• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Midah Dan Firdaus Dalam Novel Langit Mekah Berkabut Merah Karya Aguk Irawan: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Konflik Batin Tokoh Midah Dan Firdaus Dalam Novel Langit Mekah Berkabut Merah Karya Aguk Irawan: Tinjauan Psikologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di SMA."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Karya sastra lahir karena adanya imajinasi seorang pengarang. Di dalam daya imajinasi terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang yang nantinya akan diungkapkan dalam bentuk karya sastra. Karya sastra merupakan hasil kreativitas seorang sastrawan sebagai bentuk seni, bersumber dari kehidupan dipadukan dengan imajinasi seorang pengarang.

Menurut Fananie (2002:6) sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna. Estetika bahasa biasanya diungkapkan melalui aspek puitik atau poetic function (surface structure) sedang estetika makna dapat terungkap melalui aspek deep structure.

Karya sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang bersifat imajinatif. Sebagai hasil yang imajinatif, sastra berfungsi sebagai bahan bacaan yang menyenangkan, di dalamnya sarat dengan nilai-nilai budaya dan berguna menambah kekayaan batin bagi permasaahan manusia, kemanusiaan, dan kehidupan. Salah satunya adalah novel dikisahkan kehidupan tokoh yang mengharukan atau menyenangkan dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan (Nurgiyantoro, 2007:2).

(2)

Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Dengan daya imajinatif seorang pengarang, berbagai realitas kehidupan yang dihadapi sastrawan itu diseleksi, direnungkan, dikaji, diolah, kemudian diungkapkan dalam karya sastra yang lazim bermediumkan bahasa (Al-Ma‟ruf, 2009:1).

Sastrawan dalam menciptakan karya sastra tidak hanya memperhatikan segi keindahan, bentuk, atau kepuasan pribadi saja, tetapi juga harus mampu dan mau menyampaikan sesuatu yang bermakna dalam karya sastranya. Karya sastra tidak hanya berguna untuk meredakan ketegangan-ketegangan atau emosi-emosi tertentu. Karya sastra harus pula menyampaikan kebenaran-kebenaran, baik kebenaran yang berkaitan dengan kebenaran dalam diri karya sastra, maupun kebenaran pandangan sesuai dengan visi sastrawan (Siswanto, 2008:88-89).

(3)

1970-an. Menurut Boulton (dalam Al-Ma‟Ruf 2010:2) dalam novel terdapat satu pilihan di antara berbagai aspek kehidupan untuk diperhatikan.

Mengkaji karya fiksi novel akan membantu kita menangkap makna yang terkandung di dalam pengalaman pengarang yang disampaikan melalui para tokoh imajinatifnya. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni (Nurgiyantoro, 2009:3).

Karya sastra baik novel, drama, dan puisi di zaman modern ini sarat dengan unsur-unsur psikologis sebagai manifestasi: kejiwaan pengarang, para tokoh fiksional dalam kisahan dan pembaca. Dengan demikian, akhir-akhir ini telaah sastra melalui pendekatan psikologi mendapat tempat di hati para peneliti, mahasiswa, dan para dosen sastra. Karya fiksi psikologis merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu novel yang bergumul dengan spiritual, emosional dan mental para tokoh dengan cara lebih banyak mengkaji perwatakan daripada mengkaji alur atau peristiwa (Minderop, 2010:53).

(4)

Berkabut Merah mengisahkan penderitaan seorang perempuan yang menderita karena bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita. Midah terpaksa putus sekolah karena diminta oleh ibunya bekerja sebagai TKW untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarganya. Novel Langit Mekah Berkabut Merah diteliti dari segi konflik batin yang dialami oleh tokoh Midah dan Firdaus dengan tinjauan psikologi sastra karena pengarang lebih menonjolkan konflik batin yang dialami oleh tokoh Midah dan Firdaus.

Berdasarkan pembacaan awal, tema dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah adalah sikap rela berkorban yang dimiliki seorang perempuan demi orang yang disayanginya meski mengakibatkan penderitaan. Setiap lembaran dalam novel ini mempunyai daya tarik, baik dari segi bahasanya yang lugas, ceritanya yang menyentuh sarat dengan nilai kemanusiaan, maupun hikmah yang terkandung di dalamnya membuat pembaca sulit berhenti untuk membaca. Novel Langit Mekah Berkabut Merah mengambil latar di berbagai negara, antara lain, Indonesia, Mesir, dan Arab, sehingga memberikan nilai estetika tersendiri bagi pembaca. Penulis yang merupakan alumnus Al-Azhar Mesir, menyisipi novel ini dengan dalil-dalil al-Qur‟an dan hadits, serta memberikan penjelasan dan sejarah tentang tempat-tempat yang menjadi latar dalam novel.

