• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Wawancara

Di sini peneliti menentukan 4 (empat) orang mahasiswa yang sedang dalam penyelesaian tugas akhir di FISIP USU dan orangtuanya yang tinggal jarak jauh sebagai subjek penelitian. Peneliti menggunakan teknik Snowball untuk

mengumpulkan informan artinya informan pertama akan memberitahukan keberadaan informan lain yang memiliki kesamaan tertentu.

Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 4 (empat) mahasiswa dan orangtuanya.

Informan 1 Mahasiswa

Nama : Nico Simpati Sinaga

Angkatan : 2010

Departemen : Ilmu Komunikasi Tanggal Wawancara : 6 Oktober 2015

Pukul : 16.00 WIB

Tempat : Jl. Berdikari No.94 A

Orangtua

Nama : D. Br. Manalu (ibu)

Usia : 45 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Media Wawancara : Telepon

Tanggal Wawancara : 8 Oktober 2015

Pukul : 18.00 WIB

Tempat Tinggal : Siantar

A. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Di awal wawancara dengan Nico, peneliti menjelaskan tujuan penelitian yang sedang dilakukan.

Kepada orang tuanya D.Br. Manalu, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Kemudian peneliti menanyakan biodata diri serta pertanyaan komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam menyelesaikan tugas akhir di FISIP USU.

Keterbukaan

Pada komunikasi antara informan 1 dan orangtuanya, peneliti melihat bahwa informan 1 cukup terbuka dengan apa yang dialaminya kepada orangtuanya. Informan dapat dengan leluasa dan jujur menceritakan apa yang dialaminya kepada orangtuanya. Hal tersebut dapat terlihat dari penuturan informan :

Ya pastinya saya akan cerita semua tentang yang saya hadapi selama proses tugas akhir saya agar orangtua saya tidak khawatir dengan saya dan mereka dapat percaya bahwa saya tetap mengerjakan tugas akhir saya.”

Dan orangtua informan juga yakin bahwa anaknya memberikan informasi yang benar dan jujur, seperti tampak dari penuturan orangtua informan :

Sepanjang yang saya tau dia selalu jujur. Dia menceritakan betapa sulitnya mencri buku referensi TA yang tepat. Dia juga bercerita bahwa dia akan seminar dan penelitian. Dia menyampaikannya langsung kepada saya dengan nada yang lembut maka saya mendengarkan.”

Memang tidak setiap kali berkomunikasi lewat media (telepon atau SMS) mereka akan membahas tentang tugas akhir, tetapi orangtuanya cukup sering menanyakan perkembangan tugas akhir informan (sudah sampai tahap mana, apa saja kendala yang dialami, dan kapan target untuk wisuda). Informan lebih memilih untuk menceritakan perkembangan tugas akhirnya ketika bertatap muka langsung (tidak melalui media telepon atau SMS). Topik-topik pembicaraan lain selain tugas akhir juga mereka komunikasikan secara terbuka, seperti tentang kesehatan, keuangan, dan kondisi orangtua.

Yang terlebih dahulu menelepon adalah informan. Orangtua membangun kebiasaan pada diri anak-anaknya untuk aktif menghubungi orangtua untuk bercerita tentang kondisi mereka. Tentang siapa yang lebih dahulu membuka komunikasi, orangtua informan mengatakan,

Anak saya. Karena saya ingin mereka yang mencari saya untuk bercerita tentang apa yang mereka alami.”

Empati

Pada komunikasi informan 1 dengan orangtuanya, baik si mahasiswa maupun orangtuanya memiliki kepekaan yang sama tentang perasaan satu sama lain. Orangtua sangat memahami perasaan anaknya sehingga orangtua dapat menyampaikan pesan dengan tepat sesuai dengan keinginan komunikator (orangtua) dan komunikan (mahasiswa). Tentang hal tersebut, informan (mahasiswa) berkata,

“Orangtua saya dapat menerima keadaan saya dalam hal hambatan tugas akhir sekalipun. Mereka jarang memberikan kritikan. Mereka lebih memilih untuk menenangkan saya dengan segala nasehat yang mereka utarakan.”

Senada dengan jawaban tersebut, orangtua informan juga mengatakan ,

“Saya memahami dan mempercayai dia bahwa dia mengerjakan TA nya, meskipun tidak 100% tapi saya percaya dia sedang berusaha.”

