MAKNA KELEMBUTAN HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN PARA SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA
BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Masna Rohana Dona Bakkara
NIM: 071124026
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
tarekatku yang tercinta, khususnya kepada semua yang telah mendukungku dan
mendukung panggilanku, keluargaku,
semua para sahabatku dalam menyelesaikan studi dan mendukung panggilanku,
v MOTTO
Tidak ada manusia satupun di dunia ini yang tidak bisa
menerima kelembutan serta keramahan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Oktober 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah MAKNA KELEMBUTAN HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN PARA SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM). Yang melandasi penulisan Skripsi ini adalah kenyataan zaman ini yang semakin hari semakin penuh dengan berbagai kekerasan dalam berbagai bentuk. Para suster KYM yang mengikrarkan ketiga kaul Injili hidup dalam zaman ini dan turut tergilas oleh kekerasan Zaman ini.
Penulis menyadari pentingnya kelembutan hati di zaman ini. Tanpa kelembutan hati anak-anak dan dunia kita, akan semakin masuk dalam jurang kehancuran. Manusia akan saling merusak satu terhadap yang lain dengan kekerasan. Dalam konteks inilah kelembutan hati sangat diperlukan. Kelembutan hati ini perlu dimulai dan dibentuk dalam persaudaraan para suster KYM di komunitas kecil yang pada akhirnya menyebar luar ke dalam dunia. Kelembutan hati dalam hidup dan pelayanan para suster KYM akan menjadikan dunia di sekitarnya tempat yang layak untuk didiami.
Penulis mengawali skirpsi ini dengan memaparkan makna kelembutan hati dari berbagai aspek terutama pemahaman Injili dan pemahaman kepribadian yang berhati lembut. Selanjutnya penulis memaparkan kelembutan hati yang dihidupi oleh Santo Vincentius A. Paulo sebagai model. Penulis sadar bahwa tidak mudah bagi kita untuk sampai pada kelembutan hati seperti yang kita diharapkan. Kita masih perlu membentuk hati yang lembut, bergumul dan berjuang karena dunia di luar kita semakin penuh dengan berbagai tindak kekerasan yang kadang memacu untuk membalas yang sama.
viii
ABSTRACT
The title of this writing is “THE MEANING OF THE GENTLE HEART OF SAINT VINCENT A PAULO IN THE SISTERHOOD OF THE SISTER OF LOVE OF JESUS AND MARY MOTHER OF GOOD HELP (KYM). The main reason behind this writing is the reality violence in this age that increase in any kind of forms day after day. KYM sisters who proffesed three evangelical vows live in this age and shaped negatively by the violence of this age.
The writer is aware of the importance of tender heart in this age. Without tender heart children of this age and the world will continue fall into brokenes. Human will continue violate one another. In this very context, the tender heart is needed. Tender heart must begin and be formed within sisterhood of KYM in the small community which in the end can affect her world around. The tender heart in life and service of the sisters of KYM will make this world a place that worth to live.
Researcher begin this work by describing the meaning of the tender heart from many perspective especially Gospel and person who poses tender heart. And then reseacher present the tender heart of Saint Vincent A. Paulo as a model. The writer is aware that it is not easy for us to reach an ideal tender heart. We need to form that tender heart, proces and give our best effort becuase the world around us is full of any kinds of violence that sometimes tempt us to revence.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah karena kasih karunia dan bimbinganNya, penulis
sungguh mengalami kekuatan setiap hari untuk menyelesaikan dan mengerjakan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Program Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik.
Judul skripsi ini adalah “MAKNA KELEMBUTAN HATI SANTO
VINCENTIUS A PAULO DALAM HIDUP PERSAUDARAAN PARA SUSTER
KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM)”.
Banyak kisah telah terukir selama menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semuanya itu
menjadi warna-warni yang mengisi perjalanan studi khususnya dimasa-masa terakhir
perkuliahan. Banyak sukacita, walaupum ada juga kecemasan dan kesulitan yang
datang mewarnai penulisan ini. Dukungan berbagai pihak menjadi satu sukacita yang
membuat skripsi ini selesai pada akhirnya, khususnya perhatian dosen utama yang
sedemikian besar memberi hati dan cinta untuk penulisan skripsi ini, dan dukungan
dari seluruh anggota komunitas pun tarekat yang mendukung lewat cara mereka
masing-masing. Dalam hal ini juga persaudaraan dari segenap anggota dari Lembaga
Program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas
Sanata Dharma, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.
Atas kerjasama yang baik dan bantuan dari berbagai pihak, dengan hati yang
tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. J. Darminta, SJ., selaku dosen pembimbing utama yang selalu setia, sabar,
gembira dan penuh inspirasi memberikan perhatian dan membimbing serta
mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
2. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si., sebagai pembaca II sekaligus sebagai dosen
wali yang mendampingi penulis, memberikan semangat sampai skripsi ini
selesai.
3. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum., selaku dosen penguji yang memberikan
dukungan dalam penulisan skripsi ini.
4. Segenap staf dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik
x
5. Pimpinan umum tarekat KYM beserta dewannya yang memberikan kesempatan
untuk studi.
6. Segenap anggota komunitas KYM Louisa de Marillac Jogyakarta yang
memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat dekat saya yang sungguh tulus memberikan dukungan dan
perhatian dan pengorbanan selama penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman angkatan 2007 dan 2008, atas kerjasama, dukungan dan
kebersamaannya yang menyenangkan.
9. Teman-teman angkatanku dalam kongregasi atas dukungan dan doa-doanya, love u full.
10.Orangtua dan seluruh anggota keluarga yang setia mendoakan saya dimanapun
kalian semua berada.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan,
dukungan, perhatian terutama dalam penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman,
sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis memerlukan
kritik serta saran yang membangun. Penulis berharap, semoga skripsi ini
bermanfaat bagi persaudaraan para suster KYM dalam menjadikan dunia yang
lebih layak untuk dihuni dengan segala kelembutan hati.
Yogyakarta, 22 Oktober 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Metode Penulisan ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II. KELEMBUTAN HATI DALAM HATI SANTO VINCENTIUS 8
A. Kelembutan Hati ... 8
1. Konsep Tentang Kelembutan Hati ... 8
2. Kelembutan Hati dalam Injil ... 12
a. Menurut Perjanjian Lama ... 12
b. Menurut Injil Matius ... 13
c. Menurut Injil Markus ... 16
d. Menurut Injil Lukas ... 17
xii
B. Kelembutan Hati Menurut Santo Vincentius A. Paulo ... 21
1. Sekilas Tentang Santo Vincentius A. Paulo ... 21
2. Kelembutan Hati Menurut Santo Vincentius A. Paulo ... 23
a. Khas Vincentius ... 23
b. Berguru Pada Pihak Lain ... 26
c. Harapan Kedepan Bagi Para Pengikutnya ... 28
C. Kelembutan hati Santo Vincentius A. Paulo Dalam Mencintai Orang Miskin Sebagai Majikan ... 32
D. Makna Kelembutan Hati Santo Vincentius A. Paulo Dalam Hidup Para Suster KYM ... 33
BAB III. HIDUP PERSAUDARAN PARA SUSTER KYM DALAM TELADAN KELEMBUTAN HATI ST. VINCENTIUS A. PAULO ... 35
A. Pilihan Pastor Antonius Van Erp untuk KYM ... 38
B. Hidup Persaudaran Para Suster KYM ... 41
1. Persaudaraan Religius KYM ... 41
2. Makna Hidup Persaudaraan ... 43
3. Spiritualitas Kelembutan Hati Dalam KYM ... 47
C. Teladan Kelembutan Hati St. Vincentius A. Paulo Dalam Hidup Persaudaraan KYM ... 49
1. Teladan Kelembutan Hati St. Vincentius A Paulo Dalam Relasi Dengan Sesama ... 49
2. Teladan Kelembutan Hati Santo Vincentius A. Paulo Dalam Hidup Persaudaraan KYM ... 52
xiii
D. Relevansi Kelembutan Hati Dalam Hidup Persaudaran KYM
Ditengah Budaya Kekerasan ... 57
1. Budaya Kekerasan ... 57
a. Kekerasan Dan Perilaku Yang Menyimpang ... 58
b. Teori Yang Berkaitan Dengan Perilaku Menyimpang ... 59
1) Teori Anomie ... 59
2) Teori Belajar (Teori Sosialisasi) ... 60
3) Teori Libeling (Teori Pemberian Cap Atau Teori reaksi Masyarakat ... 60