(5)

nurani kemanusiaan, sehingga harkat dan martabat sebagai bangsa dan negara tidak dianggap rendah oleh bangsa lain. Langit Mekah Berkabut Merah juga sebagai media Aguk Irawan dalam menggambarkan sikap Pemerintah terhadap penyiksaan yang dialami oleh TKW saat ini.

Karya Aguk Irawan sebelumnya, yaitu novel berjudul Bait-Bait Cinta menuai sukses di pasaran, bahkan dalam tempo dua bulan telah mengalami lima kali cetak ulang. Menurut Teguh Winarsho As novel Langit Mekah Berkabut Merah merupakan novel yang „membumi‟ dan tidak paradoks, setiap sekuel yang dikisahkan tampak benar-benar terjadi dan sedang berlangsung, selalu ada keindahan di setiap lembarnya. Jamal D Rahman memaparkan, kisah Langit Mekah Berkabut Merah sangat mengharukan, ceritanya berliku namun memesona. Bahasanya mengakar, alurnya memikat, latarnya kuat, karakter-karakter tokohnya kokoh dalam kemelut syahwat, cinta dan nestapa. Apabila novel ini tidak ditulis berdasarkan pengalaman nyata, kesaksian hidup, juga wawasan agama yang luas, tentulah ia akan menjadi bacaan yang hambar sebagaimana yang sering kita temukan (Irawan, 2012:Cover).

(6)

kejiwaan tersebut. Jika dikaitkan dengan peristiwa atau kejadian yang dialami oleh Midah dan Firdaus dalam novel, maka novel Langit Mekah Berkabut Merah sangatlah tepat apabila dikaji dengan pendekatan psikologi sastra.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan secara rinci alasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persoalan yang diangkat dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah berisi tentang konflik batin pada tokoh Midah yang rela berkorban demi orang yang disayangi meski mengakibatkan penderitaan di hidupnya, dan tokoh Firdaus yang lebih memilih kekayaan dibanding rasa cinta, hingga mengakibatkan orang yang dicintainya menderita.

2. Sepengetahuan penulis, novel Langit Mekah Berkabut Merah belum pernah dianalisis secara khusus yang berhubungan dengan konflik batin dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan.

3. Gambaran keadaan tokoh utama yang dijelaskan dalam novel ini didahului dengan analisis struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, dan latar. 4. Analisis terhadap novel Langit Mekah Berkabut Merah dengan

menggunakan pendekatan psikologi sastra diperlukan untuk mengetahui konflik batin yang dialami oleh Midah dan Firdaus.

5. Dalam dunia pendidikan penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran sastra di SMA.

(7)

Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan yang dikaji dengan tinjauan psikologi sastra dan implementasinya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini dapat mengarah serta mengena pada sasaran yang diinginkan. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas yang berakibat penelitiannya menjadi tidak fokus. Adanya pembatasan masalah ini, penelitian bisa terfokus pada permasalahan. Pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Unsur-unsur struktural meliputi tema, alur, penokohan, dan latar. Sesuai dengan kajian dalam penelitian yang ditinjau dari psikologi sastra, maka kajian struktural dalam penelitian ini dibatasi pada unsur tema, alur, penokohan, dan latar.

2. Analisis konflik batin dalam novel Langit Mekah berkabut Merah karya Aguk Irawan dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra hanya dilakukan terhadap tokoh Midah dan Firdaus.

C. Perumusan Masalah

(8)

1. Bagaimanakah stuktur yang membangun novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan?

2. Bagaimanakah konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan tinjauan psikologi sastra?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan.

2. Mendeskripsikan konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan ditinjau dari psikologi sastra.

E. Manfaat Penelitian

Pada hakikatnya penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan suatu manfaat. Manfaat dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat teoretis

(9)

2. Manfaat praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan pembaca sastra Indonesia terhadap konflik batin dalam sebuah novel.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan acuan bagi mahasiswa untuk memotivasi ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif bagi kemajuan diri.