Di sisi lain, mahasiswa juga mempunyai kepekaan akan perasaan dan harapan orangtuanya, sehingga komunikasi antara mahasiswa dan orangtua dapat berjalan dengan baik. Tentang hal tersebut orangtua informan berkata,

“Saya kira dia mampu memahami harapan saya karena toh harapan saya merupakan tanggung jawab dia.”

Adapun komunikasi yang berempati antara mahasiswa dan orangtuanya tersebut dapat terjadi karena kedua pihak sudah membangun kebiasaan berkomunikasi dengan frekuensi yang cukup sering, minimal sekali seminggu, dan kebiasaan tersebut sudah berlangsung sebelum mahasiswa mengerjakan tugas akhirnya.

Dukungan

Adanya komunikasi yang baik antara informan dan orangtuanya, membuat dukungan dapat diberikan. Adapun bentuk dukungan moril yang diberikan oleh orangtua kepada informan adalah berupa nasihat dan ucapan semangat. Apresiasi pun

diberikan oleh orangtua pada saat bertatap muka langsung, berupa senyuman, pelukan, dan ucapan selamat.

Saat informan tidak mencapai progress seperti yang diharapkan, informan tetap merasa mendapat dukungan karena orangtua informan tetap menasihati untuk tidak menyerah. Ada nada yang hangat yang dirasakan oleh informan dari orangtuanya, seperti yang dituturkan oleh informan,

“Nada yang hangat itu pasti. Karena pada saat saya bercerita dengan hambatan TA saya, mereka mengeri bahwa saya sudah mencoba dengan baik, hanya saja belum ada kemajuan.”

Rasa Positif

Pembicaraan ataupun ungkapan dan perasaan yang disampaikan oleh informan ditanggapi secara positif oleh orangtuanya. Tidak ada kecurigaan dan penghakiman yang dilontarkan oleh orangtuanya kepada informan. Hal ini menghapus semua rasa bersalah dan rasa kecil hati si informan. Dengan adanya respon positif dari orangtuanya, informan akhirnya termotivasi kembali dan dapat berespon dengan positif juga terhadap kondisi yang sedang dijalaninya, seperti yang dituturkan oleh informan,

“Saya termotivasi. Karena dari awal saya sudah tertekan karena saya tidak bisa menyelesaikan TA saya dengan cepat. Namun saat mereka menasihati saya, motivasi saya kembali lagi.”

Rasa positif dalam komunikasi juga membuat orangtua dapat memandang keadaan dengan lebih tenang dan sabar. Hal ini terlihat dari ungkapan orangtua informan yang berkata,

“Saya merasa bahwa saya harus lebih sabar lagi untuk melihat dia memakai toga (wisuda).”

Kesamaan

Komunikasi antara informan 1 dan orangtuanya dapat berlangsung dengan akrab karena terdapat kesamaan pandangan di antara mereka, terutama tentang tugas

akhir. Keduanya sama-sama berpandangan dan berharap agar tugas akhir si informan dapat segera tuntas.

Kesamaan di antara informan dan orangtuanya juga terlihat dari siapa yang mendominasi pembicaraan. Biasanya yang mendominasi pembicaraan adalah informan jika hal itu berkenaan dengan tugas akihrnya, dan setelah itu orangtua akan mendominasi pembicaraan dengan nasihat-nasihatnya.

Kebebasan berpendapat yang diberikan oleh orangtua kepada informan juga merupakan salah satu faktor yang membangun kesamaan, karena setelah informan mengutarakan pendapatnya, orangtua akan mengevaluasi dan mengoreksi pendapat itu sehingga persepsi keduanya tentang sesuatu hal akan menjadi sama. Hal tersebut dapat terlihat dari pernyataan orangtua informan yang berkata,

“Saya tentu memberikan kebebasan kepada dia untuk menyatakan pendapat, namun saya yang menilai apakah itu tepat atau tidak karena saya masih berkewajiban untuk itu.”

B. Komunikasi Bermedia

Komunikasi yang terjadi antara informan dan orangtuanya adalah komunikasi bermedia, karena informan dan orangtuanya berada di lokasi yang berjauhan. Adapun media yang digunakan adalah telepon dan SMS, karena untuk saat ini itulah media komunikasi yang dimiliki informan dan orangtuanya.

Beberapa gangguan yang terjadi saat berkomunikasi adalah putusnya sambungan dan ketidakjelasan suara (pada saat bertelepon), dan waktu tunda yang lama pada saat berkomunikasi dengan media SMS.

