• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together

2. Model Pembelajaran PAK

Miftahul Huda (2013:143) mengatakan ada banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa berfikir kreatif dan produktif. Bagi guru, model-model ini penting dalam merancang kurikulum pada siswa-siswanya. Tentu saja, model-model yang tercantum dalam bagian ini tidak mencerminkan sederan daftar yang ketat; semuanya lebih berupa refleksi atas beragam teori pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan siswa yang juga beragam. Model pembelajaran harus dianggap sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan aktivitas belajar yang kondusif. Model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh dengan proses belajar yang sedang berlangsung (Anurrahman, 2009: 141).

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Karena itu melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pembelajaran yang

disajikan. Hal penting yang harus diingat bahwa tidak ada satu strategi pembelajaran yang paling ampuh untuk segala situasi. Oleh sebab itu guru dituntut untuk memiliki pemahaman yang komperhensip serta mampu mnegambil keputusan yang rasional kapan waktu yang tepat untukmenerapkan salah satu atau beberapa strategi secara efektif (Killen, dalam Anurrahman, 2009: 143).

Aspek-aspek dalam setiap model dapat digunakan untuk merancang kurikulum. Pemilihannya sebaiknya bergantung pada lingkungan sekolah, sumber yang tersedia, dan outcomes yang diinginkan. Ketika berencana memasukan salah satu atau beberapa model ke dalam suatu program tertentu, guru seharusnya menggunakan kerangka-kerja kurikulum yang di dalamnya berisi prinsip-prinsip pengjaran dan pembelajaran untuk memandu belajar siswa, serta penilaian atau

assessment untuk melihat hasil akademik yang telah diperoleh siswa.

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektiv di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal (Anurrahman, 2009:140).

Mempertimbangkan pentingnya hal diatas maka pada bagian ini akan dibahas secara mendalam mengenai model-model pembelajaran. Lapp, Bender, Ellenwood, dan John (dalam Anurrahman, 2009: 147) berpendapat bahwa berbagai aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari empat model utama, yakni;

a. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam

pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajukannya.

b. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan

sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.

c. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangan dengan

memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.

d. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru

dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. Stalling (dalam Anurrahman, 2009: 147), mengemukakan 5 model pembelajaran;

a. The Exploratory Model. Model ini pada dasarnya bertujuan untuk

mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.

b. The Group Process Model. Model ini utamanya diarahkan untuk

mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerjasama antar siswa.

c. The Developmental Cognitive Model, yang bertujuan menitikberatkan untuk

mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif.

d. The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.

e. The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan

Menurut Martiyono (2012:83), model pembelajaran adalah cara yang sederhana untuk melukiskan hubungan-hubungan beberapa variabel pembelajaran. Model disebut juga kumpulan dari beberapa teori yang diwujudkan dalam bentuk konsep oprasional bagaimana pembelajaran dijalankan.

Joyce dan Weill (dalam Miftahul Huda, 2013:73) mendeskripsikan Model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau disetting yang berbeda.

Eggen, Kauchar, dan Harder (dalam Miftahul Huda (2013:74) ) sebenarnya pernah membahas enam model memproses informasi, yakni model induktif, model pencapaian konsep, model taba, model deduktif, model Ausubel, dan model inkuiri. Akan tetapi, review paling komprehensif tentang model-model

pengajaran, untuk sementara ini, „hanyalah‟ review yang dilakukan Joyce dan

Weill (1980) yang telah mengidentifikasilan setidaknya 23 model yang diklasifikasi kedalam empat kelompok yang didasarkan pada sifat-sifatnya, karakteristik-karakteristiknya, dan pengaruh-pengaruhnya. Empat kelompok tersebut adalah sebagai berikut.

1. Model-model memproses informasi 2. Model-model personal

3. Model-model interaksi sosial 4. Model-model perubahan prilaku

Dalam setiap kelompok model ini, ada model-model spesifik yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

Model-model yang dikembangkan oleh Joyce dan weill (dalam Miftahul Huda, 2013:75) di atas memiliki struktur yang jelas. Implementasi setiap model dideskripsikan dalam struktur ini. Ada lima aspek struktur umum, antara lain: Sintak, Sistem Sosial, Tugas/Peran Guru, Sistem Dukungan dan Pengaruh Model. 1. Sintak (Tahap-tahap) model pengajaran merupakan deskripsi implementasi

model dilapangan. Ia merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap yang berbeda

2. Sistem Sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa. Dalam

beberapa model, guru sangat berperan dominan. Dalam sebagian model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan dalam bagian yang lain aktivitas tersebut dididtribusikan secara merata.

