DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU
KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Akwilina Deu NIM: 081124037
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus Kristus, Sang Pengkhotbah Sejati.
Kedua orang tuaku tercinta: Bapak Yohanes Hipoq dan Ibu Irmina Dahai.
Saudaraku: Kak Dian, Kak Anton, Dek Eli, Dek Anyeq, Dek El, Dek Iing.
Keponakanku: Anak Ping, Anak Hagang, dan Anak Memei. Kalian semua adalah
salah satu alasanku untuk tetap bertahan dan terus berjuang sampai saat ini.
Para prodiakon dan segenap umat di stasi Santa Veronika Batu Majang.
Teman-teman seperjuanganku, para pewarta Kabar Gembira, dan semua pihak
yang telah ikut membantu, mendukung, dan memberikan kesempatan kepada
penulis untuk berkembang selama menjalani proses pendidikan hingga selesai di
program studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma
v
MOTTO
“Seseorang yang pesimistis memandang kesulitan pada setiap peluang, seseorang
yang optimistis melihat peluang pada setiap kesulitan.”
(Winston Churchill)
“Semua keberhasilan yang kau impikan itu, berada di balik semua hal yang kau
takuti. Mulai hari ini, justru lakukanlah yang kau takuti.”
(Mario Teguh)
“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku”
(Yoh. 14: 1)
dan semua yang aku lakukan ingin kupersembahkan:
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul DESKRIPSI KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR DAN USAHA PENGEMBANGANNYA. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang memegang peran yang penting untuk menyampaikan dan menjelaskan Sabda Tuhan kepada umat beriman melalui khotbah. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dilihat dan diukur melalui tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan dan aspek spiritualitas hidup para prodiakon dari sudut pandang umat yang ada di stasi tersebut.
Kemampuan berkhotbah prodiakon adalah segenap kapasitas yang dimiliki oleh prodiakon dari segi pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat beriman kristiani yang sedang berkumpul dalam suatu perkumpulan doa dan perayaan liturgi yang sedang dirayakan. Segenap kapasitas ini dapat dihasilkan dari proses belajar dan latihan secara terus menerus, sehingga para prodiakon mampu mempersiapkan, menyampaikan, mengevaluasi dan memaknai khotbah dengan baik dan sesuai. Khotbah sendiri bertujuan untuk menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar mereka semakin percaya dan beriman pada Yesus Kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel penelitian ini adalah kelompok umat yang sungguh tahu dan terlibat aktif dalam kegiatan menggereja sebanyak 115 orang. Pengambilan sampel ini dengan cara purposive sampling, yaitu diambil dengan pertimbangan tertentu. Instrumen yang digunakan ialah skala likert. Skala ini digunakan karena dapat dipakai untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi umat terhadap kemampuan berkhotbah prodiakon yang meliputi aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek spiritualitas prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang yang dikembangkan ke dalam 80 pernyataan. Dari hasil uji validitas pada taraf signifikansi 5%, N 115 orang dengan nilai kritis 0,180 diperoleh sebanyak 79 item yang valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas diperoleh koefisien alpha sebesar 0,950 yang menunjukkan reliabilitas instrumen penelitian ini sangat tinggi.
ix
ABSTRACT
This thesis is titled THE DESCRIPTION OF PREACHING ABILITY OF THE DEACONS OF SAINT VERONICA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-EAST KALIMANTAN AND THE DEVELOPMENTS EFFORTS. The choice of this topic was based on the fact that the deacons in Santa Veronica Batu Majang region have a very important role to proclaim and explain the Good News to the people through preaching. Therefore, this paper aims to identify and describe the extent of the ability to preaching of the deacons in Saint Veronica Batu Majang region. That is measured through three aspects, knowledge’s, skills and spirituality of life from the perspective of the Christian people.
The their preaching ability is all about the knowledge, skills and core values possessed by them in proclaiming the Good News to the Christian people who have gathered in a prayer and celebration of the liturgy. All of this could be generated from the process of learning and continuous training, so the deacons are able to prepare, deliver, evaluate and interpret the message very well. Sermon has an aims to deliver the Good News to the Christian people so they have more faith in Jesus to obtain salvation in His name.
This research is a descriptive model. The sample of this research were young and adults people that are actively involved in church activities, totally 115 respondents. The instrument used is the Likert scale. This scale is used because it could measure the attitudes, opinions and perceptions from the common people about the ability of the deacons. The instrument was developed in 80 statements about the ability from their knowledge, skills and spirituality. The validity test resulted at the significance level 5% with N 115 respondents with the critical value 0.180 obtained as many as 79 items were valid. The reliability test resulted in alpha coefficient 0.950 which means high reliability of the instrument.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang Maha Kasih karena
telah menerangi, mencerahkan, membimbing dan menuntun penulis dengan penuh
kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI
KEMAMPUAN BERKHOTBAH PRODIAKON DI STASI SANTA
VERONIKA BATU MAJANG, MAHAKAM HULU-KALIMANTAN TIMUR
DAN USAHA PENGEMBANGANNYA.
Setiap manusia dikaruniai dengan berbagai kemampuan, namun dalam porsi
yang berbeda-beda. Begitu pula dengan para prodiakon yang ada di stasi Santa
Veronika Batu Majang, mereka juga dikaruniai dengan kemampuan berkhotbah
namun dengan porsi yang berbeda-beda. Dalam menjalankan tugas perutusannya
di tengah-tengah umat di stasi Santa Veronika Batu Majang, para prodiakon
memegang peranan yang penting dalam mewartakan Sabda Tuhan kepada umat
agar mereka semakin beriman kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk melihat dan memberikan gambaran kepada pastor
paroki, dewan stasi dan para prodiakon yang ada stasi Santa Veronika Batu
Majang mengenai sejauhmana kemampuan berkhotbah para prodiakonnya dari
sudut pandang umat, serta untuk mengetahui bentuk usaha apa yang sesuai untuk
mengembangkan kemampuan berkhotbah para prodiakon yang belum maksimal
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Selain itu, skripsi ini juga disusun
xi
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang dengan setia
telah mendampingi, memberi semangat, dan memberikan kritikan yang
membangun kepada penulis untuk terus berjuang. Maka dari itu penulis
menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:
1. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., selaku dosen pembimbing utama sekaligus
sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan
pendampingan kepada penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus
IPPAK sampai selesainya skripsi ini, yang selalu meluangkan waktu dan
membimbing penulis dengan penuh kesabaran, yang selalu memberikan
kepercayaan, masukan-masukan dan kritikan-kritikan yang membangun
sehingga penulis lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari
awal hingga akhir penulisan skripsi ini dan penulis semakin menyadari bahwa
segala sesuatu butuh proses dan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji II yang dalam kebersamaan
selalu meluangkan waktu, memberi sapaan dan memberi semangat kepada
penulis selama menjalani proses pendidikan di kampus IPPAK hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji III yang selalu
memberi semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan di kampus
xii
dengan selalu ada dan meluangkan waktu untuk mendengarkan curhatan
penulis di saat penulis mengalami kepenatan dan kelelahan hati di sela-sela
menyelesaikan pendidikan di kampus ini. Terima kasih untuk segala sharing,
masukan yang membangun, dan kesempatan untuk selalu berkembang.
4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,
M.Ed., yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi dan
melakukan penelitian dari awal hingga akhir proses penyusunan skripsi ini.
5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh
kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses
pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.
6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan
melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan
sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.
7. P. Aloysius Tue Ado, Pr., selaku pastor paroki dan Diakon Don yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penyusunan skripsi dan
penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang.
8. Para prodiakon, dewan stasi, aktivis Gereja dan segenap umat di Stasi Santa
Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur yang telah memberi
kesempatan dan membantu penulis dengan sepenuh hati untuk mengadakan
penyusunan skripsi dan penelitian di stasi Santa Veronika Batu Majang.
9. Para Sahabat mahasiswa, khususnya angkatan 2008 yang turut berperan dalam
xiii
serta saran yang membangun sehingga penulis semakin dikuatkan dalam
menjalani pendidikan dan menerima panggilan sebagai Pewarta Kabar
Gembira di zaman yang penuh tantangan ini.
10. Kedua orang tuaku tercinta dan segenap keluarga besarku yang dengan penuh
kasih selalu mendoakan, mendukung, memotivasi, mengingatkan dan
membantu penulis selama ini. Dan kepada ketiga keponakan kecilku yang
selalu memotivasiku melalui tingkah lucu mereka yang membuatku ingin cepat
selesai dan segera berkumpul bersama keluarga. Aku mencintai kalian semua.
11. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ yang dengan kemurahan hati selalu memberikan
bantuan, baik secara materi maupun spiritual kepada penulis selama menjalani
proses pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta. Semangat, kebaikan,
kesederhanaan dan kemurahan hati beliau juga yang selalu menginspirasiku
untuk dapat melayani dengan baik, konsisten dan mempunyai komitmen.
12. Para sahabat karibku, Sr. Natalia, Wuri, Br. Yohanis, Fr. Paschalis, Sr.
Bernardin, Sr. Widya, Happy, Cici, Goy, Asep, Hendro, Dance, Sisil Lun,
Hiping, Mbak Pur, Ibu Widodo, juga sepupuku Kak Ungky, yang dengan cara
masing-masing telah membantu baik secara moral, material, maupun spiritual
selama penulis menempuh pendidikan di prodi IPPAK-USD Yogyakarta.
13. Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Kutai Barat yang telah membantu penulis
dengan memberikan biaya pendidikan selama menjalani proses pendidikan.
14. My Lovely (Romianus Jiu) dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang telah turut mendoakan, mendukung, memperhatikan,
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 10
C.Pembatasan Masalah ... 11
D.Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penulisan ... 11
F. Manfaat Penulisan ... 12
G.Metode Penulisan ... 13
H.Sistematika Penulisan ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15
A.Prodiakon Paroki ... 15
1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki ... 17
2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki ... 21
a. Membantu Menerimakan Komuni ... 22
xvi
3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki ... 24
a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga ... 24
b. Diterima oleh umat setempat ... 25
c. Mempunyai penampilan yang layak ... 26
4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki ... 26
a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman ... 27
b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis ... 28
c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama ... 29
d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga . 30 e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati ... 30
5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki ... 32
B.Berkhotbah sebagai Salah Satu Tugas Prodiakon Paroki ... 33
1. Kemampuan ... 35
a. Pengertian Kemampuan ... 35
b. Aspek-aspek Kemampuan ... 36
2. Khotbah ... 39
a. Pengertian Khotbah ... 39
b. Tujuan Khotbah ... 43
c. Ciri-ciri Khotbah yang Baik ... 46
d. Model-model Skema Khotbah ... 50
e. Bahasa dalam Khotbah ... 60
f. Menyiapkan, Membawakan, dan Mengevaluasi Khotbah ... 61
g. Menerapkan Pesan Khotbah ... 77
h. Pribadi Pengkhotbah ... 79
3. Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 82
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 86
A.Jenis Penelitian ... 86
B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 87
1. Tempat Penelitian ... 87
2. Waktu Penelitian ... 87
xvii
1. Populasi ... 87
2. Sample Penelitian ... 88
D.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 89
1. Variabel Penelitian ... 89
2. Definisi Konseptual Variabel ... 90
3. Definisi Operasional Variabel ... 90
4. Teknik Pengumpulan Data ... 90
5. Instrumen Penelitian ... 92
6. Kisi-kisi Instrumen Kuesioner, Wawancara dan Studi Dokumen ... 93
7. Pengembangan Instrumen ... 101
a. Uji Validitas Instrumen ... 101
b. Uji Realibilitas Instrumen ... 102
E. Teknik Analisis Data ... 104
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 107
A.Hasil Penelitian ... 107
1. Deskripsi Data Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 107
a. Deskripsi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 107
b. Deskripsi Data Aspek Pengetahuan Prodiakon dalam Berkhotbah .. 109
c. Deskripsi Data Aspek Keterampilan Prodiakon dalam Berkhotbah . 111 d. Deskripsi Data Aspek Spiritualitas Prodiakon ... 112
2. Hasil Wawancara ... 114
a. Hasil Wawancara dengan Responden 1 ... 114
b. Hasil Wawancara dengan Responden 2 ... 116
c. Hasil Wawancara dengan Responden 3 ... 117
d. Hasil Wawancara dengan Responden 4 ... 118
e. Hasil Wawancara dengan Responden 5 ... 119
f. Hasil Wawancara dengan Responden 6 ... 120
g. Rangkuman Keseluruhan Hasil Wawancara ... 121
3. Hasil Temuan Khusus Studi Dokumen ... 124
xviii
1. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon
Berdasarkan Data Keseluruhan ... 131
2. Pembahasan Hasil Penelitian Kemampuan Berkhotbah Prodiakon Berdasarkan Data Setiap Aspek ... 132
a. Aspek Pengetahuan ... 132
b. Aspek Keterampilan ... 135
c. Aspek Spiritualitas ... 140
C.Usulan Program Pelatihan Berkhotbah bagi Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang ... 144
1. Latar Belakang Usulan Program ... 144
2. Tema dan Tujuan Usulan Program ... 150
3. Penjabaran Program Pelatihan Berkhotbah Prodiakon ... 154
4. Gambaran Pengembangan Proses Pelaksanaan ... 158
a. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan II ... 158
b. Contoh Satuan Persiapan pada Pertemuan IV ... 162
D.Keterbatasan Penelitian ... 167
BAB V PENUTUP ... 169
A.Kesimpulan ... 169
B.Saran ... 171
DAFTAR PUSTAKA ... 174
LAMPIRAN ... 176
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ... (1)
Lampiran 2 Panduan Wawancara ... (9)
Lampiran 3 Keterangan Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ... (10)
Lampiran 4 Foto-foto ... (12)
Lampiran 5 Surat Permohonan SK Prodiakon ... (15)
Lampiran 6 Peta Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang ... (16)
Lampiran 7 Contoh Khotbah yang Disiapkan Bapak Lawing ... (17)
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Skor Alternatif Jawaban Variabel Kemampuan Berkhotbah ... .92
Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Kuesioner Kemampuan Berkhotbah ... .93
Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kemampuan Berkhotbah ... 100
Tabel 4 Panduan Studi Dokumen Temuan Khusus ... 100
Tabel 5 Rumus Manual Person Product Moment ... 102
Tabel 6 Rumus Manual Reabilitas ... 103
Tabel 7 Reliability Statistics ... 103
Tabel 8 Rumus Penentuan Kriteria ... 105
Tabel 9 Kriteria Nilai Keseluruhan ... 105
Tabel 10 Kriteria Aspek Pengetahuan ... 106
Tabel 11 Kriteria Aspek Keterampilan ... 106
Tabel 12 Kriteria Aspek Spiritualitas ... 106
Tabel 13 Statistik Deskriptif Data Keseluruhan ... 107
Tabel 14 Kriteria Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah Prodiakon ... 108
Tabel 15 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Pengetahuan ... 109
Tabel 16 Kriteria Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon ... 110
Tabel 17 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Keterampilan ... 111
Tabel 18 Kriteria Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ... 111
Tabel 19 Rangkuman Statistik Deskriptif Data Aspek Spiritualitas ... 112
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Frekuensi Data Keseluruhan Kemampuan Berkhotbah ... 108
Gambar 2 Frekuensi Aspek Pengetahuan Berkhotbah Prodiakon ... 110
Gambar 3 Frekuensi Aspek Keterampilan Berkhotbah Prodiakon ... 112
Gambar 4 Frekuensi Aspek Spiritualitas Prodiakon ... 113
Gambar 5 Foto Bapak Agustinus Lawing, S. Ag. ... 124
Gambar 6 Foto Bapak Abdias Inggung Bith ... 125
Gambar 7 Buku Pendukung untuk Berkhotbah ... 125
Gambar 8 Contoh Persiapan Berkhotbah dalam Catatan Tertulis ... 127
Gambar 9 Contoh Sertifikat yang didapatkan oleh Prodiakon ... 128
Gambar 10 Contoh Sertifikat yang dimiliki oleh Pak Lawing ... 129
Gambar 11 Pak Inggung ketika mengikuti pembekalan prodiakon ... 130
xxi
DAFTAR SINGKATAN
A.Singkatan Kitab Suci
Mrk : Markus
Kor : Korintus
Yoh : Yohanes
Ibr : Ibrani
B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) LG : Lumen Gentium
SC : Sacrosanctum Concilium
EN : Evangelii Nuntiandi
AD : Ad Gentes
AA : Apostolicam Actuositatem
C.Singkatan Lain
Par. : Paragraf
Kan. : Kanon
Std. : Standar
KAS Keuskupan Agung Semarang
KWI : Konfrensi Waligereja Indonesia
BM : Batu Majang
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Dalam peziarahannya di dunia, Gereja melanjutkan dan mengambil bagian
dalam tritugas Yesus Kristus, yakni tugas Nabi, Imami dan Rajawi. Tugas Nabi
adalah tugas pewartaan, tugas Imami adalah tugas pengudusan atau perayaan, dan
tugas Rajawi adalah tugas melayani (Iman Katolik, 1996:382). Berangkat dari
ketiga tugas tersebut, Gereja terus mengusahakan adanya kegiatan-kegiatan
pastoral Gereja dalam bidang kerygma (pewartaan), liturgia (liturgi), diakonia
(pelayanan), koinonia (persekutuan) dan Martyria (kesaksian) demi memberikan makna diri, pelayanan dan keterlibatan dalam situasi hidup umat yang sedang
mengalami permasalahan saat ini. Tentu hal ini dimaksud untuk membimbing dan
memotivasi umat agar semakin terlibat dalam hidup menggereja dan dapat
menemukan nilai-nilai Kristiani yang dapat dihidupi dalam hidupnya sehingga
mereka percaya dan semakin beriman kepada Yesus Kristus.