Meskipun demikian, komunikasi melalui media tersebut dirasa cukup efektif, seperti yang diungkapkan oleh orangtua informan,

“Cukup efektif karena saya tidak bertemu dengan dia langsung, khususnya untuk saat ini.”

Informan 2 Mahasiswa

Nama : Salmon Siregar

Angkatan : 2010

Departemen : Ilmu Komunikasi Tanggal Wawancara : 14 November 2015

Pukul : 17:00 WIB

Tempat : Jl. Dr. Mansyur No. 39 Padang Bulan

Orangtua

Nama : D. Br. Matondang (ibu)

Usia : 56 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Media Wawancara : Telepon

Tanggal Wawancara : 15 November 2015

Pukul : 19:00 WIB

Tempat Tinggal : Siantar

A. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Salmon Siregar adalah angkatan 2010 Departemen Ilmu Komunkasi, jauh hari sebelumnya peneliti sudah menceritakan dan menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan wawancara tentang penelitian yang sedang dilakukan.

Wawancara dilakukan melalui media telepon kepada orang tua informan kedua D.Br.Matondang, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan. Kemudian peneliti menanyakan biodata diri serta melakukan pertanyaan komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam menelesaikan tugas akhir.

Keterbukaan

Pada komunikasi antara informan 2 dan orangtuanya, peneliti melihat ada ketidakterbukaan yang terjadi antara informan dengan orangtuanya. Informan tidak berani mengungkapkan segala sesuatunya dengan jujur sepenuhnya karena informan

sebenarnya tidak sedang sungguh-sungguh mengerjakan tugas akhirnya. Di lain pihak, orangtua mempunyai ekspektasi yang sangat besar bahwa anaknya / informan dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan segera. Hal ini terlihat dari jawaban informan mengenai keterbukaannya,

“Tidak, karena orangtua selalu nekan untuk lebih cepat menyelesaikan tugas akhir sementara aku juga gak begitu serius mengerjakannya. Terkadang takut untuk menyampaikan ini. Aku cuma bisa bilang “bisa tamat secepatnya””

Hal ini juga yang membuat informan tidak mau menghubungi orangtuanya. Orangtuanya lah yang selalu menghubungi informan, seperti yang dituturkan oleh orangtua informan,

“Saya, karena anak saya tidak pernah menghubungi duluan.”

Informan tidak terlalu tertarik berkomunikasi panjang lebar dengan orangtuanya. Setiap berkomunikasi, informan hanya menjelaskan seadanya dan mencari alasan untuk dapat menutupi sebab sebenarnya dari keterlambatan tugas akhirnya, seperti yang dijelaskan oleh orangtua informan,

“Ya, dia selalu membahas kalau skripsinya terhambat karena kesibukan. Dia menjelaskan cukup singkat.”

Akibat dari ketidakterbukaan ini, orangtua informan tidak dapat meyakini sepenuhnya jawaban mengenai keadaan informan, seperti pernyataan orangtua informan,

“Tidak tahu, karena dia selalu bilang akan cepat tamat tetapi tidak. Dia biasanya menyampaikan saat bertelepon dan menceritakan hambatannya.”

Empati

Proses komunikasi antara informan 2 dan orangtuanya diliputi rasa saling memahami perasaan satu sama lain. Menurut informan 2, orangtuanya cukup

memahami perasaan yang sedang dialami oleh informan terkait tugas akhirnya. Hal ini dapat dilihat dari penuturan informan,

“Orangtuaku cukup mendukung dalam penyelesaian skripsi. Orangtua juga selalu mendengarkan keluhan sambil menasihati. Orangtua cukup memahami.”

Senada dengan penuturan informan, orangtua informan juga mengakui bahwa orangtua memahami perasaan dari si informan (anaknya). Hal ini dituturkan oleh orangtua,

“Saya selalu memberikan dia dukungan untuk serius dalam mengerjakan tugas dan selalu ingat orangtua. Saya selalu mendengar keluhannya. Saya memahami dia untuk harapannya ke depan.”

Dengan adanya empati ini, komunikasi antara informan dan orangtuanya berlangsung cukup sering, terutama setelah informan dalam proses pengerjaan tugas akhir. Di dalam komunikasi tersebut orangtua menyampaikan pesan-pesannya yang juga dapat dipahami oleh informan. Orangtua menyampaikan pesannya sebagai berikut,

“Saya selalu mengingatkan dia akan kerja keras orangtua dan gelar sarjana itu sangat penting. Dia selalu mendengar. Dia cukup memahami.”

