• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi kemampuan berkhotbah prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu Kalimantan Timur dan usaha pengembangannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi kemampuan berkhotbah prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu Kalimantan Timur dan usaha pengembangannya"

Copied!
217
0
0

Teks penuh

(1)

DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU

KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Akwilina Deu NIM: 081124037

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang Pengkhotbah Sejati.

Kedua orang tuaku tercinta: Bapak Yohanes Hipoq dan Ibu Irmina Dahai. Saudaraku: Kak Dian, Kak Anton, Dek Eli, Dek Anyeq, Dek El, Dek Iing. Keponakanku: Anak Ping, Anak Hagang, dan Anak Memei. Kalian semua adalah

salah satu alasanku untuk tetap bertahan dan terus berjuang sampai saat ini.

Para prodiakon dan segenap umat di stasi Santa Veronika Batu Majang.

Teman-teman seperjuanganku, para pewarta Kabar Gembira, dan semua pihak yang telah ikut membantu, mendukung, dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkembang selama menjalani proses pendidikan hingga selesai di

program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma

(5)

v MOTTO

“Seseorang yang pesimistis memandang kesulitan pada setiap peluang, seseorang yang optimistis melihat peluang pada setiap kesulitan.”

(Winston Churchill)

“Semua keberhasilan yang kau impikan itu, berada di balik semua hal yang kau takuti. Mulai hari ini, justru lakukanlah yang kau takuti.”

(Mario Teguh)

“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku” (Yoh. 14: 1)

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memegang peran yang penting untuk menyampaikan dan menjelaskan Sabda Tuhan kepada umat beriman melalui khotbah. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dilihat dan diukur melalui tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas hidup para prodiakon dari sudut pandang umat yang ada di stasi tersebut.

Kemampuan berkhotbah prodiakon adalah segenap kapasitas yang dimiliki oleh prodiakon dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Segenap kapasitas ini dapat dihasilkan dari proses belajar dan latihan secara terus menerus, sehingga para prodiakon mampu mempersiapkan, menyampaikan, mengevaluasi dan memaknai khotbah dengan baik dan sesuai. Khotbah sendiri bertujuan untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman pada Yesus Kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel penelitian ini adalah kelompok umat yang sungguh tahu dan terlibat aktif dalam kegiatan menggereja sebanyak 115 orang. Pengambilan sampel ini dengan cara purposive sampling, yaitu diambil dengan pertimbangan tertentu. Instrumen yang digunakan ialah skala likert. Skala ini digunakan karena dapat dipakai untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi umat terhadap kemampuan berkhotbah prodiakon yang meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek spiritualitas prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dikembangkan ke dalam 80 pernyataan. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 115 orang dengan nilai kritis 0,180 diperoleh sebanyak 79 item yang valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,950 yang menunjukkan reliabilitas instrumen penelitian ini sangat tinggi.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis is titled THE DESCRIPTION OF PREACHING ABILITY OF THE DEACONS OF SAINT VERONICA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-EAST KALIMANTAN AND THE DEVELOPMENTS EFFORTS. The choice of this topic was based on the fact that the deacons in Santa Veronica Batu Majang region have a very important role to proclaim and explain the Good News to the people through preaching. Therefore, this paper aims to identify and describe the extent of the ability to preaching of the deacons in Saint Veronica Batu Majang region. That is measured through three aspects, knowledge’s, skills and spirituality of life from the perspective of the Christian people.

The their preaching ability is all about the knowledge, skills and core values possessed by them in proclaiming the Good News to the Christian people who have gathered in a prayer and celebration of the liturgy. All of this could be generated from the process of learning and continuous training, so the deacons are able to prepare, deliver, evaluate and interpret the message very well. Sermon has an aims to deliver the Good News to the Christian people so they have more faith in Jesus to obtain salvation in His name.

This research is a descriptive model. The sample of this research were young and adults people that are actively involved in church activities, totally 115 respondents. The instrument used is the Likert scale. This scale is used because it could measure the attitudes, opinions and perceptions from the common people about the ability of the deacons. The instrument was developed in 80 statements about the ability from their knowledge, skills and spirituality. The validity test resulted at the significance level 5% with N 115 respondents with the critical value 0.180 obtained as many as 79 items were valid. The reliability test resulted in alpha coefficient 0.950 which means high reliability of the instrument.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang Maha Kasih karena telah menerangi, mencerahkan, membimbing dan menuntun penulis dengan penuh kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA.

(11)

xi

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dengan setia telah mendampingi, memberi semangat, dan memberikan kritikan yang membangun kepada penulis untuk terus berjuang. Maka dari itu penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada: 1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama sekaligus

sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan pendampingan kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK sampai selesainya skripsi ini, yang selalu meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, yang selalu memberikan kepercayaan, masukan-masukan dan kritikan-kritikan yang membangun sehingga penulis lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan penulis semakin menyadari bahwa segala sesuatu butuh proses dan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. 2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji II yang dalam kebersamaan

selalu meluangkan waktu, memberi sapaan dan memberi semangat kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK hingga selesainya penulisan skripsi ini.

(12)

xii

dengan selalu ada dan meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan penulis di saat penulis mengalami kepenatan dan kelelahan hati di sela-sela menyelesaikan pendidikan di kampus ini. Terima kasih untuk segala sharing, masukan yang membangun, dan kesempatan untuk selalu berkembang.

4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan melakukan penelitian dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini. 5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. P. Aloysius Tue Ado, Pr., selaku pastor paroki dan Diakon Don yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi dan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang.

8. Para prodiakon, dewan stasi, aktivis Gereja dan segenap umat di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dengan sepenuh hati untuk mengadakan penyusunan skripsi dan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang.

(13)

xiii

serta saran yang membangun sehingga penulis semakin dikuatkan dalam menjalani pendidikan dan menerima panggilan sebagai Pewarta Kabar Gembira di zaman yang penuh tantangan ini.

10. Kedua orang tuaku tercinta dan segenap keluarga besarku yang dengan penuh kasih selalu mendoakan, mendukung, memotivasi, mengingatkan dan membantu penulis selama ini. Dan kepada ketiga keponakan kecilku yang selalu memotivasiku melalui tingkah lucu mereka yang membuatku ingin cepat selesai dan segera berkumpul bersama keluarga. Aku mencintai kalian semua. 11. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ yang dengan kemurahan hati selalu memberikan

bantuan, baik secara materi maupun spiritual kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta. Semangat, kebaikan, kesederhanaan dan kemurahan hati beliau juga yang selalu menginspirasiku untuk dapat melayani dengan baik, konsisten dan mempunyai komitmen.

12. Para sahabat karibku, Sr. Natalia, Wuri, Br. Yohanis, Fr. Paschalis, Sr. Bernardin, Sr. Widya, Happy, Cici, Goy, Asep, Hendro, Dance, Sisil Lun, Hiping, Mbak Pur, Ibu Widodo, juga sepupuku Kak Ungky, yang dengan cara masing-masing telah membantu baik secara moral, material, maupun spiritual selama penulis menempuh pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta. 13. Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Kutai Barat yang telah membantu penulis

dengan memberikan biaya pendidikan selama menjalani proses pendidikan. 14. My Lovely (Romianus Jiu) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

(14)
(15)

xv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 10

C.Pembatasan Masalah ... 11

D.Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penulisan ... 11

F. Manfaat Penulisan ... 12

G.Metode Penulisan ... 13

H.Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

A.Prodiakon Paroki ... 15

1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki ... 17

2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki ... 21

a. Membantu Menerimakan Komuni ... 22

(16)

xvi

3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki ... 24

a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga ... 24

b. Diterima oleh umat setempat ... 25

c. Mempunyai penampilan yang layak ... 26

4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki ... 26

a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman ... 27

b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis ... 28

c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama ... 29

d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga . 30 e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati ... 30

