (Reviewing notes)
Sebelum mengikuti ujian, siswa meninjau ulang catatan sehingga
mengetahui topik apa saya yang akan diuji.
n. Meninjau buku pelajaran (Reviewing textbook)
Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan
pendukug catatan sebagai sarana belajar.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning
Berdasarkan perspektif sosial kognitif yang dikemukakan Bandura
(dalam Zimmerman, 1989) bahwa self-regulated learning ditentukan oleh 3
faktor yakni :
a. Faktor personal
Faktor personal melibatkan self efficacy yang mengacu kepada
penilaian individu terhadap kemampuannya untuk melakukan suatu tugas,
mencapai tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar. Persepsi self
efficacy siswa tergantung kepada empat tipe yang mempengaruhi pribadi
seseorang yaitu pengetahuan siswa, proses metakognitif, tujuan dan afeksi.
Siswa dengan self-regulated learning harus memiliki kualitas pengetahuan
prosedural dan pengetahuan bersyarat. Pengetahuan prosedural mengacu
pengetahuan bersyarat mengarah kepada pengetahuan kapan dan mengapa
strategi tersebut berjalan efektif. Siswa dengan self-regulated learning
tidak hanya bergantung kepada pengetahuan siswa tetapi juga proses
metakognitif pada pengambilan keputusan dan perfoma yang dihasilkan
dengan melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi
mengarahkan usaha dalam mengontrol belajar. Pengambilan keputusan
metakognitif tergantung juga kepada tujuan jangka panjang siswa dalam
belajar. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk
memonitor mereka dalam belajar. Tujuan dan pemakaian proses
metakognitif dipengaruhi oleh persepsi terhadap self efficacy dan afeksi.
Afeksi mengacu kepada kemampuan mengatasi emosi yang timbul dalam
diri meliputi kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola
pikir dalam mencapai tujuan.
Faktor personal melibatkan penggunaan strategi mengatur materi
pelajaran (organizing & transforming), membuat rencana dan tujuan yang
ingin dicapai (goal setting and planning), mencatat hal-hal penting
(keeping record and monitoring), serta mengulang dan mengingat materi
pelajaran (rehearsing and memorizing).
b. Faktor perilaku
Mengacu kepada kemampuan siswa dalam menggunakan strategi
self-evaluation sehingga mendapatkan informasi tentang keakuratan dan
mengecek kelanjutan dari hasil umpan balik. Perilaku siswa yang
(self-observation), penilaian diri (self-judgment), dan reaksi diri (self-reaction).
Komponen tersebut terdiri dari perilaku yang dapat diamati, dilatih dan
saling mempengaruhi. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut
dikategorikan sebagai faktor perilaku yang mempengaruhi self-regulated
learning. Faktor perilaku ini melibatkan penggunaan strategi evaluasi
terhadap diri (self-evaluation) dan konsekuensi terhadap diri
(self-consequences).
c. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor
personal dan perilaku. Mengacu kepada sikap proaktif siswa untuk
menggunakan strategi pengubahan lingkungan belajar seperti penataan
lingkungan belajar, mengurangi kebisingan, dan pencarian sumber belajar
yang relevan. Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis
lingkungan yang dapat mempengaruhi yaitu pengalaman sosial dan
lingkungan belajar. Individu yang menerapkan self-regulated learning
biasanya menggunakan strategi mencari informasi (seeking information),
mengatur lingkungan belajar (environmental structuring), mencari bantuan
sosial (seeking social assistance), serta meninjau kembali catatan, tugas,
4. Karakteristik Siswa yang Menggunakan Strategi Self-Regulated Learning
Beberapa penelitian mengemukakan karakteristik siswa dengan
penggunaan strategi self-regulated learning tinggi adalah sebagai berikut
(Montalvo, 2004) :
a. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggunakan strategi
kognitif (pengulangan, elaborasi dan organisasi) yang membantu
mereka untuk memperhatikan, mentransformasi, mengorganisasi,
mengelaborasi serta menguasai informasi.
b. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan,
mengorganisasikan, dan mengarahkan proses mental untuk mencapai
tujuan personal
c. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam merencanakan,
mengontrol waktu, dan memiliki usaha terhadap penyelesaian tugas,
tahu bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan,
seperti mencari tempat belajar yang sesuai atau mencari bantuan dari
guru dan teman jika menemui kesulitan.
d. Siswa memiliki kemampuan yang tinggi dalam melakukan strategi
disiplin, yang bertujuan menghindari gangguan internal dan eksternal,
menjaga konsentrasi, usaha, dan motivasi selama menyelesaikan tugas.
