BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
B. Hasil yang dicapai
Berikut ini diuraikan dampak pada pasien pengguna Nap3a setelah
menjalani proses rehabilitasi dengan terapi ilahiah. Adapun dampak real yang
nampak pada pasien ditinjau dari 3 (tiga) aspek yaitu spritual, kesehatan dan
sosial.
1. Spiritual
Perlu diingat bahwa salah satu faktor utama seseorang menjadi
pecandu adalah krisis pengetahuan dalam bidang agama, yang
menyebabkan ia tidak mampu untuk mengendalikan dirinya sendiri.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Gatot:
Dulu ibadah saya bolong-bolong, mungkin karena kurangnya
pengetahuan agama yang menyebabkan saya menjadi seorang pecandu
maka ketika awal menjalani rehabilitasi, bagi saya terapi d3ikir yang paling
berat godaannya, karena terapi ini bersifat terapi pendekatan kepada Allah,
apabila kita menjalaninya dengan khusyu’ dan penuh penghayatan maka disitu kita akan merasa lebih tenang dan adanya keinginan untuk bertaubat,
tapi Alhamdulillah untunglah para pengurus selalu membimbing dan
mengayomi, bahkan mereka sering memberikan do’a-do’a sebagai
20
56
pedoman hidup, jadi sekarang saya sudah mulai terbiasa dan tenang
menjalaninya.21
Hal ini juga sama dengan apa yang dikatakan ka Fadhly tentang
kondisi spritual Rendy
“Dulu Rendy sangat pembangkang ketika diajak untuk melaksanakan ibadah ia sering menolak dengan gaya bahasa yang agak membentak, namun Alhamdulillah sekarang ia sudah mulai belajar untuk tidak meninggalkan sholat lima waktu bahkan sudah mulai belajar puasa sunnah.”22
Proses rehabilitasi dari aspek spriritual ditujukan untuk
membangun pondasi agama pada diri pasien. Pihak pesantren menanamkan
ajaran-ajaran agama agar dapat membangun kesadaran jiwa pasien untuk
mengontrol diri (self control) dalam menghindari Nap4a.
Dari observasi dan wawancara yang dilakukan, penulis
menyimpulkan bahwa aspek spiritual merupakan treatment yang paling
esensi dalam proses rehabilitasi. Karena membangun kesadaran seseorang
dalam mengontrol diri merupakan kunci utama dalam menghindari Nap4a.
dampak yang nampak pada pasien berupa:
a. Takut akan dosa
b. Ta’at ajaran agama
c. Menjaga serta mempertahankan keseimbangan rohani
d. Rajin beribadah, dan
21
Wawancara pribadi dengan Gilang (pasien Na56a) tanggal 21 Juli 2011. Pukul 20:00 WIB.
h22 Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly (pengurus pondok pesantren), tanggal 12 agustus 2011. Pukul 11:00 WIB.
e. Tidak membangkang 23
Hal ini juga diungkapkan oleh Rendy bahwa agama merupakan suatu
pilar utama untuk tidak kembali menjadi pecandu.
“Sekarang saya lebih merasa takut untuk make lagi, jadi inget dosa terus, jadi udah takutlah sama yang namanya dosa”.24
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Gilang
“Tebelin iman di diri sendiri dulu deh, baru kita enggak akan tergoda buat make lagi”25.
Menurut pemimimpin pondok pesantren bahwa terapi 7dikir
merupakan terapi mental, artinya dengan ber87ikir dan berdo’a bisa menghadirkan sebuah penghayatan dan ketenangan dalam diri pasien,
sehingga pasien merasa lebih tenang untuk mulai menata kembali
hidupnya, bertaubat, menyesali perbuatannya menjadi pecandu dan
mampu membentengi dirinya untuk tidak kembali menjadi pecandu.26
2. Kesehatan
Sudah tidak diragukan lagi bahwa kesehatan pengguna Nap7a tidak
optimal artinya cukup rentan dengan berbagai penyakit akibat pengaruh
obat-obatan tersebut, maka proses rehabilitasi melalui terapi ilahiah ini
sangat diyakini mampu mengobati berbagai penyakit medis maupun non
23
Hasil pengamatan pada tanggal 25 Agustus pukul 14:00 WIB.