F. Kajian Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.Hal ini dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam melakukan penelitian. Oleh sebab itu, tinjauan terhadap penelitian terdahulu sangat penting untuk orisinalitas penelitian yang dilakukan ini.

Ika Rukamana Purnamasari (UMS, 2011) dengan judul skripsinya

“Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Sang Maharani Karya Agnes

Jessica: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil analisis konflik batin tokoh utama

(10)

tentara Jepang; 3) Konflik batin Rani yang tidak suka tidur karena penderitaan menjadi Jugun Lanfu menjadi mimpi buruk tiap malam; 4) Konflik batin Rani trauma pada sentuhan laki-laki; 5) Konflik batin ketika Rani mengetahui bahwa ia diperkosa. Konflik mendekat-mendekat yang dialami Maharani karena hal-hal seperti berikut 1) Tuhan sedang menganugerahkan kebahagiaan berlipat-lipat pada Rani; 2) Kedekatan Rani dengan Arik membuat Rani tidak menggigil seperti bila ia berdekatan dengan pria lain.

Penelitian lain dilakukan oleh Apriliani Mustika Sari (UMS, 2008) dengan judul skripsinya “Konflik Batin Tokoh Laras dalam Novel Sang Dewi

karya Moammar Emka: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil analisis konflik

(11)

Skripsi Dian Ayu Kartika (UMS, 2008) dengan judul skripsinya “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Nayla Karya Jenar Maesa Ayu: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil analisis konflik batin tokoh utama dalam

(12)

Narkotika, sehingga membuat Nayla tidak mampu berbuat banyak untuk melepaskan diri dari rumah perawatan.

Tri Wijayanti (UMS, 2005) melakukan penelitian untuk skripsinya yang berjudul “Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur Karya Muhidin M. Dahlan: Tinjauan Psikologi Sastra”. Hasil penelitiannya menyimpulkan; 1) Nidah Kirani mengalami konflik batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar fisiologis yakni kebutuhan akan pakaian, seks, dan makanan; 2) Nidah Kirana mengalami konflik batin karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan rasa aman yakni selalu merasakan ketakutan dan seolah-olah berada dalam keadaan terancam; 3) Konflik batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki yakni Nidah Kirani tidak memperoleh rasa cinta dan memiliki pos Jamaah dan Da‟arul Rakhiem; 4) Konflik batin akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan harga diri yakni tidak adanya penghargaan atas perjuangannya dan dedikasinya terhadap pos jamaah dan juga kehilangan keperawanannya oleh Da‟arul Rakhiem; 5) Konflik batin karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan aktualisasi diri yakni Nidah Kirana tidak mendapat kepuasan intelektual dan mengalami penurunan pengembangan motivasi diri.

Pipit Handayani (UMS, 2009) dengan judul skripsinya “Konflik Batin

Tokoh Srintil dalam Novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari: Tinjauan Pikologi Sastra”. Hasil analisisnya antara lain, 1) konflik

(13)

positif (menyenangkan) yaitu menuruti keinginannya untuk tidak meronggeng lagi dan pilihan yang lain memiliki motif negatif (tidak menyenangkan) yaitu ia harus mengesampingkan keinginannya dan bersedia menanggung demi kebaikan warga masyarakat Dukuh Paruk; 2) konflik mendekat-mendekat, ketika Srintil harus memilih salah satu di antara dua laki-laki yaitu Rasus dan Bajus yang keduanya disukai oleh Srintil; 3) konflik menjauh-menjauh, ketika Srintil dihadapkan pada dua pilihan yang keduanya merugikan bagi Srintil, yaitu ia harus melakukan perzinahan atau kembali masuk ke dalam penjara.

Berdasarkan uraian tentang penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa keaslian penelitian dengan judul “Konflik Batin Tokoh Midah dan

Firdaus dalam Novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan:

Tinjauan Psikologi Sastra” dapat dipertanggungjawabkan, karena

sepengetahuan penulis belum pernah ada yang meneliti novel Langit Mekah Berkabut Merah dengan menganalisis aspek konflik batin dan menggunakan tinjauan psikologi sastra. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil-hasil penelitian yang terdahulu dengan sudut pandang psikologi sastra.