Sedangkan karakteristik siswa dengan penggunaan strategi
self-regulated learning rendah yaitu diantaranya tidak mampu mengorganisasikan
yang kurang sehingga mereka cenderung memiliki perilaku belajar yang tidak
memiliki perencanaan dan tujuan yang jelas.
B. Persepsi Iklim Kelas 1. Persepsi
a. Pengertian Persepsi
Persepsi menurut Irwanto dkk. (1996) adalah proses diterimanya
rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala maupun peristiwa) sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti. Pengertian terhadap lingkungan dapat
diperoleh melalui interpretasi terhadap rangsang-rangsang yang diterima.
Kemudian Chaplin (1999) menambahkan persepsi merupakan upaya
mengamati dunia, mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui
objek-objek serta kejadian-kejadian. Robbins (1996) menyatakan persepsi
merupakan suatu proses di mana individu mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan indera untuk memberi makna kepada lingkungan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
persepsi merupakan suatu proses memahami ransang seperti objek, kualitas,
hubungan antar gejala maupun peristiwa yang diperoleh dimana terdapat
proses penafsiran untuk memberikan makna.
2. Iklim Kelas
a. Pengertian Iklim Kelas
Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang
terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan
Khine & Chiew, 2001) menyatakan iklim kelas adalah tempat dimana siswa
dan guru berinteraksi satu sama lain dengan menggunakan beberapa sumber
informasi dalam usaha pencarian ilmu dalam aktifitas belajar.
Bloom (dalam Hadiyanto dan Subiyanto, 2003) kemudian
menambahkan bahwa iklim kelas adalah kondisi, pengaruh, dan rangsangan
dari luar yang meliputi pengaruh fisik, sosial, dan intelektual yang
mempengaruhi siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian iklim kelas di atas, maka dapat
disimpulkan iklim kelas sebagai keadaan psikologis dan hubungan sosial yang
terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan
antara siswa dengan siswa lainnya.
b. Dimensi Iklim Kelas
Fraser, Fisher dan McRobbie (dalam Khine, 2001) mengemukakan
tujuh dimensi dalam mengukur iklim kelas, yaitu :
1) Kekompakan siswa (Student cohesiveness), dimensi ini mengukur
sejauh mana siswa saling mengenal, membantu dan mendukung satu
sama lainnya.
2) Dukungan guru (Teacher support), dimensi ini mengukur sejauh mana
guru mau membantu siswa, memperlakukan siswa sebagai teman,
percaya kepada siswa serta menaruh perhatian kepada siswa.
3) Keterlibatan dalam pembelajaran (Involvement), dimensi ini mengukur
kelas, berpartisipasi di dalam diskusi, mengerjakan tugas tambahan,
serta merasa nyaman berada di kelas.
4) Investigasi (Investigation), dimensi ini menekankan pada sejauh mana
kemampuan siswa melakukan investigasi dan proses mencari tahu
(inquiry) digunakan dalam mengatasi masalah serta dikembangkan di
dalam kegiatan belajar di kelas.
5) Orientasi tugas (Task orientation), dimensi ini mengukur sejauh mana
siswa merasa penting untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
guru serta tetap berfokus kepada tugas.
6) Kerjasama (Cooperation), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa
saling bekerja sama dan tidak saling bersaing di dalam belajar.
7) Kesetaraan (Equity), dimensi ini mengukur sejauh mana siswa
diperlakukan sama oleh guru.
c. Faktor-Faktor Iklim Kelas
Freiberg (1999) mengemukakan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi iklim kelas yaitu :
1) Lingkungan fisik kelas
Lingkungan fisik kelas yaitu ukuran kelas dan lokasi kelas. Dua
aspek dari lingkungan fisik kelas, yaitu aspek material kelas dan ukuran
kelas. Aspek material kelas meliputi bentuk dan luas kelas, pewarnaan
kelas, dan perlengkapan kelas. Ukuran kelas meliputi jumlah individu
2) Sistem sosial
Sistem sosial terdiri dari hubungan dan interaksi antar siswa dan
hubungan interaksi antara siswa dan guru. Relasi guru dengan siswa
biasanya ditunjukkan melalui perhatian yang diberikan kepada siswa
sehingga siswa merasa bahwa gurunya ramah dan bersahabat.
3) Kerapian lingkungan kelas
Kerapian lingkungan kelas yaitu susunan kelas, kenyamanan, dan
keberfungsian yang ada di kelas. Kerapian kelas diperlukan untuk
pengelolaan kelas yang baik.
4) Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa
Harapan guru terhadap hasil yang dicapai siswa berupa harapan
yang positif, self-efficacy, dan sikap profesional. Dalam proses
pembelajaran di kelas, cara guru memandu transaksi pembelajaran
bertumpu pada faktor yang memicu tumbuhnya rasa keberhasilan dalam
belajar (success experience). Pengalaman keberhasilan yang
berulang-ulang cenderung memicu tumbuhnya rasa percaya diri (self efficacy).
d. Karakteristik Iklim Kelas yang Positif
Menurut Hyman (1980), karakteristik iklim kelas yang positif yaitu
adanya interaksi antar siswa yang sangat bermanfaat, tingginya semangat
yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas berlangsung dengan baik,
dan tingginya dukungan antara guru dan siswa di dalam kelas Selain itu,
Kroeger & Anderson (2009) juga menyebutkan bahwa persepsi iklim kelas
mereka dengan baik, guru dan siswa saling menghargai satu sama lain, dan
adanya kerjasama serta kolaborasi kelompok yang tinggi.
3. Persepsi Iklim Kelas
Pesepsi menurut Chaplin (1999) adalah upaya mengamati dunia,
mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta
kejadian-kejadian. Sedangkan iklim kelas menurut Rawnsley & Fisher, (1998)
merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam
kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan
siswa lainnya. Persepsi iklim kelas merupakan sebagai upaya pemahaman
keadaan psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai
hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa
lainnya.
C. SMA Negeri 3 Medan 1. Sejarah Sekolah
Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, SMA Negeri 3 Medan
didirikan pada tahun 1954 dan dikepalai oleh Bapak Iskandar Simanjuntak
dari tahun 1954 s/d 1957. Pada awal berdirinya, lokasi SMA Negeri 3 Medan
berada di Jalan Seram, kemudian pindah ke Simpang Limun tahun 1957 s/d
1961, dikepalai oleh Bapak Ardion Sutan Kaliraja Siregar. Pada tahun 1961,
lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan Pelajar dan dikepalai oleh
Bapak Hadian Abdillah dari tahun 1961 s/d 1963. Kemudian dari tahun 1963
Limun dan dikepalai oleh Bapak Putu Mas. Selanjutnya lokasi SMA Negeri 3
Medan kembali lagi ke Jalan Seram mulai dari tahun 1965 s/d 1976 dan
Kepala Sekolahnya berturut-turut dipimpin oleh Bapak Lajim Bangun (1965
s/d 1967), Bapak Drs. Kadar Efendy (1967 s/d 1976), Bapak M. Daim
Tanjung (1976-1977), Bapak Abdul Rahim Batubara (1977-1984), Bapak
Marolop Siahaan (1984-1985), Bapak Drs. Tasrir Ismail (1985-1987), Bapak
Drs. H. M. Syarif (1987-1989), Ibu Hj. Khairiyah (1989-1995), Bapak Ruslan
Hasan (1995-1997), Bapak Zamardin Abbas (1997-1998), Bapak Drs.
Burhanuddin Lubis (1998-2005), Ibu Dra. Hj. Rebekka Girsang (2005-2006),
dan Bapak Drs. Sahlan Daulay, M.Pd (2006-Sekarang). Pesatnya
pembangunan Kota Medan dan pertimbangan terhadap perkembangan SMA
Negeri 3 Medan pada masa yang akan datang, menyebabkan lokasi SMA
Negeri 3 Medan yang berada di Jalan Seram dirasakan kurang strategis,
sehingga pada tahun 1978 lokasi SMA Negeri 3 Medan dipindahkan ke Jalan
Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan Kota Kecamatan Medan
Barat. Pada awal pindahnya SMA Negeri 3 Medan di Kelurahan Pulo Brayan
Kota Kecamatan Medan Barat dipimpin oleh Bapak Abdul Rahim Batubara
sampai dengan tahun 1984. Sampai saat ini SMA Negeri 3 Medan masih tetap
eksis berada di Jalan Budi Kemasyarakatan No. 3 Kelurahan Pulo Brayan
Kota Kecamatan Medan Barat Kota Medan (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).
2. Visi Misi Sekolah
Berdasarkan situs resmi SMA Negeri 3 Medan, visi SMA Negeri 3
Memiliki Pengetahuan Yang Luas, Berwawasan Lingkungan, Serta
Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi Yang Tinggi Dengan
Dilandasi Iman dan Taqwa.
