• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered-heads together terhadap motivasi belajar pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe numbered-heads together terhadap motivasi belajar pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi ini berjudul PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWI KELAS XI DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN 2015/2016. Penulis memilih judul ini berdasarkan rasa keprihatinan akan mata pelajaran PAK yang saat ini menghadapi tantangan di dunia pendidikan. Tantangan tersebut yaitu kurangnya motivasi siswa pada saat belajar PAK, sehingga suasana kelas menjadi tidak hidup. Tantangan tersebut perlu diatasi dengan model pembelajaran yang menarik. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap motivasi belajar PAK.

Motivasi belajar PAK berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan, dorongan untuk memenuhi kebutuhan, bertingkah laku tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian tujuan yang memenuhi kebutuhan itu. Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dalam Pendidikan Agama Katolik yaitu sebuah model pembelajaran berbasis kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi siswa dalam berpikir bersama. Berdasarkan gagasan itu, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat perbedaan antara motivasi sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan motivasi setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk uji beda. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan rumus Cluster random sampling. Hasil pengacakan yaitu kelas XI IPA, XI Bahasa, XI IPS1 dan XI IPS2. Sedangkan desain penelitian ini menggunakan bentuk Pre-Experimental Designs. Instumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala Likert dengan menyebarkan instrumen pretest (motivasi sebelum perlakuan) dan posttest (motivasi setelah perlakuan) serta untuk lebih menguatkan lagi dengan mengobservasi dari masing-masing kelas oleh guru. Dari uji validitas pada taraf signfikansi 5%, dengan N adalah 30 item terdapat 21 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefsien Alpha sebesar 0,858 yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.

(2)

This undergraduate thesis entitled THE EFFECTS OF COOPERATIVE LEARNING MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER TYPE LEARNING MOTIVATION OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF THE STUDENTS OF GRAD XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA YEAR 2015/2016. The writer chose this title based on a sense of concern for the subject of Catholic Religious Education which is currently facing challenges in the world of education. The challenge is the lack of motivation of students when learning Catholic Religious Education, so that the classroom atmosphere becomes alive. These challenges need to be addressed with an interesting learning model. One model of learning that can be used is a cooperative learning model Numbered Heads Together type. Therefore, this writing aims to determine the effects of cooperative learning model Numbered Heads Together type on motivation to be learn the Catholic Religious Education.

The Motivation to Catholic Religious Education is closely related to the appreciation of a need, an urge to meet the needs, behave in particular to meet the needs and to achieve goals that meet those needs. The Cooperative Learning model Numbered Heads Together type in Catholic Religious Education is a cooperative based learning model designed that affect students' interaction patterns in thinking together. Based on that idea, hypothesis tested in this study is that there is a difference between motivation before using cooperative learning model Numbered Heads Together type with motivation and after using cooperative learning model Numbered Heads Together type.

To prove the truth of the hypothesis empirically, the writer in this study using quantitative research method shaped different test. The samples of the population are carried out by cluster random sampling formula. The results of the randomization are classes of XI IPA, XI Bahasa, XI IPS1 and XI IPS2. While the design of this study used the form Pre-Experimental Designs. Instrument used in this research is using a Likert scale by spreading the pretest instruments (motivation prior to treatment) and posttest (motivation after treatment) as well as to further strengthen again by observing from each class by the teacher. Test the validity of the signficance level of 5%, with N is 30 item 21 items are valid. While the reliability test results obtained coefisen Alpha of 0.858 which means the reliability of the instrument is quite high.

(3)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED-HEADS TOGETHER

TERHADAP

MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWI KELAS XI DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Dede Marianus NIM: 111124039

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Mama yang sangat saya cintai dan saya banggakan, Ayuni yang selalu menjadi semangat, seluruh keluarga tercinta, pak Dapi dan saudara-saudari yang telah mendukungku dengan caranya masing-masing dan Prodi IPPAK Universitas

(7)

v MOTTO

Apa artinya belajar pada hari kemarin dan hari ini, jika kita tidak mampu menghadapi hari esok. Karena hari esok akan lebih sulit daripada hari kemarin

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWI KELAS XI DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN 2015/2016. Penulis memilih judul ini berdasarkan rasa keprihatinan akan mata pelajaran PAK yang saat ini menghadapi tantangan di dunia pendidikan. Tantangan tersebut yaitu kurangnya motivasi siswa pada saat belajar PAK, sehingga suasana kelas menjadi tidak hidup. Tantangan tersebut perlu diatasi dengan model pembelajaran yang menarik. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap motivasi belajar PAK.

Motivasi belajar PAK berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan, dorongan untuk memenuhi kebutuhan, bertingkah laku tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan pencapaian tujuan yang memenuhi kebutuhan itu. Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dalam Pendidikan Agama Katolik yaitu sebuah model pembelajaran berbasis kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi siswa dalam berpikir bersama. Berdasarkan gagasan itu, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini yakni terdapat perbedaan antara motivasi sebelum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan motivasi setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Untuk membuktikan kebenaran hipotesis secara empirik maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berbentuk uji beda. Cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan rumus Cluster

random sampling. Hasil pengacakan yaitu kelas XI IPA, XI Bahasa, XI IPS1 dan

XI IPS2. Sedangkan desain penelitian ini menggunakan bentuk Pre-Experimental

Designs. Instumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala Likert dengan menyebarkan instrumen pretest (motivasi sebelum perlakuan) dan posttest (motivasi setelah perlakuan) serta untuk lebih menguatkan lagi dengan

mengobservasi dari masing-masing kelas oleh guru. Dari uji validitas pada taraf signfikansi 5%, dengan N adalah 30 item terdapat 21 item valid. Sedangkan dari hasil uji reliabilitas diperoleh koefsien Alpha sebesar 0,858 yang berarti reliabilitas instrumen cukup tinggi.

(11)

ix

ABSTRACT

This undergraduate thesis entitled THE EFFECTS OF COOPERATIVE

LEARNING MODEL NUMBERED HEADS TOGETHER TYPE

LEARNING MOTIVATION OF CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION OF THE STUDENTS OF GRAD XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA YEAR 2015/2016. The writer chose this title based on a sense of concern for the subject of Catholic Religious Education which is currently facing challenges in the world of education. The challenge is the lack of motivation of students when learning Catholic Religious Education, so that the classroom atmosphere becomes alive. These challenges need to be addressed with an interesting learning model. One model of learning that can be used is a cooperative learning model Numbered Heads Together type. Therefore, this writing aims to determine the effects of cooperative learning model Numbered Heads Together type on motivation to be learn the Catholic Religious Education.

The Motivation to Catholic Religious Education is closely related to the appreciation of a need, an urge to meet the needs, behave in particular to meet the needs and to achieve goals that meet those needs. The Cooperative Learning model Numbered Heads Together type in Catholic Religious Education is a cooperative based learning model designed that affect students' interaction patterns in thinking together. Based on that idea, hypothesis tested in this study is that there is a difference between motivation before using cooperative learning model Numbered Heads Together type with motivation and after using cooperative learning model Numbered Heads Together type.