5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki ... 32

B.Berkhotbah sebagai Salah Satu Tugas Prodiakon Paroki ... 33

1. Kemampuan ... 35

a. Pengertian Kemampuan ... 35

b. Aspek-aspek Kemampuan ... 36

2. Khotbah ... 39

a. Pengertian Khotbah ... 39

b. Tujuan Khotbah ... 43

c. Ciri-ciri Khotbah yang Baik ... 46

d. Model-model Skema Khotbah ... 50

e. Bahasa dalam Khotbah ... 60

f. Menyiapkan, Membawakan, dan Mengevaluasi Khotbah ... 61

g. Menerapkan Pesan Khotbah ... 77

h. Pribadi Pengkhotbah ... 79

3. Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 82

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 86

A.Jenis Penelitian ... 86

B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 87

1. Tempat Penelitian ... 87

2. Waktu Penelitian ... 87

(17)

xvii

1. Populasi ... 87

2. Sample Penelitian ... 88

D.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 89

1. Variabel Penelitian ... 89

2. Definisi Konseptual Variabel ... 90

3. Definisi Operasional Variabel ... 90

4. Teknik Pengumpulan Data ... 90

5. Instrumen Penelitian ... 92

6. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner, Wawancara dan Studi Dokumen ... 93

7. Pengembangan Instrumen ... 101

a. Uji Validitas Instrumen ... 101

b. Uji Realibilitas Instrumen ... 102

E. Teknik Analisis Data ... 104

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 107

A.Hasil Penelitian ... 107

1. Deskripsi Data Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 107

a. Deskripsi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 107

b. Deskripsi Data Aspek Pengetahuan Prodiakon dalam Berkhotbah .. 109

c. Deskripsi Data Aspek Keterampilan Prodiakon dalam Berkhotbah . 111 d. Deskripsi Data Aspek Spiritualitas Prodiakon ... 112

2. Hasil Wawancara ... 114

a. Hasil Wawancara dengan Responden 1 ... 114

b. Hasil Wawancara dengan Responden 2 ... 116

c. Hasil Wawancara dengan Responden 3 ... 117

d. Hasil Wawancara dengan Responden 4 ... 118

e. Hasil Wawancara dengan Responden 5 ... 119

f. Hasil Wawancara dengan Responden 6 ... 120

g. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara ... 121

3. Hasil Temuan Khusus Studi Dokumen ... 124

(18)

xviii

1. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon

Berdasarkan Data Keseluruhan ... 131

2. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Berdasarkan Data Setiap Aspek ... 132

a. Aspek Pengetahuan ... 132

b. Aspek Keterampilan ... 135

c. Aspek Spiritualitas ... 140

C.Usulan Program Pelatihan Berkhotbah bagi Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang ... 144

1. Latar Belakang Usulan Program ... 144

2. Tema dan Tujuan Usulan Program ... 150

3. Penjabaran Program Pelatihan Berkhotbah Prodiakon ... 154

4. Gambaran Pengembangan Proses Pelaksanaan ... 158

a. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan II ... 158

b. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan IV ... 162

D.Keterbatasan Penelitian ... 167

BAB V PENUTUP ... 169

A.Kesimpulan ... 169

B.Saran ... 171

DAFTAR PUSTAKA ... 174

LAMPIRAN ... 176

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... (1)

Lampiran 2 Panduan Wawancara ... (9)

Lampiran 3 Keterangan Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... (10)

Lampiran 4 Foto-foto ... (12)

Lampiran 5 Surat Permohonan SK Prodiakon ... (15)

Lampiran 6 Peta Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang ... (16)

Lampiran 7 Contoh Khotbah yang Disiapkan Bapak Lawing ... (17)

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Variabel Kemampuan Berkhotbah ... .92

Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Kemampuan Berkhotbah ... .93

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kemampuan Berkhotbah ... 100

Tabel 4 Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus ... 100

Tabel 5 Rumus Manual Person Product Moment ... 102

Tabel 6 Rumus Manual Reabilitas ... 103

Tabel 7 Reliability Statistics ... 103

Tabel 8 Rumus Penentuan Kriteria ... 105

Tabel 9 Kriteria Nilai Keseluruhan ... 105

Tabel 10 Kriteria Aspek Pengetahuan ... 106

Tabel 11 Kriteria Aspek Keterampilan ... 106

Tabel 12 Kriteria Aspek Spiritualitas ... 106

Tabel 13 Statistik Deskriptif Data Keseluruhan ... 107

Tabel 14 Kriteria Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 108

Tabel 15 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Pengetahuan ... 109

Tabel 16 Kriteria Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon ... 110

Tabel 17 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Keterampilan ... 111

Tabel 18 Kriteria Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ... 111

Tabel 19 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Spiritualitas ... 112

(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Frekuensi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah ... 108

Gambar 2 Frekuensi Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon ... 110

Gambar 3 Frekuensi Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ... 112

Gambar 4 Frekuensi Aspek Spiritualitas Prodiakon ... 113

Gambar 5 Foto Bapak Agustinus Lawing, S. Ag. ... 124

Gambar 6 Foto Bapak Abdias Inggung Bith ... 125

Gambar 7 Buku Pendukung untuk Berkhotbah ... 125

Gambar 8 Contoh Persiapan Berkhotbah dalam Catatan Tertulis ... 127

Gambar 9 Contoh Sertifikat yang didapatkan oleh Prodiakon ... 128

Gambar 10 Contoh Sertifikat yang dimiliki oleh Pak Lawing ... 129

Gambar 11 Pak Inggung ketika mengikuti pembekalan prodiakon ... 130

(21)

xxi

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Kitab Suci Mrk : Markus Kor : Korintus Yoh : Yohanes Ibr : Ibrani

B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) LG : Lumen Gentium

SC : Sacrosanctum Concilium EN : Evangelii Nuntiandi AD : Ad Gentes

AA : Apostolicam Actuositatem

C.Singkatan Lain Par. : Paragraf Kan. : Kanon Std. : Standar

KAS Keuskupan Agung Semarang KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia BM : Batu Majang

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam peziarahannya di dunia, Gereja melanjutkan dan mengambil bagian dalam tritugas Yesus Kristus, yakni tugas Nabi, Imami dan Rajawi. Tugas Nabi adalah tugas pewartaan, tugas Imami adalah tugas pengudusan atau perayaan, dan tugas Rajawi adalah tugas melayani (Iman Katolik, 1996:382). Berangkat dari ketiga tugas tersebut, Gereja terus mengusahakan adanya kegiatan-kegiatan pastoral Gereja dalam bidang kerygma (pewartaan), liturgia (liturgi), diakonia (pelayanan), koinonia (persekutuan) dan Martyria (kesaksian) demi memberikan makna diri, pelayanan dan keterlibatan dalam situasi hidup umat yang sedang mengalami permasalahan saat ini. Tentu hal ini dimaksud untuk membimbing dan memotivasi umat agar semakin terlibat dalam hidup menggereja dan dapat menemukan nilai-nilai Kristiani yang dapat dihidupi dalam hidupnya sehingga mereka percaya dan semakin beriman kepada Yesus Kristus.

(23)

tempat Gereja belum berakar”. Oleh karena itu, setiap orang diharapkan untuk ikut mengambil bagian dalam tugas pewartaan Injil ini dengan caranya masing-masing supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang benar tentang kebenaran iman, serta melalui baptisan disatukan dalam diri Yesus Kristus dan Gereja-Nya.

Dalam Gereja, khotbah mempunyai peranan dan tempat yang sentral karena mengabarkan Sabda Tuhan di dunia (Rothlisberger, 1975: 5). Melalui khotbah ini, Gereja berusaha menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Dalam Perjanjian Baru, nampak bahwa selama karya hidup-Nya di dunia Yesus sendiri menganggap bahwa hal mengajar atau memberitakan Injil (berkhotbah) kepada semua orang merupakan tugas yang amat penting, karena itulah Dia datang (Mrk. 1: 38-39). Selain itu, pengumpulan dan persekutuan jemaat perdana dimaksudkan untuk mempersiapkan diri supaya dapat diutus untuk mewartakan Injil dan melayani (Mrk. 3: 14-15). Dalam perayaan Perjamuan Kudus justru menjadi kesempatan untuk mengenang dan memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang (1Kor. 11:26). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bersama bahwa pengajaran Injil (pemberitaan tentang karya keselamatan Tuhan) itu sangat penting. Oleh karena itu Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi-Nya sampai ke ujung dunia (Mrk. 16: 15).

(24)

diakon. Melalui khotbah mereka berusaha untuk memberitakan Injil kepada seluruh umat beriman Kristiani agar mereka semakin percaya dan diteguhkan dalam iman akan Yesus kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya. Sebagai gembala, mereka memang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sangat penting dalam memberitakan Injil kepada umat melalui khotbah. Namun di dalam situasi seperti saat ini, di mana jumlah imam tidak sebanding dengan jumlah umat yang dilayani, maka dibutuhkan pelayan umat yang dapat membantu para gembala dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja, khususnya dalam pewartaan dan liturgi.