Sedangkan misi SMA Negeri 3 Medan adalah :
a. Membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, serta berakhlak dan berbudi pekerti luhur,
b. Meningkatkan prestasi akademik lulusan secara berkelanjutan,
c. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif sehingga setiap
siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimilikinya,
d. Menumbuhkan dan mendorong keunggulan dalam penerapan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni,
e. Mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan,
f. Meningkatkan prestasi pada bidang ekstra kurikuler,
g. Menumbuhkan dan meningkatkan minat baca siswa,
h. Meningkatkan kemampuan ber-bahasa Inggris,
i. Meningkatkan wawasan pengetahuan, serta penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi (Tim ICT SMAN 3 Medan, 2014).
3. Kelas Unggulan
a. Pengertian Kelas Unggulan
Pengertian kelas unggulan di Indonesia sesuai yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1996) adalah
suatu kelas yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam proses dan
penyelenggaraan kelas unggulan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan
Dasar (1996) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya menonjol
dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program
pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan, dan adanya
tambahan materi pada materi pelajaran tertentu (Depdikbud, 1996).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kelas unggulan merupakan suatu kelas yang didalamnya terdapat sejumlah
anak didik yang memiliki prestasi menonjol dibandingkan anak didik lainnya
yang kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan kurikulum
yang dikembangkan.
b. Ciri - Ciri Kelas Unggulan
Kelas unggulan yang dikembangkan untuk mewadahi peserta didik
yang memiliki potensi kecerdasan yang tinggi ini harus memiliki ciri-ciri
sebagai berikut (Depdikbud, 1996) :
1) Masukan atau raw input adalah peserta didik yang diseleksi secara
baik dengan menggunakan kriteria dan prosedur yang dapat
dipertanggungjawabkan yang mampu membedakan antara anak yang
memiliki potensi kecerdasan yang tinggi atau memiliki kebakatan yang
istimewa dengan anak yang hanya memiliki kecerdasan normal.
Kriteria yang biasa digunakan adalah hasil belajar dan hasil psikotes.
2) Sarana dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta
3) Lingkungan belajar yang menunjang untuk berkembangnya potensi
keunggulan, baik lingkungan fisik maupun sosial psikologis.
4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari penguasaan materi
pelajaran, penguasaan metode mengajar dan komitmen dalam
melaksanakan tugas.
5) Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum nasional yang diperkaya,
dengan tetap berpegagang pada kurikulum nasional yang baku,
dilakukan pengayaan yang optimal sesuai dengan tuntutan belajar
peserta didik yang memiliki kecepatan dan motivasi belajar yang
tinggi.
6) Jumlah jam waktu belajar di sekolah yang lebih lama dibandingkan
kelas lain pada umumnya.
7) Proses belajar mengajar yang bermutu dan hasilnya selalu dapat
dipertanggungjawabkan kepada peserta didik, lembaga maupun
masyarakat.
8) Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam
keseluruhan sistem pembinaan peserta didik dan melalui praktek
langsung dalam kehidupan sehari-hari.
4. Dinamika Persepsi Iklim Kelas Dengan Penggunaan Strategi Self-Regulated Learning
Sebagai suatu proses, Schunk & Zimmerman (1998) mengemukakan
bahwa self-regulated learning bukan sebagai kemampuan mental seperti
mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan
akademik. Tentunya, dalam menjalankan perubahan tersebut seorang siswa
perlu memiliki suatu cara atau strategi yang digunakan. Zimmerman dan
Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) mengungkapkan
terdapat empat belas strategi self-regulated learning. Dikarenakan dalam
menjalankan proses self-regulated learning siswa dapat menggunakan
keempat belas strategi tersebut, maka dalam penggunaannya faktor-faktor
yang dapat mempengaruhinya juga sama.