Dukungan

Dalam komunikasi yang baik antara informan 2 dan orangtuanya, dukungan dapat diberikan. Dukungan tersebut diberikan dalam bentuk nasihat dan kata-kata motivasi untuk menyemangati si informan. Namun demikian, karena proses penyelesaian tugas akhir ini sudah terhitung lama, dukungan dan kata-kata nasihat yang diberikan orangtua terkadang disertai dengan ungkapan-ungkapan yang terasa menekan oleh si informan dan nada yang terkadang terasa sinis, seperti yang diungkapkan oleh informan,

“Nada tetap lembut sebagai karakter orangtua, tetapi terdengar sinis.”

Ketika ada kemajuan ataupun prestasi dalam proses tugas akhir ini, apresiasi sebagai bentuk dukungan tidak diterima oleh informan dari orangtuanya. Sebaliknya, ketika tidak ada prestasi, maka orangtua terus memberikan nasihat kepada informan, seperti yang dinyatakan oleh informan,

“Bentuk apresiasi tidak ada. Kalau tidak ada prestasi, orangtua yang nasihati terus.”

Rasa Positif

Komunikasi yang terbangun antara informan 2 dengan orangtuanya pada dasarnya ditanggapi dengan rasa positif oleh kedua pihak. Akan tetapi, karena terdapat ekspektasi yang tidak dapat terpenuhi dalam waktu yang lama, maka komunikasi tersebut menimbulkan tekanan tersendiri bagi si informan. Hal ini dapat dilihat dari penuturan informan tentang perasaannya setelah berkomunikasi,

“Agak takut. Sebenarnya merasa tertekan, tetapi aku buat untuk jadi motivasi karena aku lama nyelesaiin skripsinya.”

Senada dengan pernyataaan informan tersebut, perasaan tertekan informan ini ditangkap juga oleh orangtua informan, sebagaimana penuturan dari orangtua informan,

“Dia selalu mendengarkan dan mengaku cukup tertekan.”

Kesamaan

Meskipun terdapat ketidaknyamanan yang dirasa oleh informan pada saat berkomunikasi, namun demikian pandangan informan dan orangtuanya terhadap tugas akhir ini adalah sama. Kedua belah pihak sama-sama menginginkan agar tugas akhirnya segera selesai, namun karena terdapat ekspektasi yang tidak dapat terpenuhi, maka si informan mengalami tekanan tersendiri sehingga tidak mau untuk memulai komunikasi bila tidak orangtuanya yang mengubungi, terlebih lagi bila menyangkut tugas akhir, seperti yang dituturkan oleh orangtua informan tentang siapa yang biasanya memulai pembicaraan mengenai tugas akhir,

B. Komunikasi Bermedia

Informan 2 dan orangtuanya berkomunikasi dengan media telepon dan SMS. Media ini dipilih karena orangtua tidak mempunyai akses komunikasi melalui internet. Untuk informan dan orangtuanya yang saling berjauhan lokasinya, komunikasi bermedia ini dipandang cukup efektif karena memang kedua pihak jarang bertemu langsung. Keterbatasan yang dirasakan pada saat berkomunikasi lewat media ini adalah hambatan teknis seperti kerusakan sinyal, dan juga hambatan non teknis seperti sikap informan yang terkadang tidak membalas SMS dari orangtuanya. Hal ini tentu membuat komunikasi menjadi terhambat, seperti yang dinyatakan oleh orangtua informan,

“Cukup efektif untuk komunikasi jarak jauh. Keterbatasan tidak berkomunikasi lebih dekat. Gangguan yang dialami adalah ketika di-SMS tidak dibalas.” Informan 3 Mahasiswa Nama : Christian Angkatan : 2011 Departemen : Antropologi Tanggal Wawancara : 24 November 2015

Pukul : 16:00 WIB

Tempat : Jl. Bahagia No. 245 Padang Bulan

Orangtua

Nama : B. Sibarani (ayah)

Usia : 56 Tahun

Pekerjaan : Guru

Media Wawancara : Telepon

Tanggal Wawancara : 27 November 2015

Pukul : 19:00 WIB

A. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Christian sebenarnya tamat Sekolah Menengah Atas tahun 2010, namun dia tidak lulus ujian Perguruan Tinggi Negeri (PTN) saat itu. Pada tahun berikutnya di tahun 2011, dia lulus di Universitas Sumatera Utara jurusan Antropologi FISIP. Peneliti melakukan wawancara dimulai dengan menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan.