Dari beberapa bidang pastoral yang disebutkan di atas, tugas pewartaan
merupakan tugas yang paling utama bagi saksi-saksi Kristus. Hal ini mengingat
bahwa pewartaan merupakan pemakluman Kabar Gembira di dalam dunia
mengenai keselamatan dalam diri Yesus Kristus kepada semua orang agar
semakin beriman dan bersatu dengan-Nya. Ini selaras dengan yang diungkapkan
dalam Ad Gentes, art. 6 bahwa “Tujuan khas misioner Gereja adalah mewartakan
tempat Gereja belum berakar”. Oleh karena itu, setiap orang diharapkan untuk
ikut mengambil bagian dalam tugas pewartaan Injil ini dengan caranya
masing-masing supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang
benar tentang kebenaran iman, serta melalui baptisan disatukan dalam diri Yesus
Kristus dan Gereja-Nya.
Dalam Gereja, khotbah mempunyai peranan dan tempat yang sentral karena
mengabarkan Sabda Tuhan di dunia (Rothlisberger, 1975: 5). Melalui khotbah ini,
Gereja berusaha menyampaikan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman agar
mereka semakin percaya dan beriman kepada Yesus Kristus. Dalam Perjanjian
Baru, nampak bahwa selama karya hidup-Nya di dunia Yesus sendiri menganggap
bahwa hal mengajar atau memberitakan Injil (berkhotbah) kepada semua orang
merupakan tugas yang amat penting, karena itulah Dia datang (Mrk. 1: 38-39).
Selain itu, pengumpulan dan persekutuan jemaat perdana dimaksudkan untuk
mempersiapkan diri supaya dapat diutus untuk mewartakan Injil dan melayani
(Mrk. 3: 14-15). Dalam perayaan Perjamuan Kudus justru menjadi kesempatan
untuk mengenang dan memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang (1Kor.
11:26). Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bersama bahwa pengajaran Injil
(pemberitaan tentang karya keselamatan Tuhan) itu sangat penting. Oleh karena
itu Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk menjadi saksi-saksi-Nya sampai ke
ujung dunia (Mrk. 16: 15).
Tugas pewartaan Injil dan pengumpulan umat Allah ini berlangsung secara
terus menerus dan menjadi tanggungjawab seluruh umat beriman Kristiani,
diakon. Melalui khotbah mereka berusaha untuk memberitakan Injil kepada
seluruh umat beriman Kristiani agar mereka semakin percaya dan diteguhkan
dalam iman akan Yesus kristus sehingga beroleh keselamatan dalam nama-Nya.
Sebagai gembala, mereka memang mempunyai tugas dan tanggungjawab yang
sangat penting dalam memberitakan Injil kepada umat melalui khotbah. Namun di
dalam situasi seperti saat ini, di mana jumlah imam tidak sebanding dengan
jumlah umat yang dilayani, maka dibutuhkan pelayan umat yang dapat membantu
para gembala dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja, khususnya dalam
pewartaan dan liturgi.
Menanggapi hal tersebut di atas, maka diangkatlah prodiakon paroki untuk
membantu imam dalam tugas pelayanan Gereja. Prodiakon Paroki adalah seorang
yang dipilih dari kaum beriman kristiani melalui pilihan dari umat setempat,
seleksi ketat yang dilakukan oleh pastor dan dewan paroki dengan
mempertimbangkan beberapa syarat yang harus dimiliki sebagai prodiakon
paroki, dan akhirnya dilantik dan ditugaskan oleh Uskup keuskupan agung
setempat melalui surat tugas. Adapun tugas utama mereka sendiri bergerak di
bidang liturgi, yaitu untuk membantu imam dalam menerimakan Tubuh Tuhan
baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi (liturgi Sabda dan mengirim
komuni kepada orang sakit). Di samping itu, prodiakon juga dapat melakukan
tugas-tugas lain yang diberikan kepadanya, di antaranya memimpin ibadat
non-sakramental yang diadakan di lingkungan tanpa memberikan berkat (Siswata,
Kristus yang tepat dan mengabdi kepada keselamatan umat manusia dalam hidup
sehari-hari. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam LG, art. 34;
“Sebab mereka, yang erat-erat disatukan-Nya dengan hidup dan perutusan-Nya, juga diikutsertakan-Nya dalam tugas imamat-Nya untuk melaksanakan tugas rohani supaya Allah dimuliakan dan umat manusia diselamatkan. Oleh karena itu, para awam sebagai orang yang menyerahkan diri kepada Kristus dan diurapi dengan Roh Kudus, secara ajaib dipanggil dan disiapkan supaya makin melimpah menghasilkan buah Roh dalam diri mereka.”
Gereja Stasi Santa Veronika Batu Majang adalah stasi yang termasuk di
dalam wilayah Gereja Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang, Mahakam Hulu,
Kalimantan Timur. Stasi ini merupakan salah satu stasi yang selalu berusaha
untuk senantiasa membaharui dirinya dalam bidang liturgi, pewartaan, dan
pelayanan. Dalam melaksanakan tugas pelayanan di Gereja stasi ini, ada dua
orang prodiakon yang bertugas untuk melayani di Gereja stasi ini. Kedua orang
prodiakon tersebut adalah Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Abdias Inggung
Bith. Mereka adalah bagian dari anggota prodiakon paroki Santo Petrus Ujoh
Bilang yang bertugas di tempat domisili mereka sendiri, yaitu di stasi Santa
Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.
Berdasarkan sharing dari Bapak Agustinus Lawing sendiri, pemilihan
prodiakon di paroki ini dilakukan dari, oleh dan untuk umat sendiri. Artinya,
prodiakon dipilih atau ditunjuk langsung oleh umat di masing-masing stasi, yang
kemudian diajukan kepada pihak paroki, dan atas pertimbangan dari Pastor Paroki
berdasarkan kriteria yang diharapkan, kemudian dilantik oleh Uskup Agung
Samarinda. Secara umum, para prodiakon yang ada di wilayah paroki Santo
Petrus Ujoh Bilang ini diberi wewenang oleh Uskup Agung Samarinda untuk
bidang liturgi, yaitu membantu pastor membagikan Tubuh Tuhan dalam perayaan
liturgi baik ada maupun tanpa imam, serta mengirim komuni kepada orang-orang
sakit atau yang sudah lanjut usia. Tugas ini tentu saja berlaku juga bagi para
prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang.
Selain tugas utama yang dipercayakan kepada mereka, menurut sharing
antara penulis dengan Romo Aloysius Tue Ado, Prselaku pastor Paroki Santo
Petrus Ujoh Bilang menerangkan bahwa tugas yang dipercayakan kepada para
prodiakonnya yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang adalah membantu
mengembangkan iman umat yang ada di stasi tersebut melalui karya pewartaan
dalam bidang liturgi dengan memimpin liturgi Sabda pada hari Minggu atau
hari-hari raya besar dengan menyambut Tubuh Tuhan dan memberi khotbah,
memimpin ibadat non-sakramental dan mengirimkan Sakramen kepada orang
sakit. Selain itu, karena mengingat tenaga imam dan tenaga ahli yang terbatas
seperti yang dijelaskan di atas, maka mereka juga dipercayakan untuk
memberikan pembinaan dalam persiapan sakramen Inisiasi dan perkawinan, serta
tugas lain yang dipercayakan kepada mereka. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
para prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang lalui dengan berjalan kaki,
naik sepeda, ataupun dengan naik ketinting untuk sampai ke tempat yang dituju (Gereja atau rumah umat).
Sharing dari Romo Lazarus Derik, Pr sebagai pastor paroki Santo Petrus
Ujoh Bilang ±4 tahun yang lalu, yang juga sebagai pencetus ide diadakannya
tenaga prodiakon di paroki ini mengatakan bahwa beliau sangat mengharapkan
tentunya yang juga ada di stasi Santa Veronika Batu Majang dapat membantu
membina iman umat agar semakin mendalam. Mereka diharapkan mampu
menggairahkan umat dengan tetap bisa menyambut Tubuh Tuhan dalam Liturgi
Sabda yang dipimpin oleh prodiakon, serta diharapkan para prodiakonnya dapat
melahirkan banyak benih-benih panggilan imam seperti yang terjadi di Keuskupan
Agung Semarang. Sebagai tenaga sukarela Gereja, para prodiakon yang ada di
stasi Santa Veronika Batu Majang selalu berusaha untuk menanggapi dengan baik
kepercayaan umat dan pastor paroki yang telah memilih mereka.