4) Teori Kontrol ... 60
5) Teori Konflik ... 60
c. Kekerasan Itu Budaya? ... 61
d. Apakah Budaya Kekerasan Itu? ... 61
2. Keutamaan St. Vincentius A. Paulo Dalam Pelayanan Kepada orang Miskin Sebagai Majikan ... 67
3. Cara Hidup Suster KYM Dalam Semangat Kelembutan ... 69
E. Perlunya Pengolahan Hidup Terus menerus bagi para suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Yang Baik... ... 70
1. Dalam Konstitusi KYM ... 70
2. Penegasan Gereja . ... 73
3. Berbagai Cara Pengolahan Hidup Terus Menerus bagi para suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Yang Baik ... 76
a. Rekoleksi ... 77
b. Bacaan Rohani ... 77
c. Katekese ... 77
d. Refleksi ... 78
e. Retret ... 78
xiv
BAB IV. PROGRAM PEMBINAAN SUSTER KYM DALAM ON GOING FORMATION DENGAN KATEKESE MODEL
SHARED CHRISTIAN PRAKSIS “SCP” ... 83
A. Gambaran Umum Katekese ... 83
1. Pengertian Katekese ... 83
2. Prinsip-prinsip Katekese ... 86
3. Tujuan Katekese ... 89
4. Tugas Konkret Katekese ... 90
5. Unsur-unsur Katekese ... 93
a. Pengalaman Hidup/Praktek Hidup ... 93
b. Komunikasi Pengalaman Hidup ... 93
c. Komunikasi Dengan Pengalaman Hidup Kristiani ... 93
d. Arah Keterlibatan Baru ... 93
B. Proses Katekese dalam On Going Formation ... 94
1. Kemampuan Intelektualitas ... 94
2. Kemampuan Sosialitas ... 94
3. Kemampuan Rasa Merasa Rohani ... 94
4. Kemampuan Kesehatan Jasmani ... 95
5. Kesehatan Mental-Psikologis ... 95
6. Kenyataan Kebutuhan Masyarakat ... 95
a. Kebutuhan Nasional (Bangsa Indonesia) ... 95
b. Kebutuhan Internasional ... 95
c. Kenyataan Kebutuhan Gereja Katolik ... 96
1) Kebutuhan Gereja Katolik Indonesia ... 96
2) Kebutuhan Gereja Katolik Internasional ... 96
C. Peranan Katekese Dalam On Going Formation Bagi Pembentukan Pribadi Yang Berhati Lembut ... 96
D. Pemilihan Model Katekese ... 98
1. Model : Shared Christian Praksis ... 98
a. Praksis ... 98
xv
c. Shared ... 99
2. Langkah- Langkah Pelaksanaan Katekese Model “SCP” ... 99
a. Pengungkapan Praksis Faktual ... 99
b. Refleksi Kritis Pengalaman Faktual ... 100
c. Mengusahakan Supaya Tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ... 100
d. Interpretasi Dialektis Antara Praksis Dan Visi Peserta Dengan Tradisi Dan Visi Kristiani ... 101
e. Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah Di Dunia ... 101
E. Usulan Program Pembinaan Suster KYM ... 102
1. Pengertian Program Pembinaan ... 102
2. Latar belakang Program Pembinaan ... 103
3. Tujuan Program Pembinaan ... 106
4. Tema-tema Dalam program Pembinaan ... 106
BAB V : PENUTUP ... 133
A. Kesimpulan ... 133
B. Saran ... 134
DAFTAR PUSTAKA ... 136
xvi
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci perjanjain lama/Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan singkat. (Dipersembahkan kepada umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.8
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohannes Paulus II kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979
EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil
VC : Vita Consecrata,
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983
C. Singkatan Lain
Art : Artikel
Balita : Bawah lima tahun
BBEV : Butir-butir EmasVincentius
Bdk : Bandingkan
CM : Congregatio Missionum
DBSV : Dalam Bimbingan Santo Vincentius
DKU : Direktorium Kateketik Umum
EPMM : Etika Pembinaan Misionaris Maria
Kan : Kanon
xvii
Kt : Kata
MAWI : Majelis Agung Wali Gereja Indonesia
Maz : Mazmur
No : Nomor
PSK : Panitia Spiritualitas Koptari
Psl : Pasal
SCP : Shared Christian Praksis
Sr : Suster
PPDLR : Pedoman-pedoman dalam Lembaga-lembaga Religius
PPK KYM : Pedoman Pembinaan Kongregasi Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Yang Baik
PPKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia
PPDLR : Pedoman Pembinaan Doa dan Latihan Rohani
SCMM : Sister Of charity Our lady Mother of Mercy
Stat : Statuta
St : Santo/Santa
SV : SuratVinsentius
xviii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa universitas Sanata Dharma
Yogyakarta:
Nama: Masna Rohana Dona Bakkara
NIM : 071124026
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
MAKNA
KELEMBUTAN HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO BAGI
HIDUP PERSAUDARAAN PARA SUSTER KASIH YESUS DAN
MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 22 Oktober 2012
Yang menyatakan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi
Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi no 76 menulis demikian:
“Dunia mengundang dan mengharapkan dari kita kesederhanaan hidup, semangat doa, cintakasih kepada semua, khususnya kepada yang lemah dan miskin, ketaatan dan kerendahan hati, lepas bebas dan pengorbanan diri. Tanpa tanda kesucian ini, dunia kita akan sulit menyentuh hati orang-orang modern. Ini beresiko menjadi sia-sia dan hampa.”
Kerendahan hati menjadi salah satu perhatian Paus untuk kita yang hidup
dalam dunia modern. Sebab dengan dan dalam kerendahan hatilah kita bisa mencapai
dan dicapai orang lain, kita berani membuka diri dan membiarkan orang lain masuk.
Dalam buku DBSV (dalam Bimbingan Santo Vincentius) disebutkan: Dalam
Injil Matius (11:29) Yesus Sang Guru bahkan pernah mengatakan, “Belajarlah
daripadaKu, sebab Aku ini lembut dan rendah hati”. Kata-kata Yesus tentang
kelembutan dan kerendahan hati inilah yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini.
Yesus memperkenalkan diriNya sebagai pribadi yang lembut dan rendah hati yang
seharusnya dimiliki seorang religius termasuk seorang suster KYM, seperti yang
diteladankan atau dihidupi oleh Santo Vincentius A. Paulo pelindung para suster
KYM. Dengan kelembutan hati “kaum religius akan belajar dengan ketekunan yang
besar pelajaran yang diberikan oleh Kristus kepada mereka, ‘belajarlah dari padaKu
karena Aku lembut hati dan rendah hati.’” Sebab seperti Kristus sendiri, dengan
Dengan menghayati keutamaan ini kita akan memenangkan hati orang agar
berpaling kepada Tuhan. Sesuatu yang tidak mungkin dijalankan oleh mereka yang
keras hatinya kepada sesama. Dengan kerendahan hati kita akan mendapatkan surga.
Karena kecintaan kita akan kerendahan hati, kita akan perlahan-lahan, setapak demi
setapak melangkah dengan keutamaan ini ke sana, ke surga. Dalam khotbah di bukit
bahkan Yesus mengatakan, “Berbahagialah orang yang lembut hatinya, karena ia
akan memiliki bumi” (Mat 5:5). Kiranya pantas kalau tema kelembutan ini
dihidupkan terus dalam situasi zaman yang semakin penuh kekerasan hampir di
segala bidang kehidupan dalam masyarakat (Armada, 2003:190).
Adalah panggilan dan perjuangan kaum religius, khususnya para Suster KYM
untuk menghidupi dan menghayati kelembutan hati dalam situasi dunia yang
demikian keras. Dewasa ini kekerasan begitu menguasai segala lini kehidupan
manusia. Kita alami bersama di jalan raya, orang tidak lagi sabar, semua berusaha
menjadi yang pertama, tidak lagi ada sikap mempersilahkan dengan lembut, bahkan
sering dalam hidup persaudaraan kaum religius terdengar kata makian karena dirasa
kepentingan pribadi terganggu. Pengalaman serupa bisa juga terjadi pada kaum
berjubah, tentu saja hal ini ikut masuk dalam hidup persaudaraan KYM.
Dalam pengalaman hidup para suster khususnya dalam hidup persaudaraan
belakangan sering mengabaikan prinsip kelembutan. Sering sesama suster lebih
senang menggunakan kata-kata yang menyakiti hati. Seakan kelembutan tidak lagi
mengambil peran dalam pembentukan kepribadian yang matang dalam membangun
Sering dalam persaudaraan tercipta suasana yang menegangkan karena lebih
mengutamakan adu argumen, penggunaan bahasa yang kasar, sehingga kelembutan
menjadi mengecil dan semakin hari tidak bernyawa dalam pribadi para suster. Hal ini
sering terungkap dalam perbincangan pribadi pun bersama, dalam kapitel rumah pun
dalam sharing-sharing ketika mengadakan pertemuan rutin atau rekoleksi bulanan komunitas. Sikap kasar hanya akan merusak segalanya, sedangkan kelembutan akan
merebut hati siapa saja (Armada, 2004: 89).
Sesungguhnya kelembutan ini menjadi satu keutamaan yang harus dimiliki
oleh seorang suster KYM. Zaman yang serba maju ikut menggilas peradaban hidup
persaudaraan para suster KYM. Kelembutan yang sering dikonotasikan dengan
keramahtamahan, sekarang menjadi sesuatu yang tampak sangat sulit dipraktekkan.
Manusia, khususnya dalam hal ini para suster KYM, lebih gampang untuk
mengungkapkan sebuah kata yang tidak membangun dibandingkan kata lembut yang
begitu mendamaikan hati dan menyejukkan jiwa ketika mendengarnya.
