• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna kerendahan hati Santo Visentius A Paulo bagi hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria bunda pertolongan baik (KYM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Makna kerendahan hati Santo Visentius A Paulo bagi hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria bunda pertolongan baik (KYM)"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA KERENDAHAN HATI SANTO VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA

BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Belinha Da costa Monteiro NIM: 091124040

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

 Tarekatku KYM yang tercinta, tempatku ditempa dan diajari untuk belajar rendah sebagai salah satu keutamaan

yang dipegang teguh oleh St. Vincentius a Paulo

 Kedua orangtuaku sebagai orang yang pertama yang telah mengajarkan kerendahan hati!

 Semua orang yang telah mendukung panggilanku menjadi pengikut Kristus yang sejati secara khusus melalui

pengabdian hidup di tarekat KYM

(5)

v MOTTO

“Kita tak perlu mengamati dan memperhatikan secara khusus kebaikan-kebaikan yang ada dalam diri kita; sebaliknya kita harus berusaha mengenal apa saja yang tidak

baik dan penuh cacat yang terdapat dalam diri kita, dan bahwa inilah sarana yang ampuh untuk memelihara kerendahan hati.”

(6)
(7)

vii

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “MAKNA KERENDAHAN HATI ST. VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).” Hal yang melandasi penulisan skripsi ini adalah fenomena dalam masyarakat yang semakin hari semakin mengedepankan kekerasan dalam berbagai bentuk. Para suster KYM yang mengikrarkan ketiga kaul hidup dalam zaman ini sehingga terbuka peluang dapat merasakan kekerasan seperti yang terjadi dalam masyarakat.

Penulis menyadari pentingnya kerendahan hati untuk bisa hidup di zaman seperti ini. Tanpa kerendahan hati, maka setiap orang akan hidup dengan mengedepankan kekerasan dalam meraih segala hal yang diinginkan. Manusia akan hidup dalam keegoisan dan tidak mengenal kasih sayang terhadap sesama. Dalam konteks inilah kerendahan hati sangat diperlukan. Kerendahan hati ini perlu dimulai dan dihidupi dalam persaudaraan para suster KYM di komunitas kecil yang pada akhirnya menyebar luas ke dalam dunia. Kerendahan hati dalam hidup dan pelayanan para suster KYM akan menjadikan dunia sekitarnya menjadi sebuah tempat yang damai.

Penulis mengawali skripsi ini dengan memaparkan makna kerendahan hati dari berbagai aspek terutama pemahaman Injili dan pemahaman kepribadian yang rendah hati. Selanjutnya, penulis memaparkan kerendahan hati yang dihidupi oleh Santo Vincentius a Paulo sebagai model. Penulis sadar bahwa tidak mudah bagi kita untuk sampai pada kerendahan hati seperti yang kita harapkan. Kita masih perlu belajar dan menghidupi kerendahan hati karena dunia luar kita semakin penuh dengan berbagai tindak kekerasan yang seringkali mendorong kita untuk melakukan pembalasan.

(8)

viii

ABSTRACT

The title of this writing is "THE MEANING OF HUMILITY ST. VINCENTIUS DE PAULO IN THE SISTERHOOD OF THE SISTER OF LOVE OF JESUS AND MARY MOTHER OF GOOD HELP (KYM)." Thing that underlies this paper is the phenomenon in a society that is increasingly prioritized violence in many forms. The KYM Sisters three vows are pledged to live in this era so there are opportunities to feel the violence that occurs in the community.

The authors recognize the importance of humility to be able to live in times like these. Without humilit, then everyone would live by promoting violence to achieve everything desired. Humans will live in selfishness and knows no compassion for others. In this context, humility is needed. This humility should be initiated and the sisterhood of the sister of love of Jesus and Mary Mother of Good help lived in a small community that eventually spread to the world. Humility in the life and ministry of the KYM sisters will make the surrounding world into a peaceful place.

Researcher begins this work by describing the meaning of humility, especially understanding the various aspects of evangelical and low understanding of personal humility. Furthermore, the researcher describes humility lived by St. Vincent a Paulo as models. The writer is aware that it is not easy for us to arrive at humility as we expect. We still need to learn and live out humility because our outer world increasingly filled with acts of violence that often encourages us to take vengeance.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang penuh kasih, karena

penulis merasakan betapa besar kasih-Nya yang dilimpahkan secara khusus selama

penulisan skripsi ini berlangsung, hingga sampai selesai dikerjakan. Skripsi ini

disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program

Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik.

Judul skripsi ini adalah “MAKNA KERENDAHAN HATI SANTO

VINCENTIUS A PAULO BAGI HIDUP PERSAUDARAAN SUSTER KASIH

YESUS DAN MARIA BUNDA PERTOLONGAN YANG BAIK (KYM).” Banyak

hal dapat penulis rasakan selama penulisan skripsi ini berlangsung. Pentingnya

disipilin diri, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, menyeimbangkan hidup

doa, kepentingan komunitas atau persaudaraan dengan tetap mengutamakan penulisan

skripsi ini bukanlah suatu hal yang mudah. Ada kalanya penulis jatuh pada godaan

lebih mengutamakan yang satu, namun di saat yang bersamaan muncul tuntutan yang

juga tidak kalah penting. Berkat doa dan selalu berpengharapan bahwa Allah selalu

menyelenggarakan hidup penulis, maka semua masalah dan kendala bisa diatasi dan

penulisan skripsi ini juga akhirnya bisa terselesaikan. Dukungan dari berbagai pihak

menjadi salah satu energi positif bagi penulis untuk selalu bersemangat meneruskan

penulisan skripsi ini, khususnya dosen pembimbing yang sedemikian besar memberi

perhatian dengan menyediakan waktu yang cukup, tenaga dan pikiran, untuk

membimbing penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung. Kebaikan dosen

pembimbing untuk menjadi pendengar dan juga sebagai “problem solver” ketika

(10)

x

menjadi kekuatan bagi penulis dalam melalui masa-masa yang sulit ini. Dukungan

dari pimpinan KYM dan semua saudara sekomunitas dengan cara mereka

masing-masing sungguh menjadi daya kekuatan bagi penulis. Tidak lupa juga persaudaraan

dari segenap anggota dari Lembaga Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan

Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma yang memberikan dukungan

sepenuhnya kepada penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Berkat bantuan dari berbagai pihak tersebut, maka penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan

waktu, tenaga, pikiran yang tak ternilai kepada penulis selama penulisan skripsi ini

berlangsung.

2. P. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A sebagai pembaca II yang telah memberikan

masukan dan saran yang sangat berharga demi penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Y. Supriyati, M. Pd., Sebagai dosen Wali yang setia mendampingi penulis

sampai selesainya penulisan skripsi ini.

4. Segenap staf dosen program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Agama Katolik

Universitas Sanata Dharma.

5. Pimpinan tarekat KYM beserta dewannya yang memberikan kesempatan untuk

studi.

6. Segenap anggota komunitas KYM Louisa de Marillac Yogyakarta yang

memberikan dukungan, semangat kepada penulis selama penulisan skripsi ini

berlangsung.

7. Sahabat-sahabat saya yang selalu memberikan dukungan dan perhatian selama

(11)
(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. KERENDAHAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS ... 8

A. Pengertian Kerendahan Hati ... 8

B. Kerendahan Hati Menurut Vicentius ... 12

1. Pengertian Kerendahan Hati menurut Vincentius ... 12

a. Pengenalan Diri Sendiri ... 13

b. Kasih kepada Kristus yang sering mendapat penghinaan ... 15

2. Sarana-sarana untuk Memperoleh Kerendahan Hati menurut St. Vincentius ... 18

(13)

xiii

b. Kerasulan ... 19

c. Hidup Persaudaraan ... 21

C. Makna Kerendahan hati Vincentius dalam hidup para Suster KYM ... 22

1. Kerendahan hati dalam hubungan dengan Allah ... 23

2. Kerendahan hati dalam karya kerasulan ... 25

3. Kerendahan hati dalam hidup persaudaraan ... 26

D. Tantangan Zaman ... 28

1. Gaya Konsumtif ... 29

2. Berpusat pada diri ... 30

3. Kesombongan ... 31

BAB III. KERENDAHAN HATI DALAM PERSAUDARAAN TAREKAT KYM ... 32

A. Pengertian Persaudaraan ... 32

1. Persaudaraan Kristiani ... 32

2. Spiritualitas Persaudaraan KYM... 38

3. Persaudaraan dalam Komunitas ... 40

4. Persaudaraan dalam Karya ... 47

5. Persaudaraan dalam Kerjasama ... 49

B. Kerendahan Hati ... 50

1. Kerendahan Hati Dalam Kaul ... 51

a. Kaul Kemiskinan ... 53

b. Kaul Kemurnian ... 53

c. Kaul Ketaatan ... 55

2. Kerendahan Hati dalam Komunitas ... 57

3. Kerendahan Hati dalam Doa ... 61

4. Kerendahan Hati dalam Kerasulan ... 63

5. Kerendahan hati dalam Kepemimpinan ... 64

C. Kerendahan Hati Vincentian dalam Dinamika Persaudaraan ... 66

1. Kerendahan Hati orang miskin dalam persaudaraan ... 66

(14)

xiv

3. Kuasa Allah dalam derita Manusia ... 70

4. Kerendahan Hati buah kedewasaan iman melalui usaha terus-menerus ... 71

D. Masalah-masalah dalam Penerapan Kerendahan hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM ... 72

1. Kurangnya keteladanan dari komunitas ... 73

2. Kurangnya keteladanan dari senior dengan yuinor ... 74

3. Kerendahan hati yang dianggap tidak relevan zaman Sekarang ... 77

BAB IV. PROGRAM PEMBINAAN SUSTER KYM DALAM ON GOING FORMATION DENGAN KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS ... 79