24 Wawancara pribadi dengan Rendy pada tanggal 21 Agustus pukul 20:00 WIB. 25
Wawancara pribadi dengan Gilang (pasien Na9:a), tanggal 21 Juli pukul 11:00 WIB. 26
Wawancara pribadi dengan pak H.Rhomdin (pemimpin pondok pesantren) tanggal 12 juli 2011 pukul 13:00 WIB
58
medis. Disini penulis dapat melihat konteks kesehatan bagi korban Nap;a
dengan dua opsi, yaitu kesehatan fisik dan kesehatan psikologi.
a. Kesehatan fisik
Terapi ilahiah terbukti dapat menyembuhkan pasien dari
penyakit fisik yang cukup parah, bahkan pada pasien sakau sekalipun.
Pasien yang dianggap sembuh dari Nap;a berarti fisiknya sudah bersih
dari efek Nap;a. Diantaranya yaitu:
1) Mata tidak berwarna merah dan tidak berair.
2) Hidung tidak meler.
3) Nafsu makan meningkat
4) Dapat tidur dengan nyenyak
5) Kondisi badan lebih fit, dan
6) Tubuh terlihat segar bugar kembali.27
Pada aspek kesehatan fisik ini, terapi telunjuk petirlah yang sangat
bekerja efektif dalam memulihkan kondisi fisik pasien, mulai dari masa
detoksifikasi (menetralisir racun Nap;a), maupun masa penyembuhan
pasien ketika menjalani perawatan di pondok pesantren. Kondisi fisik
Andy dan Gilang sebelum melakukan terapi ilahiah sangat jauh dari
keadaannya yang sekarang. Mereka bercerita sendiri ketika dari mulai
pertama kalinya melakukan terapi mereka merasakan langsung khasiat
dari pada terapi ilahiah ini, efek Nap;a yang mereka rasakan menjadi
lebih berkurang, mereka sudah tidak lagi merasa gelisah seperti tidak
2 7
nafsu makan, tidak nyenyak tidur, bahkan mereka merasa lebih sehat
dan bugar.28
Hal tersebut sesuai dengan pengamatan penulis selama melakukan
wawancara dengan kedua pasien tersebut, bahwa ciri-ciri efek Nap<a
tidak nampak pada Rendy dan Gilang, keduanya tampak terlihat sehat
dan bugar, bahkan Gilang mengaku ia sangat beruntung diantara
teman-temannya terdahulu, karena ia bisa sampai di Pondok Pesantren ini
untuk direhabilitasi dan diobati sampai bisa sembuh seperti saat ini.29
Keefektifan terapi ilahiah untuk mengobati berbagai penyakit fisik
ini dikarenakan adanya kekuatan d<ikir dan do’a yang dilantunkan oleh sang terapis, maka d<ikir dan do’a tersebut menjadi sugesti ke dalam tubuh pasien dengan harapan dan penuh penghayatan sehingga pasien
lebih cepat sembuh.30
Jika digambarkan dalam ilmu medis, d<ikir dan do’a atau bergantung kepada Allah mempunyai kekuatan yang luar biasa. Di
dalamnya terdapat kekuatan psikoreligius, yang dalam keilmuan
termasuk dalam cabang psikoneuro-ondokrim-immunologi, yang
artinya kondisi psikis akan mempengaruhi saraf dan selanjutnya
28
Wawancara pribadi dengan pak H.Rhomdin (pemimpin pondok pesantren) tanggal 12 juli 2011 pukul 15:00 WIB
29
Hasil pengamatan pada tanggal 25 Agustus pukul 16:00 WIB.
