• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

2. Hasil Wawancara

Dalam penelitian ini, penulis juga melakukan wawancara untuk mendapatkan tambahan informasi mengenai kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang guna mendukung dan memperkuat hasil penelitian berbentuk kuesioner yang sudah dianalisis.Keterbatasan waktu dan jarak yang cukup jauh dari kampung asal penulis ke stasi Santa Veronika Batu Majang membuat penulis hanya dapat mewancarai 6 orang yang dapat diwawancarai. Para responden ini merupakan beberapa aktivis Gereja yang dianggap mampu memberikan informasi kepada penulis. Berikut ini adalah hasil wawancara yang didapatkan;

a. Hasil Wawancara dengan Responden 1;

1) Pendapat responden berkaitan dengan pengetahuan prodiakon tentang tafsir KS, ajaran-ajaran Gereja dan situasi sosial (umat) yang terjadi. Responden menjawab; “Iya, menurut saya selama ini saya melihat dan merasakan bahwa

prodiakon di stasi BM ini mampu menafsirkan Kitab Suci, ajaran-ajaran Gereja, dan mereka mampu melihat masalah-masalah yang terjadi di lingkungan umatnya hingga mereka mampu mengangkat masalah-masalah tersebut ke dalam khotbahnya dan memberikan jalan keluar atau solusi berdasarkan tafsir Kitab Suci.”

2) Pertanyaan mengenai kesesuaian pesan khotbah prodiakon. Responden menjawab; “Menurut saya apa yang disampaikan oleh prodiakon di dalam khotbahnya itu sudah sesuai dengan bacaan Kitab Suci atau tema perayaan itu sendiri. Itu sendiri dapat dilihat dari arah khotbahnya yang mengaju pada satu tema dari bacaan tersebut.”

3) Pertanyaan mengenai keterampilan dalam berkhotbah; “Menurut saya, itu sudah cukup sesuai. Pandangan mata mereka ketika bicara dengan umat dalam menyampaikan khotbahnya selalu tertuju ke umat, kata-kata yang diucapkan juga cukup jelas dan sesuai dengan gerak-gerik badannya, kemudian cara berpakaian mereka juga cukup rapi dan juga sesuai dengan status atau keadaan mereka sebagai seorang prodikon.”

4) Pertanyaan mengenai alat-alat peraga yang digunakan ketika berkhotbah. Responden menjawab; ”Ya, sejauh yang saya lihat selama mengikuti khotbah mereka, selama mengikuti perayaan di gereja, jarang sekali melihat mereka membawa hal-hal yang seperti itu.”

5) Pertanyaan mengenai pelaksanaan pesan khotbah dalam hidup sehari-hari. Responden menjawab; “Ya, menurut penglihatan saya selama ini terhadap

prodiakon di Batu Majang itu, mereka sudah berusaha menerapkan pesan khotbah yg mereka sampaikan dalam hidup mereka sehari-hari.”

6) Pertanyaan mengenai spiritualitas hidup mereka. Responden menjawab; “Iya, mereka mampu menghayatinya.”

b. Hasil Wawancara dengan Responden 2;

1) Pertanyaan mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Selama kita mengikuti suasana ibadat pada tiap hari minggu, kami melihat bahwa pelaksanaan khotbah dari para prodiakon sudah sedikit ke arah yang menyentuh iman umat.”

2) Pertanyaan mengenai pesan yang disampaikan. Responden menjawab; “Kalau pesan yang disampaikankan boleh dikatakan iya, bisa juga dikatakan tidak, tapi tidak terlepas dari yang disampaikan. Tapi kesimpulan terakhir kebanyakan umat bisa memahaminya.”

3) Pertanyaan mengenai keterampilan dalam berkhotbah. Responden menjawab; “Selama ini kita lihat sesuai, sesuai dari penampilannya, hanya kalau melihat khotbah dengan gerak-gerik kita tidak pernah melihat karena yang kami pahami bahwa setiap kepala ibadat itu ada di atas mimbar. Tidak pernah melakukan interaksi langsung, berkhotbah begitu aja.”