To prove the truth of the hypothesis empirically, the writer in this study using quantitative research method shaped different test. The samples of the population are carried out by cluster random sampling formula. The results of the randomization are classes of XI IPA, XI Bahasa, XI IPS1 and XI IPS2. While the design of this study used the form Pre-Experimental Designs. Instrument used in this research is using a Likert scale by spreading the pretest instruments (motivation prior to treatment) and posttest (motivation after treatment) as well as to further strengthen again by observing from each class by the teacher. Test the validity of the signficance level of 5%, with N is 30 item 21 items are valid. While the reliability test results obtained coefisen Alpha of 0.858 which means the reliability of the instrument is quite high.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan karena kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT)

TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWI KELAS XI DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA.

Skripsi ini disusun berdasarkan rasa keprihatinan akan mata pelajaran PAK yang saat ini menghadapi tantangan di dunia pendidikan. Tantangan tersebut yaitu kurangnya motivasi siswa pada saat belajar PAK, sehingga suasana kelas menjadi tidak hidup. Tantangan tersebut perlu diatasi dengan model pembelajaran yang menarik. Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

(13)

xi

mengerti sesuatu. Memberikan penghargaan merupakan kebutuhan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang lain.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini selesai disusun dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis dengan sepenuh hati dan syukur mengucapkan terima kasih kepada: 1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing I sekaligus dosen

pembimbing akademik yang selalu siap sedia memberikan dukungannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan koreksi saat bimbingan skripsi sehingga penulis termotivasi, dan selalu mendapat wawasan baru dalam menyempurnakan skripsi ini sampai selesai.

2. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed, selaku dosen penguji ke II yang telah bersedia memberikan dukungan dan semangat serta selaku ketua Program Studi Prodi IPPAK yang telah memberikan persetujuan pada penulis dalam proses awal penulisan skripsi hingga selesai.

(14)

xii

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung dan mendidik penulis selama belajar hingga menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 5. Seluruh teman-teman IPPAK yang selalu ada di saat penulis meminta tolong

ketika penulis memerlukan bantuan.

6. Terkhusus teman-teman IPPAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2011 yang telah banyak memberikan dukungan, perhatian, saran dan masukan selama ini dalam menjalani tugas studi di Prodi IPPAK. Bagi penulis kebersamaan kita selama ini memberi dukungan, semangat bagi penulis untuk belajar mengenal dan menerima masing-masing karakter kita sebagai teman seperjalanan dan seperjuangan selama proses membina diri dan menimba ilmu di Prodi IPPAK.

7. Sr. M. Ancilla OSF, S.Pd.,M.M. selaku Kepala SMA Santa Maria Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan emas kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMA Santa Maria Yogyakarta.

8. Ibu Theresia Heni Subekti,S.Pd. selaku guru pamong yang telah memberikan pendampingan dengan kesetiaannya ketika penulis menjalankan penelitian dan menjadi seorang ibu bagi penulis yang mampu memberikan ketenangan dalam menghadapi masalah di dalam proses penelitian serta memberikan bimbingan yang sangat berharga bagi perkembangan penulis.

(15)
(16)

xiv DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Permasalahan ... 11

E. Tujuan Penulisan ... 11

F. Manfaat Penulisan ... 11

G. Metode Penulisan ... 12

H. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS ... 14

(17)

xv

1. Hakikat Tujuan Pendidikan Agama Katolik ... 15

a. PAK sebagai Pendidikan Iman ... 15

b. PAK sebagai Pelayanan Sabda ... 17

c. PAK sebagai Komunikasi Iman ... 17

2. Pendekatan Pendidikan Agama Katolik ... 19

3. Ruang Lingkup Bahan PAK ... 21

a. Pribadi Peserta Didik ... 23

b. Yesus Kristus ... 23

c. Gereja ... 23

d. Masyarakat ... 23

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together Dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK) ... 25

1. Pembelajaran PAK ... 25

a. Belajar PAK ... 25

b. Pembelajaran PAK di Sekolah ... 30

2. Model Pembelajaran PAK ... 31

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 38

a. Pembelajaran Kooperatif ... 38

b. Model Pembelajaran Kooperatif ... 41

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 43

d. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ... 44

e. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif ... 45

f. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif ... 45

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK) ... 47

a. Sintak (Tahap-tahap) ... 47

b. Sistem Sosial ... 50

c. Tugas / Peran Guru ... 51

d. Sistem Dukungan ... 52

e. Dampak ... 52

(18)

xvi

g. Tujuan Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 53

C. Motivasi Belajar PAK ... 55

1. Pengertian Motivasi Belajar PAK ... 55

2. Faktor yang Menimbulkan Motivasi Belajar PAK ... 59

3. Fungsi Motivasi Belajar PAK ... 60

4. Macam-macam Motivasi Belajar PAK ... 61

5. Sumber Motivasi Belajar PAK ... 63

a. Faktor Internal ... 64

b. Faktor Eksternal ... 66

6. Strategi Memotivasi Siswa Belajar PAK ... 68

D. Penelitian yang Relevan ... 74

E. Kerangka Pikir ... 75

F. Hipotesis ... 75

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 77

A. Jenis Penelitian ... 77

B. Desain Penelitian ... 77

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 78

D. Populasi dan Sampel ... 79

E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 80

1. Variabel Penelitian ... 80

2. Definisi Konseptual ... 80

3. Definisi Operasional ... 81

a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT) ... 81

b. Motivasi Belajar PAK ... 82

4. Teknik Pengumpulan Data ... 82

5. Instrumen Penelitian ... 83

6. Kisi-kisi Instrumen ... 84

7. Pengembangan Instrumen ... 89

8. Validitas dan Reliabilitas ... 90

(19)

xvii

b. Uji Reliabilitas... 91

F. Teknik Analisis Data ... 93

1. Uji Persyaratan Analisis Data ... 94

a. Uji Normalitas Data ... 94

b. Uji Hipotesis ... 95

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 97

A. Hasil Penelitian ... 97

1. Uji Persyaratan ... 97

2. Uji Normalitas dan Uji Hipotesis ... 98

a. Uji Normalitas dan Uji Hipotesis untuk Melihat Perbedaan Selisih Hasil Nilai Pretest ke Posttest pada Sampel sebanyak 95 Orang ... 98

b. Uji Normalitas dan Uji Hipotesis Perkelas ... 101

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 113

1. Hasil Uji hipotesis untuk perbedaan selisih hasil nilai pretest ke posttest pada sampel sebanyak 95 orang ... 113

2. Uji hipotesis untuk melihat perbedaan hasil selisih nilai pretest ke posttest pada setiap kelas yaitu kelas IPA, Bahasa, IPS1 dan IPS2 ... 114

C. Refleksi Kateketis ... 116

1. Aspek Kateketis dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 116

2. Aspek Kateketis dalam Motivasi Belajar PAK ... 117

D. Refleksi atas Hasil Penelitian ... 118

E. Keterbatasan Penelitian ... 125

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 126

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130

LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Izin Penelitan ... (1)

(20)

xviii

Lampiran 3: RPP ... (3)

Lampiran 4: Lembar Kerja Siswa ... (16)

Lampiran 5: Contoh Instrumen Pretest-posttest ... (22)