Berdasarkan teori sosial kognitif, Zimmerman (1989) mengemukakan
bahwa self-regulated learning dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Pada faktor lingkungan
sendiri, Zimmerman (1989) menjelaskan bahwa dua jenis lingkungan yang
dapat mempengaruhi self-regulated learning yaitu pengalaman sosial dan
lingkungan belajar. Kemudian Dewantoro (dalam Hadi, 2003)
menggolongkan lingkungan belajar menjadi 3 jenis, yaitu lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Menurut Moos
(dalam Baek & Choi, 2002), lingkungan sekolah yaitu suasana dimana tempat
proses belajar-mengajar berlangsung akan memiliki kaitan yang erat dengan
proses belajar siswa. Kaitan yang dimaksud disini yaitu lingkungan sekolah,
termasuk suasana ruang kelas yang dialami oleh siswa akan mempengaruhi
metode belajarnya. Suasana yang dialami siswa dalam kelas tersebut lazim
Iklim kelas merupakan keadaan psikologis dan hubungan sosial yang
terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan
antara siswa dengan siswa lainnya (Rawnsley & Fisher, 1998). Persepsi siswa
akan iklim kelas merupakan penilaian yang dapat digunakan untuk
mengetahui iklim kelas dikarenakan siswa telah menghadapi lingkungan
belajar yang beraneka ragam serta telah menghabiskan banyak waktu di dalam
kelas sehingga memiliki perasaan yang akurat terhadap kelas (dalam Nair,
2001). Persepsi menurut Chaplin (1999) merupakan upaya mengamati dunia,
mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek serta kejadian.
Persepsi iklim kelas dapat diartikan sebagai proses pemahaman keadaan
psikologis dan hubungan sosial yang terbentuk di dalam kelas sebagai hasil
interaksi antara siswa dengan guru, dan antara siswa dengan siswa lainnya.
Amar & Strugo (2003) menambahkan bahwa persepsi siswa akan iklim kelas
yang positif akan membuat siswa menggunakan cara belajar yang inovatif
(Adelman & Taylor, dalam Lee, 2003). Dengan kata lain, persepsi iklim kelas
diasumsikan berkorelasi dengan penggunaan strategi self-regulated learning
siswa. Self-regulated learning dibutuhkan oleh setiap jenis pendidikan, salah
satunya adalah siswa kelas unggulan karena kelas unggulan adalah sejumlah
anak didik yang karena prestasinya menonjol dikelompokkan di dalam satu
kelas tertentu kemudian diberi program pengajaran yang sesuai dengan
kurikulum yang dikembangkan, dan adanya tambahan materi pada materi
Di kota Medan sendiri, salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA)
yang memiliki kelas unggulan adalah SMA Negeri 3 Medan. Berdasarkan
hasil wawancara pada salah satu guru di SMA Negeri 3 Medan, siswa-siswi
kelas unggulan dipilih berdasarkan penyaringan siswa yang ketat. Proses
seleksi dimulai dari penyaringan nilai rapor yang dilanjutkan dengan tes
kemampuan akademik dengan memberikan soal-soal mata pelajaran wajib
seperti matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. SMA Negeri 3
Medan juga telah memenuhi beberapa ciri-ciri dalam mengembangkan kelas
unggulan yang dikemukakan oleh Depdikbud (1996) yaitu memiliki sarana
dan prasarana yang menunjang untuk memenuhi belajar peserta didik, baik
dalam kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, lingkungan belajar yang
menunjang untuk berkembangnya potensi keunggulan, baik lingkungan fisik
maupun sosial psikologis serta guru dan tenaga kependidikan yang unggul dari
penguasaan materi pelajaran dan penguasaan metode mengajar.
Oleh karena ciri-ciri yang harus dipenuhi dalam mengembangkan kelas
unggulan, suasana yang terjadi di dalam kelas menuntut para siswanya untuk
menerapkan strategi self-regulated learning yang efektif. Berdasarkan hasil
wawancara pada siswa kelas unggulan SMA Negeri 3 Medan didapatkan
bahwa saat siswa merasa mendapat dukungan yang besar dari guru dengan
mendapat kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya melalui soal-soal
yang diberikan untuk diselesaikan, mereka akan cenderung meninjau ulang
buku catatan atau buku pelajaran agar mudah memahami pelajaran yang
sekolah dan guru memberikan banyak kesempatan untuk berpartisipasi dalam
diskusi kelas, siswa tersebut berusaha mengatur materi pembelajaran dengan
membuat ringkasan sebelum mempelajari suatu materi, membuat rencana dan
tujuan belajar dengan cara belajar beberapa minggu sebelum ujian dan
mengulangnya serta mengingatnya kembali serta saat ujian tiba. Strategi
lainnya yang dilakukan oleh beberapa siswa kelas unggulan saat suasana kelas
menuntut mereka untuk mencari tahu dalam kegiatan belajar, maka siswa akan
cenderung melakukan evaluasi terhadap kemajuan tugasnya dengan mengecek
kembali hasil belajarnya. Begitu juga saat siswa merasa iklim kelasnya
menuntut mereka untuk bekerja sama maka siswa tersebut akan melakukan
strategi dengan cara mencari bantuan teman.