4) Pertanyaan mengenai pesan khotbah. Responden menjawab; “Kalau saya lihat selama ini dari para prodiakon sendiri kita melihat dari kehidupannya dan dari penyampaian pada setiap hari minggu itu sejalan.”

5) Pertanyaan mengenai spiritualitasnya. Responden menjawab; “Semangatnya sendiri ada karena kelihatan dari prodiakon boleh dikatakan saling terbuka dengan umat, mengarahkan umat, meminta pandangan umat setelah selesai ya, selesai ibadat pada setiap hari minggu. Kita biasa berkumpul di sinikan (sambil menunjuk rumah pastoran stasi di sebelah gedung gereja).”

6) Pertanyaan mengenai evaluasi khotbah dari prodiakon kepada umat. Responden menjawab; “Oh, itu tidak pernah…”

7) Pertanyaan mengenai solusi yang ditawarkan ketika berkhotbah. Responden menjawab; “Itu tidak pernah. Dalam rangka tidak pernah menyampaikan itu. Hanya… Pada saat mau berkhotbah sering, apa? Mempersilahkankan umat atau jemaatnya untuk memberikan atau menyampaikan isi hatinya atau apa saja yang sesuai dengan bacaan pada hari itu.”

c. Hasil Wawancara dengan Responden 3;

1) Pertanyaan mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalau menurut saya, apa yang telah disampaikan oleh prodiakon setelah berkhotbah selama ini betul-betul menyentuh kepada umat. Artinya apa yang telah disampaikan itu betul-betul umat bisa mengerti dengan baik, karena umat di sini itu mayoritas umat yang betul-betul umat yang mempunyai pikiran agak rendah untuk mencerna dan mengambil hikmah itu. Jadi umat sekarang di sini itu betul-betul bisa mengerti apa yang telah disampaikan oleh prodiakon.” 2) Kesesuaian antara bacaan Kitab Suci dengan pesan yang disampaikan.

3) Pertanyaan mengenai keterampilan prodiakon. Responden menjawab; “Sesuai, karena memang bidangnya.”

4) Mengenai pesan khotbah yang disampaikan. Responden menjawab; “Memang betul-betul menyentuh, makanya saya bilang dari awal apa yang disampaikan oleh pengkhotbah betul-betul karena situasi masyarakat atau umat.”

5) Semangat prodiakonnya. Responden menjawab; “Memang bersemangat.” 6) Pertanyaan mengenai solusi atau jalan keluar yang ditawarkan ketika

berkhotbah. Responden menjawab; “Memang sering, setiap ada khotbah itu kadang di dalam suatu khotbah itu kadang diambil salah satu umat supaya maju untuk menyampaikan beberapa hal yang ada di dalam kehidupan umat. Kalau itu, prodiakonnya sendiri memang betul-betul memberi jalan atau solusi.” 7) Pertanyaan mengenai bahasa yang dipakai ketika berkhotbah. Responden

menjawab; “Memang bahasa yang bisa dimengerti oleh orang-orang di sini. Untuk sekarang hanya satu prodiakon yang sering berkhotbah.”

d. Hasil Wawancara dengan Responden 4;

1) Mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalau menurut saya sih cukup baik cara itunya, menyampaikan khotbah. Sesuai dengan Kitab Suci dan tema perayaannnya. Dan umat paham.”

2) Mengenai keterampilan berkhotbah. Responden menjawab; “Kalo pakaiannya sesuai, terus cara berbicaranya juga sesuai. Ya sesuai dengan tugas mereka.” 3) Mengenai pemahaman umat. Responden menjawab; “Mudah sekali gitu na

kayak misalnya kan kalo ke paroki atau ke tempat stasi-stasi lain, kayaknya kalo menurut saya pribadi, pemimpin yang di stasi BM itu bagus. Itu kalo menurut saya pribadi. Ketimbang stasi yang lain gitu na.”