Wawancara orang tua informan yang ketiga D.Sibarani, dilakukan pada malam hari melalui telepon, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Kemudian menanyakan biodata diri dan melakukan wawancara.

Keterbukaan

Informan 3 sebenarnya cukup dekat dengan orangtuanya. Mereka dapat berkomunikasi dengan leluasa. Akan tetapi, situasi dan keadaan dari informan yang sudah sangat terlambat dalam penyelesaian tugas akhirnya membuat informan merasa terdapat tekanan tersendiri setiap kali berkomunikasi, karena hampir setiap berkomunikasi orangtuanya membahas tentang tugas akhir informan. Informan menyatakan keadaan tersebut dengan menyatakan,

“kadang-kadang ada rada-rada tidak enak, ditanyak aja, tapi mungkin karna itu cara dia, karna dia sudah terlalu lama menunggu saya untuk wisuda.”

Akibat perasaan tertekan ini, informan merasa sungkan menceritakan semuanya secara jujur kepada orangtuanya, sehingga terkadang informan harus berdalih ataupun berbohong tentang keadaannya terutama tentang tugas akhirnya, seperti penuturan informan,

“ Kadang jujur kadang tidak.”

Senada dengan pernyataan informan tersebut, di lain pihak, orangtua informan juga mengetahui bahwa ada sesuatu yang ditutupi oleh informan (anaknya) yang tidak diceritakan secara jujur, sebagaimana dinyatakan oleh orangtua informan,

“Saya tahu anak saya bagaimana, tapi tidak semua yang di beritakannya dengan jujur saya tahu ada yang ditutupi.”

Empati

Dalam komunikasi antara informan 3 dengan orangtuanya terdapat kekurangempatian satu sama lain. Informan merasa bahwa sikap orangtuanya terlalu menekan, seperti yang disampaikan oleh informan,

“ Yah kadang mereka sikapnya kadang selalu memberikan saya tekanan, mendesak saya untuk secepatnya menyelesaikan tugas akhir saya.”

Di lain pihak, orangtua menganggap bahwa bersikap seperti itu adalah untuk menunjukkan kepedulian dan dukungannya kepada informan (anaknya), seperti terlihat dalam penuturan orangtua informan,

“Ya saya selalu mendukung dan memotivasi anak saya agar perkuliahannya supaya cepat selesai.”

Sikap atau reaksi informan terhadap orangtuanya juga menunjukkan bahwa informan kurang berempati terhadap orangtuanya, seperti yang dituturkan oleh orangtuanya,

“Yah memang belakangan ini mungkin dengan nada-nada yang kasar, agak merasa sinis karna desakan-desakan dari kami orang tuanya.”

Dukungan

Pada dasarnya komunikasi yang dilakukan oleh orangtua dengan informan 3 ini adalah untuk memberi dukungan kepada informan agar lebih bersemangat menyelesaikan tugas akhirnya. Ketika ada kemajuan yang dicapai oleh informan, maka akan ada ungkapan-ungkapan motivasi yang diberikan oleh orangtua, seperti penuturan informan,

Yah kalau sudah ada kemajuan kabar mereka rasanya kadang memberikan saya motivasi, terus semangat biar lebih cepat lagi menyelesaikannya.”

Akan tetapi terkadang dukungan itu dirasa terlalu memaksa oleh informan sehingga informan merasa ditekan. Terlebih lagi karena keterlambatan tugas akhir

informan, orangtuanya menjadi sangat sering membahas tugas akhir. Hal ini disampaikan informan,

“ Karna sekarang tugas akhir saya sudah terlambat, jadi mereka lebih menekankan, lebih sering membahas.. bertelepon lebih membahas tugas akhir.”

Senada dengan hal tersebut, di lain pihak, orangtua juga mengakui bahwa sikap orangtua terhadap informan terkadang menekan bahkan bernada sinis, tetapi di dalam persepsi orangtua hal tersebut adalah untuk memotivasi anaknya agar segera menyelesaikan tugas akhirnya, seperti yang diungkapkan oleh orangtua informan,

“Pembicaraan saya belakangan ini ada memang nada-nada sinis mengungkap desakan-desakan masalah perkulihan dia.”

Rasa Positif

Keterlambatan informan menyelesaikan tugas akhirnya membuat informan memiliki tekanan sendiri setiap kali berkomunikasi dengan orangtuanya. Informan menjadi langsung berasumsi negatif terhadap komunikasi tersebut, menganggap bahwa komunikasi itu akan menyudutkan dan menghakimi dirinya, seperti terlihat dari ungkapan informan,

“ Kadang merasa risih karna selalu asal bertelepon pasti membahas itu, tapi mungkin karna mereka menginginkan saya lebih cepat lagi selesai.”