Kedua Prodiakon yang bertugas di stasi Santa Veronika Batu Majang ini
mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda. Salah seorang prodiakonnya,
yaitu Bapak Agustinus Lawing adalah seorang prodiakon yang mempunyai
pendidikan khusus dalam bidang kateketik. Beliau adalah seorang lulusan dari
IPI-Malang dengan gelar Sarjana Agama. Sedangkan rekan kerjanya sesama
prodiakon, yaitu Bapak Abdias Inggung Bith adalah seorang awam atau aktivis
Gereja yang tidak memiliki pendidikan secara khusus dalam bidang agama,
namun beliau peduli pada kehidupan Gereja. Hal tersebut tentunya menyebabkan
tidak jarang mereka yang tidak mempunyai pendidikan khusus mengalami
kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan yang dipercayakan kepada
mereka. Namun tidak menutup kemungkinan juga bagi prodiakon yang
mempunyai pendidikan khusus mengalami masalah dalam tugas pelayanannya.
Dalam menjalankan tugas pelayanan, salah satu kesulitan yang dihadapi
oleh prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang adalah masalah dalam
memimpin liturgi Sabda setiap hari Minggu, hari-hari raya besar keagamaan dan
pada ibadat non-sakramental, dan berdasarkan penyataan dalam Sacrosanctum Concilium art. 35 par. 2 yang mengungkapkan bahwa “Dalam rubrik-rubrik hendaknya dicatat juga, sejauh tata upacara mengizinkan, saat yang lebih tepat
untuk berkhotbah, sebagai bagian perayaan Liturgi dan pelayanan pewartaan
hendaknya dilaksanakan dengan tekun dan seksama….”, ini artinya mereka mau
tidak mau harus melaksanakan tugas pewartaan Injil melalui berkhotbah sejauh
keadaan memungkinkan. Di sinilah mereka harus mempunyai kemampuan untuk
berkhotbah mengingat bahwa mereka juga memegang peranan yang penting untuk
membawa umat agar semakin beriman kepada Yesus Kristus yang diwartakan
melalui khotbah.
Tugas berkhotbah ini sendiri harus dilakukan karena keterbatasan tenaga
imam yang memiliki wewenang untuk itu. Oleh karena itu, prodiakon diizinkan
dan dipercayakan untuk menyampaikan khotbah dalam liturgi Sabda yang
dipimpinnya. Ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam KHK kan. 766 bahwa;
Kaum awam dapat diperkenankan untuk berkhotbah di dalam gereja atau ruang doa, jika dalam situasi tertentu kebutuhan menuntutnya atau dalam kasus-kasus khusus manfaat menganjurkannya demikian, menurut ketentuan-ketentuan Konferensi Para Uskup dengan tetap mengindahkan kan. 767, §1.
Dalam menyampaikan khotbah, para prodiakon biasanya menyiapkan
sendiri khotbahnya, bahkan dengan saling membantu untuk menyiapkan khotbah.
Khotbah ini mereka siapkan berdasarkan buku pegangan yang mereka miliki
(renungan Sang Sabda, Serambi Sabda, buku khotbah tahun A-B-C). Namun
yang belum memiliki buku-buku tersebut. Tentunya hal ini dapat menimbulkan
kesulitan bagi prodiakon lainnya untuk mempersiapkan dan menyampaikan
khotbah secara lebih maksimal.
Menurut cerita dari Bapak Agustinus Lawing dan Bapak Yohanes Hipoq
(salah seorang prodiakon paroki), kesulitan lain yang mereka hadapi dalam
khotbah adalah kesulitan mencari bahan yang dipakai untuk membuat khotbah,
kesulitan dalam membuat konsep khotbah yang baik karena belum adanya
pedoman dan kurangnya persiapan, fasilitasnya kurang memadai, dan mandeg
kreatifitas atau kurang kreatif dalam menyampaikan khotbah. Dengan adanya
kesulitan-kesulitan tersebut, tentunya inti pewartaan yang mau disampaikan
melalui khotbah bisa jadi tidak fokus atau kurang maksimal. Padahal khotbah
diharapkan mampu membantu umat agar semakin memahami dan menghayati
pesan Kitab Suci atau kebenaran iman yang disampaikan agar mereka semakin
percaya dan beriman kepada Kristus dalam hidup mereka sehari-hari.
Mengingat bahwa pentingnya peranan para prodiakon dalam menyampaikan
pesan Sabda Tuhan kepada seluruh umat beriman yang sedang berkumpul dalam
ibadat melalui khotbah, maka sangat penting jika para prodiakon di stasi Santa
Veronika Batu Majang ini diberikan suatu pembekalan atau pelatihan khusus
sebagai on going formation atau bina lanjut dalam segala bidang untuk dapat mempersiapkan mereka dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada
mereka, khususnya dalam berkhotbah. Pastor Paroki sendiri sudah berusaha
memberikan pendampingan kepada para prodiakonnya sebagai bekal untuk
menurut cerita yang penulis dengar dari Rm. Alo, Pr selaku pastor paroki sendiri
dan dari prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang sendiri, pendampingan
yang diberikan masih sebatas pada bidang liturgi dan informasi terkait. Sedangkan
kegiatan untuk mempersiapkan prodiakonnya sendiri dalam berkhotbah belum
dilaksanakan secara khusus, namun penulis mendengar adanya usaha untuk itu.
Pendampingan yang dilakukan atau lebih tepatnya disebut pembekalan
biasanya diadakan saat menjelang Perayaan Paskah dan Natal yang biasanya
dipimpin langsung oleh Pastor parokinya. Dalam kegiatan ini tidak semua
prodiakon bisa hadir dikarenakan kesibukan masing-masing prodiakon, sehingga
tidak semua prodiakon bisa mendapatkan informasi yang sama dalam pertemuan
tersebut. Dalam pertemuan ini, para prodiakon dari stasi Santa Veronika Batu
Majangdengan mengajak beberapa aktivis Gereja-nya selalu berusaha mengikuti
setiap pembekalan yang dilaksanakan oleh pihak paroki guna menambah wawasan
untuk mendukung tugas pelayanan mereka.
Melihat kenyataan di atas, di mana para prodiakon di stasi Santa Veronika
Batu Majang memegang peranan yang penting untuk mewartakan Sabda Tuhan
kepada seluruh umat beriman melalui khotbah, penulis tertarik untuk mengetahui
dan mendeskripsikan seperti apa kemampuan berkhotbah para prodiakon di stasi
Santa Veronika Batu Majang dari sudut pandang umat di stasi tersebut. Dengan
bertolak dari hasil deskripsi yang akan diperoleh nantinya, penulis bermaksud
untuk meningkatkan kemampuan berkhotbah prodiakon yang belum maksimal
dengan memberikan suatu usulan usaha pengembangan yang dapat ditempuh oleh
meningkatkan kualitas pelayanan berkhotbah prodiakon di stasi tersebut. Oleh
karena itu penulis terdorong untuk menulis skripsi dengan judul: “Deskripsi Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan Usaha Pengembangannya”.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan skripsi ini penulis
identifikasikan sebagai berikut:
1. Apa itu tugas Pewartaan Injil? Seberapa penting dalam Gereja?
2. Siapa petugas pewartaan?
3. Apa saja yang menjadi tugas Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang?
4. Bagaimana Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang melaksanakan
tugas pelayanannya?
5. Bagaimana biasanya Prodiakon di Stasi Santa Veronika berkhotbah?
6. Bagaimana konteks umat yang dilayani oleh prodiakon?
7. Pembinaan dalam hal apa saja yang telah diberikan kepada Prodiakon di stasi
Santa Veronika dan bagaimana prosesnya?
8. Berapa jumlah prodiakon yang hadir dalam pembinaan yang dilaksanakan?
9. Sejauhmana kemampuan berkhotbah Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu
Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?
10. Usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah
Prodiakon di stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan
C.Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya topik penulisan skripsi ini dan keterbatasan yang ada,
maka penulis membatasi pembahasan skripsi ini sebatas pada “Deskripsi
Kemampuan Berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang,
Mahakam Hulu-Kalimantan Timurdan Usaha Pengembangannya”. Pembatasan
masalah ini dimaksudkan agar penulisan dapat lebih terfokus dan mendalam.
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam skripsi ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu
Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur?
2. Usaha apa yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berkhotbah
Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan
Timur?
E.Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini untuk:
1. Mendeskripsikan sejauh mana kemampuan berkhotbah Prodiakon di Stasi
Santa Veronika Batu Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur.
2. Mengetahui bentuk usaha yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan
berkhotbah Prodiakon di Stasi Santa Veronika Batu Majang, Mahakam
F. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak Prodiakon:
Sebagai evaluasi atas khotbahnya dan supaya semakin menambah wawasan
para prodiakon yang ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, baik dari segi
pengetahuan, keterampilan maupun spiritualitas dalam berkhotbah, sehingga
mereka diharapkan semakin yakin dan termotivasi untuk mempersiapkan dan
menyampaikan khotbah dengan baik demi perkembangan iman pribadi maupun
iman umat yang mereka layani.
2. Bagi pihak Paroki:
Membantu Pastor Paroki Santo Petrus Ujoh Bilang untuk mengetahui
sejauhmana kemampuan para prodiakonnya dalam berkhotbah khususnya yang
ada di stasi Santa Veronika Batu Majang, kesulitan yang dialami mereka,
sehingga pihakparoki diharapkan untuk semakin memperhatikan kebutuhan
para prodiakonnya dalam melaksanakan tugas pelayanan mereka, juga
memperhatikan pembinaan atau pembekalan yang dibutuhkan sesuai dengan
perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan para prodiakon parokinya.
3. Bagi Penulis sendiri:
Semakin menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan penulis
mengenai khotbah dan prodiakon, serta semakin termotivasi untuk selalu
memberikan pelayanan dengan hati, yang terbaik dan berdaya guna seperti
semangat Prodiakon demi perkembangan iman umat dan semua untuk
G.Metode Penulisan
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini bersifat ingin
menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana kemampuan berkhotbah prodiakon
di stasi Santa Veronika Batu Majang dengan menggunakan kuesioner berskala
tertutup sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini juga didukung
oleh hasil wawancara dan studi dokumen, dan didukung oleh studi pustaka.
H.Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis
akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan sebagai berikut;
BAB I Pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II berisi kajian pustaka yang akan menguraikan tiga bagian, yaitu
bagian pertama akan membahas mengenai prodiakon paroki yang mencakup
pengertian dan latar belakang terbentuknya prodiakon paroki, tugas dan tujuan
adanya prodiakon paroki, ketentuan menjadi prodiakon paroki, spiritualitas
pelayanan prodiakon paroki, dan pakaian liturgis prodiakon paroki. Pada bagian
kedua akan membahas mengenai khotbah sebagai salah satu tugas prodiakon
paroki yang mencakup pengertian dan aspek-aspek mengenai kemampuan dan
beberapa hal pokok yang berkaitan dengan khotbah, seperti pengertian khotbah,
tujuan khotbah, khotbah yang baik, model-model skema khotbah, bahasa dalam
pesan khotbah, serta pribadi pengkhotbah. Lalu pada bagian ketiga akan ditarik
pengertian mengenai apa itu kemampuan berkhotbah prodiakon.
BAB III menjelaskan mengenai metodologi penelitian yang meliputi metode
penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sample penelitian, teknik
dan instrumen pengumpulan data yang meliputi variabel penelitian, definisi
konseptual variabel, definisi operasional variabel, sumber pengumpulan data,
instrumen penelitian, dan kisi-kisi instrumen. Akan dibahas juga mengenai teknik
pengolahan data yang meliputi uji coba terpakai, uji validitas instrumen, uji
realiabilitas instrumen, dan teknik analisis data.
BAB IV akan menyajikan hasil dan pembahasan penelitian yang meliputi
hasil penelitian berdasarkan kuesioner, wawancara dan temuan khusus melalui
studi dokumen, pembahasan hasil penelitian, usulan program yang sesuai bagi
peningkatan kualitas berkhotbah para prodiakon stasi Santa Veronika Batu
Majang, Mahakam Hulu-Kalimantan Timur dan keterbatasan penelitian.
BAB V Penulis akan menutup penulisan skripsi ini dengan menyampaikan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tiga bagian pokok, yaitu mengenai
prodiakon paroki, Khotbah sebagai salah satu tugas prodiakon paroki dan
kemampuan berkhotbah prodiakon.
A.Prodiakon Paroki
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa “Kaum beriman kristiani, yang berkat
Baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus, terhimpun menjadi umat Allah,
dengan cara mereka sendiri ikut mengembankan tugas imamat, kenabian, dan
rajawi Kristus” (LG 31). Martasudjita (2010: 17) juga menegaskan bahwa ada di
antara kaum awam yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan tertentu
dalam rangka perayaan liturgi. Ini artinya bahwa kaum awam memang dipercaya
untuk ikut terlibat dalam melaksanakan tugas pelayanan tertentu khususnya dalam
bidang liturgi, di antaranya prodiakon paroki. Mereka adalah kaum awam yang
dipanggil oleh Kristus dan diurapi oleh Roh Kudus untuk membantu tugas
pelayanan Gereja demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Hal ini seperti
yang diungkapkan dalam Lumen Gentiumart. 34 berikut ini;
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa karya dan pelayanan
mereka diharapkan mampu menghasilkan buah-buah Roh yang melimpah di
dalam diri mereka demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Prodiakon
yang sebagai kaum awam berkat Baptis menjadi anggota Tubuh Kristus diundang
untuk ikut mengambil bagian secara aktif dalam tugas imami, kenabian dan rajawi
Yesus Kristus demi perkembangan Gereja Katolik. Tugas imami ini prodiakon
dapat wujudkan dengan memimpin ibadat Sabda dan berbagai ibadat sakramentali
lainnya, serta membagikan Tubuh Tuhan kepada umat. Tugas sebagai rajawi
diwujudkan dengan memimpin dan memberi motivasi kepada umat tempat dia
bertugas agar mau ikut terlibat di dalam tugas perutusan Gereja. Sedangkan tugas
kenabian diwujudkan dengan mewartakan karya kesalamatan melalui Yesus
Kristus kepada umat agar semakin beriman mendalam melalui khotbah,
pendalaman iman, keteladanan hidup sehari-hari dan berbagai kegiatan rohani
lainnya. Tugas-tugas tersebut tentunya tidak asal dilaksanakan, namun terlebih
dahulu harus mendapatkan izin dari pimpinan Gereja setempat. Diharapkan agar
para petugas kaum awam ini, tidak pernah boleh dipandang sebagai pengganti
klerus yang memang ditahbiskan untuk menjadi pelayan umat (SC 146).
Dasar partisipasi prodiakon sebagai kaum beriman kristiani dalam karya
pewartaan Gereja juga didasarkan pada perintah Yesus kepada para murid-Nya
untuk mewartakan Injil: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk.” (Mrk. 16: 15). Dari kutipan tersebut dapat dipahami bersama
bahwa siapapun yang menjadi murid atau pengikuti Kristus, berarti turut
ini, prodiakon yang dipilih dari kaum beriman kristiani juga dipercaya untuk
mewartakan Injil khususnya melalui khotbah kepada seluruh umat beriman
kristiani yang dilayaninya.
Berdasarkan uraian di atas, di mana pentingnya hadir prodiakon dalam tugas
perutusan Gereja, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan beberapa
bagian pokok yang terkait dengan prodiakon paroki, yakni pengertian dan latar
belakang terbentuknya prodiakon paroki, tugas dan tujuan adanya prodiakon
paroki, ketentuan menjadi prodiakon paroki, spiritualitas pelayanan prodiakon
paroki, dan pakaian liturgis prodiakon paroki.
1. Pengertian dan Latar Belakang Terbentuknya Prodiakon Paroki
Istilah prodiakon diambil dari bahasa Latin, yaitu pro dan diakon. Kata pro
memiliki banyak arti, seperti demi, untuk, demi kepentingan, sebagai ganti,
selaku, bagaikan, dan seolah-olah. Sedangkan kata diakon sendiri bentuk kata aslinya berasal dari kata Yunani : diakonos, yang kata kerjanya diakonein yang berarti melayani, membuat pelayanan, mengurusi dan menyelesaikan. Kata
diakonini menunjuk pelayan atau pengurus. Jadi, secara harafiah istilah
prodiakonberarti pengganti atau selaku diakon. Lebih tepatnya, prodiakon adalah seseorang yang melaksanakan tugas selaku ganti seorang diakon (Martasudjita,
2010:10). Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh Prasetya (2007:39)
bahwa Prodiakon adalah seseorang yang melakukan tugas pelayanan dalam
Gereja sebagai ganti atau selaku seorang diakon. Dari pengertian tersebut dapat
kita pahami bahwa prodiakon adalah seorang awam yang dipilih dan diangkat
yang dipercayakan kepadanya. Mereka tetaplah kaum awam meski dipercayakan
untuk melaksanakan sebagian tugas diakon tertahbis.
Martasudjita (2010: 9) mengungkapkan bahwa prodiakon adalah petugas
ibadat, kaum awam yang diangkat oleh uskup melalui Surat Keputusan/Surat
Tugas untuk tempat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, serta tugas tertentu.
Ini artinya bahwa prodiakon paroki ini adalah seorang awam yang diangkat untuk
membantu imam dalam melaksanakan tugas pelayanan Gereja pada tempat, waktu
dan tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya. Istilah prodiakonmasih
merupakan istilah yang dipakai oleh Gereja lokal dan belum menjadi istilah
Gereja Universal. Bahkan di beberapa keuskupan di Indonesia menyebut
prodiakondengan beberapa istilah lain, seperti Asisten Imam atau Asisten Pastoral
(Martasudjita, 2010: 10).
Terbentuknya prodiakon paroki sendiri berangkat dari permasalahan yang
terjadi di Keuskupan Agung Semarang, terjadi pertambahan jumlah umat Katolik
yang sangat pesat dikarenakan adanya Gerakan 30 September yang
menghadapkan seluruh warga negara Indonesia untuk memilih agama agar
mereka tidak dianggap komunis. Dihadapkan pada permasalahan tersebut,
ternyata banyak warga negara yang memilih menjadi Katolik. Pertambahan
jumlah umat ini memunculkan permasalahan baru, di mana kurangnya jumlah
tenaga imam yang melayani hidup rohani umat. Akibatnya, penggembalaan dan
pelayanan umat beriman Katolik tidak dapat dilakukan secara maksimal dan
optimal, khususnya yang terkait dengan perkembangan iman umat dan kegiatan
rohani. Masalah lain yang muncul dari kalangan imam sendiri adalah mereka
merasakan kecapaian karena harus melayani umat dan membagikan Komuni
seorang diri kepada umat yang hadir dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpinnya
dengan waktu yang cukup lama (Prasetya, 2007:32).
Menanggapi situasi di atas, Yustinus Kardinal Darmajuwana, Pr. yang saat
itu menjabat sebagai uskup Agung KAS tidak tinggal diam. Ia mengupayakan
agar kebutuhan umat beriman Katolik dalam bidang keagamaan, khususnya dalam
bidang liturgi tetap terpenuhi. Salah satu usaha yang ditempuh oleh Uskup Agung
Keuskupan Agung Semarang ini adalah dengan menyampaikan permohonan ijin
ke Vatikan agar diperkenankan menunjuk beberapa pelayan dari kaum awam yang
dirasa pantas untuk membantu Imam dalam melayani umat beriman Katolik,
khususnya untuk membagikan Komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan
Ekaristi. Ternyata permohonan izin ini mendapatkan tanggapan secara positif dari
Vatikan. Izin lalu diberikan dengan jangka waktu selama satu tahun sebagai masa
percobaan (ad experimentum). Setelah mendapat izin tersebut, maka mulailah kaum awam yang dirasa pantas untuk membantu Imam dipilih dan dan
ditugaskan. Mereka diberi nama diakon awam dengan tugas pokok mereka untuk
membagikan Komuni (Siswata, 1991: 11).
Kehadiran diakon awam ini dirasa sangat membantu imam dalam melayani
kebutuhan rohani umat beriman Katolik, terutama dalam kegiatan liturgi dan
peribadatan. Namun demikian, timbul beberapa permasalahan berkaitan dengan
kehadiran mereka, yaitu umat beriman Katolik merasa tidak puas kalau harus
harus dipimpin oleh diakon awam, serta sebutan untuk para diakon awam ini
dirasa kurang tepat karena istilah diakon dalam Gereja seharusnya hanya
digunakan untuk orang yang ditahbiskan bagi jabatan diakonat, sehingga orang
tersebut dimasukkan ke dalam kelompok klerus/hierarki dan tidak lagi awam
(Prasetya, 2007: 33). Hal ini seperti yang dinyatakan dalan KHK Kan. 207 §1
bahwa “Oleh penetapan ilahi, di antara kaum beriman kristiani dalam Gereja dan
pelayan-pelayan suci, yang dalam hukum disebut para klerikus; sedangkan yang
lainnya juga disebut awam.”
Pada tahun 1983, Mgr. Alexander Djajasiswaja, Pr (Vikaris Kapitularis
KAS saat itu) menanggapi permasalahan di atas dengan mengganti istilah diakon
awam dengan istilah diakon paroki. Pergantian istilah ini dilakukan untuk
menunjukkan bahwa diakon paroki bukanlah diakon tertahbis. Diakon Tertahbis
termasuk ke dalam kelompok hierarki, karena melakukan tugasnya secara tetap
dan universal. Sedangkan diakon paroki melakukan tugasnya hanya sementara,
yaitu selama tiga tahun dengan tempat atau paroki tertentu. Masa ini dapat
diperpanjang atau diperpendek sesuai dengan kondisi prodiakonnya sendiri dan
kebijakan parokinya. Meski sudah ada pergantian, istilah diakon paroki ini masih
menimbulkan masalah. Permasalahannya bukan lagi karena sikap umat beriman
Katolik yang tidak menerima keberadaannya, melainkan lebih berkaitan dengan
status diakon tertahbis yang masih melekat dalam status diakon paroki (Prasetya,
2007: 35).
Akhirnya pada tahun 1985, Mgr. Julius Darmaatmadja, SJ (Uskup Agung
mengganti istilah diakon paroki menjadi prodiakon paroki. Istilah prodiakon
paroki ini dipilih untuk menghindari istilah ‘Diakon’ yang semestinya dikenakan
pada seseorang yang ditahbiskan dan dengan demikian seorang Diakon bukan lagi
awam. Artinya, seorang Prodiakon tidak sama dengan seorang diakon tertahbis
karena tidak menerima meterai imamat khusus dan jabatannya sebagai prodiakon
ini diperoleh melalui pelantikan. Jabatan prodiakon paroki ini bersifat sementara,
di mana ia hanya melaksanakan tugasnya selama 3 tahun dan bisa diperpanjang
atau diperpendek, serta hanya berlaku selama orang tersebut tetap berdomisili di
paroki tempat ia ditugaskan. Selain menjalankan sebagian tugas diakon tertahbis,
prodiakon juga melaksanakan tugas lain yang dipercayakan kepadanya seperti
memimpin Ibadat Sabda, memberikan khotbah, memimpin ibadat sakramentali
maupun tugas-tugas pelayanan lainnya (Siswata, 1991: 14).
2. Tugas dan Tujuan adanya Prodiakon Paroki
Allah memanggil setiap manusia untuk melaksanakan tugas perutusan yang
dipercayakan kepadanya. Mereka dipanggil untuk mewartakan dan memberikan
kesaksian tentang karya keselamatan dari Allah dalam diri Yesus Kristus dengan
caranya masing-masing dan khas dalam hidup sehari-hari. Hal ini sama seperti
yang terungkap dalam dekrit Apostolicam Actuositatem, art. 2 bahwa;
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kaum awam yang dipanggil untuk
melaksanakan tugas sebagai prodiakon paroki diberi kesempatan untuk
melaksanakan beberapa tugas sebagai wujud keterlibatan dan pelayanannya di
tengah-tengah umat demi mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kristus.
Berikut ini adalah tujuan sekaligus tugas-tugas resmi yang dipercayakan kepada
para prodiakon paroki;
a. Membantu Menerimakan Komuni
Tugas prodiakon yang paling sering dan teratur di paroki-paroki adalah
membantu menerimakan komuni. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa dalam
Perayaan Ekaristi banyak umat yang hadir, maka imam yang memimpin Perayaan
Ekaristi perlu dibantu oleh para pelayan Komuni tak lazim, khususnya para
prodiakon yang sudah diangkat oleh uskup untuk membantu imam dalam
menerimakan komuni. Tugas membantu imam dalam membagikan Komuni ini
biasanya berlangsung di dalam Perayaa Ekaristi maupun di luar Perayaan Ekaristi,
misalnya membagikan komuni dalam Ibadat Sabda di stasi ataupun lingkungan,
membagikan komuni pada Perayaan Sabda pada Hari Minggu, ataupun
mengirimkan Komuni kepada orang yang sakit, jompo ataupun orang yang ada di
penjara (Martasudjita, 2010: 21).
b. Melaksanakan Tugas yang diberikan oleh Pastor Paroki
Selain tugas utama di atas, prodiakon paroki juga dapat melaksanakan tugas
lain yang dipercayakan oleh pastor paroki, misalnya memimpin Ibadat Sabda Hari
memimpin ibadat pemakaman, ibadat pertunangan, ibadat pemberkatan rumah,
dan kegiatan rohani lainnya (Martasudjita, 2010: 21). Dalam memimpin liturgi
Sabda ini mereka dituntut untuk menyampaikan khotbah mengenai bacaan Kitab
Suci yang dibacakan. Selain itu, di banyak paroki sekarang ini, prodiakon juga
diberikan kepercayaan untuk memberikan pembinaan kepada para calon penerima
Sakramen Inisiasi, kursus perkawinan, serta kegiatan pelayanan dan pewartaan
iman lainnya.
Melalui tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka, sangat diharapkan
agar mereka dapat melaksanakan tugas pelayanan Gereja dengan baik dan
bertanggungjawab. Kehadiran mereka dalam pelayanan sangat diharapkan dapat
menjadi pemersatu dan mengayomi umat yang mereka layani. Seperti yang
diungkapkan oleh Mgr. I. Suharyo dalam khotbahnya pada Misa pelantikan
prodiakon paroki di Cirebon, bahwa “Menjadi prodiakon tidak hanya sekedar
membagikan roti. Tanggungjawab prodiakon adalah pemersatu, mengundang
pribadi lain dalam persekutuan sejati. Prodiakon tidak hanya menyisakan waktu,
tetapi menyisihkan waktu untuk berkarya di ladang Tuhan” (Utusan no. 02 tahun
ke-62, Februari 2012).
Dalam melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya, prodiakon
paroki tidak boleh mengambil keputusan sendiri atau semaunya, tetapi diharapkan
para prodiakon paroki tetap memperhatikan kebijakan pastoral parokinya,
termasuk dinamika kehidupan paroki, dan senantiasa membangun komunikasi
yang baik dengan pastor paroki dan berbagai pihak di tempat ia bertugas demi
3. Ketentuan Menjadi Prodiakon Paroki
Tugas pelayanan prodiakon adalah sebuah panggilan, yakni panggilan dari
Tuhan. Namun, Tuhan memanggil para prodiakon melalui sebuah proses yang
sangat manusiawi, termasuk dipilih oleh umat dan kemudian diusulkan oleh
pastor paroki kepada uskup, yang akhirnya akan mengangkat para prodiakon
paroki dalam suatu Surat Keputusannya (Martasudjita, 2010: 19). Sebagai seorang
yang dipercaya untuk melaksanakan tugas pelayanan Gereja di tengah-tengah
umat, maka kualitas hidup seorang prodiakon harus dijamin baik agar dapat
menjadi teladan bagi umat beriman kristiani lainnya. Melihat kenyataan tersebut,
maka ditetapkan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh siapa pun yang
dicalonkan untuk menjadi prodiakon paroki. Ketentuan-ketentuan ini mutlak perlu
untuk membantu memilih dan menentukan prodiakon yang sesuai dan ketentuan
ini boleh ditambah sesuai dengan kebijakan dari setiap paroki. Berikut ini
beberapa ketentuan pokok yang harus dipenuhi oleh seorang yang dicalonkan
menjadi prodiakon paroki;
a. Memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga
Sebagai seorang yang dipercaya oleh banyak orang, maka seorang
prodiakon paroki harus mempunyai nama baik, dalam arti bahwa sikap dan
perbuatan mereka tidak melanggar norma-norma yang ada dan mereka hendaknya
memiliki iman yang utuh, serta mencerminkan nilai-nilai Kristiani di
tengah-tengah masyarakat (Prasetya, 2007: 46). Ini artinya bahwa mereka harus selalu
berusaha agar hidup mereka menjadi lebih baik dan dapat menjadi teladan bagi
tidak hanya berlaku untuk pribadinya sendiri karena alasan pribadinya yang baik
dan saleh, namun juga berlaku untuk seluruh anggota keluarganya. Oleh karena
itu, seluruh anggota keluarganya harus diberitahu bahwa betapa pentingnya
mereka dalam ikut menjaga nama baik keluarganya, karena hal tersebut sangatlah
mendukung keberadaannya sebagai prodiakon.
Jika dalam perjalanan pelayanannya di tengah-tengah umat mengalami
kesulitan dari dalam dirinya, di dalam keluarganya atau masyarakat, sebaiknya ia
segera mengundurkan diri sebagai prodiakon atau sekurang-kurangnya
menon-aktifkan dirinya dahulu dalam menjalankan tugasnya sebagai prodiakon. Hal ini
dimaksudkan agar tidak menjadi bahan perbincangan atau batu sandungan bagi
umat yang lainnya. Dalam hal ini, pastor paroki atau petugas yang lain juga dapat
menyarankannya (Martasudjita, 2010: 19).
b. Diterima oleh umat setempat
Selain memiliki nama baik secara pribadi maupun keluarga, bakal prodiakon
paroki yang dipilih harus bisa diterima oleh umat tempat ia berkarya. Seorang
prodiakon yang biasanya dapat diterima oleh lingkungannya adalah seorang yang
mempunyai kepribadian dan perilaku yang baik, mempunyai dedikasi dan
komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai pengetahuan
dan keterampilan yang memadai berkenaan dengan tugasnya, serta yang mampu
menyatukan, menyemangati dan memotivasi umat yang dilayaninya (Prasetya,
2007: 47). Untuk mendapatkan sosok prodiakon yang sesuai dengan harapan
prodiakonnya. Ini dimaksudkan karena umat sendirilah yang lebih mengetahui
keberadaan calon prodiakon yang akan berkarya di tengah-tengah mereka.
c. Mempunyai penampilan yang layak
Secara umum, menjadi seorang petugas itu harus mempunyai penampilan
yang menarik. Begitu pula dengan prodiakon paroki. Penampilan ini menyangkut
baik penampilan secara fisik maupun intelektual agar dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Secara fisik, tangannya tidak gemetaran secara berlebihan,
jalannya masih tegap atau tidak tertatih-tatih, masih bisa berbicara, mendengar
dan melihat dengan baik (Prasetya, 2007: 47). Sedangkan secara intelektual, ia
masih mampu berpikir cemerlang, masih mampu menangkap dan memahami
aneka pembicaraan dengan baik, memimpin doa dengan baik, membacakan Sabda
Allah dan berkhotbah dengan baik, dan sebagainya (Martasudjita, 2010: 20).
Sangat dianjurkan seorang prodiakon yang keadaannya sudah tidak
memungkinkan lagi jangan dipaksa untuk terus melayani.
4. Spiritualitas Pelayanan Prodiakon Paroki
Kata Spiritualitas berkaitan dengan kata Spirit atau Roh, yaitu daya kekuatan yang menghidupkan atau menggerakkan (Banawiratma, 1990:57).
Spiritualitas ini menunjuk pada bentuk kehidupan rohani yang dilandasi oleh
bimbingan Roh Kudus sendiri. Spiritualitas Kristiani selalu menunjuk pada hidup
rohani yang dipimpin oleh Roh Kudus untuk semakin mengimani dan mencintai
(Martasudjita, 2010:27). Artinya, hidup berdasarkan Roh Kudus merupakan suatu
kekuatan, di mana seseorang diharapkan dapat mengimani, mempertahankan,
memperkembangkan, mewujudkan iman, harapan dan cinta dalam kehidupannya
sehari-hari. Dengan demikian, seseorang dapat membangun hubungan pribadinya
dengan Allah dan menghayati tugas perutusannya lewat kehidupan yang
didasarkan pada bimbingan Roh Kudus.
Dalam usaha untuk semakin menghayati tugasnya sebagai seorang
prodiakon, maka ia diharapkan mampu mengembangsuburkan aneka keutamaan
dan spiritualitas hidupnya berdasarkan Roh Kudus. Berikut ini adalah spiritualitas
hidup yang perlu selalu dikembangkan oleh prodiakon paroki;
a. Prodiakon Paroki adalah Orang yang Beriman
Seorang Prodiakon Paroki yang diharapkan adalah seorang yang beriman
mendalam kepada Yesus Kristus. Dia diharapkan terbuka menerima sapaan dan
kehadiran, serta mau menanggapi dan mengamini tawaran keselamatan dari Allah,
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi seluruh manusia (Prasetya, 2007: 55). Di
sini ia diharapkan menjadi sosok yang beriman mendalam, peka dan dinamis agar
dapat menjadi bekal baginya untuk menggarami dunia dan menjadi teladan bagi
umat beriman lainnya. Dalam hal ini, ia diharapkan memiliki iman seperti Maria:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut
perkataanmu itu” (Luk. 1: 38). Siswata (1991: 17-18) mengungkapkan bahwa
sebagai seorang yang beriman mendalam, ia diharapkan beriman penuh kepada
Allah dan jauh dari hal-hal yang dapat menjadi sandungan bagi umat beriman
penguatan yang telah diterimanya. Artinya bahwa semangat dasar dalam
kehidupannya adalah meninggalkan dosa dan hidup seturut kehendak Allah.
b. Prodiakon Paroki Meneladan Semangat Diakon Tertahbis
Seorang Prodiakon Paroki adalah seorang yang dipilih untuk melaksanakan
sebagian tugas Diakon Tertahbis. Oleh karena itu, mereka diharap mampu pula
meneladan semangat Diakon Tertahbis dalam karya pelayanannya, yaitu dengan
menjadi pelayan Yesus Kristus dan sesamanya. Sebagai pelayan Tuhan, ia harus
hidup selaras dengan kehendak Allah, melayani Allah dan sesamanya dengan
penuh kasih dan kegembiraan. Ia diharapkan mengutamakan karya amal kasih dan
menjadi pribadi yang dikenal baik, seorang yang penuh kebijaksanaan, jauh dari
hal-hal yang dapat menjadi batu sandungan bagi umatnya, dan membiarkan
dirinya dituntun oleh Roh Kudus. Sebagai pelayan Yesus Kristus, sudah
sepantasnya kalau prodiakon paroki mengenal pribadi Yesus Kristus dan memiliki
semangat-Nya melalui hidup doa yang teratur, penerimaan sakramen-sakramen
(khususnya Sakramen Ekaristi), membaca dan merenungkan Kitab Suci, bertobat,
berpuasa dan menghidupi aneka devosi yang disediakan Gereja (Prasetya, 2007:
57). Selain itu, ia diharapkan mampu mewartakan Sabda yang didengarnya ke
dalam kehidupannya agar setiap orang dibawa kepada Allah (Siswata, 1991: 17).
Dalam hal ini, prodiakon perlu memperhatikan bahwa yang diwartakan dan
ditampilkan bukanlah dirinya sendiri melainkan pribadi Yesus Kristus.
Salah satu sisi dari hidup pelayanan prodiakon paroki adalah banyak hal
hati, pikiran, harta, kepentingan pribadi maupun keluarga. Tentunya semua itu
tidak terlepas dari kenyataan bahwa menjadi prodiakon paroki adalah sebuah
pengabdian (Martasudjita, 2010: 30). Pengabdian berarti terbuka untuk melayani
seperti semangat Diakon Tertahbis. Semangat melayani ini harus diupayakan
secara terus-menerus agar semakin mampu pula melibatkan diri demi kepentingan
umatnya, serta semakin bertanggungjawab akan tugas yang diembannya. Dalam
hal ini, sikap terbuka dan rela berkorban hendaknya selalu diperjuangkan serta
didasarkan pada kesungguhan dan ketulusan hati yang melayani tanpa pamrih atau
tanpa menuntut balas atas jasa-jasanya (Prasetya, 2007: 61).
Meski dipercayakan untuk melaksanakan sebagian tugas Diakon Tertahbis
dan meneladani hidup mereka, para prodiakon paroki perlu memperhatikan dan
menyadari bahwa mereka tetaplah seorang awam yang diharapkan mencari
Kerajaan Allah dengan mengurus hal-hal duniawi dan mengaturnya seturut
kehendak Allah (Siswata, 1991: 21).
c. Prodiakon Paroki Bersemangat Kerja Sama
Prodiakon paroki tidak dapat bekerja sendirian dalam karya pelayanannya.
Oleh karena itu, mereka diharapkan mampu mengembangkan sikap dan semangat
sebagai tim kerja. Prodiakon paroki diangkat oleh uskup untuk membantu
melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh pastor paroki kepadanya dalam
melayani umat beriman. Oleh karena itu, mereka diharapkan mampu mengenal
kehendak dan kebijaksanaan mereka, serta membangun kerja sama yang baik
dan saling pengertian agar tugas-tugas yang diembannya dapat dilaksanakan
dengan baik dan benar (Siswata, 1991: 21).
Selain harus mampu bekerja sama dengan uskup dan pastor parokinya, para
prodiakon juga sangat diharapkan mampu bekerja sama dan membangun
komunikasi antarprodiakon, dengan pengurus dewan paroki atau stasi atau
lingkungan dan dengan seluruh umat beriman yang dilayaninya.
d. Prodiakon Paroki Bersemangat sebagai Sesama Anggota Keluarga
Prodiakon paroki adalah seorang yang dipilih dan diangkat dari sebuah
keluarga untuk menjadi pelayan umat. Keberadaan mereka di tengah-tengah umat
dalam tugas perutusannya sangat ditentukan oleh keluarganya juga (Siswata,
1990: 18). Untuk itu, mereka diharapkan mampu untuk saling menjaga
keharmonisan dan nama baik dalam keluarganya. Dalam hal ini, hendaknya
mereka selalu berusaha meneladani Keluarga Kudus Nasaret (Prasetya, 2007: 55).
Ketika mereka memiliki keluarga yang harmonis dan membawa suasana
keharmonisan tersebut dalam pelayanannya, maka niscaya mereka akan melayani
umatnya sebagai sesama anggota keluarganya sendiri, sehingga prodiakon paroki
dengan leluasa dapat memberikan kesaksian tentang Yesus Kristus melalui relasi
yang akrab dengan umat yang dilayaninya.
e. Prodiakon Paroki Bersemangat Rendah Hati
Dalam menjalankan tugas pelayanannya, sedapat mungkin Prodiakon paroki
pintar, mudah meremehkan orang lain, acuh tak acuh, bahkan tampil jual mahal
dengan mempersulit pelayanan (Prasetya, 2007: 57). Jika bersikap demikian,
besar kemungkinan keberadaannya tidak dapat diterima dengan terbuka oleh umat
setempat. Sebaliknya, sebagai pelayan yang dipilih Tuhan untuk melayani, maka
sangat diharapkan seorang prodiakon memiliki sikap dan semangat yang rendah
hati dalam hidupnya, serta mengembangkan pelayanan yang murah hati demi
kepentingan bersama (Prasetya, 2007: 57).
Mengingat keberadaan prodiakon sangat penting dalam kehidupan beriman
umat dan perkembangan Gereja, para prodiakon tidak boleh mudah menyerah
dengan segala situasi sulit yang dihadapinya, maka dengan sikap rendahhati ini ia
diharapkan terbuka untuk mau terus-menerus belajar agar dirinya semakin
berkembang dan karyanya dapat dipertanggungjawabkan di tengah-tengah umat
(Prasetya, 2007: 60). Oleh karena itu, para prodiakon harus berusaha mengolah
hati dan pikirannya dengan baik, serta mau mengikuti segala pendampingan yang
diselenggarakan oleh pihak paroki demi perkembangan tugasnya ke arah yang
lebih baik. Mereka diharapkantidak boleh merasa cepat berpuas hati dengan
materi yang sudah didapatkannya, namun justru harus semakin bersemangat
dalam memperkembangkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mau belajar
terus-menerus.
Demikian beberapa spiritualitas yang harus selalu dihidupi dalam hidup
setiap prodiakon paroki agar keberadaannya di tengah-tengah umat sungguh
menarik dan semakin diterima. Keberadaan mereka ini diharapkan semakin
umatnya melalui tugas pelayanannya demi kemuliaan Tuhan. Dalam perjalanan
hidup mereka, tidak menutup kemungkinan jika prodiakon menghayati
spiritualitas yang lainnya. Aneka spiritualitas pelayanan prodiakon paroki ini tidak
dapat dihayati dan dihidupi jika tanpa bimbingan Roh Kudus yang menggerakkan
hati dan hidup mereka.
5. Pakaian Liturgis Prodiakon Paroki
Dalam kehidupan sehari-hari, busana atau pakaian seseorang menunjukkan
makna tertentu dan digunakan untuk fungsi tertentu pula. Begitu juga dalam tata
liturgi Gereja, pakaian atau busana liturgi berfungsi untuk menampilkan dan
mengungkapkan fungsi dan tugas pelayanan, untuk menonjolkan sifat meriah
pesta perayaan liturgi yang dirayakan, dan untuk melambangkan kehadiran Yesus
Kristus sebagai subyek utama liturgi (Martasudjita, 2010:49). Dari pernyataan
tersebut dapat dipahami bahwa busana atau pakaian juga dapat mengungkapkan
profesi seseorang.
Dalam menjalankan tugas pelayanannya, seorang prodiakon tidak boleh asal
tampil dengan memakai sembarang pakaian. Mereka diharapkan memakai
alba/jubah yang dapat diikat dengan singel dan samir. Alba merupakan pakaian
resmi liturgis untuk siapa saja yang bertugas liturgis, termasuk imam. Alba yang
baik adalah alba yang krahnya dapat menutup krah baju atau hem yang dipakai.
Hendaknya alba ini dibuat rapi dan merupakan terusan dari atas ke bawah dengan