4) Mengenai solusi atas permasalahan umat. Responden menjawab; “Iya, dikasih itu. Umat dibantu kalo ada masalah.”

e. Hasil Wawancara dengan Responden 5;

1) Mengenai pengetahuan prodiakon. Responden menjawab; “Kalo pengetahuan mereka secara umum, bagus… karena dilihat dari segi pendidikannya pak Lawing kan sudah S. Ag. kan? Cukup dapat diapa ya? Cukup dapat dipahami oleh umat, cara berbicaranya juga ketika khotbah, ketika di luar, pelaaaaan. Santai aja. Karena orangnya bersahabatlah dengan umat. Prodiakon di sini ada 2 aja. Pak lawing dan Iboq Ubang. Ada satunya dulu kan sudah meninggal.” 2) Keterampilan atau kesesuaian gerak-gerik tubuh. Responden menjawab; “Kalo

dari caranya sih sesuai, bahkan sangat bagus itu. Contohnya kalo dia sedang di atas altar, khotbahnya itu ndak terlalu tegang orangnya, umat yang mendengarnya juga ndak terlalu tegang. Santai cara berbicaranya. Soalnya dia kan bersahabat sekali dengan umat. Apa ya? Mungkin sudah saking lamanya di sini mungkin, sudah kenal betul sama umat di sini. Dari cara ngomongnya. 3) Pemahaman umat akan pesan khotbah. Responden menjawab; ‘Paham. Paham,

paham…”

4) Solusi untuk permasalahan umat. Responden menjawab: “Dikasih, kasih… itu dibantu.”.

f. Hasil Wawancara dengan Responden 6;

1) Pertanyaan mengenai pengetahuan para prodiakon. Responden menjawab; “Mereka mempunyai pengetahuan yang cukup luas. Dapat dilihat ketika mereka berkhotbah, konteks Kitab Suci dikonkretkan dalam kehidupan sehari- hari. Misalnya dengan diberikan contoh-contoh yang ada di dalam umat, seperti khotbah hari ini tadi kan? -iman tanpa kasih atau perbuatan itu tidak ada artinya-. Ini dikaitkan dalam kehidupan umat, misalnya kalau ada umat yang kesusahan ya pergi bantu, ada kerja bakti ya pergi ikut bekerjalah.”

2) Pertanyaan mengenai pesan khotbah yang disampaikan oleh prodiakon. Responden menjawab; “Itu sudah sesuai dengan bacaan Kitab Suci dan tema perayaan karena khotbahnya memang bertolak Kitab Suci yang dibacakan pada hari itu.”

3) Pertanyaan mengenai keterampilan prodiakon dalam berkhotbah. Responden menjawab; “Kalo masalah keterampilan yang dilihat dari gerak, kata yang diucapkan dan bahasa tubuhnya sudah baik namun tidak pernah menggunakan alat-alat peraga.”

4) Pertanyaan mengenai pelaksanaan pesan khotbah yang disampaikan. Responden menjawab; “Mereka bukan berusaha lagi. Tapi mereka mampu melaksanakan pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari.”

5) Pertanyaan mengenai semangatpara prodiakon. Responden menjawab; “Prodiakon di BM memang sangat bersemangat, ramah, rela berkorban dan mau membantu umatnya.”

g. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara

Setelah memahami hasil wawancara dari keenam responden di atas, penulis merangkum keseluruhan hasil wawancara tersebut dengan mengelompokkannya berdasarkan ketiga aspek yang diukur, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas sebagai berikut;

1) Aspek Pengetahuan;

Dari hasil wawancara dengan keenam responden, dapat disimpulkan bahwa rata-rata prodiakon di stasi ini mempunyai kemampuan dari segi pengetahuan yang baik. Hal ini didukung dengan pendidikan salah seorang prodiakon yang cukup tinggi di bidang Pendidikan Agama Katolik yang tentunya lebih mempunyai wawasan yang luas akan masalah-masalah dalam Gereja, sehingga dengan rela mau membantu prodiakon lainnya dalam berkhotbah demi kemajuan bersama. Dapat dipahami bersama dari jawaban para responden mengatakan para prodiakon mampu menafsirkan Kitab Suci ke dalam situasi konkret umatnya, mampu melihat masalah-masalah yang terjadi dan diangkat ke dalam khotbahnya, serta diberikan solusi sesuai dengan pesan inti khotbah yang dibawakan sehingga pesan khotbah yang disampaikan mampu dimengerti dan menyentuh iman umat. Ini artinya bahwa para prodiakon mempunyai pengetahuan yang cukup baik berkaitan dengan tugas berkhotbah, di mana mereka tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dengan situasi umatnya dan mereka mampu mengangkat masalah-masalah konkret yang terjadi di dalam dan di sekitar umatnya ketika khotbahnya, mengkaitkan permasalahan tersebut dengan pesan inti khotbah yang disampaikan, lalu memberikan peneguhan kepada umatnya.