(25)

Kristus yang tepat dan mengabdi kepada keselamatan umat manusia dalam hidup sehari-hari. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam LG, art. 34;

“Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusan-Nya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan tugas rohani supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu, para awam sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan supaya makin melimpah menghasilkan buah Roh dalam diri mereka.”

Gereja Stasi Santa Veronika Batu Majang adalah stasi yang termasuk di dalam wilayah Gereja Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu, Kalimantan Timur. Stasi ini merupakan salah satu stasi yang selalu berusaha untuk senantiasa membaharui dirinya dalam bidang liturgi, pewartaan, dan pelayanan. Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Gereja stasi ini, ada dua orang prodiakon yang bertugas untuk melayani di Gereja stasi ini. Kedua orang prodiakon tersebut adalah Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Abdias Inggung Bith. Mereka adalah bagian dari anggota prodiakon paroki Santo Petrus Ujoh Bilang yang bertugas di tempat domisili mereka sendiri, yaitu di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.

(26)

bidang liturgi, yaitu membantu pastor membagikan Tubuh Tuhan dalam perayaan liturgi baik ada maupun tanpa imam, serta mengirim komuni kepada orang-orang sakit atau yang sudah lanjut usia. Tugas ini tentu saja berlaku juga bagi para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang.

Selain tugas utama yang dipercayakan kepada mereka, menurut sharing antara penulis dengan Romo Aloysius Tue Ado, Prselaku pastor Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang menerangkan bahwa tugas yang dipercayakan kepada para prodiakonnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang adalah membantu mengembangkan iman umat yang ada di stasi tersebut melalui karya pewartaan dalam bidang liturgi dengan memimpin liturgi Sabda pada hari Minggu atau hari-hari raya besar dengan menyambut Tubuh Tuhan dan memberi khotbah, memimpin ibadat non-sakramental dan mengirimkan Sakramen kepada orang sakit. Selain itu, karena mengingat tenaga imam dan tenaga ahli yang terbatas seperti yang dijelaskan di atas, maka mereka juga dipercayakan untuk memberikan pembinaan dalam persiapan sakramen Inisiasi dan perkawinan, serta tugas lain yang dipercayakan kepada mereka. Dalam melaksanakan tugas tersebut, para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang lalui dengan berjalan kaki, naik sepeda, ataupun dengan naik ketinting untuk sampai ke tempat yang dituju (Gereja atau rumah umat).

(27)

tentunya yang juga ada di stasi Santa Veronika Batu Majang dapat membantu membina iman umat agar semakin mendalam. Mereka diharapkan mampu menggairahkan umat dengan tetap bisa menyambut Tubuh Tuhan dalam Liturgi Sabda yang dipimpin oleh prodiakon, serta diharapkan para prodiakonnya dapat melahirkan banyak benih-benih panggilan imam seperti yang terjadi di Keuskupan Agung Semarang. Sebagai tenaga sukarela Gereja, para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang selalu berusaha untuk menanggapi dengan baik kepercayaan umat dan pastor paroki yang telah memilih mereka.

Kedua Prodiakon yang bertugas di stasi Santa Veronika Batu Majang ini mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Salah seorang prodiakonnya, yaitu Bapak Agustinus Lawing adalah seorang prodiakon yang mempunyai pendidikan khusus dalam bidang kateketik. Beliau adalah seorang lulusan dari IPI-Malang dengan gelar Sarjana Agama. Sedangkan rekan kerjanya sesama prodiakon, yaitu Bapak Abdias Inggung Bith adalah seorang awam atau aktivis Gereja yang tidak memiliki pendidikan secara khusus dalam bidang agama, namun beliau peduli pada kehidupan Gereja. Hal tersebut tentunya menyebabkan tidak jarang mereka yang tidak mempunyai pendidikan khusus mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan yang dipercayakan kepada mereka. Namun tidak menutup kemungkinan juga bagi prodiakon yang mempunyai pendidikan khusus mengalami masalah dalam tugas pelayanannya.

(28)

memimpin liturgi Sabda setiap hari Minggu, hari-hari raya besar keagamaan dan pada ibadat non-sakramental, dan berdasarkan penyataan dalam Sacrosanctum Concilium art. 35 par. 2 yang mengungkapkan bahwa “Dalam rubrik-rubrik hendaknya dicatat juga, sejauh tata upacara mengizinkan, saat yang lebih tepat untuk berkhotbah, sebagai bagian perayaan Liturgi dan pelayanan pewartaan hendaknya dilaksanakan dengan tekun dan seksama….”, ini artinya mereka mau tidak mau harus melaksanakan tugas pewartaan Injil melalui berkhotbah sejauh keadaan memungkinkan. Di sinilah mereka harus mempunyai kemampuan untuk berkhotbah mengingat bahwa mereka juga memegang peranan yang penting untuk membawa umat agar semakin beriman kepada Yesus Kristus yang diwartakan melalui khotbah.

Tugas berkhotbah ini sendiri harus dilakukan karena keterbatasan tenaga imam yang memiliki wewenang untuk itu. Oleh karena itu, prodiakon diizinkan dan dipercayakan untuk menyampaikan khotbah dalam liturgi Sabda yang dipimpinnya. Ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam KHK kan. 766 bahwa;

Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-ketentuan Konferensi Para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, §1.

(29)

yang belum memiliki buku-buku tersebut. Tentunya hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi prodiakon lainnya untuk mempersiapkan dan menyampaikan khotbah secara lebih maksimal.

Menurut cerita dari Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Yohanes Hipoq (salah seorang prodiakon paroki), kesulitan lain yang mereka hadapi dalam khotbah adalah kesulitan mencari bahan yang dipakai untuk membuat khotbah, kesulitan dalam membuat konsep khotbah yang baik karena belum adanya pedoman dan kurangnya persiapan, fasilitasnya kurang memadai, dan mandeg kreatifitas atau kurang kreatif dalam menyampaikan khotbah. Dengan adanya kesulitan-kesulitan tersebut, tentunya inti pewartaan yang mau disampaikan melalui khotbah bisa jadi tidak fokus atau kurang maksimal. Padahal khotbah diharapkan mampu membantu umat agar semakin memahami dan menghayati pesan Kitab Suci atau kebenaran iman yang disampaikan agar mereka semakin percaya dan beriman kepada Kristus dalam hidup mereka sehari-hari.

(30)

menurut cerita yang penulis dengar dari Rm. Alo, Pr selaku pastor paroki sendiri dan dari prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sendiri, pendampingan yang diberikan masih sebatas pada bidang liturgi dan informasi terkait. Sedangkan kegiatan untuk mempersiapkan prodiakonnya sendiri dalam berkhotbah belum dilaksanakan secara khusus, namun penulis mendengar adanya usaha untuk itu.

Pendampingan yang dilakukan atau lebih tepatnya disebut pembekalan biasanya diadakan saat menjelang Perayaan Paskah dan Natal yang biasanya dipimpin langsung oleh Pastor parokinya. Dalam kegiatan ini tidak semua prodiakon bisa hadir dikarenakan kesibukan masing-masing prodiakon, sehingga tidak semua prodiakon bisa mendapatkan informasi yang sama dalam pertemuan tersebut. Dalam pertemuan ini, para prodiakon dari stasi Santa Veronika Batu Majangdengan mengajak beberapa aktivis Gereja-nya selalu berusaha mengikuti setiap pembekalan yang dilaksanakan oleh pihak paroki guna menambah wawasan untuk mendukung tugas pelayanan mereka.

(31)

meningkatkan kualitas pelayanan berkhotbah prodiakon di stasi tersebut. Oleh karena itu penulis terdorong untuk menulis skripsi dengan judul: “Deskripsi Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan Usaha Pengembangannya”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan skripsi ini penulis identifikasikan sebagai berikut:

1. Apa itu tugas Pewartaan Injil? Seberapa penting dalam Gereja? 2. Siapa petugas pewartaan?

3. Apa saja yang menjadi tugas Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang? 4. Bagaimana Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang melaksanakan

tugas pelayanannya?