5. Hipotesa Penelitian
Bedasarkan uraian teoritis, maka peneliti membuat hipotesa bahwa
terdapat pengaruh persepsi iklim kelas terhadap penggunaan strategi
self-regulated learning siswa kelas X dan XI unggulan pada SMA Negeri 3
35
Unsur yang paling penting dalam suatu penelitian adalah metode
penelitian, karena melalui proses tersebut dapat ditentukan apakah hasil dari suatu
penelitian dapat dipertangung jawabkan (Hadi, 2000). Penelitian ini termasuk
jenis penelitian kuantitatif yang bersifat inferensial, yang bertujuan untuk
melakukan analisis hubungan antar variabel dengan pengujian hipotesis.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu :
Variabel bebas : Persepsi iklim kelas
Variabel terikat : Strategi self-regulated learning
B. Definisi Operasional 1. Persepsi Iklim Kelas
Persepsi iklim kelas merupakan proses pemahaman hubungan yang
terbentuk di dalam kelas sebagai hasil interaksi antara siswa dengan guru, dan
antara siswa dengan siswa lainnya dimana di dalam interaksi tersebut terdapat
kekompakan siswa yaitu sejauh mana siswa saling mengenal dan membantu
satu sama lain, dukungan guru yaitu sejauh mana guru membantu siswa dalam
memahami pelajaran dan saat siswa mengalami kesulitan dalam tugasnya,
keterlibatan siswa dalam pembelajaran yaitu sejauh mana siswa berpartisipasi
dalam diskusi di kelas dengan cara memberikan pendapat saat diskusi,
orientasi tugas pada siswa yaitu sejauh mana siswa fokus pada tugas yang
diberikan guru, kerjasama yaitu sejauh mana siswa belajar bersama siswa
lainnya dan kesetaraan yaitu sejauh mana siswa diperlakukan sama oleh
gurunya dengan cara guru memberikan satu siswa tugas yang sama seperti
siswa lainnya.
Iklim kelas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala
WIHIC (What Is Happening In this Class?) yang dimodifikasi oleh peneliti
beradasarkan tujuh dimensi iklim kelas yang dikemukakan oleh Fraser, Fisher
dan McRobbie (dalam Khine, 2001) yaitu kekompakan siswa, dukungan guru,
keterlibatan dalam pembelajaran, investigasi, orientasi tugas, kerjasama, dan
kesetaraan.
Iklim kelas dapat dilihat dari skor yang diperoleh dari skala tersebut.
Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin positif pula
persepsi siswa terhadap iklim kelas. Demikian pula sebaliknya, semakin
rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin negatif pula persepsi siswa
terhadap iklim kelas.
2. Strategi Self-Regulated Learning
Penggunaan strategi self-regulated learning adalah strategi yang
digunakan siswa dalam mengatur sendiri metode belajarnya dengan cara
membuat evaluasi terhadap kemajuan belajarnya yaitu memutuskan apakah
apa yang sudah dipelajarinya mencapai tujuan yang sudah ditentukan,
mengatur materi pelajaran yaitu mengubah materi pelajaran menjadi lebih
dan tujuan belajar yaitu membuat urutan pengerjaan tugas, mencari informasi
yaitu menetapkan informasi apa yang penting dan mendapatkannya, mencatat
hal-hal yang penting yaitu mencatat topik pelajaran yang penting untuk
dipelajari, mengatur lingkungan belajar yaitu memilih lingkungan yang dapat
membantu mereka untuk belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas yaitu
memberikan reward atau hukuman bila telah berhasil atau gagal dalam
mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat yaitu mempelajari ulang materi
pelajaran, meminta bantuan teman, guru dan orangtua, mengulang catatan
sebelumnya, mengulang soal-soal ujian, serta membaca buku teks agar tujuan belajarnya tercapai.
Penggunaan strategi self-regulated learning dalam penelitian ini diukur
dengan menggunakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan empat
belas strategi self-regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman
Martinez-Pons (1988) yang meliputi evaluasi terhadap kemajuan tugas,
mengatur materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari
informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi
setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, meminta bantuan
teman, meminta bantuan guru, meminta bantuan orang dewasa, mengulang
catatan sebelumnya, mengulang ujian atau tugas, dan membaca buku teks.
Hasil pada skala ini menunjukkan bila semakin tinggi skor yang
didapat maka semakin tinggi pula penggunaan strategi self-regulated learning
siswaSebaliknya, semakin rendah skor yang didapat maka semakin rendah