Menyadari situasi dan kondisi zaman ini, yang begitu penuh dengan egoisme
dan kekerasan, maka kelembutan hati, yang diteladankan oleh St. Vincentius, sangat
perlu untuk digali dan diingatkan kembali bagi para suster KYM. Jika hal itu
diabaikan, maka satu keutamaan yang paling berarti dalam membangun pribadi
seorang suster KYM menjadi pribadi yang lembut akan terkikis dan terabaikan,
tinggal kata-kata tanpa tindakan nyata. Itu sangat penting dalam menjawab panggilan
Allah untuk hadir menjadi orang pilihan yang berhati lembut, pribadi yang
menghadirkan Allah yang begitu teramat lembut. Bertolak dari situasi di atas dan
hidup panggilan sebagai seorang KYM, maka penulis memberi judul skripsi ini
“MAKNA KELEMBUTAN HATI ST. VINCENTIUS A. PAULO BAGI HIDUP
PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA
PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).”
B. Rumusan Masalah
Secara garis besar penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan yang
kiranya akan dibahas dalam karya tulis ini:
1. Apa makna kelembutan hati St. Vincentius A Paulo bagi para suster KYM?
2. Bagaimana para suster KYM menjalani dan mengusahakan kelembutan hati
dalam hidup persaudaraan mereka?
3. Usaha apa yang harus dilakukan untuk menciptakan dan menumbuhkan
kelembutan hati bagi para suster KYM?
C. Tujuan Penulisan
1. Membantu dan menyadarkan para suster KYM untuk dapat mengerti dan
memaknai kelembutan hati bagi hidup persaudaraan
2. Memberikan bahan refleksi bagi para suster KYM tentang pentingnya kelembutan
hati dalam hidup persaudaraan
3. Mambantu para suster KYM supaya dapat bersikap lembut hati dalam hidup
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan masukan (sebuah wacana) kepada tarekat KYM, agar semakin
mengenal dan mengetahui bagaimana seharusnya sikap dan pribadi seorang suster
KYM seturut semangat St. Vincentius A. Paulo.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya bertumbuh
menjadi pribadi yang lembut sehingga semakin mampu menujukkan wajah Allah
yang begitu Agung dan penuh kelembutan.
3. Bagi para pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya karakter kelembutan hati
dalam hidup persaudaraan.
E. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan
studi kepustakaan yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai
sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini dengan ilustrasi dari para
suster KYM, serta pengalaman dan penghayatan pribadi yang dialami oleh penulis
sendiri pada setiap perjumpaan dan dalam kebersamaan dengan suster-suster KYM.
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini mengambil judul “Makna Kelembutan Hati St. Vincentius A.
Paulo bagi hidup Persaudaraan Suster Kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan
Yang Baik (KYM)”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab,
Pada bab I (Pendahuluan), Penulis akan memberikan gambaran secara umum
penulisan skripsi ini. Rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan, serta sistematika penulisan.
Pada bab II, Penulis akan berbicara atau menguraikan 4 bagian. Bagian
pertama, “Kelembutan hati dalam dua bagian yakni konsep tentang kelembutan hati
dan kelembutan hati dalam Injil. Bagian kedua akan dibahas mengenai kelembutan
hati menurut Vincentius, yang terbagi atas dua bagian yakni sekilas tentang Santo
Vincentius A. Paulo dan kelembutan hati menurut Vincentius a Paulo dalam lima
bagian yakni: Khas Vincentius, berguru pada pihak lain, harapan kedepan bagi para
pengikutnya, pilihan Pastor Antonius Van Erp untuk KYM dan Spiritualitas
kelembutan hati dalam KYM. Bagian ketiga akan dibahas mengenai kelembutan hati
Santo Vincentius A Paulo dalam mencintai orang miskin sebagai majikan. Bagian
keempat akan dibahas tentang makna kelembutan hati Santo Vincentius A Paulo
dalam hidup para suster KYM.
Pada bab III, akan berbicara tentang “Hidup Persaudaraan para Suster KYM
dalam Teladan Kelembutan Hati St. Vincentius A Paulo dalam 5 bagian. Bagian
pertama tentang pilihan Pastor Antonius Van Erp untuk KYM, bagian kedua hidup
persaudaraan para suster KYM dalam tiga bagian yakni persaudaraan religius KYM,
dan makna hidup persaudaraan dan spiritualitas kelembutan hati dalam KYM. Bagian
ketiga akan dibicarakan mengenai teladan kelembutan hati St. Vincentius A Paulo
dalam hidup persaudaraan KYM dalam empat bagian yakni teladan kelembutan hati
Santo Vincentius A Paulo dalam relasi dengan sesama, teladan kelembutan hati Santo
Vincentius A Paulo bagi pembentukan pribadi seorang KYM yang berhati lembut dan
teladan kelembutan hati Santo Vincentius A. Paulo dalam mewujudkan kaum miskin
sebagai majikan dalam karya pelayanan. Bagian keempat akan dibicarakan mengenai
relevansi kelembutan hati dalam hidup persaudaraan KYM ditengah budaya
kekerasan yang dibagi dalam tiga bagian yakni: budaya kekerasan, keutamaan St.
Vincentius A. Paulo dalam pelayanan kepada orang miskin sebagai majikan, dan cara
hidup suster KYM dalam semangat kelembutan. Pada bagian kelima akan dibahas
mengenai perlunya pengolahan hidup terus menerus yang akan diuraikan dalam tiga
bagian yakni, dalam konstitusi KYM, penegasan gereja dan berbagai cara pengolahan
hidup terus menerus bagi para suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan Baik.
Pada bab IV akan diuraikan program pembinaan Suster KYM dalam On Going Formation dengan katekese Model Shared Christian Praxis”SCP.” Usulan tersebut dimaksudkan untuk mengintegrasikan unsur-unsur kelembutan berdasarkan
keutamaan Santo Vincentius A Paulo bagi persaudaraan KYM, meliputi jadwal
pelaksanaan SCP dan contoh persiapan SCP. Hal tersebut diusulkan demi terbentuknya pribadi para suster KYM yang berhati lembut seturut teladan Santo
Vincentius A Paulo. Bab ini akan dibagi dalam lima bagian besar yakni gambaran
umum katekese dan penjabarannya, proses katekese dalam on going formation dan pembahsannya, peranan katekese dalam on going formation bagi pembentukan pribadi yang berhati lembut dan pemilihan model katekese dan usulan program
pembinaan suster KYM.
Pada bagian akhir karya tulis sebagai bab V, penulis akan memberikan
BAB II
KELEMBUTAN HATI DALAM HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kelembutan hati Santo Vincentius.
Berbicara mengenai kelembutan hati tentu tidak lepas dari sebuah konsep mengenai
pribadi yang lembut hati. Hal ini hendak digali lebih dalam melalui teladan St.
Vincentius dalam mengubah hidupnya yang kasar menjadi seorang pribadi yang
berhati lembut. Kelembutan hati inilah yang ingin dikembangkan secara lebih
mendalam lagi bagi para suster KYM dalam menjalin relasi persaudaraan, secara
khusus dalam persaudaraan KYM.
Dalam pembinaan para suster KYM satu keutamaan St. Vincentius ini belum
mendapat perhatian yang cukup, masih sering terlupakan dan terabaikan. Maka dalam
perjalanan hidupnya para suster KYM kurang mendalam dan masih kurang
berkembang menjadi pribadi yang lembut hati. Lembut hati disini tentulah bukan
hanya penampilan dari luar, soal fisik semata, tetapi mencakup dimensi yang lebih
dalam, dalam membentuk sebuah pribadi yang mampu menghadirkan Kerajaan Allah
yang berhati lembut.
A. KELEMBUTAN HATI
1. Konsep Tentang Kelembutan Hati
dikatakan bahwa kelembutan adalah suatu sikap jiwa yang penuh kerendahan hati,
yang menjadi ungkapan iman dan mengantar jiwa kepada Tuhan (Delarue, 1990:
133).
Kelemahlembutan adalah: sikap tegas dan teguh dalam hubungan dengan
tujuan, penuh kelembutan dan kerendahan hati dalam hubungan dengan cara-caranya.
Kelemahlembutan harus selalu disertai oleh keramahan dan kerendahan hati,
sehingga memampukan kita menarik jiwa-jiwa (Delarue, 1990: 139).
Dalam bahasa Yunani praus atau praeis, yang diterjemahkan dengan “lemah-lembut”, pada dasarnya dikenakan pada hewan-hewan ternak yang menjadi taat, turut
pada perintah dan gampang dikendalikan setelah sekian lama menjalani pelatihan.
Dengan demikian kelemahlembutan erat kaitannya dengan pengendalian diri,
kerendahan hati dan tidak mengandalkan kekuatan sendiri (Stanislaus, 2008:20).
Kebahagiaan akan dialami oleh orang yang membiarkan diri dikendalikan oleh Allah
dan mengakui diri sebagai makhluk ciptaan-Nya, sehingga tidak ada alasan baginya
untuk menyombongkan diri dihadapan Allah, pun makhluk ciptaan lainnya.