Lampiran 6: Contoh Hasil Pretes-posttest ... (26)

Lampiran 7: Data Hasil Observasi/Pengamatan ... (58)

Lampiran 8: Data Hasil Uji Validitas ... (70)

(21)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Desain Pretest-Posttest ... 78

Tabel 2. Data populasi siswa kelas XI tahun 2014 ... 79

Tabel 3. Kisi-kisi Observasi Variabel Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together ... 84

Tabel 4. Kisi-kisi (Pretest-Posttest) Instrumen Motivasi Belajar PAK ... 85

Tabel 5. Instrumen Observasi Motivasi Belajar PAK ... 88

Tabel 6. Rumus Manual Validitas ... 90

Tabel 7. Validitas Y1 ... 91

Tabel 8. Rumus Reliabilitas ... 92

Tabel 9. Reliabilitas Y1 ... 92

Tabel 10. Reliabilitas Statistik Y1 ... 93

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Sampel Sebanyak 95 Orang ... 98

Tabel 12. Perbedaan Mean Pretest-Posttest pada sampel sebanyak 95 orang ... 99

Tabel 13. Hasil Uji Wilcoxon Sampel sebanyak 95 Orang ... 100

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Kelas XI IPA ... 101

Tabel 15. Perbedaan Mean Pretest-Posttest Kelas XI IPA ... 102

Tabel 16. Hasil Uji T-Test Kelas XI IPA ... 103

Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Kelas XI Bahasa ... 104

Tabel 18. Perbedaan Mean Pretest-Posttest Kelas XI Bahasa ... 105

Tabel 19. Hasil Uji Wilcoxon Kelas XI Bahasa ... 106

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas Kelas XI IPS 1 ... 107

Tabel 21. Perbedaan Mean Pretest-Posttest Kelas XI IPS 1 ... 108

Tabel 22. Hasil Uji T-Test Kelas XI IPS 1 ... 109

Tabel 23. Hasil Uji Normalitas Kelas XI IPS 2 ... 110

Tabel 24. Perbedaan Mean Pretest-Posttest Kelas XI IPS 2 ... 111

(22)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pikir ... 75

Gambar 2. Teknik Cluster Random Sampling ... 80

Gambar 3. Perbedaan selisih nilai mean Sebelum Perlakuan dan Setelah Perlakuan pada sampel sebanyak 95 orang ... 100 Gambar 4. Perbedaan selisih nilai mean Sebelum Perlakuan dan Setelah

Perlakuan pada Kelas IPA ... 103 Gambar 5. Perbedaan selisih nilai mean Sebelum Perlakuan dan Setelah

Perlakuan pada kelas XI Bahasa ... 106 Gambar 6. Perbedaan selisih nilai mean Sebelum Perlakuan dan Setelah

Perlakuan pada kelas XI IPS 1 ... 109 Gambar 7. Perbedaan selisih nilai mean Sebelum Perlakuan dan Setelah

Perlakuan pada kelas XI IPS 2 ...112

(23)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Teks Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia.

Luk : Lukas

Kis : Kisah Para Rasul Rm : Roma

1Kor : 1 Korintus Gal : Galatia Mat : Matius Yes : Yesaya Luk : Lukas Ul : Ulangan Im : Immamat

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

ASG : Ajaran Sosial Gereja, Kumpulan dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991 dari Rerum Novarum sampa Centesmus Annus. CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes

(24)

xxii

DKU : Direktorum Kateketik Umum, sinode para uskup mengenai evangelisasi (1974) dan mengenai katekese, Tahun 1971

DV 5 : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis tentang wahyu Ilahi, Paulus Uskup Hamba Allah bersama Bapa-bapa Konsili Suci demi kenangan Abadi, 18 November 1965

EN : Evangeli Nuntiandi, Ensiklik Paus Paulus VI, tentang pewartaan Injil dalam dunia modern, 8 Desember 1975.

KHK : Kitab Hukum Kanonik adalah susunan atau kodifikasi peraturan kanonik untuk Gereja Latin dalam Gereja Katolik, oleh Paus Yohanes Paulus II, tanggal 25 Januari 1983.

KOMKAT : Komisi Kateketik, Perangkat keuskupan yang membantu uskup dalam karya katekese.

KU : Katekese Umat dicetuskan dalam Pertemuan Komisi Kateketik Keuskupan se-Indonesia (PKKI) yang pertama di Sindanglaya (Jawa Barat), 10-17 Juli 1977.

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Paus Paulus VI Tentang Gereja, 21 November 1964.

MAWI : Majelis Agung Waligereja Indonesia, konferensi para uskup di Indonesia, Tahun1960-1970.

(25)

xxiii C. Singkatan Lain

a. : Artikel AK : Angkatan bdk : Bandingkan BHS : Bahasa HP : Handphone

IPA : Ilmu Pengetahuan Sosial IPS : Ilmu Pengetahuan Sosial KKM : Ketentuan Kriteria Minimal

KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kt : Kata

LKS : Lembar Kerja Siswa NHT : Numbered Heads Together No : Nomor

PAK : Pendidikan Agama Katolik PBM : Proses Belajar Mengajar SMA : Sekolah Menengah Atas Std : Standar

Sig : Signifikansi SP : Satuan Pertemuan

(26)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Proses pendidikan di sekolah termasuk PAK (Pendidikkan Agama Katolik) yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses belajar mengajar (PBM). Keberhasilan PBM ini ditentukan melalui kerjasama dan keterlibatan antara siswa dan guru. Dalam konteks ini, guru dituntut untuk menyususn suatu perencanaan kegiatan pembelajaran sistematis yang berpedoman pada kurikulum yang saat itu digunakan.

(27)

Guru sebagai motivator ialah di mana guru mampu menyemangati siswanya dengan mengetahui dan mengerti siswanya, memberikan penghargaan kepada siswanya. Mampu mengetahui dan mengerti siswanya yakni berhubungan dengan kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahunya untuk mendapatkan pengetahuan, untuk mendapatkan keterangan-keterangan, dan untuk mengerti sesuatu. Memberikan penghargaan merupakan kebutuhan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang lain. Secara tidak langsung ini merupakan kebutuhan perhatian, ketenaran, status, martabat, dan lain sebagainya. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan manusia untuk mengembangkan diri sepenuhnya, merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya. Menurut pengalaman yang dirasakan penulis selama menjadi siswa dan ketika praktek mengajar di sekolah dasar dan sekolah menengah, guru belum sepenuhnya mampu menyemangati siswa sesuai dengan yang diharapkan. Faktanya ada siswa yang tidur ketika pembelajaran berlangsung dan kurang bergairah. Padahal guru sudah memberikan perhatian lebih kepada siswanya.

(28)

memfasilitasi siswanya dengan beberapa fasilitas. Misalnya, saat pembelajaran di sekolah guru memfasilitasi ruangan kelas dengan ruangan yang bagus dan menarik.

Menjadi guru memang terlihat mudah, namun pada kenyataannya sangatlah bertolak belakang. Apalagi menjadi guru yang mempunyai hati. Bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan. Bahkan ada ungkapan bahwa menjadi guru tidak menjamin masa depan. Dan ini akan berpengaruh dengan kinerja yang maksimal bagi sebagian orang yang orientasinya adalah uang. Serta berpengaruh juga terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari materi ajar yang disajikan oleh guru. Tetapi sebagai seorang guru agama yang mempunyai semangat sang guru sejati yaitu Yesus Kristus yang menjadi inspirasi dunia maka akan sangat sulit dalam menjalankannya dalam hidup sehari-hari karena dihadapkan dengan berbagai tantangan yang cukup banyak sehingga akan sangat sulit untuk menciptakan suatu pembelajaran yang inovatif dan menarik yang mampu memberi motivasi bagi siswa dalam mengikuti pelajaran pendidikan agama katolik. Ada kesan dari guru PAK yang merasa sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya karena pembicaraan-pembicaraan yang menjatuhkan mental seorang guru. Misalnya dari segi perekonomian, dengan gaji guru yang tidak seberapa besar maka akan kesulitan mencukupi kebutuhan sehari-hari yang semakin banyak tuntutan dan kebutuhan. Memang kelihatan sederhana namun, ada guru yang kurang kuat mentalnya lalu meninggalkan pekerjaannya tersebut.

(29)

untuk pembentukan iman dan kepercayaan seseorang tetapi terlihat monoton dan tidak memotivasi para siswa. Ini tentu akan sangat mengecewakan karena tidak relevan dengan semangat Yesus Kristus yang selalu mempunyai semangat dan motivasi yang tinggi dalam segala hal. Bagaimana mungkin siswa termotivasi didalam dirinya apabila tidak ada dorongan dari gurunya secara mendalam dan menciptakan suatu model pembelajaran yang benar-benar mengena dan relevan sesuai dengan situasi mereka. Oleh sebeb itu, guru harus benar-benar peka akan situasi seperti ini serta memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa, serta harus membuat sesuatu yang menarik dan relevan bagi siswa. Misalnya dengan diskusi kelompok ataupun model belajar yang benar-benar melibatkan siswanya seperti ambil bagian dalam penyampaian ide-idenya. Sesungguhnya pelajaran PAK mampu membuat seseorang bertobat dan melakukan hidup dengan sebaik mungkin. Misalnya, dengan kegiatan rohani seperti pendalaman Kitab Suci, mampu membuat seorang anak tersentuh dan akhirnya berubah dan sungguh-sungguh bertobat.

(30)

sebagian besar siswa-siswi menjadi aktif, senang, dan saling menyumbangkan ide-ide mereka dengan bebas serta ada komunikasi yang baik diantara mereka. Ini berarti para siswa mempunyai dorongan dalam pembelajaran saat menerapkan model kerja kelompok seperti ini.

Perkembangan suatu pembelajaran saat ini juga semakin pesat, dengan beberapa penelitian mengenai model belajar dan pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh para peneliti di beberapa tempat, yang sudah mengembangkan suatu model pembelajaran yang bervariasi, menarik, mengikuti perkembangan pendidikan dan menyenangkan dengan menggunakan model kooperatf. Seperti yang dikatakan Slavin (1995) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap perbaikan hubungan antara kelompok dan kepercayaan diri siswa, sehingga tumbuh motivasi dalam diri siswa untuk mengulangi kegiatan tersebut. Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah mestinya mampu mengembangkan suatu model pembelajaran yang bervariasi, menarik, mengikuti perkembangan pendidikan dan menyenangkan. Faktanya, banyak guru yang tidak mau memanfaatkan model belajar dan pembelajaran yang sudah dikembangkan para ahli dengan baik dalam kegiatan pembelajaran didalam kelas, sehingga proses pembelajaran terlihat monoton dan tidak bervariasi, serta materi yang ingin disampaikan tidak tercapai dengan maksimal. Ada guru yang saat ini menggunakan model-model yang menarik seperti model yang telah dikembangkan George (dalam miftahul Huda, 2013:144)

yaitu modelnya didasarkan pada konsep “pembelajar mandiri‟‟(autonomous

learner). Pembelajar mandiri adalah mereka yang mampu menyelesaikan masalah

(31)

berfikir divergen dan konvergen tanpa terlalu banyak dibantu orang luar untuk memilih bidang-bidang tindakan yang dikehendakinya.

Dalam pendidikan Agama Katolik, materi yang disampaikan berdasarkan terang Kitab Suci dan pengalaman langsung para siswa, yang artinya ruang lingkup materi membahas tentang bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah, seperti yang terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, serta pengalaman langsung siswa dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Ada kesan, yang terjadi adalah ada guru PAK yang menyampaikan bertolak dari terang Kitab Suci dan Pengalaman Langsung ketika menyampaikan materi ajarnya. Misalnya, saat menyampaikan materi tentang Kitab Suci tetapi malah membahas pola makan, tentu ini tidak relevan dan sesuai dengan ajaran Kitab Suci. Idealnya di dalam penyampaian materi ada guru yang selalu meneguhkan dengan terang Kitab Suci dan menceritakan dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Ini berarti bahwa antara Kitab Suci dan pengalaman sehari-hari berpengaruh antara satu dengan yang lainnya.

(32)

yang baik seperti ini tentunya tidak relevan untuk menerapkannya, tetapi setidaknya sekolah yang sudah berkembang harus menggunakan sarana Audio Visual yang relevan dan ruangan kelas yang baik. Sesungguhnya saat ini pemerintah sudah menyediakan dan memperhatikan lembaga-lembaga pendidikan di Iindonesia. Ini berarti sudah banyak sekolah yang sarana dan prasarananya sudah tercukupi. Dengan perhatian pemerintah tersebut maka tinggal bagaimana guru bisa memanfaatkannya dengan bijaksana sesuai dengan kebutuhan para siswanya.

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini juga tidak dapat dilepaskan dari pengaruh globalisasi, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Semakin maraknya perkembangan zaman semakin kurang juga komunikasi serta relasi kita dengan sesama dan lingkungan. Relasi menjadi kurang terjaga dengan harmonis seperti yang kita harapkan, hal ini yang sangat kita hindari karena dapat merusak mental generasi bangsa sehingga menjadi manja, dan selalu terpaku dengan guru dan tidak mau memecahkan masalah sendiri secara mandiri serta mempengaruhi hasil belajar dan interaksi sosial. Faktanya hampir semua orang di dunia ini mempunyai alat komunikasi seperti hp,

gadget, dan alat komunikasi lainnya. Ini berarti bahwa banyak generasi yang

akan terancam karena dengan sibuk pada alat komunikasinya masing-masing seseorang melupakan interaksi sosialnya dengan orang lain disekitarnya.

(33)

sosial maka pelajaran akan menjadi menarik dan diminati oleh siswa. Dengan demikian maka pelajaran PAK akan menjadi pelajaran yang menyenangkan. Faktanya pengaruh teknologi sangat melekat pada siswa, dan membuat mereka sulit menjalin interaksi karena mereka bisa berkomunikasi melalui teknologi tanpa harus berkomunikasi langsung dengan sesamanya. Dan tentunya hal ini harus kita hindari jangan sampai masa depan dunia akan hancur karena tidak ada interaksi sosial. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah agar siswa mampu menyadari peran sesama disekitar hidup mereka yang mempunyai peranan yang sangat penting sesuai dengan ajaran Agama Katolik dan salah satu dokumen Gereja yaitu ASG (Ajaran Sosial Gereja).

(34)

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan diatas penulis mengusulkan suatu model pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Katolik (PAK) yang mungkin mampu memberi inovasi kepada guru pendidikan agama katolik dii SMA Santa Maria Yogyakarta untuk membangun suatu pembelajaran yang menyenangkan dan relevan dengan kebutuhan siswa saat proses pembelajaran didalam kelas. Adapun model pembelajaran tersebut adalah Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT). Penulis tertarik dengan model ini karena adanya aktifitas pada siswa, adanya interaksi pada siswa, dan mengembangkan motivasi siswa, serta membangkitkan motivasi siswa, maka penulis menyusun skripsi ini dengan judul Pengaruh Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT) terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta Tahun 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan maslalah penulisan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses pendidikan belajar mengajar PAK di sekolah? 2. Bagaimanakah kesan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran PAK? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa saat mengikuti pelajaran Pendidikan Agama

Katolik?

4. Mengapa siswa tidak termotivasi dengan pelajaran PAK? 5. Mengapa siswa termotivasi dengan pelajaran PAK?

(35)

7. Apakah guru sudah menjadi motivator dan fasilitator yang baik bagi siswa? 8. Bagaimana semangat guru saat pelajaran PAK?

9. Apakah mudah untuk menjadi seorang guru PAK? 10. Apakah yang membuat pelajaran PAK tidak menarik?

11. Apakah model pembelajaran kooperatif pernah digunakan saat pembelajaran PAK?

12. Sejauh mana guru mengenalkan kepada siswa mengenai model-model pembelajaran?

13. Bagaimanakah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) dipahami oleh guru PAK?

14. Bagaimana model pelajaran tipe Numbered-Heads Together (NHT) relevan terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik?

15. Bagaimanakah tanggapan siswa saat dikenalkan dengan model belajar yang baru atau bervariasi?

16. Apakah siswa mendengarkan dengan baik ketika guru menjelaskan materi pelajaran PAK?

17. Bagaimanakah sarana dalam pelajaran PAK sudah digunakan dengan baik? 18. Apakah materi PAK yang diberikan oleh guru sudah mengikuti standar? 19. Bagaimana interaksi siswa dengan teman sekelasnya?

20. Apakah siswa sudah memiliki motivasi saat pelajaran PAK?

C. Batasan Masalah

(36)

motivasi cukup luas. Maka penulis membatasi penulisannya pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT) dan Motivasi belajar di SMA Santa Maria Yogyakarta, dengan tujuan agar penulisan dapat lebih fokus dan mendalam.

D. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan pembatasan masalah yang disapaikan diatas, maka penulis merumuskan masalah penulisan ini, yakni Adakah pengaruh penggunaan model kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT) terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta Tahun 2015/2016?.

E. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan model kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT) pada siswi-siswi kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta

2. Mendeskripsikan motivasi belajar siswi–siswi kelas XI pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik SMA Santa Maria Yogyakarta.

3. Mengetahui Adakah pengaruh penggunaan model kooperatif Tipe

Numbered-Heads Together (NHT) terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik

siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta Tahun 2015/2016.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

(37)

untuk siswi-siswi saja namun juga untuk guru agama, khususnya untuk proses pembelajaran yang telah mereka lakukan bersama siswi-siswi kelas XI.

b) Bagi Siswi-siswi kelas XI: Memberikan masukan bahwa minat sangat penting dan mendukung perkembangan kemampuan belajar mereka.

c) Bagi Penulis: Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan pengetahuan yang lebih luas bagi penulis.

2. Manfaat Teoritis: Dengan adanya tulisan ini diharapkan mampu menambah kasanah metodologis dalam pendidikan agama katolik.

G. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan penelitian Kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan kuantifikasi angka mulai dari pengumpulan data, pengolahan data yang diperoleh, sampai pada penyajian data, yaitu untuk menunjukkan penggaruh antara variabel X (Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered-Heads

Together (NHT) terhadap variabel Y ( motivasi belajar siswa) dalam pelajaran

pendidikan agama katolik di SMA Santa Maria Yogyakarta.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memahami keseluruhan gambaran isi skripsi ini, maka penulis memberikan gambaran singkat sebagai berikut.

(38)

tersebut, penulis penulis mengajukan Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.

Bab II berisi tinjauan teoritis (pustaka) yang meliputi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT), Motivasi Belajar, Penelitian yang Relevan, dan Hipotesis.

Bab III menjelaskan metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan alat penelitian, dan teknik analisis data.

Bab IV Menguraikan tentang hasil penelititan yang tediri dari analisis validitas, analisis reliabilitas, uji normalitas, pembahasan serta keterbatasan penelitian, dan refleksi.

(39)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Judul dari tulisan ini adalah Pengaruh Model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered-Head Together (NHT) terhadap motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik siswi kelas XI di SMA Santa Maria Yogyakarta Tahun 2015/2016.

Tulisan dalam judul ini terdiri dari tiga aspek yaitu: Pendidikan Agama Katolik, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered-Heads Together (NHT), dan Motivasi yang masing-masing memiliki pengertiannya tersendiri. Maka dari itu, pada bagian ini akan diulas secara tersendiri mengenai apa itu Pendidikan Agama Katolik, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered-Heads Together (NHT), dan Motivasi.

A. Pendidikan Agama Katolik (PAK)

Pendidikan Agama Katolik dalam buku berjudul Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti tingkat Sekolah Menengah Atas (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:2).dirumuskan sebagai berikut :

(40)

Dari rumusan tersebut memberikan gambaran bahwa Penddikan Agama Katolik sangatlah penting didalam kehidupan kita dan demi kemajuan masa depan kita sebagai umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Dengan Pendidikan Agama Katolik maka kita akan semakin fokus dalam menentukan arah, tujuan dan hidup kita. Dan apabila kita sudah fokus dalam hal tersebut ssungguhnya kita sudah belajar untuk menjadi manusia yang sesungguhnya. Kita tidak lagi mudah teroncang dalam menghadapi arus kehidupan karena kita sudah mempunyai arah dan tujuan dalam hidup kita yang menjadi dasar yang sangat baik untuk membangun kerajaan Allah ditengah dunia.

Oleh sebab itu, untuk lebih jauh mendalami PAK tersebut akan dibahas mengenai Hakikat dan tujuan PAK (yang terdiri dari pendidikan iman dan pelayanan sabda), pendekatan PAK, ruang lingkup PAK, PAK yang Bervisi Spiritual, Suasana pertemuan PAK yang Dijiwai oleh Roh Cinta Kasih dan Kebebasan Injili, dan PAK sebagai Komunikasi Iman.

1. Hakikat dan Tujuan Pendidikan Agama Katolik a. PAK sebagai Pendidikan Iman

(41)

hanya di dalam sekolah saja tetapi sungguh-sungguh mereka tanamkan di dalam hati mereka dan diterapkan sesuai dengan keadaan hidup mereka di dalam masyarakat.

Dalam konteks agama Katolik, pelajaran agama di sekolah dinamakan Pendidikan Agama Katolik, yang merupakan salah satu realisasi tugas dan perutusannya untuk menjadi pewarta dan saksi Kabar Gembira Yesus Kristus.

Selain itu, PAK juga harus mempunyai visi yang kuat yang harus ditanamkan sejak awal di dalam pendidikan. Visi yang kuat merupakan dasar yang mempunyai daya dalam pendidikan agama Katolik. Dengan adanya visi yang kuat maka akan menjadi tolak ukur dalam PAK. Visi yang menjadi tolak ukur tersebut adalah PAK yang bervisi Spiritual.

Spiritual yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berhubungan dengan inti hidup manusia. Maka bervisi spiritual berarti pendidikan secara konsisten terus berusaha memperkembangkan kedalaman hidup seseorang, memperkembangkan jati diri atau inti hidup manusia (Heryatno Wono Wulung, 2012).

(42)

Allah di masa kini, pada kisah komunitas Iman Katolik, dan visi Kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir di antara kita.

b. PAK sebagai Pelayanan Sabda

Dalam diri Yesus dari Nazaret, Sabda Allah tampak secara konkret manusiawi. Penampakan itu merupakan puncak seluruh sejarah pewahyuan Sabda Allah. Tetapi oleh karena Sabda itu sudah menjelmakan diri dalam sejarah dan tidak bisa tinggal dalam sejarah untuk selamanya, maka untuk mempertahankan hasilnya bagi semua orang, Sabda itu harus menciptakan bentuk-bentuk lain di dalam ajarannya sehingga Ia bisa hadir dan berbicara.

Semua bentuk baru yang muncul sesudahnya, pada hakikatnya berbeda dengan Sabda asli tetapi berasal darinya dan mengandung dayanya. Sabda-sabda itu merupakan gema Sabda Yesus Kristus (KWI, 1996:382). Yang artinya sebagai wadah di dalam pewartaan diharapkan PAK mampu memberikan pelayanan sabda di dalam penerapannya sehari-hari.

Oleh karena itu, di dalam pendidikan agama katolik sebagai pelayanan Sabda harus menggemakan siapa itu Yesus. Karena di dalam Sabda tersebut adalah inti dari semua pelayanan tersebut. Sehingga dengan pelayanan yang total melalui pendidikan agama di sekolah mampu membawa siswa pada penerapannya di dalam melayani sesama di sekitarnya. Ini berarti bahwa siswa mampu membawa Yesus dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.

c. PAK sebagai Komunikasi Iman

(43)

Katekese Umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Melalui kesaksian para peserta saling membantu sedemikian rupa, sehingga iman masing-masing diteguhkan dan dihayati secara semakin sempurna. Katekese kapan dan di mana pun juga merupakan komunikasi iman. Yang ditekankan di sini komunikasi bukan saja antara pembimbing dengan peserta, tetapi lebih-lebih komunikasi antar peserta sendiri. Dalam konteks PAK di sekolah, berarti yang ditekankan bukan saja komunkasi antara guru dengan peserta didiknya, tetapi komunikasi antara peserta didik itu sendiri.

Selan itu, Heryatno Wono Wulung juuga memaparkan (dalam mata kuliah pengantar PAK, 2012) bahwa sebagai komunikasi iman PAK perlu menekankan sifatnya yang praktis, bermula dari pengalaman penghayatan iman dan menuju

pada penghayatan iman baru yang lebih „‟baik‟‟, PAK menjadi mediasi

(44)

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa komunikasi iman berarti adanya tukar pengalaman iman pada peserta didik yang didasari atas pengalaman iman mereka masing-masing sehingga memperkaya imannya dan terpenting adalah memperdalam imannya terhadap Yesus Kristus. Dalam Kristus kita berjumpa dengan Allah dan melalui Dialah Allah mendatangi kita.

2. Pendekatan Pendidikan Agama Katolik

Pendekatan pembelajaran PAK dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran PAK, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Dalam pendidikan Agama Katolik, pendekatan pembelajaran lebih ditekankan pada pendekatan yang di dalamnya terkandung tiga proses, yaitu proses pemahaman, pergumulan yang diteguhkan dalam terang Kitab Suci/Ajaran Gereja dan pembahaharuan hidup yang terwujud dalam penghayatan iman sehari-hari (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:3).

(45)

Heryatno Wono Wulung memaparkan (dalam buku pengantar PAK, 2012) pendidikan yang bervisi spiritual dapat sungguh terwujud kalau suasana sekolah kristen dijiwai oleh Roh cinta kasih dan kebebasan Injili. suasana sekolah semacam ini membuat para peserta didik merasa martabatnya dihormati, permasalahan hidupnya diphami, pertanyaan dan keluhannya diperkatikan. Mereka juga dibantu menemukan identitas diri dan perannya di dalam linggkungan sekolah dan masyarakat. Seperti St. Joseph di Karachi, sekolah Kristiani di mana pun perlu menciptakan suasana kemitraan dan kekeluargaan antara guru dengan peserta didik, guru dengan orang tua, lebih-lebih di antara peserta didik sendiri. Yang dimaksud kekeluargaan di dalam sekolah adalah suasana pendidikan yang membuat peserta didik krasan, gembira, diterima dan di percaya. Dengan suasana semacam ini etos atau sikap dasar connectedness (keterkaitan), caring (perhatian) dan concern (keprihatinan) dapat terrealisir.

(46)

3. Ruang Lingkup Bahan PAK

Dapiyanta (2008:5) mengatakan bahwa ruang lingkup bahan PAK di sekolah tidak lepas dari bahan katekese. Katekese (dalam KOMKAT Keuskupan Agung Semarang, 2012:12), menurut Directorium Catechisticum Generale

„‟petunjuk Umum Katekese‟‟, merupakan kegiatan yang membawa umat menuju

(47)

Katekese di dalam PAK tentunya mencakup unsur kebenaran. Kebenaran yang dimasksudkan adalah kebenaran iman. Iman akan Allah dan karya keselamatan-Nya seperti yang diuraikan diatas. Dapiyanta (2008:5) mengemukakan bahwa kebenaran-kebenaran iman itu senantiasa diwartakan oleh Gereja yang senantiasa disusun secara hirarkis. Kebenaran-kebenaran itu merupakan bahan katekese. Hirarkis di sini dimengerti bahwa kebenaran yang satu berdasar pada kebenaran yang lain. Kebenaran-kebenaran iman itu dapat dikelompokkan ke dalam empat judul berikut: misteri Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, Pencipta segala sesuatu; misteri Yesus Kristus, Sabda yang menjelma, lahir dari Perawan Maria, menderita, mati, dan bangkit untuk keselamatan manusia; misteri Roh Kudus, yang hadir di dalam Gereja, menyucikan, membimbing hingga kedatangan Kristus secara mulia, hakim abadi; dan misteri Gereja, Tubuh Mistik Kristus, di mana Perawan Maria memegang posisi utama.

Didalam PKKI IV yang diadakan di Denpasar (1988) merumuskan dengan jelas mengenai katekese umat. Katekese Umat adalah katekese yang melibatkan seluruh umat. Oleh sebab itu pelaku Katekese Umat adalah umat secara keseluruhan. Katekis hanyalah sebagai fasilitator. Ini artinya dalam konteks sekolah peserta didik sebagai pelaku katekese dan guru sebagai fasilitator.

(48)

2008:5,6). Kurikulum 2013 (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014:2) merumuskan ruang lingkup bahan PAK mencakup empat aspek yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Keempat aspek yang dibahas secara lebih mendalam sesuai tingkat kemampuan pemahaman peserta didik adalah sebagai berikut.

a. Pribadi peserta didik

Ruang lingkup ini membahas tentang pemahaman diri sebagai pria dan wanita yang memiliki kemampuan dan keterbatasan, kelebihan dan kekurangan dalam berelasi dengan sesama serta lingkungan sekitarnya.

b. Yesus Kristus

Ruang lingkup ini membahas tentang bagaimana meneladani pribadi Yesus Kristus yang mewartakan Allah Bapa dan Kerajaan Allah, seperti yang terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

c. Gereja

Ruang lingkup ini membahas tentang makna Gereja, bagaimana mewujudkan kehidupan menggereja dalam realitas hidup sehari-hari.

d. Masyarakat

(49)

Bahan meskipun penting tetap merupakan sarana. Namun demikian bahan yang diharapkan bukan bahan yang mati, melainkan bahan yang hidup dan bersaksi. Bahan merupakan partner dialog yang bersaksi. Ruang lingkupnya ialah tradisi Kristen, kehidupan peserta didik dan lingkungannya. Bahan-bahan yang diolah mengandung segi objektif dan subjektif. Segi objektif adalah peristiwa dan sejarahnya. Segi subjektifnya adalah tanggapan iman umat terhadap peristiwa Yesus tersebut. Tradisi dan situasi tertentu dalam gereja adalah segi objektif, dan segi subjektifnya adalah tanggapan umat terhadap tradisi tersebut. Situasi yang dialami kelompok murid adalah segi objektif, segi subjektifnya adalah tanggapan para murid terhadap situasi mereka. Segi objektif dapat dinilai. Segi subjektif di luar tanggapan murid dapat dibojektifkan sehingga dapat dinilai. Segi subjektif tanggapan murid, demi kebebasan murid tidak masuk nilai ujian (Jacop, dalam Dapiyanta, 2008:6).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup bahan PAK adalah membahas mengenai peserta didik, Yesus Kristus, Gereja, dan masyarakat. Ini berarti bahwa Pendidikan Agama Katolik tidak hanya sebatas mewartakan Kitab Suci saja, melainkan beberapa aspek seperti yang telah diuraikan diatas.

(50)

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Heads Together (NHT) Dalam Pendidikan Agama Katolik (PAK)

1. Pembelajaran PAK a. Belajar PAK

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan banyak kegiatan yang

sebenarnya merupakan „‟gejala belajar‟‟, dalam arti mustahil-lah melakukan

kegiatan itu, kalau kita tidak belajar terlebih dahulu. Misalnya, kita mengenakan pakaian, kita makan dengan menggunakan alat-alat makan, kita berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati bendera Sang Merah Putih, kita mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi kehidupan sehari-hari (Winkel,1989:34).

(51)

belajar. Jadi, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa „‟belajar‟‟ pada manusia

dapat dirumuskan sebagai berikut: „‟Suatu aktivitas mental/psikis, yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan

nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas‟‟.

Selain itu, Slameto (2013:2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku tersebut adalah:

1) Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan di dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

(52)

perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang berifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang tterjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Tentunya perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Menurut Walker (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.

(53)

sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintiminasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu (dalam Yatim Riyanto, 2009:5).

Menurut Gagne dinyatakan bahwa belajar merupakan kecendrungan perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan. Hal ini dijelaskan kembali oleh Gagne (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) bahwa belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikontrol.

Dogeng (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si pelajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain, belajar adalah sesuatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.

Menurut Thorndike (dalam Yatim Riyanto, 2009:5), belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan).

(54)

Dalam konteks Pendidikan, Pelajaran Agama Katolik di sekolah (Setyakarjana, 1997:9) adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, yang mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lainnya seperti Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, dll. Berhubung karena mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lain, maka pelajaran Agama Katolik di Sekolah mau tidak mau harus terikat pada kurikulum dan waktu yang tersedia.

Setyakarjana juga mengatakkan, (1997:9) pelajaran Agama Katolik di Sekolah merupakan salah satu bagian dari tugas pastoral Gereja terhadap

anak-anak yang bertujuan „‟Agar Peserta Didik Mampu Menggumuli Hidup Dari Segi

Pandangan-Pandangan Katolik dan dengan demikian Mudah-Mudahan Berkembang Terus Menjadi Manusia Paripurna (Manusia Beriman)‟‟. PAK adalah bentuk pelayanan demi pembinaan iman di sekolah; sekolah dengan situasi dan kondisinya, kelemahan dan kelebihannya beserta tuntutan-tuntutannya.

Dari uraian tersebut, belajar PAK berarti suatu kegiatan(aktivitas) mental/psikis, yang berlangsung dalam proses interaksi aktif di dalam lingkungan kelas, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap demi perkembangan imannya sebagai manusia beriman.

(55)

erat berelasi dengan Yesus. Semakin seseorang berkata, berkehendak, dan bertindak seperti Kristus berarti semakin terjadi belajar PAK dalam diri seseorang itu. Semakin orang terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan Kristus, semakin terjadi interaksi aktif dalam diri orang itu terhadap lingkungannya, semakin terjadi belajar dalam diri orang itu.

b. Pembelajaran PAK di Sekolah

Dapiyanta (2008:10) mengemukakan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam membelajarkan murid. Pembelajaran adalah sebuah interaksi antara guru yang mengajar dan murid yang belajar. Mengajar dapat pula diartikan sebagai pengaturan kondisi eksternal tertentu (Winkel dalam Dapiyanta, 2008:10). Kondisi eksternal adalah paduan dari bahan, metode, media, suasana yang diatur berdasar keadaan murid dan tujuan pembelajaran. Dapiyanta (dalam Setyakarjana,1997:137) juga menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan oleh seseorang yang memungkinkan orang lain belajar. Bertolak dari itu, Miftahul Huda (2013:6) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang jelas, ia merupakan rekontruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok.

(56)

Agama Katolik di Sekolah adalah menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga murid belajar mengembangkan hidup beriman (Dapiyanta, dalam Setyakarjana, 1997:137).

2. Model Pembelajaran PAK

Miftahul Huda (2013:143) mengatakan ada banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa berfikir kreatif dan produktif. Bagi guru, model-model ini penting dalam merancang kurikulum pada siswa-siswanya. Tentu saja, model-model yang tercantum dalam bagian ini tidak mencerminkan sederan daftar yang ketat; semuanya lebih berupa refleksi atas beragam teori pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan siswa yang juga beragam. Model pembelajaran harus dianggap sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif. Model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung (Anurrahman, 2009: 141).

(57)

disajikan. Hal penting yang harus diingat bahwa tidak ada satu strategi pembelajaran yang paling ampuh untuk segala situasi. Oleh sebab itu guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang komperhensip serta mampu mnegambil keputusan yang rasional kapan waktu yang tepat untukmenerapkan salah satu atau beberapa strategi secara efektif (Killen, dalam Anurrahman, 2009: 143).

Aspek-aspek dalam setiap model dapat digunakan untuk merancang kurikulum. Pemilihannya sebaiknya bergantung pada lingkungan sekolah, sumber yang tersedia, dan outcomes yang diinginkan. Ketika berencana memasukan salah satu atau beberapa model ke dalam suatu program tertentu, guru seharusnya menggunakan kerangka-kerja kurikulum yang di dalamnya berisi prinsip-prinsip pengjaran dan pembelajaran untuk memandu belajar siswa, serta penilaian atau

assessment untuk melihat hasil akademik yang telah diperoleh siswa.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektiv di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal (Anurrahman, 2009:140).

(58)

a. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam

pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajukannya.

b. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan

sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.

c. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangan dengan

memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.

d. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru

dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. Stalling (dalam Anurrahman, 2009: 147), mengemukakan 5 model pembelajaran;

a. The Exploratory Model. Model ini pada dasarnya bertujuan untuk

mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.

b. The Group Process Model. Model ini utamanya diarahkan untuk

mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerjasama antar siswa.

c. The Developmental Cognitive Model, yang bertujuan menitikberatkan untuk

mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif.

d. The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.

e. The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan

(59)

Menurut Martiyono (2012:83), model pembelajaran adalah cara yang sederhana untuk melukiskan hubungan-hubungan beberapa variabel pembelajaran. Model disebut juga kumpulan dari beberapa teori yang diwujudkan dalam bentuk konsep oprasional bagaimana pembelajaran dijalankan.

Joyce dan Weill (dalam Miftahul Huda, 2013:73) mendeskripsikan Model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau disetting yang berbeda.

Eggen, Kauchar, dan Harder (dalam Miftahul Huda (2013:74) ) sebenarnya pernah membahas enam model memproses informasi, yakni model induktif, model pencapaian konsep, model taba, model deduktif, model Ausubel, dan model inkuiri. Akan tetapi, review paling komprehensif tentang model-model

pengajaran, untuk sementara ini, „hanyalah‟ review yang dilakukan Joyce dan

Weill (1980) yang telah mengidentifikasilan setidaknya 23 model yang diklasifikasi kedalam empat kelompok yang didasarkan pada sifat-sifatnya, karakteristik-karakteristiknya, dan pengaruh-pengaruhnya. Empat kelompok tersebut adalah sebagai berikut.

1. Model-model memproses informasi 2. Model-model personal

3. Model-model interaksi sosial 4. Model-model perubahan prilaku

(60)

Model-model yang dikembangkan oleh Joyce dan weill (dalam Miftahul Huda, 2013:75) di atas memiliki struktur yang jelas. Implementasi setiap model dideskripsikan dalam struktur ini. Ada lima aspek struktur umum, antara lain: Sintak, Sistem Sosial, Tugas/Peran Guru, Sistem Dukungan dan Pengaruh Model. 1. Sintak (Tahap-tahap) model pengajaran merupakan deskripsi implementasi

model dilapangan. Ia merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap yang berbeda

2. Sistem Sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa. Dalam

beberapa model, guru sangat berperan dominan. Dalam sebagian model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan dalam bagian yang lain aktivitas tersebut dididtribusikan secara merata.

3. Tugas/Peran Guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus

memandang siswanya dan merespons apa yang dilakukan siswanya. Prinsip-prinsip ini merefleksikan aturan-aturan dalam memilih model dan menyesuaikan respons instruksional dengan apa yang dilakukan siswa.

4. Sistem Dukungan mendeskripsikan kondisi-kondisi yang mendukung yang

seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan model

tertentu. „‟Dukungan‟‟ di sini merujuk pada prasyarat-prasyarat tambahan di

luar skill-skill, kapasitas-kapasitas manusia pada umumnya dan fasilitas-fasilitas teknis pada khususnya. Dukungan tersebut berupa buku, film, perangkat laboratorium, materi-materi rujukan, dan sebagainya.

5. Pengaruh merujuk pada efek-efek yang ditimbulkan oleh setiap model.

(61)

disebabkan oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pengaruh pengiring merupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam lingkungan belajar: pengaruh ini merupakan pengaruh tidak langsung dari model pengajaran tertentu. Akan tetapi, dalam buku ini, kedua pengaruh itu terkadang dilebur menjadi satu.

Setiap guru menghadapi beragam masalah di ruang kelas. Guru yang efektif akan menerapkan model-model ini sekreatif mungkin unuk memecahkan masalah. Model-model pengajaran memberi kesempatan pada guru untuk mengadaptasikan dengan lingkungan ruang kelas yang mereka huni. Hanya guru yang kreatif, fleksibel, dan cerdas yang dapat memperoleh keuntungan maksimal dari model-model pengajaran.

Dalam konteks PAK, untuk menghadapi masalah di ruang kelas tersebut guru juga harus menyiapkan model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran serta relevan untuk peserta didik. Banyak sekali model pembelajaran yang ditawarkan oleh para ahli untuk bisa digunakan. Tergantung bagaimana guru bisa sekreatif mungkin untuk mengolahnya menjadi lebih menarik. Menurut Heryatno Wono Wulung (2012) ada tiga model PAK yang dipandang memberikan wawasan konseptual yakni model transmisi (transfer), model yang berpusat pada pengalaman hidup peserta, dan model praksis.

a. Model Transmisi (Transfer)

(62)

peserta didik. Pendidik meyakini informasi tersebut sebagai kebenaran yang harus dipelihara dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebenaran itu diwujudkan dalam bentuk cerita, pengakuan iman yang formal (seperti dalam pengajaran/dogma Gereja), ataupun peribadatan (seperti ritus inisiasi, ritus kematian, ritus kenangan dan lain sebagainya). Yang terpenting adalah bahwa model ini berpusat pada pendidik yang mentransfer (mengoper) seluruh pengetahuanny

Gambar

Gambar 1.   Skema Kerangka Pikir   ..................................................................
Tabel 1. Desain pretest-posttest
Tabel 2. Data populasi siswa kelas XI tahun 2014
Gambar 2. Teknik Cluster Random Sampling
+7

Referensi

Dokumen terkait

Layanan konssultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara- cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani

Kompetensi guru tidak berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi, artinya semakin tinggi kompetensi yang dimiliki guru

[r]

Saya merasa kebutuhan saya dengan membeli produk smartphone Samsung terpuaskan dengan pilihan yang saya gunakan

12 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja hak-hak masyarakat adat marga Mahuze atas tanah adat milik mereka, dan juga mengetahui hak-hak apa saja

[r]

putusan hakim pidana, maka pemutusan hubungan kerja tersebut adalah tidak sah. dan batal demi

Pada hari ini Rabu tanggal Tujuh belas bulan Juni tahun Dua ribu lima belas kami yang bertanda tangan dibawah ini Pokja Pengadaan Barang/Jasa ULP Kabupaten Aceh Barat Daya