A. Gambaran Umum Katekese ... 79

1. Pengertian Katekese ... 79

2. Prinsip-prinsip Katekese ... 82

3. Tujuan Katekese ... 84

4. Tugas Konkret Katekese ... 85

a. Menyuburkan dan membangkitkan pertobatan ... 85

b. Membimbing umat beriman untuk memahami misteri Kristus ... 86

c. Mendorong umat beriman bertindak aktif dalam Gereja dan masyarakat ... 86

5. Unsur-unsur Katakese ... 88

a. Pengalaman Hidup/Praktik Hidup ... 88

b. Komunukasi Pengalaman Hidup ... 88

c. Komunikasi dengan Tradisi kristiani ... 88

d. Arah Keterlibatan Baru ... 89

B. Proses Katekese dalam On Going Formation ... 89

1. Kemampuan Intelektualitas ... 80

2. Kemampuan Sosialitas ... 89

3. Kemampuan Rasa Merasa rohani ... 90

(15)

xv

5. Kemampuan Mental-Psikologis ... 90

6. Kenyataan Kebutuhan Masyarakat ... 90

C. Peranan Katekese dalam On Going Formation bagi pembentukan pribadi yang berhati kerendahan hati ... 92

D. Pemilihan Metode Katekese ... 93

1. Model: Shared Christian Prakxis (SCP) ... 93

2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Katekese Model (SCP) ... 95

a. Pengungkapan Praksis Faktual ... 95

b. Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman hidup Faktual ... 95

c. Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ... 96

d. Interpretasi Tafisr Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani tradisi dan visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Peserta ... 96

e. Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah Di Dunia ... 97

E. Usulan Program Pembinaan Suster KYM ... 98

1. Pengertian Program Pembinaan ... 98

2. Latar Belakang Program Pembinaan ... 99

3. Tujuan Program Pembinaan ... 101

4. Tema-Tema Dalam Program Pembinaan ... 102

5. Penjabaran Program ... 105

BAB V. PENUTUP ... 129

A. Kesimpulan ... 129

B. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

(16)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru dengan Pengantar dan Catatan singkat. (Dipersembahkan kepada

Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik

Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang

katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DKU : Direktorium Kateketik Umum, direktorium yang dikeluarkan di

Roma pada 11 April 1971.

EN : Evangelii Nuntiandi, Imbauan Apostolik Paus Paulus VI tentang

Pewartaan Injil 8 Desember 1975.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh

Paus Yohanes Paulus II. 25 Januari 1983.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 4 Desember 1963.

C. Singkatan lain

Art : Artikel

BBEV : Butir-butir Emas Vincentius

Bdk : Bandingkan

Direktorium KYM : Direktorium Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria

Bunda Pertolongan Baik yang dikeluarkan pada Kapitel

Umum 2009 di Pematang Siantar.

HaVin : Hari Vincentius

Kan : Kanon

Konstitusi KYM : Konstitusi Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria

Bunda Pertolongan yang Baik dikeluarkan di Pematang

(17)

xvii No : Nomor

PPK KYM : Pedoman Pembinaan Kongregasi suster Kasih Yesus dan

Maria Bunda Pertolongan yang Baik. Dikeluarkan pada

kapitel Umum 2009 di Pematang Siantar.

Psl : Pasal

SCP : Shared Christian Praxis

Sr : Suster

St : Santo/Santa

Stat KYM : Statuta Kongregasi suster Kasih Yesus dan Maria Bunda

Pertolongan Baik dikeluarkan di Pematang Siantar 1

November 2003.

(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerendahan hati merupakan salah satu keutamaan yang diajarkan Kristus

kepada para murid-murid dan para pengikutNya. Kerendahan hati yang dicontohkan

Kristus ini jugalah yang seharusnya dicontoh dan diteladani oleh para pendiri tarekat

religius dan kemudian menganjurkan kepada anggota tarekatnya untuk melakukan hal

yang sama. Kerendahan hati yang dimaksudkan Yesus seperti dikemukakan pada Mat

11:29, “Belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan rendah hati.” Hanya Tuhan

Yesus yang telah mengatakan dan yang telah dapat mengatakan: Discite a me quia

mitis sum et humilis corde. Belajarlah padaKu, bukan pada orang lain, bukan pada

seorang manusia, melainkan kepada Allah, belajarlah padaKu. Belajar rendah hati

atau kerendahan hati diwarisi dari Tuhan itu sendiri.

Keutamaan kerendahan hati telah dianjurkan Tuhan kepada manusia oleh Dia

sendiri: Belajarlah padaKu, Aku yang rendah hati. Rendah hati yang diajarkan oleh

Yesus bukan hanya secara lahiriah saja, untuk pamer dan membanggakan diri,

melainkan rendah hati di dalam hati; bukan dengan kerendahan hati yang dangkal dan

sementara melainkan dengan hati yang benar-benar direndahkan di hadapan

Bapak-Ku abadi, dengan hati yang senantiasa direndahkan di hadapan manusia-manusia dan

demi orang-orang berdosa dengan terus memandang hal-hal yang hina dan rendah,

dan senantiasa merangkulnya dengan sepenuh hati, secara aktif maupun pasif.

Belajarlah padaKu betapa saya rendah hati dan belajarlah menjadi rendah hati seperti

(20)

Kerendahan hati pada kesempatan lain diajarkan oleh Yesus dalam Mat 23:12,

“Barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.” Ajakan untuk rendah hati

tersebut merupakan sebuah ajaran mengenai keselamatan yang telah datang dari

surga. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan bahwa “Yang merendahkan diri

akan ditinggikan, dan yang meninggikan diri akan direndahkan.” Hal ini

dikemukakan berkaitan dengan adanya beberapa orang yang mau tampil sebagai

manusia yang pandai, sebagai pribadi yang kuat dan bijaksana, sebagai orang yang

cerdas, sebagai superior yang baik dan petugas yang waspada. Justru orang-orang

inilah yang akan direndahkan dan dihina. Paus Paulus VI dalam Evangelii Nuntiandi

art.76 menulis demikian:

Dunia mengundang dan mengharapkan dari kita kesederhanaan hidup, semangat doa cintakasih kepada semua, khususnya kepada yang lemah dan miskin, ketaatan dan kerendahan hati, lepas bebas dan pengorbanan diri. Tanpa ada kesucian ini, dunia kita akan sulit menyentuh hati orang-orang modern. Ini beresiko menjadi sia-sia dan hampa.

Kerendahan hati menjadi salah satu perhatian Paus untuk kita yang hidup

dalam dunia modern, sebab dengan dan dalam kerendahan hatilah kita bisa mencapai

dan dicapai orang lain, kita berani membuka diri dan membiarkan orang lain masuk.

Yesus sang Guru bahkan pernah mengatakan, Belajarlah dari pada-Ku, sebab

Aku ini lembut dan rendah hati” (Vincentius, 2008: 130). Kata-kata Yesus tentang

kelembutan dan kerendahan hati inilah yang melatarbelakangi penulisan Skripsi ini.

Ia memperkenalkan diriNya sebagai pribadi yang lembut dan rendah hati yang

seharusnya dimiliki seorang religius termasuk suster KYM, seperti yang

diteladankan atau dihidupi oleh Santo Vincentius a Paulo pelindung KYM. Dengan

(21)

diberikan oleh Kristus kepada kita, “Belajarlah dari padaKu karena aku lemah lembut

dan rendah hati”. Sebab seperti Dia sendiri yang katakan, dengan kelembutan hati

kita akan memiliki tanah. Dengan menghayati keutamaan ini kita akan memenangkan

hati orang agar berpaling kepada Tuhan. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh

mereka yang keras hatinya kepada sesama. Dan dengan kerendahan hati kita akan

mendapatkan surga.” Karena kecintaan kita akan kerendahan hati kita, kita akan

perlahan-lahan, melangkah dengan keutamaan ini ke sana, ke surge.’’ (Vincentius,

2008: 131). Yesus pernah mengatakan “Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah

padaKu, karena Aku lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat

ketenangan” Mat 5:5 kiranya pantas kalau tema kerendahan hati ini dihidupkan

terus-menerus dalam situasi zaman yang semakin penuh kekerasan hampir di bidang

kehidupan dalam masyarakat. Dalam pengalaman hidup para suster khususnya dalam

hidup persudaraan KYM, kadang mengabaikan prinsip kerendahan hati. Sering

sesama suster saling menuntut dan bahkan mengungkapkan kata-kata yang dapat

menyinggung perasaan yang lain. Seakan kerendahan hati tidak lagi mengambil peran

dalam pembentukan kepribadian yang matang dan membangun dalam hidup

persaudaraan. Sesungguhnya kerendahan hati ini menjadi salah satu keutamaan yang

harus dimiliki oleh seorang suster KYM, dan ini yang belakangan ini nampak

semakin menipis dan suram. Zaman yang serba maju ikut menggilas peradaban

hidup persaudaraan para suster KYM, kerendahan hati yang sering juga disebut

mendengarkan ternyata sekarang menjadi sesuatu yang sepertinya sangat sulit

(22)

yang tidak membangun dibandingkan kata yang lembut yang mendamaikan hati dan

menyejukkan jiwa ketika mendengarnya, jiwa yang hampa menjadi segar. Menyadari

situasi dan kondisi zaman ini (yang begitu penuh dengan egoisme), maka kerendahan

hati yang diteladankan oleh St. Vincentius, sangat perlu untuk diingatkan kembali

para suster KYM, jika hal ini diabaikan maka satu keutamaan yang paling berarti

dalam membangun pribadi seorang suster KYM menjadi pribadi yang rendah hati

akan terkikis dan terbaikan, hanya akan tinggal dalam kata-kata tanpa tindakan nyata.