Orang seperti ini “lemah-lembut” akan memiliki atau mewarisi bumi, yang
searti dengan perkataan pemazmur: “orang-orang yang rendah hati akan mewarisi
negeri dan bergembira kerena kesejahteraan yang berlimpah-limpah” (Mzm 37:11).
Allah memberikan bumi sebagai tempat tinggal dan hidup, tetapi akan tiba saatnya
Allah akan mencurahkan karunia surgawi untuk ambil bagian dalam bumi yang baru.
Sama seperti bangsa Israel memperoleh tanah Kanaan sebagai anugerah semata dari
sendiri memperoleh karunia yang telah dijanjikan Allah. Mereka akan memperoleh
tanah surgawi (Stanislaus, 2008: 20).
Kelembutan hati juga sering dikonotasikan sebagai sebuah sikap ramah tamah
terhadap orang lain (Tondowidjojo, 1991: 23). Kelemahlembutan dan kehalusan budi
adalah keutamaan yang kurang lazim dibandingkan kemurnian, namun keutamaan ini
lebih unggul dibandingkan kemurnian dan segala keutamaan lainnya, sebab ia adalah
tujuan cinta kasih yang sebagaimana dikatakan St. Bernardus, adalah sempurna
apabila kita tidak hanya sabar melainkan juga baik hati St. Fransiskus de Sales
mengatakan adalah penting untuk menjunjung tinggi keutamaan ini dan
mempergunakan segala upaya demi mencapainya (Tondowidjojo, 1991:23).
St. Thomas Aquinas mengatakan: Kelemahlembutan adalah keutamaan yang
menyiratkan keluhuran jiwa. Orang-orang duniawi pada umumnya kurang dalam
kelemahlembutan, keluhuran ini ada ditemukan dalam diri mereka namun jarang dan
tidak sempurna. Jika mereka bukan yang pertama-tama mempergunakan ekspresi
yang kasar dan tidak sopan, maka ketika kepada mereka disampaikan ekspresi yang
demikian oleh orang lain, mereka marah dan serta-merta membalasnya, menunjukkan
dengan pembalasan mereka bahwa mereka memiliki hati yang tercela dan hina.
Dengan demikian hamba-hamba Allah, dengan senantiasa tinggal tenang dan damai,
meski dipancing oleh perkataan atau perbuatan, menunjukkan suatu keluhuran jiwa
yang sempurna, yang mengatasi segala kekasaran (“Catholic Virtues”:
www.chatolictradition.org).
Kelemahlembutan yang bersahaja adalah keutamaan dari segala keutamaan
damai. Yang baik hendaknya dilakukan, namun dengan kelembutan. Terapkan ini
sebagai pedoman, lakukan apa yang kau lihat dapat dilakukan dengan cinta kasih, dan
apa yang dapat dilakukan tanpa keributan, tinggalkan. Singkat kata, St. Fransiskus de
Sales menegaskan: damai dan ketenangan hati hendaknya menjadi yang utama dalam
segala tindakan kita, sebagaimana minyak zaitun mengapung di atas segala cairan,
sebisa mungkin, janganlah pernah meledak dalam amarah atau membiarkan dalih
apapun membuka baginya pintu hatimu, sebab begitu amarah masuk kesana, ia tidak
akan berada dalam kuasamu untuk mengusirnya ketika engkau menghendakinya, atau
bahkan mengendalikannya.
Tidak ada yang lebih lembut daripada air dan juga tidak ada yang dapat
mengalahkannya dalam hal menembus benda-benda keras, yang lemah mengalahkan
yang kuat yang lembut mengalahkan yang keras, setiap orang mengetahui hal ini,
tetapi tidak ada seorangpun yang dapat menerapkannya .
Seseorang akan celaka jika meninggalkan kerendahan hati untuk
menunjukkan kekuatannya, atau tidak berhemat untuk berfoya-foya, atau
mengabaikan kemanusiaan ketika berupaya untuk menjadi yang pertama, ketika
seseorang masih hidup, tubuhnya lembut dan elastis, ketika dia mati, tubuhnya
menjadi kaku dan keras, ketika tanaman masih hidup dia lemah dan halus, ketika
mati dia menjadi kering dan rapuh. Maka keras dan kaku adalah cara untuk mati,
lembut dan fleksibel adalah cara hidup (Michael, 2004:390).
St. Fransisikus de Sales juga mengatakan: Apabila engkau melihat bahwa
melalui kelemahanmu amarah telah beroleh pijakan dalam rohmu, segeralah himpun
dilakukan dengan tenang dan jangan pernah dengan kekerasan. Sebab adalah sungguh
penting untuk tidak membuat luka meradang (“Catholic Virtues”:
www.chatolictradition.org).
2. Kelembutan Hati di Dalam Injil
a. Menurut Perjanjian Lama
Musa adalah seorang tokoh besar yang dikatakan memiliki kelembutan hati
melebihi manusia lain dimuka bumi. “adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut
hatinya, lebih dari setiap manusia yang ada diatas muka bumi ini” (Bil 12:3).
Bayangkan bangsa besar yang ia pimpin menuju tanah terjanji adalah bangsa yang
dikatakan tegar tengkuk alias keras kepala. Bangsa Israel sudah mengalami berbagai
bentuk mukjijat Tuhan, namun mereka tetaplah bangsa yang sulit berterimakasih.
Mereka tetap bersungut-sungut. Mengolok-olok, menyudutkan, menyindir, sinis,
semua ini dialami Musa terus-menerus selama puluhan tahun dari bangsa yang tengah
ia pimpin sesuai dengan kehendak Tuhan. Dapat dibayangkan mungkin kalau saya di
posisi Musa, bisa bertahan diposisi Musa seminggu saja sudah bagus. Tapi Musa
sanggup mengendalikan emosinya dan terus mengikuti apa yang diperintahkan Tuhan
untuk ia perbuat (“Catholic Virtues”: www.chatolictradition.org).
Sebuah tips diberikan oleh Daud agar kita menjadi sabar.” Jangan marah
karena orang yang berbuat jahat. Jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;
sebab mereka segera lisut seperti rumput dan layu seperti tumbuh-tumbuhan hijau. Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik, diamlah di dalam negeri dan
kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan
percayalah kepadaNya, dan Ia akan bertindak” (Mzm 37:1-5).
Tuhan itu setia dan akan memperhitungkan baik buruknya perbuatan
manusia. Manusia diingatkan untuk senantiasa bergembira dan setia, serta
menyerahkan hidup kepadaNya dengan kepercayaan penuh. Selanjutnya Daud
berkata “berhentilah marah dan tinggalkan panas hati itu, jangan marah itu hanya
membawa kepada kejahatan. Sebab orang-orang yang berbuat jahat akan
dilenyapkan, tetapi orang yang menanti-nantikan Tuhan akan mewarisi negeri” (Maz
37:8-9). Ini paralel dengan apa yang dikatakan Yesus di atasnya. Kemarahan tidaklah
mendatangkan hal baik tapi bisa membawa orang untuk terjerumus pada kejahatan,
yang pada akhirnya akan dilenyapkan.
b. Menurut Injil Matius
Di Inggris lembut hati sering diartikan buruk, yaitu menuju pada “kelemahan”
seseorang. Opini seperti ini begitu kuatnya berakar dalam masyarakat Inggris. Pada
zaman Yunani kuno, sudah ada pepatah “Penthountes Blesses are the Weak, diberkatilah yang lembut hati. Dalam Mat 5:4 tertulis “semangat kemiskinan” yang
bisa diterjemahkan juga bahwa seseorang yang “miskin” yang rendah hati, lembut
hati, berserah diri adalah “karya di hadapan Tuhan”. Kristus sendiri senantiasa
memberi contoh melalui sikap dan pola tingkah lakunya selama di dunia dengan
hidup sederhana, rendah hati, lembut hati, sabar hati, dan semua yang pantas menjadi
panutan manusia dalam menelusuri hidup ini (Tondowidjojo: 1990:23). Hal ini
menunjukkan bahwa kelemahlembutan berkaitan dengan semangat miskin Injili,
Tuhan Yesus pernah mengingatkan agar kita memiliki hati yang lemah
lembut. “Berbahagialah orang yang lemah lembut karena mereka akan memiliki
bumi” (Mat 5:5). Ini adalah satu rangkaian ucapan bahagia yang diucapkan Yesus di
depan orang banyak dari atas bukit. Lemah lembut seperti apa yang Yesus maksud?
Dalam versi bahasa Inggris kita membaca rincian yang lebih detail: “the mild, patient, long suffering”. “Lembut, sabar dan tabah dalam penderitaan”. Orang yang memiliki sikap seperti ini dikatakan Yesus akan memiliki bumi. Tuhan akan memenuhi
janjiNya pada mereka ini, bukan kepada orang yang pendek kesabarannya, cepat
emosi, kasar dan cepat mengeluh (“Catholic Virtues”: www.chatolictradition.org).