30
Wawancara pribadi dengan pak H.Rhomdin (pemimpin pondok pesantren) tanggal 12 juli 2011 pukul 14:00 WIB
60
mempengaruhi kelenjar, dan kelenjar akan mengeluarkan cairan dalam
tubuh yang disebut dengan endokrim31
b. Kesehatan psikologi
Dari sisi psikologi terapi ilahiah mampu menyeimbangkan kembali
kondisi psikis pasien menjadi seperti sedia kala, berikut dampak psikis
yang nampak pada pasien berupa:
1) Pasien merasa lebih tenang jiwanya
2) Lebih dewasa dalam menyikapi dan menjalani hidup
3) Tidak merasa tertekan dan mengikuti segala peraturan yang ada
4) Menghargai dan mensyukuri fungsi jasmani
5) Menyesali perbuatannya yang dahulu sebagai pecandu dan berjanji
tidak akan mengulanginya.32
Dari segi psikologis, penulis dapat membandingkan keduanya dari
segi perilaku dan sikap mereka masing-masing, hal ini dapat penulis
amati ketika melakukan wawancara pada keduanya, jika Gilang terlihat
lebih dewasa, lebih matang dalam melihat masa depannya, dan sopan
dalam berbicara lain hal dengan Rendy, Rendy lebih terlihat seperti
kekanak-kanakan, masih terlihat sangat labil.33
Hal tersebut juga diungkapkan oleh kak Fadhly tentang Rendy
31
Ust. Mujaddidul Islam Mafa. “Menyibak Kedasyatan Dzikir”. (Lumbung Insani, 2009) cet ke 1, h 121
32
Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly (pengurus pondok pesantren), tanggal 15 agustus 2011. Pukul 09:00 WIB.
33
“Rendy memang baru tinggal beberapa bulan di sini, tetapi kami ingin menguji Rendy dengan memberi i=in untuk pulang ke rumahnya, namun setelah seminggu lamanya ternyata Rendy tak kunjung datang ke Ponpes akhirnya kami mendatangi rumahnya untuk menjemput ia, dan Alhamdulillah neneknya mengaku bahwa sudah ada perubahan pada diri Rendy terutama dengan gaya bicaranya, tidak seperti gaya bicaranya yang dulu agak nyeleneh”.34
Maka, di sini terlihat bahwa Rendy sudah mulai mendewasakan
dirinya dengan gaya dan tutur bahasa yang lebih sopan terutama kepada
keluarganya, jadi dari segi psikologis Rendy sudah mengalami
peningkatan yang baik.
Andy pun mengakui bahwa banyak sekali pelajaran yang
berharga yang ia dapat di pondok pesantren ini untuk diamalkan ketika
di luar nanti, salah satunya yaitu ingin bisa membantu mengobati orang
lain.35
Perubuhan psikologis yang terjadi pada diri mereka merupakan
suatu pencapaian yang sangat luar biasa, hal ini karena usaha pengurus
pondok pesantren yang tidak hanya sebagai terapis tetapi juga sebagai
konsultan, pengajar dan pembimbing mereka yang secara intens
memberikan pembekalan agama yang sangat mendalam.
Kedekatan para pengurus juga sangat dirasakan oleh Gilang
Pengurusnya memang sangat mengayomi, kami selalu diajarkan do’a-do’a sebagai pegangan hidup jadi lama-lama kami mulai terbiasa dan tidak merasa terpaksa untuk melakukannya. Dan dari kedekatan tersebut kami seperti mempunyai keluarga baru.36
34 Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly (pengurus pondok pesantren), tanggal 12
agustus 2011. Pukul 11:00 WIB.