Ini sangat penting dalam menjawab panggilan Allah. Panggilan untuk hadir menjadi

pilihan yang rendah hati sehingga mampu menghadirkan pribadi Allah yang begitu

teramat rendah hati.

Bertolak dari situasi di atas dan terdorong oleh niat untuk semakin mendalami

salah satu ajaran St. Vinsensius dalam hidup panggilan sebagai seorang KYM, maka

judul skripsi ini penulis beri “Makna kerendahan hati St. Vincentius a Paulo Bagi

hidup persaudaraan suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan baik (KYM).”

B. Rumusan Masalah

Secara garis besar penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan

yang akan dibahas dalam karya tulis ini:

1. Apa makna kerendahan hati bagi para suster KYM?

2. Bagaimana para suster KYM menjalani dan mengusahakan kerendahan hati

dalam hidup persaudaraan mereka?

3. Usaha apa yang harus dilakukan untuk menciptakan dan menumbuhkan

(23)

C. Tujuan Penulisan

1. Membantu dan menyadarkan para suster KYM untuk dapat mengerti dan

memaknai kerendahan hati bagi hidup persaudaraan

2. Memberikan bahan refleksi bagi para suster KYM tentang pentingnya

kerendahan hati dalam hidup persaudaraan

3. Membantu para suster KYM supaya dapat bersikap rendah hati dalam hidup

persaudaraan dalam kongregasi KYM.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan masukan (sebuah wacana) kepada tarekat KYM agar semakin

mengenal dan mengetahui bagaimana seharusnya sikap dan pribadi seorang

suster KYM seturut semangat St. Vincentius a Paulo.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis betapa pentingnya

bertumbuh menjadi pribadi yang rendah hati sehingga semakin mampu

menunjukkan wajah Allah yang begitu Agung dan penuh dan

kelembutan.

Bagi para pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya karakter kerendahan

hati dalam hidup persaudaraan.

E. Metode penulisan

Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode penulisan

studi kepustakaan yakni dengan menyerap dan membaca buku-buku dari berbagai

sumber. Selain itu, penulis juga memperkaya karya tulis ini dengan ilustrasi dari

(24)

penulis sendiri pada setiap perjumpaan dan dalam kebersamaan dengan suster-suster

KYM.

F.Sistematika Penulisan

Karya tulis ini mengambil judul “Makna Kerendahan hati St. Vincentius a

Paulo bagi hidup persaudaraan Suster kasih Yesus dan Maria Bunda Pertolongan

yang baik (KYM)”. Dari judul ini penulis mengembangkannya menjadi lima bab.

Pada bab I (Pendahuluan) penulis akan memberikan gambaran secara umum

penulisan skripsi ini. Gambaran umum mencakup: latar belakang penulisan skripsi,

rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, serta

sistematika penulisan.

Pada bab II penulis akan berbicara atau menguraikan tentang: Pengertian

Kerendahan Hati, Kerendahan hati menurut Vincentius yang mencakup: Doa,

Kerasulan, Hidup persaudaraan. Selanjutnya dijelaskan mengenai makna Kerendahan

hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM yang mencakup: Kerendahan hati

dalam hubungan dengan Allah, Kerendahan hati dalam karya kerasulan, dan

Kerendahan hati dalam hidup persaudaraan, masalah-masalah dalam Penerapan

Kerendahan hati “Vincentius” dalam hidup para suster KYM yang mencakup:

kurangnya keteladanan dari komunitas, kurangnya keteladanan dari senior dengan

yuinor, dan kerendahan hati yang dianggap tidak relevan zaman sekarang

Bab III akan berbicara tentang “kerendahan hati dalam persaudaraan KYM

yang dibahas dalam dua bagian yakni: hidup persaudaraan yang meliputi

(25)

kedua mengenai kerendahan hati dalam hidup persaudaraan KYM dibagi atas dua

bagian yakni: langkah-langkah membina kerendahan hati mencakup doa, kehidupan

bersama, dan kaul-kaul serta bagian kedua mengenai tantangan ke depan.

Usulan program pembinaan suster KYM-Model Shared Christian Praxis

“SCP” akan diuraikan pada bab IV yang akan dibagi dalam dua bagian yakni: usulan

program Pembinaan Suster KYM-Model SCP dan contoh SCP dengan integrasi

unsur-unsur kerendahan hati berdasarkan keutamaan St. Vinsentius a Paulo bagi

persaudaraan KYM yang meliputi jadwal pelaksanaan SCP dan contoh perisapan

SCP.

Pada bagian akhir karya tulis sebagai bab V, penulis akan memberikan

simpulan secara keseluruhan dan memberikan saran yang diperhatikan oleh tarekat

KYM bahwa makna kerendahan hati sangat penting bagi para suster dalam menjalani

(26)

BAB II

KERENDAHAN HATI MENURUT SANTO VINCENTIUS

A. Pengertian Kerendahan Hati

Istilah kerendahan hati sering dipahami sebagai sikap yang mengatakan bahwa

“saya tidak memiliki apa-apa, penuh dosa, serba kekurangan, penuh kelemahan, dan

tidak dapat menyumbangkan apa-apa” (Madya Utama, 2003: 36) Pemahaman seperti

ini sebenarnya lama-kelamaan justru akan membawa orang kepada sebuah rasa

rendah diri. Pengertian dan makna kerendahan hati harus dipahami sesuai dengan

yang diajarkan oleh Yesus Kristus sendiri dalam hidupNya.

Istilah kerendahan hati itu sendiri cukup banyak disebut dalam Kitab Suci

Perjanjian Baru. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar mengenai kerendahan

hati, perlu bercermin pada Yesus seperti diungkapkan dalam Kidung Filipi 2:5-11

Kerendahan hati menurut Kidung Filipi ini dimaksudkan sebuah sikap penuh rasa

syukur karena kepenuhan (segala rahmat dan charisma) yang telah kita terima dari

Allah. Kesadaran bahwa kita telah menerima kharisma dari Allah akan mendorong

kita untuk mengembangkan kharisma-kharisma tersebut, bukan untuk kepentingan

kita sendiri melainkan untuk kesejahteraan bersama (Vincentius, 2010: 135). Selain

itu, menurut Madya Utama (2003: 36). kerendahan hati merupakan dorongan untuk

memberikan anugerah Allah demi kepentingan bersama ini, dalam situasi tertentu

yang dapat menuntut suatu pengorbanan luar biasa, dan kadang kala hidup kita

sendiri menjadi taruhannya.

Kerendahan hati menurut Kidung Filipi menggarisbawahi beberapa hal

(27)

2:7 menggarisbawahi pentingnya kesediaan untuk mengosongkan diri sebagai

aspek dari kerendahan hati agar dapat mengosongkan diri, manusia perlu

mengalami kepenuhan, sebab mengosongkan diri tidak identik dengan penolakan

diri. Mengosongkan diri juga bukan sikap yang terus-menerus menolak dan

mengingkari apa yang kita pikirkan, apa yang kita rasakan, apa yang kita

inginkan, apa yang sedang menjadi keprihatinan kita, maupun sejarah hidup kita.

Mengosongkan diri seperti dikemukakan Jonas adalah sebuah sikap untuk

setapak demi setapak berani melepaskan diri dari aspek-aspek kehidupan kita

yang paling dangkal, paling superficial (Madya Utama, 2003: 37). Lebih lanjut

Jonas mengemukakan bahwa mengosongkan diri adalah sebuah tindakan untuk

memasuki jatidiri kita yang semakin dalam dan semakin otentik. Karena jatidiri

kita itu juga mengandung baik unsur-unsur positif maupun negatif, maka

mengosongkan diri juga berarti cara kita merangkul baik segi-segi yang kita

senangi maupun yang tidak kita senangi di dalam diri kita. Dengan demikian,

mengosongkan diri berarti melihat seluruh hidup kita dengan perspektif yang

lebih luas, yakni perspektif Yesus sendiri bahwa kita benar-benar dicintai oleh

Allah tanpa syarat (Madya Utama, 2003: 37).

Kerendahan hati menurut Kidung Filipi juga diartikan sikap lepas bebas.

Sikap lepas bebas bukan berarti sikap acuh tak acuh, tidak peduli, malas, dan

sembrono. Sikap lepas bebas juga tidak identik dengan sikap kaum nihilis yang

tidak mau mempercayai sesuatupun yang konkret. Sikap lepas bebas juga

bukan sikap yang menggunakan kebebasan untuk hanya mencukupi kebutuhan

(28)

Sikap lepas bebas adalah sikap merindukan kehadiran Allah secara aktif,

sekaligus membiarkan bagaimana Allah akan menampakkan diriNya pada saat ini.