Dalam Injil Matius 12:15b-21, digambarkan kelemahlembutan Kristus yang
sempurna yang ditulis dalam ayat 20 “buluh yang patah terkulai tidak akan
diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkanNya, sampai
Ia menjadikan hukum itu menang.” Buluh yang patah terkulai dan sumbu yang pudar
nyalanya merujuk kepada orang-orang yang terluka, lemah secara rohani atau kecil
imannya. Tuhan Yesus menangani orang-orang semacam itu dengan lemah lembut. Ia
tidak mempersalahkan mereka kerena kelemahan mereka. Ia tidak datang dengan
“tangan keras”. Sebaliknya ia menangani mereka dengan lemah lembut sampai
terungkap kebutuhan mereka yang sejati dan mereka terbuka kepadaNya untuk
ditolong, seperti kepada wanita Samaria (Yoh 4). Dengan tegas tetapi lembut, Tuhan
Yesus terus mengusut kebutuhannya, sampai wanita itu mengakuinya sendiri dan
berseru kepadaNya agar kebutuhannya terpenuhi (“Catholic Virtues”:
Jika kita perhatikan konteks sebelumnya dari Injil Matius 12: 15b-21, Tuhan
Yesus baru menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat, tetapi peristiwa itu membuat
orang-orang Farisi bersekongkol untuk membunuh Dia, dan meskipun Tuhan Yesus
mengetahui maksud mereka, Dia tidak mau berdebat ataupun menyingkir dari sana
(Mat 14-15a). Yesus tetap melayani mereka dan menyembuhkan orang-orang yang
mengikuti Dia (Mat 14:15b). Tuhan Yesus tetap menyatakan sikap yang lemah
lembut meskipun Ia mengalami tekanan dari orang-orang yang tidak menyukaiNya.
Ia begitu rendah hati dan lemahlembut. Dalam Matius 11: 28-32 kembali
Tuhan menegaskan akan kerendahan hati dan kelemahlembutanNya, walaupun Tuhan
tahu bagaimana sikap dari umat manusia yang mau menyingkirkan Tuhan. Tetapi
Tuhan tetap mengasihi umat manusia, dengan karakterNya yang luar biasa yaitu
dengan kerendahan hati dan kelemahlembutan-Nya. Dia mengundang manusia datang
kepadaNya. Tuhan itu baik, lemah lembut dan rendah hati, setiap masalah akan
diringankanNya, Dia akan memberikan kelegaan dan damai sejahtera dalam hidup
kita (“Catholic Virtues”: www.chatolictradition.org).
Dalam Injil Matius ayat 29 dikatakan: “Aku lemah lembut dan rendah hati”,
lemahlembut berarti baik hati, tidak pemarah. Sifat pemarah adalah salah satu dosa
manusia yang mematikan. Kemarahan dapat menyebabkan perselisihan dalam
keluarga, ketegangan dalam lingkungan, pertengkaran dalam komunitas, dan dapat
juga menyebabkan kekacauan dalam masyarakat. Contoh yang sederhana: seringkali
kita menonton TV yang menayangkan adegan-adegan kekerasan, perkelahian antar
mahasiswa dan pelajar. Mazmur 37:8 mengatakan:
melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang atau kejahatan dan dosa dihadapan Tuhan”.
Kesombongan (angkuh atau tinggi hati) adalah lawan dari kerendahan hati.
Orang yang angkuh tidak disenangi oleh sesama apalagi oleh Allah. “Setiap orang
yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan, sungguh ia tidak luput dari hukuman”
(Ams 16:5). Allah menentang orang yang congkak, tetapi memberi anugerah kepada
orang yang rendah hati (Ams 3:34); karena itu, rendahkanlah dirimu di bawah tangan
Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikanNya pada waktunya (2 Ptr 5:5-6).
Kehadiran Yesuslah yang menyebabkan kita dapat setia mengikut Tuhan.
Tuhan Yesus mengetahui dan memahami kesulitan dan pergumulan hidup seorang
manusia, ia tahu apa artinya digoda dan dicobai dan mengetahui
keterbatasan-keterbatasan yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan manusia. Dia tidak
memperhitungkan apa yang telah dilakukan olah umat manusia, dan seberapa banyak
dosa yang sudah dilakukannya. Tetapi karena kasihNya kepada manusia, Tuhan mau
datang kedalam dunia tidak memakai kebesaranNya, tetapi Dia datang kedalam dunia
dengan kesederhanaanNya. Dia tinggalkan Surga, datang kedalam dunia bukan
menjadi raja atas dunia, tetapi Dia datang dengan kesederhanaanNya di palungan
(“Catholic Virtues”: www.chatolictradition.org).
c. Menurut Injil Markus
Kelembutan Yesus terpancar dari sikapNya yang begitu tulus menyayangi
anak-anak, seorang yang sabar dan mampu menyenangkan hati anak-anak adalah
pribadi yang lembut. “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan
menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan
Pribadi yang peduli adalah simbol pribadi yang lembut, hal ini nampak tatkala
orang lain sedang dirundung kesusahan sang kelembutan berkarya dalam rupa air
yang terberkati menjadi anggur, anggur kelembutan adalah anggur sukacita.
Lembut hati sering dikonotasikan sebagai ramah-tamah terhadap orang lain.
Kita semua adalah anak Allah. Oleh karena itu, pada dasarnya kita membutuhkan
sebentuk “kebaikan-kebaikan” yang sama. Berlandaskan hal inilah maka St.
Vincentius mempergunakan kelembutan hati sebagai modal dasar dalam berkarya
sebagaimana diungkapkan sendiri oleh Yesus, “belajarlah dari padaKu, sebab Aku ini
lembut dan rendah hati (Tondowidjojo, 1990: 23).
Betapa sulitnya menahan emosi ketika kita sedang stress, sedang menghadapi
masalah, kurang tidur bahkan ketika menghadapi terikmatahari. Tak jarang kita
melihat banyak keadaan yang terjadi di sekitar kita brutal karena dibakar oleh emosi.
Kita juga sering mudah terpancing emosi ketika kondisi kita sedang labil. Marah
mungkin wajar untuk batas tertentu, asal tidak berkepanjangan dan berubah kearah
yang bisa membuka kesempatan bagi iblis untuk menjerumuskan kita kedalam
berbagai kejahatan. Tetapi tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk
mengendalikan emosi sedini mungkin sebelum emosi kita menjadi melebar melebihi
batas. Memiliki hati yang lembut akan membawa dampak yang positif baik dalam
kehidupan di dunia ini maupun nanti setelah kita menyelesaikan masa ini.
d. Menurut Injil Lukas
Santo Lukas pengarang Injil juga seorang pribadi yang meneladani sikap
kelembutan hati Yesus yang terungkap dalam tulisannya lewat Injil Lukas. Ciri khas
Kepribadian Lukas itu di mana-mana nampak jelas. Lukas adalah seorang penulis
berbakat yang hatinya sangat halus lembut. Berkat penyaduran-penyaduran yang
dilakukannya yang cukup banyak dan bersifat halus, Lukas mencoba memperlihatkan
reaksi-reaksi dan kecenderungan pribadinya. Tegasnya melalui alat terpilih, ialah
Lukas, Roh Kudus menyajikan kepada kita kabar Injil dengan cara asli benar dan
berisikan ajaran yang sangat bernilai. Memang halnya bukan pokok-pokok teologis
yang amat menyolok, melainkan suatu mentalita keagamaan. Dalam mentalita yang
dengan halusnya terpengaruh oleh guru Lukas, yaitu Paulus, diketemukan sebuah
kecenderungan hati yang merupakan ciri khas watak Lukas. Sebagai “Penulis
Kelembutan hati Tuhan”(Dante). Lukas suka menonjolkan belas kasihan Kristus
kepada orang berdosa (Luk 15:1 dst).
Dengan senang hati Lukas memperlihatkan kelembutan hati Yesus terhadap
orang yang hina dan miskin, sedangkan yang kaya raya diperlakukan dengan keras
(Luk 1:51-53 dst). Tetapi kalaupun hukuman yang adil dijatuhkan, itu hanya sesudah
penundaan penuh kesabaran dan belas kasihan (Luk 13:6-9). Hanya perlu orang
bertobat dan menyangkal dirinya. Disini hati Lukas yang lemah lembut ternyata
adalah hati seorang yang jantan. Lukas suka mengulang tuntutan penyangkalan diri
yang mutlak dan pantang mundur (Luk 14:25-34), khususnya tuntutan meninggalkan
kekayaan (Luk 6:34). Karya Lukas memberi ciri khas yang begitu penuh kemesraan
yang mengesan di hati dan menghangatkan batin (“Catholic Virtues”:
e. Menurut Surat-Surat Paulus
Dalam 2 Korintus 10:1-11 ditunjukkan juga kelembutan hati Santo Paulus.
Mungkin pelajaran mengenai kelembutan tidak menarik bagi para pria, karena alasan
tertentu tampaknya kaum pria sulit percaya bahwa kejantanan dan kelemahlembutan
dapat menjadi bagian dari kepribadian yang sama. Para pria sering ingin melihat
kelemahlembutan dalam diri ibu dan istri mereka, tetapi tidak dalam diri mereka.
Tetapi Paulus memakai contoh kelemahlembutan seorang ibu untuk menggambarkan
karakternya sendiri. Ia mampu berkata kepada orang percaya di Tesalonika “tetapi
kamu berlaku ramah diantara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan
merawati anaknya” (1 Tes 2:7). Dalam hal ini sangat jelas ditampakkan tentang
pribadi yang lembut itu sangat identik dengan kaum perempuan “ibu”. Para suster
juga adalah kaum perempuan, hendaknya hal di atas juga adalah milik para suster
tentunya.