G. KAJIAN TEORI

1. Novel dan Unsur-Unsurnya

(14)

Indonesia-berasal dari bahasa Itali novella. Secara harfiah novella berarti „sebuah barang baru yang kecil‟ dan kemudian diartikan sebagai „cerita pendek

dalam bentuk prosa‟ (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:9). Dewasa ini

istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiyantoro, 2009:10).

Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel Indonesia secara “resmi” muncul setelah terbitnya buku Si Jamin dan Si Johan,

tahun 1919, oleh Marari Siregar, yang merupakan saduran dari novel Belanda, kemudian pada tahun berikutnya terbit novel Azab dan Sengsara oleh pengarang yang sama; sejak itu mulailah berkembang sastra fiksi yang dinamai novel ini dalam khazanah sastra Indonesia (Semi, 1988:32-33).

(15)

hubungan-hubungan antar manusia. Pendek kata, novel merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab kreatif sebagai karya seni yang berunsur estetik dengan menawarkan model-model kehidupan sebagaimana yang diidealkan oleh pengarang (Al-Ma‟Ruf, 2010:15).

Menurut Wellek & Warren dalam (Al-Ma‟Ruf, 2010:16) unsur-unsur pembangun novel itu secara konvensional dapat dibagi menjadi dua yakni unsur intrinsik (intrinsic) dan ekstrinsik (extrinsic). Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut membangun karya sastra itu, yang secara faktual terdapat di dalam karya sastra. Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi bangunan karya sastra itu (Al-Ma‟Ruf, 2010:16-17).

(16)

Novel menurut Nurgiyantoro dibedakan menjadi dua, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya di kalangan remaja. Novel populer tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan, sebab jika demikan novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius. Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel serius disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal. Novel serius bertujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan (Nurgiyantoro, 2009:19).

Sebuah novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Stanton (2007:11-36) membedakan unsur pembangun sebuah novel ke dalam tiga bagian: fakta, tema, dan sarana pengucapan (Sastra).

a. Fakta Cerita

Fakta (fact) dalam sebuah cerita meliputi karakter (tokoh cerita), plot, dan setting. Ketiga unsur tersebut harus dipandang sebagai satu kesatuan dalam rangkaian keseluruhan cerita, bukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah satu dengan yang lain. Ketiga unsur ini disebut juga struktur faktual.

(17)

Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu keutuhan artistik yakni karya sastra, yang seharusnya selalu menunjang keutuhan artistik itu (Kenney dalam Al-Ma‟Ruf, 2010:77). Tokoh cerita menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2009:165) adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan.

Kendati berupa rekaan atau hanya imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang (Jakob Sumardjo dalam Fananie 2002:86-87).

Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu „karakter utama‟ yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang

(18)

paling sederhana untuk menampilkan tokoh. Berbeda dengan pendapat Wellek dan Warren, Semi (1988:37) mengemukakan cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui monolog batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh-tokoh lain, dan melalui kiasan atau sindiran.

Penokohan secara wajar dapat diterima jika dapat dipertanggungjawabkan dari sudut psikologis, fisiologis, dan sosiologis. Ketiga sudut itu masih mempunyai berbagai aspek (Lubis dalam Al-Ma‟Ruf, 2010:77). Termasuk psikologis antara lain cita-cita, ambisi, kekecewaan, kecakapan, temperamen, dan sebagainya. Aspek yang masuk dalam fisiologis misalnya jenis kelamin, tampang, kondisi tubuh, dan lain-lain.Sudut sosiologis terdiri atas misalnya lingkungan, pangkat, status sosial, agama, kebangsaan, dan sebagainya.

(19)

protagonis adalah tokoh yang menarik perhatian pembaca, disebut juga tokoh hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi pembaca sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menjadi penyebab terjadinya konflik. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu sedangkan tokoh bulat adalah tokoh yang oleh pengarang diungkap berbagai sisi kehidupannya di dalam novel, baik sisi kepribadiannya dan jati dirinya (Nurgiyantoro, 2009:178-181). 2) Alur

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita (Siti Sundari, et.al, dalam Fananie 2002:93). Namun dalam pengertian yang lebih khusus, plot sebuah cerita tidaklah hanya sekedar rangkaian peristiwa yang termuat dalam topik-topik tertentu, melainkan mencakup beberapa faktor penyebab terjadinya peristiwa (Fananie, 2002:93).