5. Bagaimana biasanya Prodiakon di Stasi Santa Veronika berkhotbah? 6. Bagaimana konteks umat yang dilayani oleh prodiakon?

7. Pembinaan dalam hal apa saja yang telah diberikan kepada Prodiakon di stasi Santa Veronika dan bagaimana prosesnya?

8. Berapa jumlah prodiakon yang hadir dalam pembinaan yang dilaksanakan? 9. Sejauhmana kemampuan berkhotbah Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu

Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?

(32)

C.Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya topik penulisan skripsi ini dan keterbatasan yang ada, maka penulis membatasi pembahasan skripsi ini sebatas pada “Deskripsi Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timurdan Usaha Pengembangannya”. Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?

2. Usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?

E.Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini untuk: 1. Mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi

Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.

(33)

F. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pihak Prodiakon:

Sebagai evaluasi atas khotbahnya dan supaya semakin menambah wawasan para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun spiritualitas dalam berkhotbah, sehingga mereka diharapkan semakin yakin dan termotivasi untuk mempersiapkan dan menyampaikan khotbah dengan baik demi perkembangan iman pribadi maupun iman umat yang mereka layani.

2. Bagi pihak Paroki:

Membantu Pastor Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang untuk mengetahui sejauhmana kemampuan para prodiakonnya dalam berkhotbah khususnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, kesulitan yang dialami mereka, sehingga pihakparoki diharapkan untuk semakin memperhatikan kebutuhan para prodiakonnya dalam melaksanakan tugas pelayanan mereka, juga memperhatikan pembinaan atau pembekalan yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan para prodiakon parokinya. 3. Bagi Penulis sendiri:

(34)

G.Metode Penulisan

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bersifat ingin menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana kemampuan berkhotbah prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang dengan menggunakan kuesioner berskala tertutup sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini juga didukung oleh hasil wawancara dan studi dokumen, dan didukung oleh studi pustaka.

H.Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan sebagai berikut;

BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

(35)

pesan khotbah, serta pribadi pengkhotbah. Lalu pada bagian ketiga akan ditarik pengertian mengenai apa itu kemampuan berkhotbah prodiakon.

BAB III menjelaskan mengenai metodologi penelitian yang meliputi metode penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sample penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data yang meliputi variabel penelitian, definisi konseptual variabel, definisi operasional variabel, sumber pengumpulan data, instrumen penelitian, dan kisi-kisi instrumen. Akan dibahas juga mengenai teknik pengolahan data yang meliputi uji coba terpakai, uji validitas instrumen, uji realiabilitas instrumen, dan teknik analisis data.

BAB IV akan menyajikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi hasil penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara dan temuan khusus melalui studi dokumen, pembahasan hasil penelitian, usulan program yang sesuai bagi peningkatan kualitas berkhotbah para prodiakon stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan keterbatasan penelitian.

(36)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tiga bagian pokok, yaitu mengenai prodiakon paroki, Khotbah sebagai salah satu tugas prodiakon paroki dan kemampuan berkhotbah prodiakon.

A.Prodiakon Paroki

Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “Kaum beriman kristiani, yang berkat Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengembankan tugas imamat, kenabian, dan rajawi Kristus” (LG 31). Martasudjita (2010: 17) juga menegaskan bahwa ada di antara kaum awam yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan tertentu dalam rangka perayaan liturgi. Ini artinya bahwa kaum awam memang dipercaya untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas pelayanan tertentu khususnya dalam bidang liturgi, di antaranya prodiakon paroki. Mereka adalah kaum awam yang dipanggil oleh Kristus dan diurapi oleh Roh Kudus untuk membantu tugas pelayanan Gereja demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam Lumen Gentiumart. 34 berikut ini;

(37)

Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa karya dan pelayanan mereka diharapkan mampu menghasilkan buah-buah Roh yang melimpah di dalam diri mereka demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Prodiakon yang sebagai kaum awam berkat Baptis menjadi anggota Tubuh Kristus diundang untuk ikut mengambil bagian secara aktif dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Yesus Kristus demi perkembangan Gereja Katolik. Tugas imami ini prodiakon dapat wujudkan dengan memimpin ibadat Sabda dan berbagai ibadat sakramentali lainnya, serta membagikan Tubuh Tuhan kepada umat. Tugas sebagai rajawi diwujudkan dengan memimpin dan memberi motivasi kepada umat tempat dia bertugas agar mau ikut terlibat di dalam tugas perutusan Gereja. Sedangkan tugas kenabian diwujudkan dengan mewartakan karya kesalamatan melalui Yesus Kristus kepada umat agar semakin beriman mendalam melalui khotbah, pendalaman iman, keteladanan hidup sehari-hari dan berbagai kegiatan rohani lainnya. Tugas-tugas tersebut tentunya tidak asal dilaksanakan, namun terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari pimpinan Gereja setempat. Diharapkan agar para petugas kaum awam ini, tidak pernah boleh dipandang sebagai pengganti klerus yang memang ditahbiskan untuk menjadi pelayan umat (SC 146).

(38)

ini, prodiakon yang dipilih dari kaum beriman kristiani juga dipercaya untuk mewartakan Injil khususnya melalui khotbah kepada seluruh umat beriman kristiani yang dilayaninya.

Berdasarkan uraian di atas, di mana pentingnya hadir prodiakon dalam tugas perutusan Gereja, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan beberapa bagian pokok yang terkait dengan prodiakon paroki, yakni pengertian dan latar belakang terbentuknya prodiakon paroki, tugas dan tujuan adanya prodiakon paroki, ketentuan menjadi prodiakon paroki, spiritualitas pelayanan prodiakon paroki, dan pakaian liturgis prodiakon paroki.

1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki

(39)

yang dipercayakan kepadanya. Mereka tetaplah kaum awam meski dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis.

Martasudjita (2010: 9) mengungkapkan bahwa prodiakon adalah petugas ibadat, kaum awam yang diangkat oleh uskup melalui Surat Keputusan/Surat Tugas untuk tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, serta tugas tertentu. Ini artinya bahwa prodiakon paroki ini adalah seorang awam yang diangkat untuk membantu imam dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja pada tempat, waktu dan tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya. Istilah prodiakonmasih merupakan istilah yang dipakai oleh Gereja lokal dan belum menjadi istilah Gereja Universal. Bahkan di beberapa keuskupan di Indonesia menyebut prodiakondengan beberapa istilah lain, seperti Asisten Imam atau Asisten Pastoral (Martasudjita, 2010: 10).

(40)

rohani. Masalah lain yang muncul dari kalangan imam sendiri adalah mereka merasakan kecapaian karena harus melayani umat dan membagikan Komuni seorang diri kepada umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpinnya dengan waktu yang cukup lama (Prasetya, 2007:32).

Menanggapi situasi di atas, Yustinus Kardinal Darmajuwana, Pr. yang saat itu menjabat sebagai uskup Agung KAS tidak tinggal diam. Ia mengupayakan agar kebutuhan umat beriman Katolik dalam bidang keagamaan, khususnya dalam bidang liturgi tetap terpenuhi. Salah satu usaha yang ditempuh oleh Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang ini adalah dengan menyampaikan permohonan ijin ke Vatikan agar diperkenankan menunjuk beberapa pelayan dari kaum awam yang dirasa pantas untuk membantu Imam dalam melayani umat beriman Katolik, khususnya untuk membagikan Komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi. Ternyata permohonan izin ini mendapatkan tanggapan secara positif dari Vatikan. Izin lalu diberikan dengan jangka waktu selama satu tahun sebagai masa percobaan (ad experimentum). Setelah mendapat izin tersebut, maka mulailah kaum awam yang dirasa pantas untuk membantu Imam dipilih dan dan ditugaskan. Mereka diberi nama diakon awam dengan tugas pokok mereka untuk membagikan Komuni (Siswata, 1991: 11).

(41)

harus dipimpin oleh diakon awam, serta sebutan untuk para diakon awam ini dirasa kurang tepat karena istilah diakon dalam Gereja seharusnya hanya digunakan untuk orang yang ditahbiskan bagi jabatan diakonat, sehingga orang tersebut dimasukkan ke dalam kelompok klerus/hierarki dan tidak lagi awam (Prasetya, 2007: 33). Hal ini seperti yang dinyatakan dalan KHK Kan. 207 §1 bahwa “Oleh penetapan ilahi, di antara kaum beriman kristiani dalam Gereja dan pelayan-pelayan suci, yang dalam hukum disebut para klerikus; sedangkan yang lainnya juga disebut awam.”