Bahkan Allah dapat hadir di dalam rasa-perasan kita yang sering kita beri cap negatif:

rasa malu, cemburu, iri hati, marah, serakah, takut, jengkel (Madya Utama, 2003: 38).

Namun dengan sikap lepas bebas yang kita miliki, kita tidak boleh hanya berhenti

pada rasa-perasaan negatif tersebut serta menolaknya karena kita anggap jelek. Sikap

lepas bebas justru mendorong kita untuk menyadari dampak negatif dari

rasa-persaaan tersebut atas hidup kita dan orang lain. Menghadapi segala sesuatu dengan

sikap lepas bebas pertama-tama berarti, kita memiliki kesadaran bahwa kita tidak

dapat mengontrol Allah (Madya Utama, 2003: 38). Kesadaran semacam ini pada

gilirannya akan menghasilkan keterbukaan terhadap Allah dalam segala hal.

Kerendahan hati juga diartikan sebagai sebuah sikap hidup seseorang yang

berpusat pada Allah, mengakui kebutuhannya akan Allah dan mempercayai Allah

dengan seluruh hidupnya (Vincentius, 2010: 136). Dengan kata lain, kerendahan hati

yang dimaksud adalah selalu menyerahkan hidup kita dengan penuh kepercayaan

kepada Allah dan membiarkan Allah menjadi pusat dan arah hidup. Kerendahan hati

seperti ini muncul dari pengenalan kita secara personal akan Kristus serta komitmen

kita untuk mengikuti Dia. Penekanannya terdapat dalam kualitas afektif cinta kita

kepada Kristus. Demi cinta kita kepada Kristus inilah kita bersedia mengalami apa

yang dialami oleh Kristus agar hidup kita semakin menyerupai Dia, dengan tujuan

akhir supaya dalam segala hal nama Allah dipuji dan dimuliakan.

Kerendahan hati ini juga yang dicontoh dan diteladani oleh para pendiri tarekat

(29)

yang sama. Pengertian kerendahan hati yang dimaksudkan Yesus seperti

dikemukakan pada Mat 11:29, “Belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan

rendah hati.” Hanya Tuhan Yesus yang telah mengatakan dan yang telah dapat

mengatakan: Discite a me quia mitis sum et humilis corde. Belajarlah padaKu, bukan

pada orang lain, bukan pada seorang manusia, melainkan kepada Allah, belajarlah

padaKu. Belajar rendah hati atau kerendahan hati diwarisi dari Tuhan itu sendiri

(Vincentius, 2010: 130). Keutamaan kerendahan hati telah dianjurkan Tuhan kepada

manusia oleh Dia sendiri: Belajarlah padaKu, Aku yang rendah hati. Rendah hati

yang diajarkan oleh Yesus bukan hanya secara lahiriah saja, untuk pamer dan

membanggakan diri, melainkan rendah hati di dalam hati; bukan dengan kerendahan

hati yang dangkal dan sementara melainkan dengan hati yang benar-benar

direndahkan di hadapan BapakKu abadi, dengan hati yang senantiasa direndahkan di

hadapan manusia-manusia dan demi orang-orang berdosa dengan terus memandang

hal-hal yang hina dan rendah, dan senantiasa merangkulnya dengan sepenuh hati,

secara aktif maupun pasif (Vincentius, 2010: 131). “Belajarlah padaKu betapa Saya

rendah hati dan belajarlah menjadi rendah hati seperti itu”(Mat 11:29).

Kerendahan hati pada kesempatan lain diajarkan oleh Yesus dalam Mat 23:12

“Barangsiapa merendahkan dirinya akan ditinggikan.” Ajakan untuk rendah hati

tersebut merupakan sebuah ajaran mengenai keselamatan yang telah datang dari

surga. Yesus dalam kesempatan lain mengatakan bahwa “Yang merendahkan diri

akan ditinggikan, dan yang meninggikan diri akan direndahkan.” Hal ini

(30)

manusia yang pandai, sebagai pribadi yang kuat dan bijaksana, sebagai orang yang

cerdas, sebagai superior yang baik dan petugas yang waspada. Justru orang-orang

inilah yang akan direndahkan dan dihina (Vincentius, 2010: 133).

B. Kerendahan Hati menurut Vincentius

1. Pengertian Kerendahan Hati menurut Vincentius

Kerendahan hati merupakan salah satu keutamaan yang sangat dicintai dan

selalu menyemangati St. Vincentius a Paulo dalam melaksanakan karya

pelayanannya. Dalam bagian ini akan diuraikan apa kerendahan hati itu menurut St.

Vincentius a Paulo yang juga merupakan semangat tarekat KYM dalam hidup dan

karya. Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo diartikan sebagai:

(a) mengenal dan menerima diri sendiri seperti apa adanya, juga dari segi negatif, (b) tidak merasa ragu-ragu bila orang lain sudah tahu kelemahan dan kekurangan kita. Orang lain boleh mengenal diri kita seperti apa adanya, dan (c) jangan mempromosikan diri sendiri dengan membicarakan suksesmu dan memamerkan kehebatanmu. Suksesmu dan kehebatanmu adalah rahmat (Vincentius, 2003: 12).

Kerendahan hati yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo ialah:

pertama, memandang diri sendiri dalam seluruh kejujuran kita bahwa kita adalah

manusia-manusia yang tidak pantas; kedua, bergembira tatkala orang lain melihat

ketidakpantasan diri kita dan merendahkan kita; ketiga, tidak menganggap diri sebisa

mungkin, semata-mata karena ketidakpantasan diri kita, bahwa Tuhan telah bekerja di

dalam diri kita, atau kebaikan Tuhan telah mengalir kepada orang lain lewat kita.

Intinya, St. Vincentius a Paulo mau menyampaikan bahwa kerendahan hati itu sama

artinya bahwa kebaikan itu berasal dari belas kasih Allah saja, dan karena jasa orang

(31)

Kerendahan hati seperti yang disampaikan St. Vincentius a Paulo seperti di

atas tidak boleh diartikan atau disamakan dengan sikap “kecil hati” atau minder.

Santo vincentius a Paulo sama sekali tidak memaksudkan hal tersebut. Dengan

keutamaan kerendahan hati ini, St. Vincentius a Paulo mau menyadarkan kita bahwa

hidup kita merupakan anugerah kasih Allah. Kita sungguh-sungguh tergantung hanya

pada Allah. Tidak ada sesuatu yang tidak berasal dari padaNya. Apapun diri manusia,

apa saja yang dilakukan, dan apa saja yang dimiliki, semuanya berasal dari Allah.

Oleh karena itu, bagi orang yang rendah hati tidak ada alasan untuk menyombongkan

diri, juga tidak ada alasan untuk memandang kesuksesan sebagai melulu usaha

manusia. Semua hal yang ada dipandang semata-mata sebagai anugerah Allah

(Vincentius, 2010: 137).

Menurut St. Vincentius a Paulo, orang rendah hati juga senantiasa terbuka

untuk mengakui segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan demikian, orang yang

rendah hati sadar bahwa dirinya memerlukan orang lain dan tidak dapat bekerja tanpa

mereka. Hal ini merupakan wujud konkret dari ketergantungan manusia dengan Allah

(Reksosusilo, 1987: 95).

Terkait dengan kerendahan hati, St. Vincentius a Paulo mengajarkan bahwa

sumbernya dapat berasal dari: pengenalan diri sendiri dan kasih kepada Kristus yang

sering mendapat penghinaan. Sumber kerendahan hati tersebut seperti dijelaskan berikut.

a. Pengenalan diri sendiri

Contoh pengenalan diri yang paling baik adalah pengenalan Bunda Maria

(32)

menurut perkataanmu.” Kutipan tersebut memperlihatkan kerendahan hati dari

Bunda Maria yang menyebut dirinya sebagai “Hamba Tuhan.” Kutipan ini

merupakan tanggapan Maria dengan rendah hati mentaati kehendak atau perintah

Allah (Vincentius, 2008: 76). Orang yang rendah hati dan taat adalah orang

menggembirakan bagi banyak orang. Pengenalan terhadap diri menjadi sumber

kerendahan hati seperti dicontohkan Bunda Maria melalui pengenalan dirinya

sebagai seorang hamba. Seorang hamba adalah pelayan Tuhan namun memiliki

posisi yang tinggi di mata Tuhan.

Contoh pengenalan diri yang diberikan Bunda Maria ini juga

menginspirasikan kerendahan hati bagi St. Vincentius a Paulo. St. Vincentius a

Paulo melakukan pengenalan terhadap dirinya sendiri sebagai seorang yang hina

dan tidak berarti di mata Tuhan. Hal ini memperlihatkan bahwa salah satu sumber

kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo adalah dengan pengenalan diri

sendiri. Siapa saja yang berusaha mengenali dirinya dengan baik akan menyadari

bahwa sungguh tepat dan logis menganggap dirinya hina. Bila kita berusaha sekuat

tenaga untuk mengenali diri, kita akan menemukan bahwa dalam segala sesuatu

yang kita pikirkan, kita katakan, dan kita lakukan baik secara substansial maupun

dalam hal sampingan kita mempunyai alasan yang berlimpah untuk merasa pantas

dicela dan dihina. Kalau kita tidak mau menipu diri dengan rayuan gombal, kita

akan melihat diri kita bukan hanya paling jelek di antara semua manusia,

melainkan juga dalam arti tertentu lebih jelek daripada setan-setan yang ada di

neraka (Vincentius 2008: 59).