(20)

atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2009:113) mengemukakan plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.

Alur yang berhasil adalah alur yang mampu mengiring pembaca menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak ditinggalkan yang dianggap tidak penting (Semi, 1988:44-45).

Ada lima tahapan plot menurut Tasrif (dalam Nurgiyantoro 2009:149) yaitu sebagai berikut:

a) Tahap situation: tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh (-tokoh) cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

(21)

berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c) Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan.

d) Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan yang terjadi, yang dilalui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh(-tokoh) utama yang berrperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama.

e) Tahap denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyesuaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.

Nurgiyantoro (2009:153-157) membedakan plot menjadi tiga berdasarkan kriteria urutan waktu, yaitu sebagai berikut.

a) Plot Lurus (progresif)

(22)

yang pertama diikuti oleh (atau menyebabkan terjadinya) peristiwa-peristiwa yang kemudian.

b) Plot Sorot-balik, (flash-back)

Urutan kejadian tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika) melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

c) Plot Campuran

Plot yang secara garis besar progresif, tetapi di dalamnya betapapun kadar kejadiannya, sering terdapat adegan-adegan sorot-balik. Demikian pula sebaliknya.

3) Latar

(23)

Senada dengan pendapat Abrams, Nurgiyantoro (2009:227-233) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok yaitu: a) Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan pada sebuah karya fiksi.

b) Latar waktu, berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. c) Latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Walaupun seting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen seting hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. Dari kajian seting akan dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial, dan pandangan masyarakatnya (Fananie, 2002:98).

b. Tema

(24)

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2009:68). Tema menurut Stanton (2007:36) merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu

pengalaman begitu diingat. Tema selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, takut, maut, religius, dan sebagainya. Nurgiyantoro (2009:70) mengemukakan tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita.

(25)

melalui berbagai cara, seperti melalui dialog tokoh-tokohnya, melalui konflik yang dibangun, atau melalui komentar secara tidak langsung, karena itu tema yang baik pada hakikatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas.

c. Sarana Sastra

Sarana sastra adalah teknik yang digunakan pengarang untuk menyusun detil-detil cerita berupa peristiwa dan kejadian-kejadian menjadi pola yang bermakna. Sarana sastra dipakai untuk memungkinkan pembaca melihat dan merasakan fakta seperti yang dilihat dan dirasakan pengarang. Sarana sastra antara lain berupa sudut pandang penceritaan, gaya bahasa, dan nada, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2007:9-10).

2. Teori Strukturalisme

(26)

Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan (baca: penelitian) kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2009:36). Di satu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009:36).

Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Tanpa analisis struktural, kebulatan makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap. Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya dan dinilai atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra (Wahyuningtyas dan Santosa, 2011:1-2).

(27)

Menurut Siswantoro (2005:20) pendekatan struktural membedah novel, misalnya dapat terlihat dari sudut pandang, plot, karakter, setting, tone & theme, serta bagaimana unsur-unsur itu saling berinteraksi. Nurgiyantoro (2009:37) mengemukakan langkah-langkah dalam menerapkan teori strukturalisme adalah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas meliputi tema, tokoh, latar dan alur.

b) Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui bagaimana tema, tokoh, latar dan alur dari sebuah karya sastra. c) Mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur sehingga diketahui

tema, tokoh, latar dan alur sebuah karya sastra.

d) Menghubungkan masing-masing unsur sehingga diketahui tema, tokoh, latar dan alur dalam sebuah karya sastra.

3. Teori Psikologi Sastra

(28)

dengan pengarang dan karya sastra. Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya (Ratna, 2007:342).

Fiksi psikologis adalah salah satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagiannya yang terdalam yaitu alam bawah sadar. Fiksi psikologis sering menggunakan teknik bernama arus kesadaran (Stanton, 2007:134). Prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi pemikiran dan kejiwaan tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut alam pemikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar (Semi, 1988:66).

Psikologi sastra menurut Minderop (2010:54) adalah telaah karya satra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Daya tarik psikologi sastra ialah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu sering pula dialami oleh orang lain (Minderop, 2010:59).

(29)

Pertautan tak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan jiwa orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memhami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya. Pada umumnya aspek-aspek kemanusiaanlah yang merupakan objek utama psikologi sastra, dalam tokoh-tokoh aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan (Ratna, 2006:343).

Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin, yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis. Dengan adanya kaitan yang erat antara aspek psikologis dengan unsur tokoh dan penokohan, maka karya sastra yang relevan untuk dianalisis secara psikologis adalah karya-karya yang memberikan intensitas pada aspek kejiwaan tersebut (Ratna, 2006:350).

(30)

Berkabut Merah karya Aguk Irawan yang dianggap relevan untuk dianalisis secara psikologis.

4. Teori Konflik Batin

Menurut Meredith dan Fitzgerald (dalam Nurgiyantoro, 2009:122) konflik adalah sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita, yang jika tokoh (-tokoh) itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpa dirinya. Konflik dalam pandangan kehidupan yang normal-wajar-faktual, artinya bukan dalam cerita, menyaran pada konotasi negatif, sesuatu yang tak menyenangkan (Nurgiyantoro, 2009:122).

Konflik batin adalah percecokan, perselisihan, atau pertentangan. Dalam sastra diartikan bahwa konflik batin merupakan ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama yakni pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh dan sebagainya (Alwi dkk, 2005:587). Adapun pengertian konflik batin menurut Alwi dkk (2005:587) adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih, atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku.

(31)

lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh. Konflik batin adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Ia merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, atau masalah-masalah lainnya (Nurgiyantoro, 2009:123-124).

Jenis konflik menurut Dirgagunarsa (dalam Sobur, 2010:292-293) mempunyai beberapa bentuk antara lain:

a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict)

Konflik ini timbul jika suatu ketika terdapat dua motif yang semuanya positif (menyenangkan, menguntungkan), sehingga muncul kebimbangan untuk memilih salah satu di antaranya. Memilih satu motif berarti mengorbankan atau mengecewakan motif lain yang tidak dipilih.

b. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict)

(32)

c. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict)

Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif negatif dan muncul kebimbangan karena menjauhi konflik yang satu berarti harus memenuhi motif lain yang juga negatif.

5. Pembelajaran Sastra Di SMA

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresisi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (BSNP dalam Sufanti, 2010:12). Rumusan ini menunjukkkan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi dengan sesama dengan berbagai kesempatan baik resmi, maupun tidak resmi, dengan berbagai alat komunikasi baik tulis maupun lisan. Penyelenggaraan mata pelajaran Bahasa Indonesia juga dimaksudkan agar daya apresiasi sastra siswa terhadap hasil sastra Indonesia tumbuh dengan baik (Sufanti, 2010:12).

(33)

sastra yang meliputi kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis karya sastra (Sufanti, 2010:14).

Sufanti (2010:15) memaparkan komponen bersastra merupakan komponen pembelajaran yang berupa aktivitas mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan topik-topik sastra. Topik-topik dalam komponen ini meliputi antara lain: puisi, cerita pendek, novel, drama, cerita rakyat, dan cerita melayu klasik. Topik-topik ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Di samping itu, digunakan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap karya sastra.

Kegiatan apresiasi sastra adalah kegiatan membaca dan mendengarkan karya sastra atau kegiatan resepsi sastra. Perwujudan kegiatan apresiasi sastra yang paling dasar adalah membaca karya sastra. Dengan membaca karya sastra, siswa dapat memahami, menafsirkan, menghayati, dan menikmati, sehingga mampu memberikan manfaat. Manfaat yang diharapkan dari proses membaca sastra ini adalah meningkatkan wawasan siswa, halus budi pekertinya, meningkat pengetahuan bahasanya, dan meningkat kemampuan berbahasanya (Sufanti, 2010:24-25).

Menurut Rahmanto (2004:16) pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu: a) Membantu keterampilan berbahasa

(34)

c) Mengembangkan cipta dan rasa d) Menunjang pembentukan watak

Gani (1988:28) mengemukakan tujuan pengajaran sastra yaitu:

a) Memfokuskan siswa pada pemikiran gagasan-gagasan dan perhatian yang lebih besar terhadap masalah kemanusiaan dalam bentuk ekspresi yang mencerminkan perilaku kemanusiaan.

b) Membawa siswa pada kesadaran dan peneguhan sikap yang lebih terbuka terhadap moral, keyakinan, nilai-nilai, pemilikan perasaan bersalah dan ketaksaan dari masyarakat.

c) Mengajak siswa mempertanyakan isu yang sangat berkaitan dengan perilaku personal.

d) Memberikan kesempatan pada siswa untuk memperjelas dan memperdalam pengertian-pengertiannya tentang keyakinan, perasaan, dan perilaku kemanusiaan.

e) Membantu siswa lebih mengenal dirinya yang memungkinkannya bersikap lebih arif terhadap dirinya dan orang lain secara lebih cerdas, penuh pertimbangan dan kehangatan yang penuh simpati.