Pada tahun 1983, Mgr. Alexander Djajasiswaja, Pr (Vikaris Kapitularis KAS saat itu) menanggapi permasalahan di atas dengan mengganti istilah diakon awam dengan istilah diakon paroki. Pergantian istilah ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa diakon paroki bukanlah diakon tertahbis. Diakon Tertahbis termasuk ke dalam kelompok hierarki, karena melakukan tugasnya secara tetap dan universal. Sedangkan diakon paroki melakukan tugasnya hanya sementara, yaitu selama tiga tahun dengan tempat atau paroki tertentu. Masa ini dapat diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan kondisi prodiakonnya sendiri dan kebijakan parokinya. Meski sudah ada pergantian, istilah diakon paroki ini masih menimbulkan masalah. Permasalahannya bukan lagi karena sikap umat beriman Katolik yang tidak menerima keberadaannya, melainkan lebih berkaitan dengan status diakon tertahbis yang masih melekat dalam status diakon paroki (Prasetya, 2007: 35).

(42)

mengganti istilah diakon paroki menjadi prodiakon paroki. Istilah prodiakon paroki ini dipilih untuk menghindari istilah ‘Diakon’ yang semestinya dikenakan pada seseorang yang ditahbiskan dan dengan demikian seorang Diakon bukan lagi awam. Artinya, seorang Prodiakon tidak sama dengan seorang diakon tertahbis karena tidak menerima meterai imamat khusus dan jabatannya sebagai prodiakon ini diperoleh melalui pelantikan. Jabatan prodiakon paroki ini bersifat sementara, di mana ia hanya melaksanakan tugasnya selama 3 tahun dan bisa diperpanjang atau diperpendek, serta hanya berlaku selama orang tersebut tetap berdomisili di paroki tempat ia ditugaskan. Selain menjalankan sebagian tugas diakon tertahbis, prodiakon juga melaksanakan tugas lain yang dipercayakan kepadanya seperti memimpin Ibadat Sabda, memberikan khotbah, memimpin ibadat sakramentali maupun tugas-tugas pelayanan lainnya (Siswata, 1991: 14).

2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki

Allah memanggil setiap manusia untuk melaksanakan tugas perutusan yang dipercayakan kepadanya. Mereka dipanggil untuk mewartakan dan memberikan kesaksian tentang karya keselamatan dari Allah dalam diri Yesus Kristus dengan caranya masing-masing dan khas dalam hidup sehari-hari. Hal ini sama seperti yang terungkap dalam dekrit Apostolicam Actuositatem, art. 2 bahwa;

(43)

Berdasarkan pernyataan di atas, maka kaum awam yang dipanggil untuk melaksanakan tugas sebagai prodiakon paroki diberi kesempatan untuk melaksanakan beberapa tugas sebagai wujud keterlibatan dan pelayanannya di tengah-tengah umat demi mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kristus. Berikut ini adalah tujuan sekaligus tugas-tugas resmi yang dipercayakan kepada para prodiakon paroki;

a. Membantu Menerimakan Komuni

Tugas prodiakon yang paling sering dan teratur di paroki-paroki adalah membantu menerimakan komuni. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa dalam Perayaan Ekaristi banyak umat yang hadir, maka imam yang memimpin Perayaan Ekaristi perlu dibantu oleh para pelayan Komuni tak lazim, khususnya para prodiakon yang sudah diangkat oleh uskup untuk membantu imam dalam menerimakan komuni. Tugas membantu imam dalam membagikan Komuni ini biasanya berlangsung di dalam Perayaa Ekaristi maupun di luar Perayaan Ekaristi, misalnya membagikan komuni dalam Ibadat Sabda di stasi ataupun lingkungan, membagikan komuni pada Perayaan Sabda pada Hari Minggu, ataupun mengirimkan Komuni kepada orang yang sakit, jompo ataupun orang yang ada di penjara (Martasudjita, 2010: 21).

b. Melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Pastor Paroki

(44)

memimpin ibadat pemakaman, ibadat pertunangan, ibadat pemberkatan rumah, dan kegiatan rohani lainnya (Martasudjita, 2010: 21). Dalam memimpin liturgi Sabda ini mereka dituntut untuk menyampaikan khotbah mengenai bacaan Kitab Suci yang dibacakan. Selain itu, di banyak paroki sekarang ini, prodiakon juga diberikan kepercayaan untuk memberikan pembinaan kepada para calon penerima Sakramen Inisiasi, kursus perkawinan, serta kegiatan pelayanan dan pewartaan iman lainnya.

Melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka, sangat diharapkan agar mereka dapat melaksanakan tugas pelayanan Gereja dengan baik dan bertanggungjawab. Kehadiran mereka dalam pelayanan sangat diharapkan dapat menjadi pemersatu dan mengayomi umat yang mereka layani. Seperti yang diungkapkan oleh Mgr. I. Suharyo dalam khotbahnya pada Misa pelantikan prodiakon paroki di Cirebon, bahwa “Menjadi prodiakon tidak hanya sekedar membagikan roti. Tanggungjawab prodiakon adalah pemersatu, mengundang pribadi lain dalam persekutuan sejati. Prodiakon tidak hanya menyisakan waktu, tetapi menyisihkan waktu untuk berkarya di ladang Tuhan” (Utusan no. 02 tahun ke-62, Februari 2012).

(45)

3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki

Tugas pelayanan prodiakon adalah sebuah panggilan, yakni panggilan dari Tuhan. Namun, Tuhan memanggil para prodiakon melalui sebuah proses yang sangat manusiawi, termasuk dipilih oleh umat dan kemudian diusulkan oleh pastor paroki kepada uskup, yang akhirnya akan mengangkat para prodiakon paroki dalam suatu Surat Keputusannya (Martasudjita, 2010: 19). Sebagai seorang yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan Gereja di tengah-tengah umat, maka kualitas hidup seorang prodiakon harus dijamin baik agar dapat menjadi teladan bagi umat beriman kristiani lainnya. Melihat kenyataan tersebut, maka ditetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh siapa pun yang dicalonkan untuk menjadi prodiakon paroki. Ketentuan-ketentuan ini mutlak perlu untuk membantu memilih dan menentukan prodiakon yang sesuai dan ketentuan ini boleh ditambah sesuai dengan kebijakan dari setiap paroki. Berikut ini beberapa ketentuan pokok yang harus dipenuhi oleh seorang yang dicalonkan menjadi prodiakon paroki;

a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga

(46)

tidak hanya berlaku untuk pribadinya sendiri karena alasan pribadinya yang baik dan saleh, namun juga berlaku untuk seluruh anggota keluarganya. Oleh karena itu, seluruh anggota keluarganya harus diberitahu bahwa betapa pentingnya mereka dalam ikut menjaga nama baik keluarganya, karena hal tersebut sangatlah mendukung keberadaannya sebagai prodiakon.

Jika dalam perjalanan pelayanannya di tengah-tengah umat mengalami kesulitan dari dalam dirinya, di dalam keluarganya atau masyarakat, sebaiknya ia segera mengundurkan diri sebagai prodiakon atau sekurang-kurangnya menon-aktifkan dirinya dahulu dalam menjalankan tugasnya sebagai prodiakon. Hal ini dimaksudkan agar tidak menjadi bahan perbincangan atau batu sandungan bagi umat yang lainnya. Dalam hal ini, pastor paroki atau petugas yang lain juga dapat menyarankannya (Martasudjita, 2010: 19).

b. Diterima oleh umat setempat

(47)

prodiakonnya. Ini dimaksudkan karena umat sendirilah yang lebih mengetahui keberadaan calon prodiakon yang akan berkarya di tengah-tengah mereka.

c. Mempunyai penampilan yang layak

Secara umum, menjadi seorang petugas itu harus mempunyai penampilan yang menarik. Begitu pula dengan prodiakon paroki. Penampilan ini menyangkut baik penampilan secara fisik maupun intelektual agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Secara fisik, tangannya tidak gemetaran secara berlebihan, jalannya masih tegap atau tidak tertatih-tatih, masih bisa berbicara, mendengar dan melihat dengan baik (Prasetya, 2007: 47). Sedangkan secara intelektual, ia masih mampu berpikir cemerlang, masih mampu menangkap dan memahami aneka pembicaraan dengan baik, memimpin doa dengan baik, membacakan Sabda Allah dan berkhotbah dengan baik, dan sebagainya (Martasudjita, 2010: 20). Sangat dianjurkan seorang prodiakon yang keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi jangan dipaksa untuk terus melayani.