Sikap pengenalan terhadap diri sendiri yang hina ini, dapat tercermin dari

(33)

Seorang yang mengenal dirinya hina dan merendahkan diri di hadapan Tuhan,

namun percaya bahwa dirinya dicintai oleh Allah.

b. Kasih kepada Kristus yang sering mendapat penghinaan

Salah satu sumber lain kerendahan hati adalah kasih kepada Kristus yang

sering mendapat penghinaan. Kristus meskipun tidak berdosa namun banyak

mendapat hinaan. Dengan belajar kepada kasih Kristus ini, maka manusia dapat

belajar kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan Kristus sendiri. Hal itu

dilakukan St. Vincentius a Paulo seperti dikutip (Vincentius, 2010: 34). berikut.

Oh kerendahan hati yang suci dan indah, betapa engkau berkenan di mata Allah, karena Tuhan kita Yesus Kristus sendiri mau turun di bumi untuk mengajarkannya dengan teladan maupun dengan kata. Oh para romo dan para bruderku, semoga Tuhan berkenan menanamkan baik-baik keutamaan ini dalam hati kita. Ya, kasih akan penghinaan, merasa senang kalau kita ditertawakan, kalau kita dianggap kecil, tidak diperhitungkan, kalau semua orang menilai kita manusia yang tidak mempunyai keutamaan, yang bodoh, yang tak mampu berbuat apa-apa.

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo menjadikan

kerendahan hati Yesus yang banyak mendapat hinaan sebagai sumber kerendahan

hati. Kerendahan hati yang dicontohkan Yesus sendiri merupakan keutamaan yang

mendasari kerendahan hati para anggota religius seperti yang dimiliki St.

Vincentius a Paulo (Vincentius, 2010: 44).

Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo memiliki tiga unsur utama

yakni: pertama, merasa dirinya secara jujur pantas untuk mendapat penghinaan. Hal

itu seperti dikemukakan St. Vincentius a Paulo

(34)

berbuat apapun yang baik, dan kalau kalian belum merasa senang kalau memang dinilai demikian, kalian tak pernah akan mencapai kesempurnaan. Setelah merenungkan bahwa kalian memang tidak pantas, kalian harus bangkit dengan mengarahkan kasih kepada Allah dan berkata “Meskipun saya tidak pantas melakukan hal itu, karena Allah menghendakinya dan menginginkannya dari saya, maka saya akan melakukannya untuk berkenan kepadaNya (Vincentius, 2010: 129).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo menegaskan

kepada para anggota tarekat untuk menyadari diri sebagai orang yang tidak sempurna

sehingga perlu mengarahkan seluruh perhatiannya kepada kasih Allah.

Kedua, merasa senang kalau orang lain mengenal kelemahan kita dan

karenanya kita dihina. Unsur kerendahan hati lainnya menurut St. Vincentius a Paulo

adalah dengan mengenal kelemahan diri. Hal itu seperti dijelaskan berikut “Tingkat

kedua kerendahan hati ialah merasa senang kalau orang lain mengenal

kelemahan-kelemahan kita dan karenanya kita dicela.” (Vincentius, 2008: 208). Ketiga,

menyembunyikan, bagi kita juga, segala kebaikan yang kita lakukan dan menganggap

itu hasil dari kebaikan Tuhan dan doa-doa orang lain. Unsur kerendahan hati ini

seperti dijelaskan (Vincentius, 2008: 205) bahwa “Bila Tuhan berkenan melakukan

sesuatu kebaikan dalam diri kita atau melalui kita, kita harus menyembunyikannya,

dengan memusatkan perhatian kita pada ketidakmampuan kita; dan kalau itu tidak

mungkin, kita harus memandang kebaikan itu sendiri sebagai hasil belaskasihan ilahi

dan jasa orang lain” (Vincentius, 2002: 35).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kebaikan dalam diri harus

disembunyikan sebagai wujud kerendahan hati. Kerendahan hati dengan sikap

menyembunyikan kebaikan dalam diri sendiri sebagai bentuk keteladanan kerendahan

(35)

menghindari kecenderungan sikap lain dari yang lain, dan selalu memiliki tempat

yang terakhir. (1). Suka hidup tersembunyi. Hal itu seperti dijelaskan “Marilah

meneladani kerendahan hati suster itu dengan menumbuhkan keinginan menjadi

orang yang tak dikenal dan tak diperhitungkan; hendaknya kita beranggapan bahwa

kalau kita mengumumkan kebaikan yang kita lakukan, kita akan kehilangan nilainya

di hadapan Allah’ (Vincentius, 2007: 53). (2). Menghindari kecenderungan bersikap

lain dari yang lain. Hal itu seperti dijelaskan Adi Sapto Widodo (2008: 7) bahwa:

Kerendahan hati dipelihara melalui usaha untuk menyesuaikan diri dengan cara bertindak yang biasa seperti orang lain. Kerendahan hati itu bermusuhan dengan keinginan untuk tampil lain dari yang lain. Seorang suster yang tidak mengikuti cara bertindak yang biasa seperti orang lain, lambat laun akan mendapat hukuman dari Allah, karena dia sombong, dan itulah sifar buruk setan sendiri yang telah diusir Allah dari surga karena kesombongannya.

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa bersikap lain dari yang lain merupakan

salah satu sikap yang bertentangan dengan kerendahan hati dan tidak sesuai dengan

kerendahan hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo; (3). Selalu memilih tempat

yang terakhir. Hal itu seperti dijelaskan (Vincenitus, 2008: 114) bahwa:

kita harus selalu memilih barisan terakhir, sadar bahwa kita adalah yang terkecil Putera Allah berkata kepada murid-muridNya: bila salah seorang dinatara kalian mau menjadi yang pertama, harus menjadi yang terkecil Seorang suster adalah rendah hati bila… selalu ingin menjadi yang terakhir (bila) dia melaporkan segala yang baik tentang temannya agar temannya itu dipilih sebagai suster Abdi, sedangkan dia sendiri merendahkan dirinya agar tidak terpilih. Inilah suster-susterku, tanda kerendahan hati yang sejati.

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa kerendahan hati salah satunya

ditunjukkan dari sikap para anggota yang mau memilih menjadi yang terkecil

sehingga setiap orang dituntut untuk merendahkan dirinya.

Sifat-sifat rendah hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo juga

(36)

dirinya, selalu menyerah pada pendapat orang lain, kurang percaya pada

kemampuannya sendiri, dan dengan demikian menghormati kemahakuasaan Allah,

tidak takut mendapat penghinaan di muka umum, merendahkan diri baik kalau

disanjung maupun kalau dihina, dan mencintai kemiskinan karena merupakan sumber

penghinaan (Vincentius, 2008: 7).

2. Sarana-sarana untuk Memperoleh Kerendahan Hati menurut St. Vincentius

Kerendahan hati dapat diwujudkan melalui berbagai cara. Menurut St.

Vincentius a Paulo, sarana-sarana memperoleh kerendahan hati dapat dilakukan

melalui doa, kerasulan, dan hidup persaudaraan. Sarana-sarana memperoleh

kerendahan hati tersebut dapat dijelaskan seperti berikut.

a. Doa

Doa merupakan sarana komunikasi manusia dengan Tuhan. Melalui doa,

setiap orang dapat membina hubungan yang baik dengan Sang Pencipta. Bagi St.

Vincentius a Paulo doa merupakan salah satu sarana untuk memperoleh

kerendahan hati (Adi Sapto Widodo, 2008: 7). Dengan menggantungkan diri

sepenuhnya terhadap penyelenggaraan Allah, maka seseorang telah menunjukkan

kerendahan hati yang benar-benar tergantung pada Allah.

Doa sebagai sarana kerendahan hati sebagaimana yang dimaksudkan St.

Vincentius a Paulo dapat dilihat dari kutipan Adi Sapto Widodo (2008: 7) berikut.

(37)

kerendahan hati sepanjang hidupMu… Engkaulah sumber kerendahan hati sepanjang dan semua keutamaan lain. Engkaulah sumber kerendahan hati dan semua keutamaan lain. Kepada siapa lagi kami dapat pergi minta tolong? Kepada siapa lagi kami dapat datang untuk memperoleh keutamaan-keutamaan ini, kecuali kepada Engkau, ya Tuhan? Engkaulah pencipta semua keutamaan. Berilah agar kami mendapat bagian dalam keutamaan-keutamaan ini (Vincentius, 2007: 58).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa St. Vincentius a Paulo

mengajarkan bahwa doa merupakan salah satu sarana penting untuk memperoleh

kerendahan hati. Dalam kutipan tersebut tercemin bahwa manusia tidak memiliki

tempat untuk meminta pertolongan selain kepada Allah. Tersirat dengan jelas

adanya ketergantungan manusia kepada Allah. Sikap ketergantungan yang

diungkapkan melalui doa merupakan sebuah perwujudan kerendahan hati manusia.

Artinya, manusia mengandalkan semata-mata kekuatan Tuhan. Tanpa Tuhan

memberikan kekuatan manusia tidak mampu melakukan apa-apa.