3. Tugas/Peran Guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus

memandang siswanya dan merespons apa yang dilakukan siswanya. Prinsip- prinsip ini merefleksikan aturan-aturan dalam memilih model dan menyesuaikan respons instruksional dengan apa yang dilakukan siswa.

4. Sistem Dukungan mendeskripsikan kondisi-kondisi yang mendukung yang

seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan model

tertentu. „‟Dukungan‟‟ di sini merujuk pada prasyarat-prasyarat tambahan di luar skill-skill, kapasitas-kapasitas manusia pada umumnya dan fasilitas- fasilitas teknis pada khususnya. Dukungan tersebut berupa buku, film, perangkat laboratorium, materi-materi rujukan, dan sebagainya.

5. Pengaruh merujuk pada efek-efek yang ditimbulkan oleh setiap model.

Pengaruh ini bisa terbagi menjadi dua: intruksional dan pengiring. Pengaruh instuksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu yang

disebabkan oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pengaruh pengiring merupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam lingkungan belajar: pengaruh ini merupakan pengaruh tidak langsung dari model pengajaran tertentu. Akan tetapi, dalam buku ini, kedua pengaruh itu terkadang dilebur menjadi satu.

Setiap guru menghadapi beragam masalah di ruang kelas. Guru yang efektif akan menerapkan model-model ini sekreatif mungkin unuk memecahkan masalah. Model-model pengajaran memberi kesempatan pada guru untuk mengadaptasikan dengan lingkungan ruang kelas yang mereka huni. Hanya guru yang kreatif, fleksibel, dan cerdas yang dapat memperoleh keuntungan maksimal dari model-model pengajaran.

Dalam konteks PAK, untuk menghadapi masalah di ruang kelas tersebut guru juga harus menyiapkan model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran serta relevan untuk peserta didik. Banyak sekali model pembelajaran yang ditawarkan oleh para ahli untuk bisa digunakan. Tergantung bagaimana guru bisa sekreatif mungkin untuk mengolahnya menjadi lebih menarik. Menurut Heryatno Wono Wulung (2012) ada tiga model PAK yang dipandang memberikan wawasan konseptual yakni model transmisi (transfer), model yang berpusat pada pengalaman hidup peserta, dan model praksis.

a. Model Transmisi (Transfer)

Model ini bersifat sangat instruktif dan preskriftif.pendidik menyampaikan (mengoper dan mentransfer) materi (informasi) secara instruksional kepada para

peserta didik. Pendidik meyakini informasi tersebut sebagai kebenaran yang harus dipelihara dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebenaran itu diwujudkan dalam bentuk cerita, pengakuan iman yang formal (seperti dalam pengajaran/dogma Gereja), ataupun peribadatan (seperti ritus inisiasi, ritus kematian, ritus kenangan dan lain sebagainya). Yang terpenting adalah bahwa model ini berpusat pada pendidik yang mentransfer (mengoper) seluruh pengetahuannya pada peserta didik dengan menerapkan relasi guru dan murid. b. Model yang Berpusat pada Pengalaman Hidup Peserta

Sifat yang di tekankan dalam model ini bukan kognitif melainkan kualitatif dan subyektif. Model ini melihat secara negatif model pendidikan yang bersifat obyektif dan cendrung kuantitatif. Dalam proses pendidikan yang ditekankan bukan menambah informasi, juga bukan menyampaikan materi sebanyak- banyaknya tetapi secara kualitatif berusaha memanusiakan manusia dan memperkembangkan kepribadiannya.

c. Model Praksis

Model praksis atau model Shared Christian Praxis ini dikembangkan oleh TH Groome. Melalui model ini hendak menekankan pentingnya partisipasi aktif para peserta. Peran peserta sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pendidikan sangat digarisbawahi. Partisipasi itu berdasar pengalaman hidup peserta yang diungkapkan dan direfleksikan secara kritis sehingga ditemukan nilainya dan dapat diteguhkan visi dasarnya. Hasil dari refleksi kritis tersebut kemudian didialogkan dengan visi dan tradisi kristiani. Dengan dialog tersebut diharapkan peserta dapat meneguhkan sikap hidupnya yang sudah positif.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Dokumen terkait