4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki

(48)

(Martasudjita, 2010:27). Artinya, hidup berdasarkan Roh Kudus merupakan suatu kekuatan, di mana seseorang diharapkan dapat mengimani, mempertahankan, memperkembangkan, mewujudkan iman, harapan dan cinta dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, seseorang dapat membangun hubungan pribadinya dengan Allah dan menghayati tugas perutusannya lewat kehidupan yang didasarkan pada bimbingan Roh Kudus.

Dalam usaha untuk semakin menghayati tugasnya sebagai seorang prodiakon, maka ia diharapkan mampu mengembangsuburkan aneka keutamaan dan spiritualitas hidupnya berdasarkan Roh Kudus. Berikut ini adalah spiritualitas hidup yang perlu selalu dikembangkan oleh prodiakon paroki;

a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman

(49)

penguatan yang telah diterimanya. Artinya bahwa semangat dasar dalam kehidupannya adalah meninggalkan dosa dan hidup seturut kehendak Allah.

b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis

Seorang Prodiakon Paroki adalah seorang yang dipilih untuk melaksanakan sebagian tugas Diakon Tertahbis. Oleh karena itu, mereka diharap mampu pula meneladan semangat Diakon Tertahbis dalam karya pelayanannya, yaitu dengan menjadi pelayan Yesus Kristus dan sesamanya. Sebagai pelayan Tuhan, ia harus hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesamanya dengan penuh kasih dan kegembiraan. Ia diharapkan mengutamakan karya amal kasih dan menjadi pribadi yang dikenal baik, seorang yang penuh kebijaksanaan, jauh dari hal-hal yang dapat menjadi batu sandungan bagi umatnya, dan membiarkan dirinya dituntun oleh Roh Kudus. Sebagai pelayan Yesus Kristus, sudah sepantasnya kalau prodiakon paroki mengenal pribadi Yesus Kristus dan memiliki semangat-Nya melalui hidup doa yang teratur, penerimaan sakramen-sakramen (khususnya Sakramen Ekaristi), membaca dan merenungkan Kitab Suci, bertobat, berpuasa dan menghidupi aneka devosi yang disediakan Gereja (Prasetya, 2007: 57). Selain itu, ia diharapkan mampu mewartakan Sabda yang didengarnya ke dalam kehidupannya agar setiap orang dibawa kepada Allah (Siswata, 1991: 17). Dalam hal ini, prodiakon perlu memperhatikan bahwa yang diwartakan dan ditampilkan bukanlah dirinya sendiri melainkan pribadi Yesus Kristus.

(50)

hati, pikiran, harta, kepentingan pribadi maupun keluarga. Tentunya semua itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa menjadi prodiakon paroki adalah sebuah pengabdian (Martasudjita, 2010: 30). Pengabdian berarti terbuka untuk melayani seperti semangat Diakon Tertahbis. Semangat melayani ini harus diupayakan secara terus-menerus agar semakin mampu pula melibatkan diri demi kepentingan umatnya, serta semakin bertanggungjawab akan tugas yang diembannya. Dalam hal ini, sikap terbuka dan rela berkorban hendaknya selalu diperjuangkan serta didasarkan pada kesungguhan dan ketulusan hati yang melayani tanpa pamrih atau tanpa menuntut balas atas jasa-jasanya (Prasetya, 2007: 61).

Meski dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas Diakon Tertahbis dan meneladani hidup mereka, para prodiakon paroki perlu memperhatikan dan menyadari bahwa mereka tetaplah seorang awam yang diharapkan mencari Kerajaan Allah dengan mengurus hal-hal duniawi dan mengaturnya seturut kehendak Allah (Siswata, 1991: 21).

c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama

(51)

dan saling pengertian agar tugas-tugas yang diembannya dapat dilaksanakan dengan baik dan benar (Siswata, 1991: 21).

Selain harus mampu bekerja sama dengan uskup dan pastor parokinya, para prodiakon juga sangat diharapkan mampu bekerja sama dan membangun komunikasi antarprodiakon, dengan pengurus dewan paroki atau stasi atau lingkungan dan dengan seluruh umat beriman yang dilayaninya.

d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga

Prodiakon paroki adalah seorang yang dipilih dan diangkat dari sebuah keluarga untuk menjadi pelayan umat. Keberadaan mereka di tengah-tengah umat dalam tugas perutusannya sangat ditentukan oleh keluarganya juga (Siswata, 1990: 18). Untuk itu, mereka diharapkan mampu untuk saling menjaga keharmonisan dan nama baik dalam keluarganya. Dalam hal ini, hendaknya mereka selalu berusaha meneladani Keluarga Kudus Nasaret (Prasetya, 2007: 55). Ketika mereka memiliki keluarga yang harmonis dan membawa suasana keharmonisan tersebut dalam pelayanannya, maka niscaya mereka akan melayani umatnya sebagai sesama anggota keluarganya sendiri, sehingga prodiakon paroki dengan leluasa dapat memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus melalui relasi yang akrab dengan umat yang dilayaninya.

e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati

(52)

pintar, mudah meremehkan orang lain, acuh tak acuh, bahkan tampil jual mahal dengan mempersulit pelayanan (Prasetya, 2007: 57). Jika bersikap demikian, besar kemungkinan keberadaannya tidak dapat diterima dengan terbuka oleh umat setempat. Sebaliknya, sebagai pelayan yang dipilih Tuhan untuk melayani, maka sangat diharapkan seorang prodiakon memiliki sikap dan semangat yang rendah hati dalam hidupnya, serta mengembangkan pelayanan yang murah hati demi kepentingan bersama (Prasetya, 2007: 57).

Mengingat keberadaan prodiakon sangat penting dalam kehidupan beriman umat dan perkembangan Gereja, para prodiakon tidak boleh mudah menyerah dengan segala situasi sulit yang dihadapinya, maka dengan sikap rendahhati ini ia diharapkan terbuka untuk mau terus-menerus belajar agar dirinya semakin berkembang dan karyanya dapat dipertanggungjawabkan di tengah-tengah umat (Prasetya, 2007: 60). Oleh karena itu, para prodiakon harus berusaha mengolah hati dan pikirannya dengan baik, serta mau mengikuti segala pendampingan yang diselenggarakan oleh pihak paroki demi perkembangan tugasnya ke arah yang lebih baik. Mereka diharapkantidak boleh merasa cepat berpuas hati dengan materi yang sudah didapatkannya, namun justru harus semakin bersemangat dalam memperkembangkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mau belajar terus-menerus.

(53)

umatnya melalui tugas pelayanannya demi kemuliaan Tuhan. Dalam perjalanan hidup mereka, tidak menutup kemungkinan jika prodiakon menghayati spiritualitas yang lainnya. Aneka spiritualitas pelayanan prodiakon paroki ini tidak dapat dihayati dan dihidupi jika tanpa bimbingan Roh Kudus yang menggerakkan hati dan hidup mereka.

5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki

Dalam kehidupan sehari-hari, busana atau pakaian seseorang menunjukkan makna tertentu dan digunakan untuk fungsi tertentu pula. Begitu juga dalam tata liturgi Gereja, pakaian atau busana liturgi berfungsi untuk menampilkan dan mengungkapkan fungsi dan tugas pelayanan, untuk menonjolkan sifat meriah pesta perayaan liturgi yang dirayakan, dan untuk melambangkan kehadiran Yesus Kristus sebagai subyek utama liturgi (Martasudjita, 2010:49). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa busana atau pakaian juga dapat mengungkapkan profesi seseorang.

(54)

kedodoran ketika dipakai, maka dapat menggunakan singel atau tali pengikat dan alba ini wajib digunakan ketimbang samir (Martasudjita, 2010:49).

Setelah memakai alba, dapat ditambahkan dengan memakai aksesoris tambahan yang lazim untuk Prodiakon di banyak keuskupan, yaitu samir. Samir adalah kain semacam selendang yang dikalungkan dan ujungnya bertemu dan biasanya diberi salib yang bergantung pada kedua ujungnya. Intinya, samir bukanlah stola dan diharapkan bahwa dalam pembuatannya, samir tidak boleh sama dengan stola karena stola hanya dipakai oleh kaum Hierarki.