Selain itu, melalui kutipan tersebut juga dijelaskan bahwa melalui doa

manusia menyadari bahwa hanya Allah yang menjadi sumber kerendahan hati.

Manusia memohon kepada Allah agar diberi keutamaan yang sesuai dengan

kehendakNya. Manusia benar-benar mengalami ketergantungan kepada Allah

karena manusia tidak berdaya bila terlepas dari Allah.

b. Kerasulan

Kerendahan hati menurut St. Vincentius a Paulo salah satunya dapat dilihat

atau diwujudkan dalam karya kerasulan.

Hidup yang dipandang sebagai anugerah Allah semata mendorong

(38)

orang yang rendah hati. Wujud konkret dari orang yang bersyukur jika orang

tersebut tidak suka membanding-bandingkan. Ciri lainnya dari orang yang rendah

hati adalah jika orang tersebut mau bekerja keras dan mau melakukan

pekerjaan-pekerjaan yang dianggap rendah hati. Sikap ini dengan jelas nampak dalam diri

seorang pelayan (Adi Sapto Widodo, 2008: 7).

Terkait dengan kerasulan, St. Vincentius a Paulo menghabiskan hidupnya

dengan memberikan pelayanan kepada orang miskin. Bagi St. Vincentius

kerasulan atau pelayanan sebagai wujud dari kerendahan hati karena dalam diri

kaum miskin ditemukan kehadiran Tuhan. Hal itu seperti dijelaskan dalam De

Armen “Hormatilah, hargailah, cintailah, layanilah setiap orang. Tuhan Yesus

hadir dalam setiap orang yang kamu hadapi. Pernyataan tersebut menunjukkan

kecintaan St. Vincentius a Paulo yang demikian dalam kepada kaum miskin. Sikap

inilah yang menjadi sikap yang paling dicintainya dan menonjol dalam semua

karya usaha pengabdiannya.

Di samping itu iman dan cinta kasih yang mendalam pada Tuhan

mendorongnya menghasilkan suatu pernyataan dalam kata-kata sebagai berikut

“Evangelizare pauberibus misit me” Luk 4:18 artinya Ia mengutus aku untuk

mewartakan Injil kepada kaum miskin. Pernyataan ini adalah satu-satunya yang

diinginkan St. Vincentius dalam hidupnya dan ungkapan ini merupakan titik tolak

segala karya kerasulannya dan penjelasan dari semua saja yang ia jalankan di

dalam pengabdiannya terhadap Gereja Kristus (Adi Sapto Widodo, 2008: 7).

Karya kerasulan St. Vincentius a Paulo juga dilakukan untuk mengatasi

(39)

macam-macam pergolakan yang merusak dalam abad itu, dan untuk memberi akhir pada

keadaan masyarakat yang dilanda penderitaan. St. Vincentius a Paulo menghimpun

gembala-gembala yang sanggup melaksanakan Sabda Kristus “Akulah gembala

yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal

Aku” (Yoh 10:14)

Kerendahan hati dalam kerasulan menurut St. Vincentius a Paulo sebagai

wujud semangat yang membuka hati untuk mencari kehendak Allah dengan

sungguh-sungguh. Semangat kerendahan hati sangat membantu dalam melayani

sesama sebagai hamba dan saudara dan menunjukkan belas kasih kepada mereka.

c. Hidup Persaudaraan

Hidup persaudaraan merupakan salah satu sarana untuk memperoleh

kerendahan hati sebagaimana yang diajarkan oleh St. Vincentius a Paulo itu

sendiri. Hidup persaudaraan menurut St. Vincentius dapat melatih dan

menumbuhkan kerendahan hati bagi anggota tarekat. Hidup bersama orang lain

membutuhkan adanya sikap mengalah, mau berkorban demi orang lain yang ada

dalam persaudaraan.

Kerendahan hati dapat dicapai dalam hidup persaudaraan menurut St.

Vincentius a Paulo dapat diperoleh melalui beberapa hal, yakni: (a) sering

melakukan tindakan untuk merendahkan diri. Hal itu seperti dijelaskan bahwa

“marilah berusaha melakukan dengan senang hati tindakan yang mewujudkan

kerendahan hati, baik dalam batin maupun dalam tindakan yang kelihatan”

(40)

Allah secara nyata; demikian pula seni menghayati kerendahan hati dikembangkan

dengan merendahkan diri secara nyata (Vincentius, 2010: 26). Menurut S.

Bernardus, kebiasaan merendahkan diri merupakan sarana yang tepat untuk menjadi

rendah hati (Vincentius, 2010: 81). (b) mencintai penghinan kecil-kecil. Dalam

hidup persaudaraan setiap anggota harus mampu mencintai penghinaan kecil-kecil;

(c) memerangi kecenderungan kodrat kita untuk meninggalkan diri. Dalam hidup

persaudaraan setiap orang harus mampu memerangi kecenderungan kodrat untuk

meninggikan diri sendiri di antara para anggota tarekat lainnya; dan (d) jangan

segan-segan menyampaikan di depan umum detail-detail yang memalukan kita.

Dalam hidup persaudaraan setiap orang dituntut untuk mau dan mampu

menyampaikan di depan umum detail-detail yang dianggap memalukan diri sendiri.

C. Makna Kerendahan Hati Vincentius dalam Hidup Para Suster KYM

Kerendahan hati yang dihidupi oleh St. Vincentius a Paulo merupakan dasar

kerendahan hati yang dipraktikkan oleh tarekat KYM. Keutamaan kerendahan hati ini

memungkinkan rahmat Tuhan terus mengalir dan berkarya dalam diri para anggota

tarekat KYM. Dalam salah satu konferensinya, St. Vincentius a Paulo mengatakan

“bagi orang yang memiliki kerendahan hati, segala kebaikan akan mengalir dan

dianugerahkan kepadanya. Kebalikannya, bagi dia yang tidak memilikinya, segalanya

bahkan kebaikan yang ada padanya akan diambil darinya.”

Terkait dengan keutamaan kerendahan hati yang sangat dibutuhkan para

suster, St. Vincentius a Paulo pernah mengingatkan para suster seperti yang

(41)

Beberapa kali saya telah mengunjungi komunitas suster-suster dan sering saya telah bertanya kepada beberapa di antara mereka mana keutamaan yang paling mereka hargai, dan untuk keutamaan mana mereka merasa paling tertarik. Dan saya menanyakan hal ini juga kepada suster yang paling tak suka menerima penghinaan. Ternyata di antara 20 suster, mungkin hanya satu tidak menjawab bahwa keutamaan yang paling disukai ialah kerendahan hati. Itulah tandanya bahwa semua menghargai keutamaan ini sebagai keutamaan yang indah dan patut dicintai (Vincentius, 2010: 54).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa kerendahan hati bagi para suster

merupakan keutamaan yang paling disukai. Dalam hal yang sama, bagi tarekat KYM

kerendahan hati seperti yang dimaksudkan oleh St. Vincentius a Paulo merupakan

keutamaan yang paling dihargai. Hal itu dikarenakan kerendahan hati dapat melandasi

perbuatan-perbuatan lain baik dalam doa, karya kerasulan, maupun dalam hidup bersama.

1. Kerendahan Hati dalam Hubungan dengan Allah

Doa berarti bersatu dengan Tuhan, mendekatkan diri pada tuhan dan

menjalin hubungan dengan Tuhan. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa disadari

sebagai hal yang sangat penting dalam hidup sebagai seorang religius khususnya

dalam mengolah pengalamannya. Mengucapkan doa tidak cukup tetapi kita sendiri

menjadi doa dalam segala perhatian kita (De Armen, 2003: 29). Namun dalam

kenyataannya kesadaran akan pentingnya doa tersebut tidak selalu mudah untuk

dilaksanakan dalam hidup sehari-hari.

Kesulitan dalam membina hubungan antara doa dengan sikap hidup

disebabkan oleh padatnya kegiatan sehari-hari. Akibatnya para suster menemukan

kesulitan dalam membagi waktu antara doa dan tugas. Banyak sekali demi tugas

tertentu suster mudah mengabaikan doa. Hambatan lain dalam doa adalah pribadi

(42)

kemalasan. Selama itu doa dirasa kurang efisien karena masih dikuasai oleh

perasaan. Ini disebabkan karena kurang mampu mengolah pengalamannya sampai

ke akar-akarnya sehingga tingkah laku kurang menampakkan buah dari doa. Orang

dapat lupa bahwa doa yang tekun dan dilandasi sikap kerendahan hati memiliki

kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi dan mengatasi segala masalah

(Darminta, 1997: 27).

Para suster menyadari bahwa Tuhan Mahapengampun sehingga kadangkala

ketika ada masalah atau bentrokan dengan sesama dibiarkan berlarut-larut. Pada

salah satu kesempatan sharing pengalaman suster-suster KYM mengatakan bahwa

mereka terkadang memandang doa sebagai pemenuhan aturan karena merasa

dikejar-kejar oleh waktu untuk mengerjakan tugas dan tanggungjawab lain.

Kurang bergairah dalam menjalankan doa karena hanya sebagai sesuatu yang rutin

dan aturan yang harus dijalankan tetapi tidak dengan sepenuh hati.