(35)

sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan (Rahmanto, 2004:65-66).

Dalam dunia pendidikan, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pembelajaran sastra di SMA. Novel merupakan sarana siswa dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra. Tujuan pembelajaran ini yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk menafsirkan makna dari karya sastra tersebut. Pembelajaran ini bersifat individual, karena di dalam pembelajaran sastra sangat memungkinkan terjadi perbedaan pendapat, penafsiran, sehingga juga menimbulkan perbedaan penghargaan terhadap karya sastra.

H. Kerangka Pemikiran

(36)

Novel Langit Mekah Berkabut Merah

Psikologi Sastra Analisis

Struktural

Tema, Alur, Penokohan, Latar

Konflik Batin Tokoh Midah dan Firdaus

Implementasi sebagai bahan ajar

Bahasa Indonesia di SMA

(37)

I. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Strategi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Menurut Aminuddin (1990:16) metode kualitatif artinya yang menganalisis bentuk deskripsi, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variable. Penelitian kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya (Ratna, 2007:47). Dalam mengkaji novel Langit Mekah Berkabut Merah peneliti menggunakan mentode kualitatif deskriptif yaitu menganalisis data berbentuk deskripsi, tidak berupa angka/ koefisien tentang hubungan antarvariable.

Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan strategi studi terpancang (embedded research) dan studi kasus (case study). Menurut Sutopo (2002:112) penelitian terpancang (embedded research) digunakan karena masalah dan tujuan penelitian telah ditetapkan oleh peneliti sejak awal penelitian. Studi kasus (case study) digunakan karena strategi difokuskan pada kasus tertentu.

Arah atau penekanan dalam penelitian ini adalah konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah dengan urutan analisis sebagai berikut.

(38)

b. Konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan tinjauan psikologi sastra

2. Objek Penelitian

Objek sering diartikan sebagai variable atau fenomena yang diteliti. Objek menjadi pusat kajian karena perhatian seorang peneliti terkonsentrasi kepadanya (Siswantoro, 2005:62). Objek penelitian ini adalah konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan: tinjauan psikologi sastra, diterbitkan oleh Kubah Ilmu Jakarta, 2012 dan setebal 349 halaman.

3. Data dan Sumber Data a. Data

(39)

b. Sumber Data

Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data diperoleh. Dalam penelitian sastra, sumber data berupa teks novel, cerita pendek, drama, dan lain lain (Siswantoro, 2005:64). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1) Sumber data primer

Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses sumbernya tanpa perantara (Siswantoro, 2005:54). Sumber data primer dalam penelitian ini adalah teks novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan, diterbitkan oleh Kubah Ilmu cetakan pertama, tahun 2012, dan setebal 349 halaman.

2) Sumber data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau lewat perantara, tetapi masih berdasarkan kategori konsep (Siswantoro, 2005:54). Dalam penelitian ini sumber data sekunder berupa artikel dan tulisan-tulisan yang diperoleh dari penyelusuran (browsing) internet, serta buku-buku lain yang dianggap relevan dengan penelitian ini, yakni Pengantar Teori Sastra, Teori

(40)

Sosial Keagamaan Dalam Fiksi Indonesia Modern, dan penyelusuran internet yakni mengunduh dari Wikipedia, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Menurut Soebroto (1992:42) teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Teknik simak dan catat berarti peneliti sebagai instrument kunci yang melakukan penyimakan secara cermat terhadap sumber data. Metode kepustakaan selanjutnya diperjelas dengan menggunakan teknik simak dan teknik catat. Hasil penyimakan itu dicatat sebagai data.

Langkah-langkah pengumpulan data dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan sebagai berikut.

1. Membaca secara cermat novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan.

2. Mencatat kalimat, paragraf dan wacana yang berkaitan dengan struktur novel dan kalimat, paragraf dan wacana yang menggambarkan adanya konflik batin tokoh Midah dan Firdaus dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan.