Dasar kelemahlembutan dan nasihat Paulus adalah demi Kristus, dia berkata
dalam 2 Kor10:1-2:
“Aku Paulus seorang yang tidak berani berhadapan muka dengan kamu, tetapi berani terhadap kamu bila berjauhan, aku memperingatkan kamu demi Kristus yang lemah lembut dan ramah. “Aku menghimbau padamu, bertindaklah sebagaimana Kristus akan bertindak dalam situasi ini. Aku tidak menuntut, aku tidak bersikeras, tetapi aku menghimbau kepadamu.”
Paulus bisa saja mencaci-maki orang Korintus karena mengijinkan
orang-orang yang berusaha merusak kewenangan rasulinya masuk kedalam persekutuan
mereka. Tetapi ia tidak melakukannya, sebaliknya ia memilih untuk menerapkan
buah kelemahlembutan yang dihasilkan oleh Roh (“Catholic Virtues”:
Paulus tidak mau menakut-nakuti jemaat, karena dia percaya dia milik Kristus
dan kuasa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya bukan untuk meruntuhkan mereka
tetapi membangun mereka (2 kor 10:7-8). Sebab itulah dia tetap bersikap lemah
lembut dan “penuh ketenangan”, meskipun kembali ia dicurigai karena “suratnya
memang tegas dan keras, tetapi bila berhadapan muka sikapnya lemah dan
perkataan-perkataannya tidak berarti” (2Kor10:10), di sini Paulus mau membuktikan bahwa
tindakannya sama seperti perkataannya di dalam surat (2 Kor 10:11). Karena kembali
lagi, patokannya adalah semua yang dilakukannya demi Kristus yang lemah lembut
dan ramah (2 Kor 10:1).
Paulus menulis juga kepada jemaat di Filipi “hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Flp
2:5). Secara khusus ia memang merujuk kepada kerendahan hati Kristus, tetapi kita
dapat menerapkan perintah ini kepada segala ciri karakter Kristus. Sebagai
pengikutNya kita harus mengolah kelemahlembutan serupa yang adalah corak
hidupNya.
Yakobus mengingatkan pula agar kita cepat untuk mendengar, tapi lambat
untuk berkata-kata dan lambat untuk marah (Yak 1:19). Mengapa demikian?” Sebab
amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (Yak 1:20). Memang
tidaklah mudah untuk menahan diri , tapi itulah yang menjadi kehendak Tuhan dan
berkenan di hadapanNya. Mungkin sulit bagi kita untuk meniru figur Musa, tetapi
tidak ada salahnya untuk mencoba (sumber: “Catholic Virtues”:
B. KELEMBUTAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS A. PAULO 1. Sekilas Tentang Vincentius A. Paulo
Vincentius A. Paulo (1581-1660) adalah seorang Santo pelindung
lembaga-lembaga dan kegiatan amal. Dia lahir di Puoy, Landes, Perancis, 24 April 1581.
Ayahnya bernama Jean de Paul. Ibunya bernama Bertrande de Moras.
Meski terlahir dari keluarga petani sederhana, Vincentius mendapat
pendidikan yang terbaik daripada para saudara-saudarinya agar dapat menjadi imam
berkelas. Vincentius bisa bersekolah karena ada bantuan dana dari seorang
bangsawan. Setelah lulus dari sekolah menengah, ia menjadi seorang imam pada usia
20 tahun, Ia ditahbiskan menjadi Imam, 23 September 1600.
Ketika ia sedang mengadakan perjalanan, kapal yang ditumpanginya diserang
oleh bajak laut sehingga Vincentius ditangkap dan dijual sebagai seorang budak di
Tunisia. Selanjutnya, ia dijual ke pelbagai orang selama dua tahun hingga akhirnya ia
berhasil menyelamatkan diri dan kembali ke Perancis. Setelah kembali ke Perancis, ia
melayani sebuah paroki sebagai seorang imam selama 10 tahun. Lalu ia
mengumpulkan beberapa imam praja untuk mengadakan kunjungan ke seluruh daerah
yang biasanya tidak terjangkau, seperti lorong-lorong sempit kota Paris, dan
desa-desa yang jauh.
Dalam karier imamatnya ia banyak mengalami kekecewaan sampai pada
krisis iman. Hal ini justru membawanya pada imamat yang sejati, bukan untuk
memperjuangkan cita-citanya atau keluarganya, namun untuk dipakai oleh Tuhan.
Ketika dia menyerahkan diri pada Tuhan demi pelayanan orang miskin, ia mulai
orang miskin. Vincentius memiliki iman yang operasional melalui cinta kasih (Gal
5:6), ia dilahirkan dan hidup dalam suatu masa dan abad ketika keadaan Gereja,
khususnya di Perancis sedang kacau dan menghadapi tantangan yang berat dari
aliran-aliran pandangan hidup yang menyerang hidup kristiani.
Dalam buku Pauperibus Misit Me disebutkan: Vincentius dan kelompok imam yang dipimpinnya itu memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin,
anak-anak yang ditelantarkan orang tuanya, orang-orang sakit, dan sebagainya.
Kemudian ia juga membentuk organisasi para suster untuk melakukan kegiatan amal.
Santo Vincentius, diangkat oleh Gereja sebagai pelindung segala karya amal kasih.
Para pendiri berharap agar Vinsensian terus menerus berusaha meneladan hidup dan
karya Santo Vincentius, yang pada pokoknya adalah:
a. Mengasihi Allah, Bapa kita, dengan mencucurkan keringat kita dan lengan baju
tersingsing,
b. Melihat Kristus dalam diri orang miskin dan orang miskin dalam Kristus,
c. Ambil bagian dalam belaskasih dan kasih yang membebaskan dari Kristus
penginjil dan pelayan orang miskin
d. Mendengarkan bimbingan Roh Kudus (Ruth, 2010: 3).
Rendah hati merupakan keutamaan yang selalu ada dan bisa dilihat pada diri
Vincentius. Ia mempunyai sikap pasrah kepada penyelenggaraan Ilahi. Bagi
Vincentius rendah hati itu terletak pada sikap yang mencintai yang dihina, yang tidak
disenangi oleh orang lain, menghendaki direndahkan dan dihina bergembiralah demi
Ia pendiri Kongregasi Misi dan bersama St Louisa de Marillac mendirikan
Serikat Puteri Kasih. Ia meninggal di Paris, 27 September 1660. Ia dinyatakan Beato,
13 Agustus 1729. Ia diangkat sebagai Santo, 16 Juni 1737. Paus Leo XIII
mengangkatnya menjadi pelindung segala karya kasih Kristiani (Ruth, 2010: 2).
2. Kelembutan Hati Menurut St. Vincentius A Paulo
a. Khas Vincentius
Jika di Inggris seperti tertulis di atas kelembutan identik dengan “kelemahan”
berbeda dengan St. Vincentius. Dengan pola dan sikap karyaNya mencoba
menghapus pendapat tersebut. Sepanjang hidupnya dipergunakan untuk membuktikan
bahwa kelemahlembutan justru merupakan kekuatan yang dahsyat untuk mampu
hidup, tampil didalam masyarakat, dan membawa pengaruh pada orang lain
(Tondowidjojo, 1990:23).
Santo Vincentius A. Paulo dikenal secara luas sebagai “Saint of charity”- Santo cinta kasih. Baginya cinta kasih bisa dalam dua wujud: perbuatan dan melalui
kesan. Namun keduanya pada dasarnya akan berjalan seiring ; tak ada cinta kasih
yang hanya dipikirkan atau dimulut, tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan, cinta
kasih yang hanya melalui perbuatan tanpa pemberian kesan yang mendalam juga
akan terlupakan begitu saja dan sulit untuk mengakar (Tondowidjojo, 1990: 24).
“Tidak ada orang yang lebih tekun dan kuat dalam kebaikan daripada mereka
yang lembut dan ramah” (Jalan Vinsensian hal 131. DBSV: 85). Pesan Vincentius ini
pelayanan, perhatian, dan segala perbuatan dalam hidup adalah pribadi-pribadi yang
berhati lembut dan ramah.
Vincentius amat terkesan dengan kelembutan yang ditampilkan oleh Yesus.
Baginya, Yesus adalah patron (pelindung) dalam keutamaan kelembutan. Selain itu Vincentius juga amat dipengaruhi oleh gaya hidup Fransiskus dari Sales yang
dipujinya sebagai orang yang paling lemah lembut.” Ia adalah orang yang paling
lembut dan halus yang pernah saya lihat”. Waktu pertama kali bertemu, sejak awal
saya melihat ungkapannya, gaya bicaranya dan perbincangannya dengan orang lain
adalah ungkapan kelembutan Tuhan kita Yesus Kristus.” (Tondowidjojo, 1990: 25).
Kelembutan hati menurut Vincentius dibedakan atas tiga tindakan prinsipial.