Kenyataan hidup doa seperti ini memang dialami oleh suster karena itu

diberi himbauan baik bagi seluruh tarekat maupun bagi anggota komunitas, karena

doa merupakan kebutuhan utama dalam hidup, tanpa doa yang tak henti-hentinya

tak ada pewartaan yang sejati. Hanya ada satu menuju jalan keselamatan yaitu

keselamatan dari Allah yang membawa perubahan situasi dalam hidup. Orang

sering mengharapkan terjadinya penyelesaian tuntas sekarang ini sehingga tidak

perlu lagi ada masalah dalam hidup (Darminta, 1997: 25-26).

2. Kerendahan Hati dalam Karya Kerasulan

Karya kerasulan merupakan salah satu tugas perutusan anggota tarekat

(43)

bidangnya masing-masing. KYM sebagai salah satu tarekat religius, diwajibkan

para anggotanya untuk melakukan karya kerasulan seperti diterangkan dalam

Konstitusi Tarekat seperti berikut.

Dalam menerima tugas perutusan, suasana hatiku tidak seperti biasanya, tidak menentu dan rasa cemas menyelubungi hatiku. Apalagi ke tempat yang asing dan orangnya pun belum kukenal. Sementara itu muncul pertanyaan, apa yang harus saya siapkan agar bisa menjalankan tugas yang diberikan? Dalam kecemasan saya berusaha untuk diam sejenak sambil merenungkan perutusan tersebut. Saya menemukan bahwa saya diutus untuk membaharui dunia, seperti yang tertulis dalam Konstitusi (Konstitusi KYM, art. 1).

Berdasarkan kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap anggota tarekat religius

dipanggil untuk melakukan karya kerasulan yakni untuk membaharui dunia. Dalam

menerima tugas ini suster kadang kurang percaya diri dan kecemasan selalu ada dalam

diriku juga tidak percaya akan talenta-talenta yang disediakan Tuhan dalam dirinya.

Serahkanlah kecemasan kepada Tuhan, Dialah yang tahu apa yang perlu dan apa yang tidak

perlu. Dengan kata-kata ini kecemasan suster dapat berkurang dan percaya bahwa Tuhan

selalu menemani dan mendampinginya dimanapun berada. Prajusta (2007: 107)

mengatakan bahwa menghadapi masalah perlu keberanian untuk mengubah apa yang dapat

diubah, ketabahan untuk menerima apa yang tidak dapat diubah, dan kebijaksanaan untuk

dapat membedakannya. Namun dengan perpindahan komunitas di tempat yang baru

bukanlah sesuatu yang mudah untuk diterima. Penugasan yang baru menimbulkan

pergulatan batin untuk meningggalkan mereka yang telah menjadi bagian hidup.

3. Kerendahan Hati dalam Hidup Persaudaraan

Dalam menjalani hidup persaudaraan seperti yang ada di tarekat KYM,

(44)

dan keinginan yang berbeda-beda. Untuk dapat memahami perbedaan dari

masing-masing anggota tarekat tersebut, setiap orang diharapkan memiliki kerendahan hati

sehingga mampu mengalahkan egoisme pribadi dan hanya ingin mendahulukan

kepentingan tarekat sesuai dengan visi dan misinya yang terlibat dalam membangun

Gereja. Semangat kerendahan hati ini dapat dibina melalui tinggal bersama di

komunitas-komunitas kecil bersama beberapa orang suster yang tidak diikat

berdasarkan hubungan darah tetapi karena dipanggil Allah dan dipersatukan. Dalam

komunitas kecil ini, para suster melatih kerendahan hati untuk saling menerima

segala kelebihan dan kekurangan para anggota komunitas lain.

Kerendahan hati merupakan wujud dari kasih terhadap sesama anggota

tarekat. Kasih itu kreatif sampai akhir demikianlah persaudaraan akan tercipta

rukun jika setiap individu berusaha untuk menciptakan kasih yang kreatif hingga

akhir, sehingga suasana hidup bersama mengundang suasana yang membuat orang

merasa nyaman merasa kerasan dan setiap suster bertumbuh dalam panggilan,

mendapatkan perhatian dari semua pihak. Sikap ini ditumbuhkembangkan oleh

sikap hormat terhadap keunikan setiap suster, oleh tanggung jawab bersama satu

terhadap yang lain singkatnya oleh kepercayaan satu sama lain atas dasar iman.

Mengambil inisiatif dan menerima inisiati dari orang lain menjadi bagian dalam

memperhatikan suasana hidup komunitas. Untuk hal ini, dibutuhkan kerendahan

hati dari setiap anggota untuk menerima setiap keunikan dari masing-masing

anggota tarekat (Direktorium KYM, art. 16).

(45)

menjadi ciri masing-masing tarekat, semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus. Hendaknya hidup persaudaraan itu ditentukan sedemikian rupa, sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Dengan persatuan persaudaraan itu, yang berakar dan berdasar dalam cinta kasih, para anggota hendaknya menjadi gambar dari pendamaian menyeluruh dalam Kristus.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang persaudaraan KYM, langkah-langkah

pembinaan persaudaraan dan relevansi kerendahan hati dalam hidup persaudaraan,

penulis mencoba untuk melihat tujuan pembentukan persaudaraan dalam

komunitas religius. Komunitas religius (dalam hal ini KYM) dapat menjalankan

tugas perutusannya secara bersama-sama. Sebab hakekat komunitas adalah

kebersamaan atau dalam bahasa lain disebut persaudaraan.

Yang menjadi landasan hidup persaudaraan para suster KYM dalam hidup

berkomunitas adalah Kis 4:32 “kumpulan orang yang telah percaya itu hidup sehati

sejiwa, dan tidak seorangpun berkata bahwa suatu dari kepunyaan adalah miliknya

sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama” dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa para suster KYM senantiasa diajak untuk hidup seturut

cara hidup jemaat perdana.

D. Tantangan Zaman

Pembinaan kerendahan hati dalam tarekat KYM salah satunya dilakukan

melalui refleksi tantangan ke depan. Tantangan ke depan dimaksudkan bahwa tarekat

KYM sebagai salah satu tarekat religius ke depan akan memiliki tantangan yang

semakin berat. Para anggota tarekat KYM akan semakin banyak terjun dalam dunia

nyata seperti dalam karya kerasulan. Hal ini dapat semakin menjauhkan setiap

(46)

kerasulan yang dimiliki merupakan hal yang utama sehingga setiap orang merasa diri

menjadi yang lebih penting dibandingkan dengan anggota tarekat yang lain.

Seiring dengan perkembangan jaman, semangat kerendahan hati menjadi

semakin sulit diperjuangkan. Kerendahan hati dalam bersikap dan bertingkah laku

misalnya: sikap mengalah, tidak menonjolkan diri sendiri, rela berkorban demi

kebahagiaan orang lain menjadi semakin menonjol di antara anggota tarekat religius.

Kerendahan hati menjadi semakin sulit karena setiap anggota tarekat dihadapkan pada

semakin besarnya tuntutan dari karya yang ditanganinya.

Selain itu, tantangan di masa depan kecenderungan anggota tarekat untuk

menonjolkan diri, mencari popularitas diri sendiri akan menjadi salah satu tantangan

yang sulit dihindari. Anggota tarekat yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan

wewenang tertentu seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri,

mencari popularitas diri sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari

kerendahan hati.

Kondisi dan tantangan ke depan tersebut menjadi salah satu kesempatan bagi

tarekat KYM untuk melakukan pembinaan kerendahan hati terhadap para anggota

tarekat. Hal ini perlu dilakukan agar sejak dini para anggota disadarkan akan tugas dan

tanggung jawabnya sebagai seorang anggota tarekat KYM yang harus tetap menjaga

kerendahan hati seperti yang dihidupi St. Vincentius a Paulo.

1. Gaya Konsumtif

Sikap konsumtif merupakan salah satu tantangan yang dialami oleh para

suster dewasa ini. Para suster juga ikut tergoda dengan barang-barang duniawi

(47)

perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi, perilaku konsumptif

manusia semakin tinggi.

Tidak bisa dipungkiri bahwa godaan untuk hidup konsumtif di kalangan para suster

juga semakin tinggi. Terkait dengan barang duniawi, misalnya seperti

barang-barang elektonik para suster juga ikut menginginkannya. Tidak hanya itu, godaan untuk

menikmati hidup mewah, juga dapat melanda para suster di jaman sekarang.

Kecenderungan untuk bergaya konsumtif ini, para suster tidak jarang berusaha untuk

membenarkan diri dengan alasan karena kebutuhan untuk menunjang pelaksanaan karya

kerasulan, menunjang studi atau perkuliahan, atau tugas-tugas lainnya.

Kecenderungan gaya konsumtif di kalangan pada suster mencerminkan

memudarnya semangat kerendahan hati yang dimiliki. Para suster tidak lagi

merasa nyaman dengan fasilitas yang sederhana. Hal ini membuatnya sering

menjadi gelisah terutama bila kebutuhan-kebutuhan yang diinginkannya tidak

dapat terpenuhi (Darminta, 2010: 12).

2. Berpusat pada diri

Setiap orang seakan-akan berlomba-lomba untuk menonjolkan diri, merasa

diri paling hebat, ingin dianggap paling mampu. Sikap-sikap semacam ini

dianggap sebagai suatu hal yang lumrah dan wajar di tenag-tengah persaingan

yang semakin ketat dalam menarik simpati-simpati duniawi. Pada kondisi seperti

ini, kerendahan hati tidak lagi dianggap penting karena hal itu hanya akan

memasung sikap-sikap dan perilaku sombong dari manusia yang semakin

menonjol Kondisi duniawi seperti dijelaskan tersebut juga seringkali melanda dan

(48)

Untuk menghadapi situasi yang demikian, maka sangat diperlukan kaum religius

yang sungguh mau menghayati kerendahan hati.