Sebaliknya, dari sisi orangtua tidak ada maksud untuk menyudutkan atau menghakimi anaknya. Mengetahui apa pun kondisi anaknya sudah mendatangkan ketenangan bagi orangtuanya, seperti pernyataan orangtua informan,

“Saya merasa cukup tenang dapat berkomunikasi dengan anak saya.”

Kesamaan

Dalam komunikasi antara informan 3 dan orangtuanya sebenarnya terdapat kesamaan persepsi antara orangtua dan informan. Kedua pihak sama-sama berharap

tugas akhir informan segera selesai. Akan tetapi, karena ekspektasi orangtua terhadap informan tidak tercapai, maka komunikasi di antara kedua pihak berubah menjadi didominasi oleh orangtua berupa nasihat yang tidak jarang menjadi tekanan bagi informan, dan informan menganggap hal ini sebagai perbedaan paham di antara informan dan orangtuanya. Informan menganggap nasihat orangtuanya diberikan tanpa memahami kondisi yang sebenarnya sedang terjadi pada informan, seperti yang dinyatakan oleh informan tentang kesamaan atau perbedaan persepsi atau paham di antara informan dan orangtuanya,

“ Kadang berlawanan mungkin mereka tidak memahami kondisi ku saat ini.”

B. Komunikasi Bermedia

Media komunikasi antara informan 3 dan orangtuanya adalah melalui telepon, karena melalui media ini informan dan orangtuanya dapat berbicara langsung sehingga langsung dapat saling mengetahui keadaan satu sama lain. Tentang keefektifan komunikasi bermedia melalui telepon, informan bertutur,

“ Mungkin lebih efektif bertelepon karna aku berbicara langsung jadi enak langsung.”

Demikian juga menurut orangtua informan yang merasa lebih efektif berkomunikasi lewat telepon, seperti pernyataan orangtua informan,

“karna saya bisa mengetahui keberadaan anak saya, saya mengetahui dia langsung bicara.”

Hambatan komunikasi bermedia melalui telepon di antara informan 3 dan orangtuanya adalah terkadang informan tidak menjawab telepon dari orangtuanya, seperti dinyatakan oleh orangtua informan,

“Saya terkadang mau menghubungi anak saya kadang itu gak di angkat-angkat.”

Informan 4 Mahasiswa

Nama : Dody Desmond

Angkatan : 2009

Departemen : Ilmu Politik

Tanggal Wawancara : 19 November 2015

Pukul : 17:00 WIB

Tempat : Jl. Harmonika Padang bulan

Orangtua

Nama : Paimar Siboro (ayah)

Usia : 61 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Media Wawancara : Telepon

Tanggal wawancara : 19 November 2015

Pukul : 20:00 WIB

Tempat Tinggal : Bekasi

A. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Sebelum wawancara, peneliti memperkenalkan diri serta menjelaskan tujuan dari penelitian yang sedang dilakukan kepada informan. Dodi Desmond adalah anak pertama dari enam bersaudara, jadi dialah ujung tombak dikeluarganya untuk memberikan panutan kepada adik- adiknya. Peneliti sangat tertarik dengan imforman yang keempat ini, karena dengan usianya juga yang sudah 24 tahun membuat dia bertekat harus cepat wisuda tahun ini.

Wawancara dengan Bapak Paimar Siboro yang merupakan bapak dari informan yang keempat, dilakukan dengan wawancara memalalui media telepon. Pertama peneliti memperkenalkan diri serta menjelaska tujuan dari peneltian yang sedang dilakukan, kemudian menanyakan biodata diri dan melakukan wawancara tentang komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dalam menyelesaikan Tugas Akhir

Keterbukaan

Komunikasi antara informan 4 dan orangtuanya kurang memiliki keterbukaan. Informan 4 tidak sepenuhnya memberikan informasi yang jujur kepada orangtuanya, seperti dinyatakan oleh informan,

“ 50% jujur, 50% bohong, jujur kan... Kalau kepada orangtua mungkin dia tau sekitar 80%, 100% yang tahu kondisi kita itu kawan/sahabat. “Tenang aja mak/pak ini masih dalam progres tapi secepatnya bakalan ku selesaikan.””

Di pihak orangtua juga merasakan bahwa informan (anaknya) kurang terbuka.

Dokumen terkait