35
Wawancara pribadi dengan Rendy pada tanggal 21 Agustus pukul 20:00 WIB. 36
62
3. Sosial
Proses rehabilitasi dari aspek sosial diberikan dengan memberikan
bimbingan atau konsultasi kepada pasien, hal ini ditujukan agar pasien
dapat bersosialisasi kembali secara bebas, sehat, sesuai hukum dan
diterima di masyarakat. Dampak yang dapat dilihat dari perbaikan aspek
sosial ini berupa perubahan prilaku yang menonjol, di antaranya:
a. Sikap yang terlihat sopan
b. Bertanggung jawab
c. Dapat dipercaya, dan
d. Aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi 37
Pada aspek sosial ini, kak Fadhly bercerita bahwa, pimpinan
pondok sering menguji santri dengan menyuruh santri tersebut untuk
mengerjakan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh santri misalnya
dalam hal menyangkul, pak haji sambil berkata “sini coba ikut nyangkul,
pak haji aja sudah S2 masih mau nyangkul”.
Perkataan tersebut mengandung pesan yang sangat bermakna
disamping mengajarkan agar santri lebih bersikap sederhana, tetapi juga
agar mampu dipercaya dan bertanggung jawab dalam melakukan hal
apapun bahkan suatu pekerjaan yang belum pernah dilakukan oleh santri
tersebut.38
37
Wawancara pribadi dengan pak H.Rhomdin (pemimpin pondok pesantren) tanggal 12 juli 2011 pukul 13:00 WIB
38
Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly (pengurus pondok pesantren) tanggal 25 agustus pukul 11:00 WIB.
Jika perubahan tersebut benar-benar terlihat maka pihak pondok
pesantren memberikan sertifikat, sebagai bukti bahwa si pasien sudah
dinyatakan sembuh atau bersih dari Nap>a, dan dengan adanya serifikat
tersebut sangat membantu si pasien untuk bersosialisasi kembali
dimasyarakat atau membangun kepercayaan diri sehingga mampu
memfungsikan kembali status sosialnya di masyarakat.
Pemimpin pondok pesantren juga mengatakan bahwa.”Satu hal yang perlu diingat, perhatian orang tua atau keluarga terhadap pasien
sangat mempengaruhi kesembuhannya, karena dengan perhatian tersebut
pasien merasa diperdulikan jadi perlu adanya kerja sama yang baik antara
pihak pondok pesantren dan pihak keluarga pasien”.39
Efektifitas terapi ilahiah terhadap pasien Nap>a tidak hanya
mengobati pasien dari segi fisik, namun pasien mengalami Perubahan
internalisasi pada aspek spritual serta sikap, mencapai 99 % dari
sebelumnya, bahkan mereka selalu berupaya untuk berubah menjadi lebih
baik lagi, hal ini dikarenakan adanya sentuhan spritualitas yang tinggi
antara pengurus pondok pesantren terhadap para pasien melalui terapi
ilahiah.40
Pentingnya pemahaman agama di dalam praktek psikiater sebagai
pedoman untuk mampu memberikan pelayanan kerohanian terhadap
pasien, selama ini banyak pasien yang mengeluh jika berobat ke dokter,
39
Wawancara pribadi dengan Rasyid Fadhly (pengurus pondok pesantren) tanggal 25 agustus pukul 11:00 WIB.
40
64
karena setelah di diagnosa pasien hanya diberikan obat tanpa dimengerti
atau dipahami kebutuhan pasien saat ini.41
Tidak hanya sampai di sini, pentingnya peran agama bagi pasien
Nap?a juga mampu membentengi pasien untuk tidak kembali menjadi
pecandu. Maka prinsip terapi ilahiah di sini yaitu berobat dan bertaubat.42
41
Prof. Dr. Dr. Dadang Hawari, Psikiater. Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikolog. (Jakarta:FKUI, 2002) h, 24
42
Prof. Dr, dr, H. Dadang Hawari. “Terapi (detoksifikasi) dan Rehabilitasi Napza”. (UI PRESS, Jakarta. 1999), h. 20.
65 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan ini, penulis dapat menguraikan beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Terapi Ilahiah
Terapi ilahiah adalah cara pengobatan dengan menggunakan
pendekatan agama atau bersifat religius karena mengutamakan d@ikir dan
do’a, artinya dari keseluruhan terapi yang dilakukan tidak terlepas dari d@ikir dan do’a. Tahapan dari terapi ilahiah itu adalah terapi mandi, minum air do’a, terapi telunjuk petir dan terapi d@ikir syifa’.
Sebelum melakukan terapi ilahiah, pasien terlebih dahulu mengisi
beberapa formulir seperti form riwayat penyakit, riwayat Nap@a dan tes
psikotes, setelah itu pasien langsung menjalani detoksifikasi dan diisolasi
paling lama selama 10 hari. Terapi mandi dilakukan pada malam hari
dengan cara mencampurkan garam ke dalam Satu kulah dan air tersebut
telah melalui proses do’a oleh sang pemimpin pondok, terapi minum air do’a dilakukan ketika sebelum melaksanakan terapi telunjuk petir, terapi telunjuk petir dilakukan seminggu tiga kali, dan terapi d@ikir syifa’ dilakukan setiap setelah sholat lima waktu.
Mengulas sedikit tentang d@ikir dan do’a, d@ikir adalah suatu tarekat agar manusia selalu mengingat Allah sedangkan do’a adalah suatu tata
66
cara atau jalan manusia untuk memohon dan berharap, maka dBikir dan do’a mempunyai sisi kesamaan yang tidak dapat dipisahkan, dengan mengucap dBikir dan berdo’a setiap saat maka akan mempermudah proses penyembuhan, karena adanya pengharapan yang sangat mendalam sehingga secara langsung menjadikan pasien tersugesti untuk sembuh. Dan oleh sebab itu juga terapi ilahiah sangat diyakini mampu mengobati penyakit medis dan non medis.
2. Hasil yang dicapai
Pondok Pesantren Hikmah Syahadah mempunyai tanggung jawab
yang sangat besar dalam melayani pasien NapBa, karena tidak hanya bisa
mengobati pecandu sehingga menjadi sembuh total dari racun-racun
obat-obatan terlarang, namun pihak ponpes juga harus mampu memberikan
bekal agama untuk mampu membentengi para pecandu agar tidak
terjerembab kembali ke dalam pergaulan yang salah sehingga
menyebabkan sang pasien terpengaruh untuk kembali menjadi pecandu.
Maka di sini lah pentingnya peran agama, hal tersebut juga dikemukakan
oleh clinebell, H. (1981), Hawari, D. (1997) dan Siera, V. (2000) yang
menyatakan bahwa peran agama sangat penting dalam melakukan terapi
NAPZA, oleh karenanya perlu diperhatikan pentingnya komitmen agama
bagi pasien, pengaruh peran agama dalam membentuk kepribadiannya,
dan memahami pengaruh terapi psikoreligius dalam menekan angka
kekambuhan.1
1
Prof. Dr. Dr.H. Dadang Hawari, Psikiater. Dimensi Religi Dalam Praktek Pskiatri dan Psikologi. (Jakarta: Gaya Baru. 2005) cet ke 1, h. 39.
B. Saran-saran
Sedikitnya penulis akan menulis saran-saran yang bisa menjadi masukan
bagi Pondok Pesantren Hikmah Syahadah yaitu sebagai berikut:
1. Membangun kerja sama yang lebih baik dengan orang tua atau keluarga
pasien, agar pihak keluarga pasien lebih intens dalam mengontrol
perkembangan pasien, sehingga pasien merasa diperdulikan oleh
keluarganya sendiri, karena hal tersebut sangat mempengaruhi psikologis
dan mempercepat kesembuhannya.
2. Terapi ilahiah sangat berguna menyembuhkan pasien NapCa dari berbagai
efek obat tersebut, namun disamping pembekalan agama perlu adanya
program pendampingan khusus dari praktisi pekerja sosial agar lebih
meyakinkan jika pasien benar-benar dinyatakan sembuh dan tidak akan
PEDOMAN OBSERVASI
NO TOPIK TERAPI METODE ILAHIAH OBSERVASI
1 Metode Terapi Ilahiah Proses pelaksanaannya - Tahap detoksifikasi
- Tahap terapi minum air do’a - Tahap terapi telunjuk petir - Tahap terapi mandi malam - Tahap terapi dEikir syifa’ 2 Hasil yang dicapai
- Perubahan pasien pada kondisi spritualnya
- Pasien dinyatakan sembuh atau sehat dari sisi fisik dan
psikologisnya
- Pasien dinyatakan mampu
memfungsikan sosialisasinya atau dapat dipercaya dan tanggung jawab atas segala perintah yang amanatkan oleh pengurus ponpes.
Sikap pengurus yang selalu mengayomi, membimbing dan menasehati pasien.
Riwayat NAPZA : alkohol, polium dan ganja
Tanggal Lahir :Tangerang, 20 januari 1995
Tahun Masuk Panti : 23 maret 2011
Umur : 16 tahun
Fisik Badan : sedang, kurus, warna kulit sawo matang
Psikis : tertutup, arogan, dan agak sedikit nyeleneh
Pekerjaan Ibu : -
Riwayat hidup pasien :
Andy adalah anak tunggal dari pasangan suami isteri yang bernama
supardi dengan seorang wanita bernama Rusda, ketidak harmonisan hubungan
keluarganya yang menyebabkan orangtua Andy bercerai dan memlilih untuk
tinggal di jakarta, akhirnya sejak balita Andy sudah dititipkan kepada sang
nenek, maka secara emosional Andy lebih dekat dengan sang nenek bahkan
hingga saat ini yang menjadi motivasinya untuk bisa sembuh adalah neneknya.
Penulis agak kerepotan ketika mewancarai tentang orang tua Andy, karena Andy
sangat acuh dan tidak memperdulikan keadaan orangtuanya, tempat tinggal serta
pekerjaan mereka pun Andy tidak mengetahuinya, dan saat ini Andy hanya
berfikir “yang penting w di kasih tempat tinggal dan masih dikirimin duit,
syukur-syukur hidup w enggak terlantar”
Andy mengenal alkohol, ganja dan polium dari teman sepermainannya
pecandu adalah depresi karena perpisahan orangtua dan lingkungan, menurut
informasi yang diperoleh penulis dari seorang pengurus ponpes yaitu kak fadhly
tentang Andy, awalnya Andy sangat pembangkang, bahkan ia selalu berusaha
kabur, namun Alhamdulillah selalu tertangkap oleh para pengurus, dan sempat
menjalani shock terapi selama tiga hari.
Pada awalnya Andy sangat shock dengan lingkungan ponpes rehabilitasi,
bagi dia ini sangat terasa asing, apalagi ketika melihat orang yang mengalami
gangguan jiwa berkeliaran di sekitar ponpes, Andy juga mengaku sangat
kesakitan ketika pertama kali diterapi telunjuk petir, namun ia sangat merasakan
khasiatnya, ia jadi merasa lebih rileks, nafsu makan dan bisa tidur nyenyak,
bahkan Andy menjadi seperti ketagihan ingin terus diterapi telunjuk petir. Usia
Andy di ponpes rehabilitasi sudah berjalan hampir empat bulan, banyak sekali
perubahan yang terjadi pada dirinya, mulai dari segi sikap dan ibadah, ia
sekarang sudah mulai merasa betah tinggal di ponpes dan sudah rajin sholat lima
waktu bahkan sudah mulai mencoba berpuasa sunnah, saat ini tugas pengurus
ponpes terhadap Andy adalah memberikan bekal berupa pelajaran agama yang
mampu menjadi pondasi yang kuat bagi Andy untuk tidak kembali
2. Nama : Gilang (nama samaran)
Riwayat NAPZA : Alkohol, Meriana dan ganja
Tanggal Lahir :Tangerang, 16 maret, 1987
Tahun Masuk Panti : 20 November 2010
Umur : 23 tahun
Fisik Badan : Sedang, kurus, warna kulit hitam manis
Psikis : santai, sopan, dewasa dan lebih terbuka
Pekerjaan Ibu : staf departemen luar negeri
Riwayat hidup pasien :
Gilang adalah anak pertama dari tiga bersaudara, ayahnya sudah
meninggal ketika ia duduk di kelas tiga SD, Gilang dan keluarga tinggal di jl.
Otista 3, Kp Melayu. Jakarta Timur. Sejak ayahnya telah meninggal, Gilang
merasa kurang diperhatikan karena sang ibu sibuk bekerja dan mengurus kedua
adiknya, mulai saat itu juga rasa keingintahuan gilang dengan hal baru
membuncah sehingga terbawa pergaulan yang salah.
Gilang sudah mengenal dengan minum-minuman alkohol dan rokok
semenjak ia duduk dikelas tiga SD, lalu di akhir tahun kelas 6 SD ia
mengkonsumsi ganja dan meriana. Sebenarnya awal mula sang mamah
mengetahui ia mengkonsumsi NAPZA itu dari para tetangga, hingga akhirnya ia
Pertama kali di rehabilitasi di sini sangat berat namun sekarang ia sadar
bahwa hidup terus berjalan, dan kini saatnya ia harus bangkit untuk berubah demi
meraih masa depan. Kondisi ibadah Gilang sebelum masuk ke Ponpes sangat jauh
berbeda dengan keadaannya yang sekarang, dulu Gilang nyaris selalu
meninggalkan sholat lima waktu tetapi Alhamdulillah berkat bimbingan dan
nasehat-nasehat para pengurus yang membuat Gilang berubah dan menyesali
perbuatannya yang dahulu.
Bagi Gilang terapi yang paling berat adalah terapi dFikir, “karena sangat berat melawan kantuk dan rasa malas, padahal kalau kita bisa khusyuk dan bisa
meresapi, dengan sendirinya kita akan merasakan flash back hingga meneteskan
air mata”, begitulah pengakuan Gilang.
Gilang juga menceritaan pengalamannya ketika pertama kalinya menjalani
terapi telunjuk petir, Gilang mengaku sangat kaget dan kesakitan, seperti ada yang
nyetrum dari dalam tubuh, tetapi setelahnya ia merasakan tenang, badan jadi
terasa enteng.
Gilang saat ini semakin dewasa dalam menyikapi hidup, ia ingin melakukan
yang terbaik untuk orang-orang sekitarnya, dan menyesali perbuatannya yang
terdahulu sebagai pecandu, karena tidak hanya merasakan efeknya bagi tubuh
Pedoman Wawancara
A. Biodata Pengurus Ponpes Hikmah Syahadah
1. Nama Informan :Rasyid Fadhli
2. Jenis Kelamin Informan :Laki-laki
3. Umur Informan :24 Tahun
4. Alamat Informan :Kp. Kadongdong Rt 002/003
5. Bidang yang ditangani Informan :Ketua Pelaksana Harian.
6. Tanggal wawancara : 20 Juli 2011
7. Tempat Wawancara : Ponpes Hikmah Syahadah
8. Waktu Wawancara : 09:00 WIB
B. Wawancara
1. Bisa di ceritakan mengapa awal mulanya pondok pesantren ini menjadi ponpes rehabilitasi?
Jawab: jadi waktu itu tahun 1998, pondok ini hanya sebagai balai pelatihan ilmu bela diri dan al-hikmah, biasanya kita belajar setiap hari sabtu- minggu, murid-muridnya pun berasal dari luar desa, lama-kelamaan si salah satu murid mengusulkan untuk membangun kobong sebagai tempat peristirahatan sekaligus untuk menginap. Seiring berjalannya waktu ada salah satu masyarakat yang menitipkan anaknya yang mengalami gangguan jiwa untuk bisa tinggal d pondok dan di sembuhkan, awalnya kami sangat menolak karena memang pondok ini di bangun hanya untuk belajar ilmu bela diri dan alhikmah, tapi pihak keluarga sangat memohon dan mendesak akhirnya kami memberikan