Demikian beberapa hal pokok mengenai prodiakon yang penting untuk diperhatikan. Dengan mengetahui dan memahami hal-hal yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai prodiakon paroki, maka diharapkan para prodiakon paroki semakin bangga, termotivasi dan diteguhkan dalam menjalankan tugas pelayanan mereka sebagai suatu panggilan Tuhan bagi mereka untuk mengabdi kepada-Nya dan kepada sesama dalam pelayanan yang mereka lakukan.

B.Khotbah sebagai Salah Satu Tugas Prodiakon Paroki

(55)

mampu seperti para prodiakon, namun dalam waktu dan situasi tertentu. Hal ini sendiri terungkap di dalam KHK kan. 766 bahwa;

Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-ketentuan Konferensi Para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, §1.

Bertolak dari ungkapan di atas, maka para prodiakon ini diharapkan mampu mempersiapkan diri mereka untuk tugas berkhotbah. Mempersiapkan diri untuk berkhotbah ini mencakup kemampuan dari segi pengetahuan, segi keterampilan yang menyangkut kemampuan untuk mempersiapkan, menyampaikan dan mengevaluasi khotbahnya, serta kemampuan untuk menerapkan pesan khotbah ke dalam kehidupannya sehari-hari dan penghayatan spiritualitas hidupnya. Namun perlu diperhatikan bahwa tugas menyampaikan khotbah ini tidak boleh asal disampaikan, melainkan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pastor paroki tempat prodiakon bertugas agar tidak menimbulkan kesalapahaman di antara umat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Boli Ujan dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 23), karena kekurangan orang-orang yang tertahbis dan kesulitan bahasa, orang-orang awam yang mampu mendapat kesempatan untuk menyampaikan khotbah dalam perayaan liturgi hanya setelah mendapatkan ijin dari pastor yang bertanggung jawab.

(56)

1. Kemampuan

a. Pengertian Kemampuan

Kemampuan sering pula disebut dengan istilah kompetensi. Radno (2007: 130) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan istilah turunan dari bahasa Inggris, yaitu competence yang berarti kecakapan, kemampuan dan wewenang. Dalam konteks pendidikan, kompetensi ini menunjuk pada pengetahuan, keterampilan dan sikap-perilaku yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Artinya, kompetensi menunjuk pada serangkaian kemampuan manusia dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang dimilikinya, yang tercermin dalam kebiasaannya berpikir dan bertindak. Jika kemampuan berpikir dan bertindak ini dilakukan secara konsisten dan terus-menerus, maka akan memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam bidang tertentu sehingga kemampuan yang dimilikinya pun dapat langsung terlihat.

Selaras dengan penjelasan Radno di atas, Komisi Kateketik KWI (2007: 5) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan serangkaian keterampilan atau kemampuan dasar serta sikap dan nilai yang dimiliki seorang individu setelah dididik dan dilatih melalui pengalaman belajar yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Dari pengertian ini kita dapat memahami bahwa kompetensi merupakan kemampuan dasar dalam diri seseorang, yang dihasilkan setelah ia dididik dan dilatih secara bertahap dan terus menerus.

(57)

terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Dari pengertian tersebut kita dapat memahami bahwa kemampuan merupakan kapasitas atau daya juang yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dalam pekerjaannya. Hasil dari kegiatan yang dilakukan ini dapat dinilai langsung, karena mampu menunjukkan daya juang atau kapasitas yang telah dilakukan seseorang.

Utami (1990: 17) menjelaskan bahwa kemampuan adalah daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan ini menunjukkan bahwa suatu tindakan (performance) dapat dilakukan sekarang. Dari pengertian tersebut ingin disampaikan bahwa kemampuan adalah sebuah kekuatan atau kebisaan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dihasilkan dari proses latihan atau pembawaannya sejak lahir.

Dari beberapa pengertian mengenai kemampuan di atas, maka kemampuan dapat dimengerti sebagai segenap kapasitas yang dimiliki seseorang dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan suatu tindakan yang dapat diperoleh dari pembawaan sejak lahir atau sebagai hasil dari proses belajar karena dipelajari secara terus menerus. Kemampuan ini akan terlihat jika mampu direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak, sehingga memungkinkan seseorang menjadi semakin berkompeten dalam bidang tertentu.

b. Aspek-aspek Kemampuan

(58)

1) Aspek Intelektual

Kemampuan Intelektual (intellectual ability) adalah daya juang yang dibutuhkan seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan mental, seperti berpikir, menalar, berefleksi dan memecahkan masalah. Robbin mengungkapkan ada tujuh dimensi pokok yang sering membentuk kemampuan intelektual, yakni kecerdasan angka, pemahaman verbal, kecepatan persepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi spacial, dan daya ingat. Pada kemampuan ini informasi yang masuk akan diproses. Termasuk di sini adalah kemampuan prodiakon dalam berkhotbah, di mana mereka dituntut untuk memikirkan pengolahan khotbah yang mau disampaikan, merefleksikannya, mencari jalan keluar untuk kemungkinan-kemungkinan masalah yang muncul dan pada akhirnya menilai hasil khotbahnya sendiri. Untuk melakukan itu semua, maka dibutuhkan dimensi-dimensi seperti yang disebutkan di atas agar dapat membentuk kemampuan intelektual mereka. 2) Aspek Fisik

(59)

Sedangkan Thurstone (dalam Davidoff , 1991: 96) mengungkapkan secara terperinci bahwa ada tujuh kemampuan yang dapat dibedakan, yakni;

1) Kemampuan untuk menjumlah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. 2) Kemampuan untuk menulis dan berbicara dengan mudah dan jelas.

3) Kemampuan untuk memahami dan mengerti makna dari kata-kata yang diucapkan.

4) Kemampuan untuk memperoleh kesan akan sesuatu.

5) Kemampuan untuk memecahkan persoalan dan mengambil pelajaran dari pengalaman masa lampau.

6) Kemampuan untuk melihat dan mengerti hubungan benda dalam ruang dengan tepat.

7) Kemampuan untuk menggali objek dengan tepat dan cepat.

Wina (2006: 70) juga menjelaskan bahwa ada enam aspek kompetensi dalam diri seseorang. Aspek-aspek ini dapat membentuk seseorang menjadi kompeten atau mempunyai kemampuan dalam bidangnya. Berikut aspeknya; 1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan dalam bidang kognitif.

2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki oleh setiap individu.

3) Kemahiran/keterampilan (skill), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya.

(60)

5) Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu. Sikap ini mempunyai kaitan yang erat dengan nilai-nilai yang dihidupinya. Nilai yang dihidupi dapat menentukan sikap hidup seseorang.

6) Minat (interest), yaitu kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan. Minat ini merupakan aspek yang sangat menentukan motivasi atau semangat seseorang untuk melakukan aktivitasnnya.

Dari berbagai aspek atau dimensi kemampuan di atas, kita dapat memahami bahwa setiap manusia memiliki berbagai kemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun nilai-nilai dasar meski dalam tingkat yang berbeda-beda. Meski berbeda, kemampuan-kemampuan ini tetap memiliki hubungan yang erat dan saling terkait, sehingga dapat dipadupadankan untuk melakukan suatu kegiatan yang membutuhkan stamina lebih pada saat yang bersamaan.

2. Khotbah

a. Pengertian Khotbah

(61)

umat beriman tidak salah paham dalam mengertikan siapakah Allah dengan segala misteri-Nya. Bagi seorang ahli pastoral, khotbah mungkin merupakan cara untuk menyampaikan warta gembira untuk menghibur, meneguhkan, menguatkan dan mempersatukan umat yang sedang berkumpul. Lain halnya dengan seorang ahli liturgi, khotbah baginya mungkin merupakan suatu bagian penting dalam liturgi yang harus ada guna menguraikan arti Sabda Allah. Sedangkan menurut pandangan para katekis, khotbah mungkin merupakan suatu bentuk pewartaan sabda Allah untuk mengajarkan, mengkomunikasikan, mendewasakan, dan memperdalam iman umat yang sedang berkumpul.