Kerendahan hati di jaman sekarang sebagai suatu hal yang ketinggalan

jaman karena justru saat ini setiap orang berlomba-lomba menonjolkan diri dan

mencari popularitas diri sendiri. Hal itu juga terjadi di kalangan anggota tarekat

bahwa suster yang diberikan jabatan atau pekerjaan dengan wewenang tertentu

seringkali justru dijadikan sebagai ajang menonjolkan diri, mencari popularitas diri

sendiri sehingga sikap dan perilaku suster tersebut jauh dari kerendahan hati

(Aniceta KYM, 2013: 34).

Salah satu tantangan berat para suster dewasa ini adalah adanya

kencenderungan dalam diri untuk menjadi pusat perhatian. Apapun yang

dilakukannya semata-mata bertujuan untuk kemuliaan diri sendiri. Ciri-ciri dari

keinginan suster untuk berpusat pada diri sendiri ditunjukkan dengan sikap

ekshibisi (pamer, tampil): membuat kesan, membuat orang terpesona, terkesima,

meluap gembira, mengejutkan, membangkitkan gairah, menumbuhkan daya tarik,

membuat orang kagum dan memikat orang lain untuk terpesona dengan dirinya

sendiri. Selain itu, para suster memiliki keinginan untuk diperhatikan: agar

kebutuhannya dipenuhi oleh bantuan simpatik orang lain yang disukainya. Ingin

dirawat, didukung, ditopang, dilindungi, dicintai, dinasihati, dibimbing, dimanja,

dimaafkan, dihibur, dan ingin selalu mempunyai pendukung.

3. Kesombongan

Godaan duniawi yang demikian kuat dewasa ini menjadi salah satu

(49)

(Darminta, 2010: 12). Para suster dalam menjalankan peran, tugas dan

tanggungjawabnya menganggap bahwa melalui jabatan atau pekerjaan yang

dimilikinya membuatnya semakin tidak menyadari sudah jauh dari kerendahan

hati. Hal ini mengakibatkan para suster menjadi sering tidak jauh berbeda dari

masyarakat yang bukan anggota tarekat yang umumnya mendewa-dewakan

pemilikan harta kekayaan, kekuasaan, kenikmatan duniawi, popularitas diri yang

semuanya itu bertolak belakang dengan kerendahan hati.

(50)

BAB III

KERENDAHAN HATI DALAM PERSAUDARAAN TAREKAT KYM

A. Pengertian Persaudaraan

Persaudaraan KYM didasari persaudaraan kristiani yang diikat dan didasarkan

pada cinta kasih bukan terutama karena atas dasar hubungan darah atau hubungan

keluarga. Persaudaraan dalam KYM dilandasi oleh cinta kasih yang sebagaimana

yang diajarkan oleh Yesus sendiri yakni: saudara dan saudariku adalah mereka yang

melaksanakan Firman Allah.

1. Persaudaraan Kristiani

Persaudaraan KYM mengambil pola persaudaraan seperti yang dijelaskan

oleh Yesus sendiri dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, persaudaraan sejati

yang meliputi semua orang baru terwujud dalam Yesus Kristus. Dalam Gereja

sebagai kelanjutan Kristus sendiri persaudaraan itu memang belum sempurna, namun

merupakan suatu tanda nyata dari perkembangan perwujudannya. Universalitas

persaudaraan sejati seperti dikehendaki Allah dapat kita dengar dari Yesus sendiri

yang berkata, “Siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga dialah

saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku Mat 12:50; Luk

8:21 Bila dalam Perjanjian Lama persaudaraan masih lebih dibatasi oleh unsur

kebangsaan (nasionalisme) dan keagamaan dalam Perjanjian Baru batas-batas itu

diatasi, sehingga sungguh universal (Martasujita, 2000: 26). Perbedaan persekutuan

antara yang menurut bangsa dan yang menurut agama/iman yang masih ada dalam

(51)

Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan. Dan janganlah mengira bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu: Abrahan adalah Bapa kami! Karena aku berkata kepadamu: Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini (Mat 3:7-9).

Persaudaraan yang semula hanya timbul dari kelahiran menurut kodrat

(daging) kini juga timbul dari kelahiran kembali. Persaudaraan kodrati dapat hancur

seperti dalam cerita tentang Kain dan Habel, sedangkan persaudaraan sejati

berlandaskan keputraan Allah 1Yoh 3 Persaudaraan yang semula hanya berdasarkan

Abraham, dalam Perjanjian Baru mencapai puncaknya dan kepenuhannya dalam

Yesus Kristus sehingga anak-anak Abraham sejati ialah mereka yang percaya akan

Yesus Gal 3:7-29; Rm 4:11 Dalam Perjanjian Baru, dijelaskan bahwa dengan

kematian-Nya sebagai silih, Kristus mengadakan persaudaraan yang sebenarnya Ef

2:11-18 Persaudaraan sejati bukan timbul melulu atas kehendak baik untuk bersatu;

bukan pula karena orang ingin mengikuti teladan hidup Yesus, melainkan karena

orang mau memasuki persekutuan yang nyata dan tampak untuk diselamatkan.

Kristus adalah sebab, dasar dan tujuan persaudaraan yang dikehendaki Allah

(Martasujita, 2000: 26). Inti persaudaraan dan perwujudannya ialah kasih. Sebab

dalam kasih persaudaraanlah kita sungguh dilahirkan kembali 1 Ptr 1:22 Dalam kasih

ini seseorang tidak terikat dengan sesamanya melainkan akan Allah. Sapaan kepada

saudara ialah “terkasih” atau “saudara yang dikasihi Allah” 1 Tes 1:4

Kelehaman-kelehaman saudara harus dipikul Rm 15:1 Apabila mereka sungguh tak mau “berdosa

terhadap Kristus” (1 Kor 8:12).

Berdasarkan pengertian tentang saudara dalam Kitab Suci (khususnya dalam

(52)

dikehendaki Yesus. Persaudaraan bukanlah sesuatu yang teoritis atau abstrak,

melainkan konkret dan terwujud, suatu kenyataan. Persaudaraan adalah suatu

persekutuan secara pribadi dengan saudara-saudara dalam Kristus. Dimana ada relasi,

ada hubungan nyata, di situ persaudaraan dapat berkembang menjadi lebih erat dan

kuat (Kis 28:15).

Persaudaraan universal mengatasi segala batas namun dalam pelaksanaannya

terikat juga oleh waktu dan tempat, justru karena harus konkret. Secara konkret

persaudaraan harus terwujud dalam kesatuan Gereja. Gereja adalah Tubuh Kristus

yang merupakan kesatuan dalam keanekaragaman namun sekaligus sebagai

keanekaragaman dalam kesatuan. Ciri khas persaudaraan kristiani ialah bahwa orang

menjadi saudara sejati satu sama lain hanya dalam Yesus Kristus. Sebab berkat

kematianNya di salib Yesus menjadi anak Allah “yang sulung di antara banyak

saudara’ Rm 8:29 Kemudian sesudah bangkit, Kristus menyebut murid-murid-Nya

“saudara-saudara-Ku” Yoh 20:17; Mat 28:10 Yang menerima Yesus Kristus menjadi

anak Allah, saudara Kristus, bukan atas dasar keturunan Abraham melalui daging

melainkan karena iman kepada Kristus dank arena menjalankan kehendak Bapa Mat

12: 46:50 Sebagai anak Allah kita dapat menyebut Allah sebagai Abba, Bapa, dan

karenanya juga menjadi ahli waris janji-janji Allah bersama Kristus Rm 8:14-17

Ciri lain dari persaudaraan ialah bahwa suatu persaudaraan harus merupakan

suatu persekutuan bukan hanya dengan Kristus, tetapi juga sekaligus persekutuan

satu sama lain sebagai saudara dalam Kristus (Martasujita, 2000: 26). Hubungan

antara mereka harus dijiwai dengan perintah Yesus seperti misalnya dalam Mat

Referensi

Dokumen terkait

Kenaikan produksi kedelai pada tahun 2014 terjadi di 6 (enam) Kabupaten, yaitu: Kabupaten Kepahiang, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang yang diperoleh dengan cara acak. Instrumen penelitian

tindakan kelas yang dilakukan melalui media aplikasi power point dapat meningkatkan kemampuan mengenal konsep lima huruf vokal pada anak kelompok A di TK

Kegiatan pengabdian sangat membantu dalam menambah wawasan guru tentang konsep-konsep dan implementasi kurikulum 2013, meningkatkan profesionalisme guru dengan ikut berpikir

Ia selalu menyebut Allah sebagai Bapa-Nya (bahkan ketika Ia baru berumur 12.. 50 Siapakah Yesus? tahun). Dalam doa-doa-Nya ia menyebut Allah itu Bapa. Yesus memberitahukan kepada

Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai gain yang dinormalisasi untuk kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konseptual interaktif yang menggunakan

(5) RKA-SKPD yang telah disempurnakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihimpun oleh PPKD dan selanjutnya disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk

Pelaksanaan Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu