• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

1. Pembelajaran PAK

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan banyak kegiatan yang

sebenarnya merupakan „‟gejala belajar‟‟, dalam arti mustahil-lah melakukan kegiatan itu, kalau kita tidak belajar terlebih dahulu. Misalnya, kita mengenakan pakaian, kita makan dengan menggunakan alat-alat makan, kita berkomunikasi satu sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati bendera Sang Merah Putih, kita mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi kehidupan sehari-hari (Winkel,1989:34).

Winkel (1989:35,36) juga mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan; dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam menghadapi peristiwa manusia belajar/ namun, tidak sembarang berada di tengah- tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Misalnya, setiap guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dikelas, belum berarti siswa sedang belajar; selama siswa tidak melibatkan diri, tidak akan

belajar. Jadi, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa „‟belajar‟‟ pada manusia

dapat dirumuskan sebagai berikut: „‟Suatu aktivitas mental/psikis, yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-

sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas‟‟.

Selain itu, Slameto (2013:2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku tersebut adalah:

1) Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan di dalam dirinya.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa

perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang berifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang tterjadi setelah belajar akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Tentunya perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Menurut Walker (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.

Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-

baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintiminasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu (dalam Yatim Riyanto, 2009:5).

Menurut Gagne dinyatakan bahwa belajar merupakan kecendrungan perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan. Hal ini dijelaskan kembali oleh Gagne (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) bahwa belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi- kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikontrol.

Dogeng (dalam Yatim Riyanto, 2009:5) menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si pelajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru. Dengan kata lain, belajar adalah sesuatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill, persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.

Menurut Thorndike (dalam Yatim Riyanto, 2009:5), belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan).

Dari uraian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan(aktivitas) mental/psikis, yang berlangsung dalam proses interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap.

Dalam konteks Pendidikan, Pelajaran Agama Katolik di sekolah (Setyakarjana, 1997:9) adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah, yang mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lainnya seperti Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, dll. Berhubung karena mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lain, maka pelajaran Agama Katolik di Sekolah mau tidak mau harus terikat pada kurikulum dan waktu yang tersedia.

Setyakarjana juga mengatakkan, (1997:9) pelajaran Agama Katolik di Sekolah merupakan salah satu bagian dari tugas pastoral Gereja terhadap anak-

anak yang bertujuan „‟Agar Peserta Didik Mampu Menggumuli Hidup Dari Segi Pandangan-Pandangan Katolik dan dengan demikian Mudah-Mudahan Berkembang Terus Menjadi Manusia Paripurna (Manusia Beriman)‟‟. PAK adalah bentuk pelayanan demi pembinaan iman di sekolah; sekolah dengan situasi dan kondisinya, kelemahan dan kelebihannya beserta tuntutan-tuntutannya.

Dari uraian tersebut, belajar PAK berarti suatu kegiatan(aktivitas) mental/psikis, yang berlangsung dalam proses interaksi aktif di dalam lingkungan kelas, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap demi perkembangan imannya sebagai manusia beriman.

Perkembangan iman yang dimaksudkan adalah iman akan Yesus Kristus. Ketika kita percaya kepada Kristus otomatis kita belajar akan kehidupanNya. Dapiyanta (dalam Setyakarjana, 1997:137) mengemukakan belajar PAK pada dasarnya ialah belajar menurut teladan Kristus. Ini bukan berarti tanpa relasi dengan Kristus. Menurut teladan Kristus berarti juga bahwa seseorang semakin

erat berelasi dengan Yesus. Semakin seseorang berkata, berkehendak, dan bertindak seperti Kristus berarti semakin terjadi belajar PAK dalam diri seseorang itu. Semakin orang terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan Kristus, semakin terjadi interaksi aktif dalam diri orang itu terhadap lingkungannya, semakin terjadi belajar dalam diri orang itu.

b. Pembelajaran PAK di Sekolah

Dapiyanta (2008:10) mengemukakan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam membelajarkan murid. Pembelajaran adalah sebuah interaksi antara guru yang mengajar dan murid yang belajar. Mengajar dapat pula diartikan sebagai pengaturan kondisi eksternal tertentu (Winkel dalam Dapiyanta, 2008:10). Kondisi eksternal adalah paduan dari bahan, metode, media, suasana yang diatur berdasar keadaan murid dan tujuan pembelajaran. Dapiyanta (dalam Setyakarjana,1997:137) juga menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan oleh seseorang yang memungkinkan orang lain belajar. Bertolak dari itu, Miftahul Huda (2013:6) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang jelas, ia merupakan rekontruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita nyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan/aktivitas yang membelajarkan. Artinya di dalam suatu proses pembelajaran ada suatu rangkaian kegiatan oleh seseorang (guru) yang memungkinkan orang lain (murid) belajar secara bertahap dan berkesinambungan untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan yang dimaksud dalam konteks Pendidikan

Agama Katolik di Sekolah adalah menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga murid belajar mengembangkan hidup beriman (Dapiyanta, dalam Setyakarjana, 1997:137).

Dokumen terkait