Dori Wuwur dan Madya Utama dalam Komisi Liturgi KWI (2011: 9) mengartikan khotbah sebagai pewartaan Sabda Allah yang disampaikan kepada umat dalam perayaan liturgi atau ibadat, sehingga terjadi komunikasi antara Allah dan mereka. Hal serupa diungkapkan oleh Suhardo (1985: 10) bahwa khotbah adalah mewartakan kehadiran Kristus dalam hidup orang beriman, yang juga sebagai pewartaan keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus, di mana terjadi komunikasi iman antara pengkhotbah, Yesus yang diwartakan dan umat yang dilayani. Dari pengertian tersebut ingin disampaikan bahwa dalam khotbah selalu akan terjadi komunikasi terbuka antara Allah dan manusia melalui Sabda yang didengar dan direnungkan.

(62)

sini kita dapat memahami bahwa khotbah merupakan penyampaian kabar gembira yang penyampaiannya harus selalu memperhatikan situasi yang terjadi dalam umat dan apa yang mereka butuhkan saat itu. Melalui khotbah, umat diajak untuk kembali membaharui hidup rohaninya.

Evans (1963: 7) mengartikan khotbah sebagai usaha untuk memberitakan kabar sukacita yang dilakukan oleh seorang manusia dan ditujukan kepada sesamanya. Isi pemberitaan atau khotbah yang disampaikan haruslah mengenai kebenaran Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab dan secara istimewa dinyatakan di dalam diri Yesus Kristus. Dalam khotbah haruslah terdiri dari dua unsur, yaitu seseorang yang memberi khotbah dan isi khotbah yang mau disampaikan. Sejalan dengan pengertian dari Evans, khotbah bagi Pouw (1937: 9-10) adalah Firman Tuhan yang diterima, dirasakan dan dilakukan oleh pengkhotbah sendiri, yang kemudian disampaikan secara tegas dan nyata kepada semua orang, sehingga menjadi kesaksian dan jalan keselamatan bagi setiap orang yang mendengarkannya. Dia juga menegaskan bahwa pengkhotbah dan isi khotbah yang disampaikan menjadi unsur yang penting untuk diperhatikan.

(63)

pengkhotbahnya sendiri. Khotbah yang sesuai dengan kepribadian pengkhotbahnya akan menjadi sangat berkesan, sehingga mudah dimengerti dan akan terus diingat oleh para pendengarnya.

Martasudjita (2004: 58) menjelaskan bahwa khotbah dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah prek. Istilah prek berasal dari bahasa Belanda preek yang diambil dari kata kerja preken yang berarti “mewartakan”. Istilah preken ini sama artinya dengan bahasa Jerman predigen atau bahasa Inggris to preach. Semua kata tersebut berasal dari bahasa Latin predicare yang juga berarti “mewartakan”, “menunjukkan”, atau “memberitakan”. Secara liturgis, khotbah berarti suatu pewartaan atau pemberitaan mengenai iman. Temanya tidak selalu harus menerangkan inti kutipan Kitab Suci, melainkan dapat menguraikan satu tema tertentu umpamanya menyangkut tentang ajaran moral, ajaran Gereja, dan sebagainya. Khotbah dapat disampaikan diberbagai tempat, di mana pun ada kesempatan dan kemungkinan dan tidak hanya terjadi dalam konteks liturgi atau ibadat saja. Dari pengertian tersebut ingin dijelaskan bahwa khotbah memang merupakan bentuk pewartaan iman yang temanya dapat bertolak dari berbagai macam sumber dan dapat berlangsung di berbagai kesempatan yang memungkinkan untuk berkhotbah.

(64)

merenungkan Sabda Tuhan yang disampaikan, kemudian menghidupinya dalam kenyataan hidup sehari-hari, sehingga mampu hidup sesuai kehendak Allah dan menjadi saksi Kristus dalam hidupnya.

b. Tujuan Khotbah

Ambrosia (1987: 4) menjelaskan bahwa khotbah yang merupakan bentuk karya pastoral Gereja bertujuan untuk menyampaikan Injil Yesus Kristus demi peningkatan dan pendalaman iman umat, agar hidup mereka sesuai dengan kehendak Allah. Khotbah merupakan berita yang menggembirakan, karena selalu ada harapan dan sukacita bagi setiap orang yang selalu terbuka untuk menerima dan melaksanakan Sabda Allah dalam hidupnya. Sabda Allah yang diterima ini tidak akan berguna jika hanya dijadikan miliknya sendiri. Oleh karena itu Sabda Allah yang sudah diterima harus direalisasikan dalam hidupnya sehari-hari. Misalnya, iman akan Allah ini dihayati melalui kepercayaan dalam hidup bersama, serta cinta akan Allah dapat diungkapkan dan diwujudnyatakan dalam cinta kasih kepada sesama. Dengan demikian, setiap pribadi yang mendengarkan dan melaksanakan Sabda Allah dalam hidupnya akan semakin mendalami imannya dan semakin diteguhkan, sehingga dapat hidup sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dari mereka.

(65)

belum dibaptis) dan orang yang sudah lama menjadi menjadi Kristen (sudah dibaptis). Tujuan khotbah bagi orang yang belum dibaptis adalah supaya mereka menjadi percaya, taat dan beroleh keselamatan dalam Yesus Kristus. Tentunya dengan syarat bahwa orang tersebut harus dibaptis terlebih dahulu dengan kemauan dan permintaannya sendiri (Rothlisberger, 1975: 30). Sedangkan tujuan khotbah untuk orang-orang yang sudah dibaptis adalah untuk menimbulkan iman, meneguhkan dan membangun iman, serta mempertahankan iman dari segala ancamannya. Oleh karena itu, khotbah harus disiapkan dan disampaikan sedemikian rupa agar tujuan khotbah yang satu itu dapat dicapai menurut golongan masing-masing.

(66)

33-35).Dari tujuan khotbah ini dapat dipahami bahwa bagaimana pun keadaan umat yang dilayani, tujuan khotbah tetaplah sama, yaitu membawa setiap orang untuk semakin beriman pada Yesus Kristus agar beroleh keselamatan dalam nama-Nya.

Menurut Sumarno (2008: 67), khotbah dalam Gereja bertujuan untuk memperdalam iman umat yang dilakukan dengan cara menjelaskan, menguraikan, memperdalam, ataupun menerapkan pesan Kitab Suci kepada umat. Melalui khotbah diharapkan umat beriman semakin mampu mengoreksi dan merefleksikan kehidupannya yang konkrit dalam terang cahaya hidup, kata dan tindakan Allah yang diungkapkan dalam diri Yesus Kristus. Oleh karena itu, khotbah perlu selalu diusahakan agar dapat membantu menyebarkan iman, menyebabkan umat semakin beriman, serta mengusahakan agar ajaran Allah semakin diterima oleh umat melalui kesaksian iman dalam kenyataan hidup sehari-hari, sehingga dengan demikian iman umat semakin diperdalam dan didewasakan.

(67)

untuk menyampaikan ajaran Gereja yang perlu diketahui dan dilakukan oleh umat. Tentunya ajaran ini harus berkaitan dengan Sabda Tuhan yang dikhotbahkan dan sesuai dengan situasi umat. Sedangkan tujuan khotbah demi etika menyangkut masalah moralistis, yaitu ingin menunjukkan kepada orang Kristiani bagaimana ia harus hidup berdasarkan Sabda Tuhan, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan sebagai orang Kristiani (De Jong, 1979: 61).

Dari beberapa tujuan khotbah di atas, dapat dipahami bersama bahwa secara garis besar khotbah bertujuan untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman pada Yesus Kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya.

c. Ciri-ciri Khotbah yang Baik

Suatu khotbah dapat dikatakan baik jika ia dapat memberi makna kepada para pendengarnya dengan mengingat, menghayati, dan melakukan pesan khotbah yang diterimanya ke dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, khotbah juga harus dipersiapkan dan disampaikan dengan berpedoman pada tujuan yang hendak dicapai. Suatu khotbah yang baik adalah khotbah yang;

1) Bersumber pada Kitab Suci/Tradisi Gereja

Gambar

gambar yang semula menjadi titik pusat khotbah tetap dapat direnungkan dan
Tabel 1. Skor alternatif jawaban variabel kemampuan berkhotbah
Tabel 2. Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Kemampuan Berkhotbah
Tabel 4. Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus
+7

Referensi

Dokumen terkait