Pertama ialah menekan gerak dorongan kemarahan, jilatan api yang menyala-nyala
membakar, itu meyusahkan jiwa. Dan bara kemarahan membuat orang berbeda sama
sekali dengan aslinya dia, boleh dikatakan hal ini suatu tindakan mampu menahan diri
dari nafsu kemarahan. Tindakan kedua dari kelembutan hati adalah menampilkan
kehangatan, keramahan, kordialitas, kegembiraan, terutama kepada siapapun yang
datang kepada kita. Tindakan ketiga berkaitan dengan sikap-sikap yang membiarkan
berlalu tindakan orang lain tanpa memperhitungkan dan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan akibat yang bisa menyakiti kita dengan kata lain
memikirkan orang lain secara positif atau tidak memperhitungkan kesusahan bagi
dirinya sendiri (Armada, 2003: 92).
Menurut Vincentius, kelembutan hati tidak hanya membuat kita memaklumi
segala kemungkinan menyakitkan, tetapi juga mengajar kita untuk tetap bersikap
kita. Kelembutan hati membuat kita bertahan dalam segala situasi dan hanya
memusatkan perhatian pada Allah yang senantiasa menguatkan kita untuk
menghadapi berbagai kemungkinan yang menyakitkan itu (Armada, 2003: 92).
Kelembutan hati banyak bermanfaat untuk menghadapi orang-orang yang
sulit diajak berkomunikasi, orang yang angkuh hatinya, orang yang sinis terhadap
situasi sekitar. Sebaliknya bila kita sendiri keras hati, maka tidak jarang akan menjadi
“boomerang” bagi kita sendiri. Vincentius juga membuktikan bahwa dengan
kelembutan hati dia selalu mampu menundukkan orang lain (dalam arti positif)
terutama kaum manita bangsawan yang kemudian hari banyak membantu Vincentius
dalam mengembangkan komunitas yang dipimpinnya (Darminta, 2010: 64).
Bagi Vincentius kelembutan hati terungkap dalam sikap dan perkataan yang
lembut, halus, sopan, hangat, ramah, tenang, mudah ditemui, tidak kasar, tidak
membentak-bentak. Ungkapan kelembutan sebagaimana yang dimaksudkan
Vincentius di atas tentu bukanlah sesuatu yang langsung jadi.
Pandangannya itu tentu bermula dari perjuangannya sendiri, sebab menurut
kesaksian Vincentius bukanlah orang yang lembut (Armada, 2004: 87). Vincentius
bisa mencapai kelembutan hati yang luar biasa tentu berkat rahmat Allah sendiri.
Demikian pengakuannya, “Saya mengarahkan diriku kepada Allah untuk memohon
kepadaNya dengan sungguh-sungguh supaya Ia mengubah disposisiku yang kasar dan
menakutkan ini dan menggantinya dengan sikap yang lembut dan ramah (Armada,
2004: 87).
Dalam Konfrensi 28 Maret 1659, Vincentius berbicara banyak tentang
1) Hendaknya kita mampu mengendalikan kelembutan hati kita agar jangan sampai
memerosotkan kita ke posisi yang menyulitkan.
2) Bersikap tenang, tidak gegabah adalah anjuran yang ditekankan Vincentius dalam
setiap gerak dan tindakan kita.
3) Sakiti hatimu sendiri, sebelum engkau disakiti orang lain agar siap senantiasa.
4) Perbuatan dosa akan menghancurkan kelembutan hatimu, oleh karenanya
konsistenlah dengan apa yang kau lagakan.
5) Dalam hidupnya Vincentius sering berhadapan dengan hamba hukum ,jangan
tanggalkan kelembutan hati itu manakala kalian harus berhadapan dengan hukum
yang berlaku di masyarakat (Darminta, 2010:66).
“Pada dasarnya Santo Vincentius memberikan gambaran tentang kelembutan hati sebagai berikut:” tidak ada manusia satupun didunia yang tidak bisa menerima kelembutan serta keramahan oleh karena itu, kita harus menjadikan dua hal ini sebagai kekuatan dalam tugas dan karya kita, khususnya dalam mengabdi sesama (Darminta, 2010:72).
Vincentius meyakinkan kita bahwa sikap lembut hati akan banyak membawa
dampak positif di zaman modern. Sebab itu, akan menyentuh secara langsung
kejiwaan seseorang, kelembutan hati kita akan langsung dirasakan oleh orang lain.
Dengan memegang erat kelembutan, maka keinginan untuk marah akan hilang
dengan sendirinya. Jadi ini sangat bermanfaat sebagai kontrol diri (Darminta, 2010:
66).
b. Berguru pada Pihak lain
St. Fransiskus de Sales sendiri sangat menjunjung tinggi keutamaan ini
“kelembutan hati”. Ia begitu kerap membicarakannya dan dengan begitu penuh cinta
antara semua keutamaan. Jadi, meski ia menonjol dalam semua keutamaan, ia
istimewa dan unggul dalam keutamaan ini. Ia senantiasa mempunyai roman muka
yang damai tenang, dan ada suatu rahmat khusus dalam bibirnya, sehingga ia biasa
tampak tersenyum, dan wajahnya memancarkan suatu kemanisan yang memikat hati
semua orang.
Meski ia biasa memperlihatkan permenungan mendalam, terkadang ia berpikir
adalah perlu untuk memberikan bukti keramahan, dan maka ia menghibur mereka
semua yang dijumpainya, dan ia memenangkan hati dan hormat siapa saja yang
memandangnya. Perkataan, perilaku dan perbuatannya tiada pernah tanpa sopan
santun dan kelemah-lembutan, sehingga seolah keutamaan ini telah mengambil rupa
manusia dalam dirinya dan bahwa ia lebih merupakan kelemah lembutan itu sendiri
daripada orang yang dikuasai oleh keutamaan itu. Padanya juga tepat dikenakan
pujian yang dianugerahkan Roh Kudus kepada Musa,” bahwa ia adalah orang yang
paling lemah lembut pada zamannya diatas muka bumi.” Dan demikianlah St. Jane
Frances de Chantal dapat mengatakan bahwa tiada pernah dikenal sebentuk hati yang
begitu manis, begitu lemah lembut, begitu baik, begitu ramah dan santun seperti
hatinya (“Catholic Virtues”: www.chatolictradition.org).
St. Vincentiuspun berguru padanya dan mengungkapkan perasaan yang sama,
St. Vincentius A Paulo mengungkapkan bahwa St. Fransisikus de Sales adalah orang
paling lemah lembut yang pernah dikenalnya, dan pertama kali ia melihatnya, ia
memperhatikan dalam kedamaian wajahnya dan dalam tutur katanya keserupaan yang
begitu mirip dengan kelemahlembutan Kristus Tuhan kita serta-merta memikat
c. Harapan ke depan bagi para pengikutnya
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai St. Vincentius de Paul. Ia memiliki
temperamen yang meledak-ledak dan karenanya, amat condong kepada kemarahan,
sebagaimana diakuinya sendiri kepada seorang sahabatnya, ia mengatakan bahwa
ketika di Wisma Conde, lebih dari sekali ia membiarkan dirinya dikuasai oleh
disposisi melankolis dan apapun yang sesuai dengan suasana hatinya.
Akan tetapi, melihat bahwa Allah memanggilnya untuk hidup dalam
komunitas, dan bahwa dalam keadaan yang demikian ia akan harus bergaul dengan
orang-orang dari berbagai ragam sifat dan disposisi, ia memohon pertolongan Allah,
dan dengan sungguh berdoa kepadaNya untuk mengubah temperamennya yang kasar
dan keras menjadi lemah lembut dan penuh kasih, dan lalu ia mulai dengan tekad
teguh untuk menekan sifatnya yang meledak-ledak itu. Dengan doa dan usaha, ia
berhasil membuat perubahan begitu rupa hingga ia tampaknya tak lagi merasakan
adanya pencobaan yang menghantar pada kemarahan, dan sifatnya begitu berubah
hingga menjadi sumber dari kebaikan hati, damai wajahnya dan kemanisan
perilakunya, yang memikat hati mereka semua yang mengenalnya.
Sebagai ketentuan, ia menerima mereka semua yang datang ke rumahnya
dengan perkataan yang menyenangkan, penuh hormat dan penghargaan, dengan mana
ia menunjukkan rasa hormatnya kepada mereka dan kegembiraannya bertemu dengan
mereka. Ini ia lakukan terhadap semua, terhadap mereka yang miskin maupun mereka
yang berkedudukan tinggi, dengan senantiasa menyesuaikan diri pada posisi
Kita patut menghadapi semuanya dengan lemah lembut, dan dengan
memperlihatkan ciri-ciri yang terpancar secara alamiah dari hati yang lembut dan
penuh cinta, kasih Kristiani, seperti karamahan, kasih dan kerendahan hati.
Keutamaan-keutamaan ini bekerja secara menakjubkan dalam memenangkan hati
manusia, dan mendorong mereka untuk memeluk hal-hal yang lebih bertentangan
dengan dunia. Terkadang sepatah kata sudahlah cukup untuk menenangkan seorang
yang tengah terbakar amarah, dan sebaliknya sepatah kata dapat menghancurkan
suatu jiwa, dan menanamkan kedalam jiwa suatu kepahitan yang dapat sangat
menyakitkan.