(41)

5. Teknik Validasi Data

Validasi data bertujuan agar penafsiran dan analisis data dapat dipertanggungjawabkan dan memeriksa apakah data yang diolah sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini teknik validasi data yang digunakan yaitu teknik triangulasi.

Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat multi perspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2002:92). Patton (dalam Sutopo 2002:95-98) mengemukakan empat triangulasi yaitu sebagai berikut.

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber merupakan triangulasi yang memungkinkan kepastian kebenaran dengan memanfaatkan data yang sama atau sejenis digali dari berbagai sumber yang berbeda.

b. Triangulasi Metode

Teknik triangulasi metode bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.

c. Triangulasi Penyidik

(42)

d. Triangulasi Teori

Triangulasi jenis ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

Penelitian ini menggunakan triangulasi teori. Triangulasi teori digunakan dengan cara rujuk silang antarteori (teori satu dengan yang lain) untuk mendapatkan teori yang benar-benar terpercaya agar dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian. Peneliti menggunakan teori dari Alwi, Nurgiyantoro, dan Dirgagunarsa untuk menemukan konflik batin tokoh Midah dan Firdaus yang terdapat dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah. Triangulasi teori dilakukan dengan cara menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dari beberapa perspektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak, sehingga dapat dianalisis dan ditarik kesimpulan yang lebih utuh dan menyeluruh.

6. Teknik Analisis Data

(43)

berdasarkan makna dari hasil kerja heuristik dicoba-tafsirkan makna tersiratnya. Jika pada tataran kerja heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode bahasa, pada tataran kerja hermeneutik dibutuhkan pengetahuan tentang kode-kode yang lain, khususnya kode sastra dan kode budaya (Nurgiyantoro, 2007:33).

Dalam aplikasinya, analisis data kualitatif karya sastra menggunakan cara berpikir induktif. Artinya analisis dilakukan dengan mengkaji hal-hal yang bersifat khusus baru ditarik simpulan yang bersifat umum (Al-Ma‟ruf, 2011:16). Moleong (2010:297) mengemukakan maksud umum dari pendekatan induktif memungkinkan temuan-temuan

penelitian muncul dari „keadaan umum‟, tema-tema dominan dan

signifikan yang ada dalam data, tanpa mengabaikan hal-hal yang muncul oleh struktur metodologisnya.

J. Sistematika penelitian

Penelitian ini agar lebih lengkap dan sistematis, maka diperlukan adanya sistematika penulisan. Adapaun sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu sebagai berikut.

(44)

Bab II berisi Biografi Pengarang, Riwayat Hidup, Latar Belakang Sosial Pengarang, Hasil Karyanya dan Ciri Khas Karya Sastranya.

Bab III Analisis Struktur Novel Langit Mekah Berkabut Merah, yang meliputi Tema, Alur, Penokohan, dan Latar.

Bab IV Pembahasan mengenai Konflik Batin tokoh utama dalam novel Langit Mekah Berkabut Merah karya Aguk Irawan.

Referensi

Dokumen terkait

Okvitasari Nugraheni. Group Investigation: Changing Students’ Speaking Skill of the Eighth Grade Students of SMP N 1 Trucuk Viewed From Communication Apprehension. Program

Namun ada yang menarik dari peubah laten KEG_EKSL ini, karena nilai koefisien jalur KEG_EKSL mengalami ganti tanda, dari model awal yang memiliki nilai positif

Sektor pertanian mengarah kepada rumahtangga pertanian berpendapatan rendah di desa dengan melalui faktor produksi tenaga kerja bukan penerima upah nonpertanian sedangkan

Muzani, Syaiful, Reaktualisasi Teologi Mu'tazilah Bagi Pembaharuan Umat Islam; Lebih Dekat Dengan Harun Nasution, dalam Jurnal Ilmu dan Kebudayaan,.. Ulumul Qur'an, Nomor

[r]

Memperoleh Gelar Ahli Madya Bidang Komunikasi Terapan. Disusun

Tema penelitian yang penulis bahas dalam skripsi ini adalah bagaimana bentuk-bentuk pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

Thus, consensus sequences, specific localization of GgVLG mRNA in the germ cells, amino acid sequence similarity and phylogenic analysis all suggest that GgVLG is the giant