2) Aspek Keterampilan;

Dari hasil wawancara yang diperoleh, hampir semua responden yang diwawancarai mengatakan bahwa prodiakon mempunyai keterampilan yang cukup baik dan sesuai antara gerak-gerik tubuhnya dengan kata-kata yang diucapkannya, selalu di atas mimbar dengan pembawaan yang santai, tidak terlalu tegang, cara bicara yang bersahabat dengan umat, serta cara berpakaian yang sesuai dengan status mereka sebagai seorang prodiakon. Selain itu, pemilihan pesan inti khotbah yang disampaikan juga sudah sesuai dengan bacaan atau tema perayaan pada hari itu dengan dibantu oleh contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada jawaban dua responden (responden 2 dan 3) yang menyatakan bahwa prodiakon biasanya membangun interaksi bersama umat dengan meminta salah satu umat untuk maju ke depan dan menyampaikan masalah-masalah atau hal-hal yang dirasakan sesuai dengan bacaan pada hari itu. Dapat dipahami bersama bahwa dengan adanya keterampilan dalam membangun interaksi dengan umat seperti ini justru akan semakin mendukung tersampainya pesan khotbah dengan baik kepada umat karena disampaikan dengan relasi yang bersahabat, suasana khotbah yang tidak tegang sehingga akan semakin membantu umat untuk mau mendengarkan dan akhirnya mampu menangkap serta memahami isi khotbah yang disampaikan dan akhirnya dapat dihidupi oleh umat.

Agar semakin menarik perhatian pendengar ketika menyampaikan sesuatu, kita juga dituntut untuk mempunyai daya kreasi yang variatif agar seseorang yang mendengarkan kita tidak cepat merasa bosan. Begitu pula dengan prodiakon ketika menyampaikan khotbah. Supaya semakin menarik perhatian umat untuk

mau mendengarkan khotbahnya dengan sungguh-sungguh, maka prodiakon juga perlu menggunakan daya kreatif yang bervariasi ketika berkhotbah. Misalnya dengan bernyanyi yang sesuai isi khotbahnya dan menggunakan alat-alat peraga yang sesuai dan dekat dengan umat berkaitan dengan isi khotbahnya. Ketika hal ini ditanya kepada enam responden di atas, hampir seluruh responden menjawab bahwa prodiakon tidak pernah menggunakan alat-alat peraga ketika berkhotbah. Hal ini sangat disayangkan jika para prodiakon kurang mengasah dan menggunakan daya kreasinya ketika berkhotbah. Dengan menggunakan alat peraga yang dekat dengan kehidupan umat tentunya akan semakin menarik dan mengundang umat untuk mau mendengarkan khotbahnya, selain itu umat akan mudah mengerti dan menangkap pesan khotbah yang ingin disampaikan.

3) Aspek Spiritualitas;

Dari hasil wawancara dengan keenam umat dan sharing yang penulis dengar dari Bapak Yohanes Hipoq (sesama teman prodiakon yang sudah lama kenal) mengatakan bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memang mempunyai semangat yang tinggi dalam melayani, terbuka dan bersahabat dengan umat, ramah, rela berkorban, dan mau membantu umat. Dari hasil wawancara juga diungkapkan bahwa para prodiakon selalu berusaha melaksanakan pesan khotbah yang disampaikan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Ini artinya bahwa prodiakon di stasi Santa Veronika BM memang mampu menghayati spiritualitas hidup mereka sebagai seorang prodiakon dan cukup mampu melaksanakan pesan khotbah yang disampaikannya ke dalam hidup mereka sehari-hari.

Dokumen terkait