St. Vincentius a Paulo pernah menulis kalimat berikut ini kepada superior
yang mengeluh mengenai salah seorang biarawannya:
“Imam yang tentangnya anda tulis kepada saya adalah seorang yang berbudi luhur dan saleh, dan sebelum ia datang kepada kami, ia sangat dihormati di dunia. Jika sekarang ia agak sedikit tak sabaran, berurusan dengan hal-hal duniawi, terlalu banyak memikirkan sanak kerabat dan bahkan memandang rendah rekan-rekannya, hendaknyalah Anda menghadapinya dengan lemah lembut. Andai tak ada padanya kelemahan-kelemahan ini, mungkin akan ada padanya kelemahan-kelemahan lain, dan jika tak ada yang harus Anda hadapi, belas kasihan anda tiada akan memiliki cukup kesempatan untuk dilatih, pula perilaku Anda dan kepemimpinan Anda tidak akan serupa dengan Kristus Tuhan kita, yang memilih murid-murid yang kasar, dengan berbagai-bagai cacat cela, agar ia dapat mengajar kita melalui praktek keramah-tamahan dan kesabaran dalam menghadapi mereka, bagaimana mereka yang menjabat Superior harus bersikap. Saya memohon dengan sangat Anda membentuk diri Anda seturut teladan kudus ini, dengan mana anda akan belajar untuk tidak hanya menghadapi sesama saudara, melainkan juga membantu mereka dalam membebaskan diri dari ketidaksempurnaan mereka” (“Chatholic Virtues”: www.chatholictradition.org).
Kepada salah seorang dari anggota misi yang sangat enggan berpisah dengan
salah seorang asistennya, ia menulis:
memisahkan diri dari Bunda-Nya sendiri, dan dari para muridNya, yang telah dipersatukan oleh Roh Kudus dengan begitu sempurna, saling terpisah satu sama lain demi pelayanan terhadap Tuan mereka (“CatholicVirtues”: www.catholictradition.org)
Dan satu hal mengenai kelembutan hati ini juga ditegaskannya kepada para
suster puteri kasihnya lewat suratnya kepada mereka:
“Saya menyadari bahwa sewaktu-waktu terdapat ketidakcocokan alamiah yang sulit diatasi. Tetapi, sementara orang-orang dari dunia menuruti saja ketidakcocokan itu, orang-orang Kristiani, terutama puteri kasih, harus menentang dan mengalahkannya, dengan rahmat Tuhan yang senantiasa dimiliki oleh orang-orang yang rendah hati. Dengan demikian kerendahan hati merupakan obat mujarab terhadap perasaan antipati. Karena berkat kerendahan hati itu, kita menjadi lemah lembut dan cenderung menghargai orang lain lebih dari pada diri kita sendiri” (dikutip dari: SV VI, 45- 47).
Santo Vincentius disebut malaikat kedamaian. Ia selalu mengajak orang agar
mereka melatih diri dalam kelembutan hati dan keramahtamahan, katanya:
keutamaan-keutamaan itu membuka hati orang sedangkan kekerasan menutupnya.
Dan karena kesabaran dan keramahtamahannya ia menyelesaikan banyak hal (Petrus,
2008: 132).
Bagi Vincentius, kelembutan hati adalah kemampuan untuk mengatur
kemarahan baik dengan menekan maupun mengungkapkannya, dalam tata perilaku
yang keluar dari cinta kasih. Kelembutan hati itu sopan dan ramah. Kelembutan hati
itu kombinasi kesopansantunan dan ketegasan (Petrus, 2008: 205).
“Penderitaan dunia ini tidak dapat dihindarkan. Jadi atas nama Allah mari kita
terjun ke dalamnya, turun tangan, menghibur dan memberanikan orang” (BBEV: 5
Februari). Petuah Santo Vincentius ini direalisasikan para suster KYM lewat karya
miskin seperti pesan Santo Vincentius dalam Butir-butir Emasnya (BBEV) 13
Februari “Orang miskin adalah majikanku.”
Dalam Buku Pauveribus Misit Me dikatakan bahwa: Suster-suster KYM yang mengaku diri menjadi putri-putri Vincentius juga berani mengikuti jejaknya, warisan
kesederhanaannya memampukan suster-suster KYM hidup sebagai hamba bagi
orang-orang kecil. Berangkat dari diri sendiri yaitu dalam komunitas sendiri. Sikap
hamba direalisasikan lewat persaudaraan dengan menumbuhkan sikap saling
melayani dengan menjadi hamba satu sama lain dan siap sedia menerima tugas
perutusan sekalipun ke tempat yang terpencil. Dasar ini menghantarkan suster-suster
KYM untuk melayani tanpa pamrih, membawa kabar gembira bagi orang-orang
miskin dan terlantar. Semangat ini merupakan warisan turun temurun dari Yesus
kepada Vincentius dijiwai oleh Pastor Antonius Van Erp dan sampai kepada
suster-suster KYM (Laura: 2010: 129).
Yesus juga dalam hidupNya sungguh memberi perhatian pada orang-orang
kecil, miskin dan berdosa. Yesus menegaskan bahwa persembahkan seorang janda
miskin, lebih besar nilainya dari pada apa yang dipersembahkan oleh yang lain (Mrk
12:41-44). Sebab janda itu memberi dari kekurangannya sedangkan yang lain
memberi dari kelebihannya. Dalam peristiwa ini Yesus juga ingin mengangkat
martabat orang kecil. Sungguh, ungkapan Yesus pasti mengejutkan banyak orang.
Karena dengan itulah Yesus ingin mengubah pandangan banyak orang. Yesus ingin
memperlihatkan bahwa orang miskin mempunyai tempat istimewa bagi Allah.
sering tidak diperhitungkan sungguh diteladani oleh Santo Vincentius (Laura: 2010:
129-130).
C. Kelembutan Hati Santo Vincentius A. Paulo dalam mencintai orang miskin sebagai majikan
Mengikuti jejak Kristus berarti menyerupai Dia sejauh hal itu memungkinkan
bagi orang-orang yang lemah. Sering sekali kita mendengar dan mengucapkan istilah
“Karitas”. Namun ada baiknya kita mempunyai kejelasan tentang inti dari kata “
Karitas” itu sehingga kita tidak mencampuradukkan dengan karya sosial umumnya
(Tondowidjojo, 1987: 14).
Orang miskin adalah raja dan penguasa kita, karena Tuhan kita berada dalam
kaum miskin. Kaum miskin itu tuan kita, raja kita, kita haruslah mentaatinya. Oleh
sebab itu bukan merupakan keberlebihan menyebut mereka demikian, karena Tuhan
kita berada dalam mereka.
Pelayanan itu diberikan kepada Tuhan kita dan lagi ia memandangnya sebagai
suatu kenyataan “cum ipso Sum in tribulatione”: saya dengan Dia dalam kesulitan (Maz 90:15) “jika ia sakit, Aku juga sakit, bila ia berada dalam penjara, Aku juga
dipenjara, jika ia menderita luka pada kakinya, Aku juga seperti dia menderita”
(Tondowidjojo, 1984: 10).
Kita juga diingatkan untuk meneladani sikap St. Martinus orang suci ini
meskipun masih katekumen melihat seorang minta sedekah, lalu ia menghunus
pedangnya, lalu separuh dari mantolnya dipotong dan diberikannya kepada simiskin.
malam berikutnya Tuhan Yesus menampakkan diri kepadanya terselubung dengan
mantol yang diberikan kepada si miskin tadi. Gereja menaruh perhargaan dan
penghormatan yang besar pada perbuatan cinta kasih St. Martinus bukannya sebagai
Uskup atau Uskup Agung, meskipun jabatan itu begitu luhur (Tondowidjojo, 1984:
11).
Orang-orang miskin adalah majikan-majikan kita, penguasa kita. Kita harus
mentaati mereka. Bukannya sesuatu yang berlebihan kiranya menyebutnya demikian,
karena dalam orang-orang miskin kita memiliki Tuhan dalam diri kita.
Sungguh konsep “Majikan” yang biasanya sangat melekat pada orang-orang
kaya kini diberikan pada orang-orang kecil. Vincentius membuat sesuatu yang luar
biasa. Kesederhanaannya ternyata mampu mengubah pandangan kita akan
orang-orang kecil.
D. Makna kelembutan hati Vincentius A Paulo dalam hidup para suster KYM
Sebagai anggota Vincentian sudahlah sepatutnya para suster KYM berefleksi
sejauh mana telah melaksanakan satu keutamaan ini dalam hidupnya.
Kelemahlembutan ini harus mempengaruhi segala tingkah laku iman, dan bahkan
mengatur lahiriahnya hal ini bukan saja ingin disampaikannya kepada para imamnya
semata melainkan kepada para imamnya disampaikan dan dilanjutkan kepada KYM
dalam perjalanan hidup panggilan ini (Delarue, 1990: 138).
Tak dapat dilupakan betapa Vincentius mengganggap penting keutamaan
kelembutan hati bagi hidupnya sendiri maupun bagi kongregasi misi, dan juga bagi