• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap II. In Vivo pada Ayam Petelur

F. Heat shock protein

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyembelih ayam pada akhir penelitian. Sampel yang digunakan adalah otak (hypothalamus) ayam (Dridi et al. 2013) untuk analisa ekspresi gen heat shock protein (HSP 70), selanjutnya sampel (30 mg) dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1.5 ml yang berisi ribonucleic acid (RNA) later sebanyak 500 µl. Sampel kemudian disimpan pada suhu -200C untuk analisa ekspresi gen. Tahapan untuk analisa ekspresi gen adalah sebagai berikut: 1. Isolasi dan ekstraksi RNA

Isolasi RNA: Isolasi RNA yang berasal dari otak (hypothalamus) dilakukan menggunakan metode GeneJET RNA purification kit (Thermo scientific, Lithuania, EU) dengan langkah-langkah sebagai berikut: sampel ± 30 mg dimasukkan kedalam 300 µl bufer lisis yang berisi -mercaptoethanol, kemudian sampel dihaluskan dengan micro pestle. Ditambahkan 600 µl Proteinase K (10 µl Proteinase K diencerkan dalam 300 µl TE Buffer), kemudian divortex dan diinkubasi selama 10 menit di suhu ruang, setelah itu disentrifus selama 5 menit 12000 rpm dan bagian supernatan dipindakan ke dalam tabung baru dan ditambahkan 450 µl etanol dan dicampur dengan pipeting. Larutan dipindahkan ke tabung kolom dan disentrifus 12000 rpm selama 1 menit. Larutannya dibuang, kemudian ditambahkan 700 µl wash buffer 1 (yang berisikan etanol) ke dalam kolom dan disentrifus 12000 rpm selama 1 menit, larutannya dibuang kemudian ditambahkan 600 µl washing buffer 2 (yang berisikan etanol) ke dalam kolom

17 kemudian disentrifus 12000 rpm selama 1 menit. Larutan dibuang, ditambahkan 250 µl washing buffer 2 dan disentrifus 12000 rpm selama 2 menit, kemudian kolom dipindahkan ke tabung 1.5 µl. Setelah ditambahkan 100 µl nuclease free water, sampel disentrifus 12000 rpm selama 1 menit. Pelet RNA (template) yang diperoleh disimpan pada suhu -200C sampai siap digunakan.

2. Reverse transcriptase

RNA hasil isolasi selanjutnya ditranskripsi ke dalam bentuk complementary DNA (cDNA) menggunakan metode kit trancriptor synthesis first strand cDNA (Thermo Scientific, Lithuania, EU) dengan langkah-langkah sebagai berikut : larutan terdiri dari 2 µl template RNA, 1 µl oligo (dT) dan 9 µl air. Larutan diinkubasi pada suhu 650C selama 5 menit, selanjutnya ditambahkan 4 µl 5xRB (buffer), 1 µl riboblock, 2 µl dNTP dan 1 µl reverse transcriptase, selanjutnya larutan diinkubasi menggunakan polymerase chain reaction (PCR) (GeneAmp PCR System 9700, AB Applied Biosystem) pada suhu 420C selama 5 menit dan

780C selama 5 menit. Kuantifikasi cDNA yang didapat dianalisa (absorbansi 260:280 nm yaitu 1.91 s.d 2.03) menggunakan spektrofotometer (Agilent 8453, USA).

3. Primer gen HSP70

Primer yang digunakan untuk housekeeping gene (GAPDH) terdiri atas : Forward- 5’GTG TTA TCA TCT CAG CTC CCT CAG-γ’, Reverse-5’GGT CAT AAG ACC CTC CAC AAT G’γ (275 bp) dan primer yang digunakan untuk mengamflifikasi mRNA HSP 70 terdiri atas : Forward-5’GAC AAG AGT ACA GGG AAG GAG AAC-γ’, Reverse-5’CTG GTC ACT GAT CTT TCC CTT CAG- γ’ (222 bp) (Al-Zhgoul et al. 2013).

4. Ekspresi gen HSP 70.

cDNA digunakan untuk ekspresi gen HSP70 dengan menggunakan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) (Analytic Jena, AG qTower 4 kanal, Jerman). Reaksi RT-PCR menggunakan SYBR Green Select Master Kit (Appied Biosystem, USA) yaitu: 10 µl reaksi campuran yang digunakan mengandung 5 µl master mix; 0.25 µl primer forward dan 0,25 µl primer reverse, 1 µl cDNA dari sampel dan 3.5 µl nuklease-bebas air. Kondisi PCR dijalankan sebagai berikut, 950C selama 5 menit, 950C selama 10 detik (denaturation), diikuti dengan 600C selama 20 detik (Annealing) dan 720C selama 30 detik (extension). Proses PCR berlangsung selama 39 siklus.

Ekspresi gen HSP70 dihitung berdasarkan pendekatan jumlah relatif kuantitas mRNA gen target (HSP70) dengan gen kontrol (GAPDH) dengan metode perbandingan cycle threshold(Ct). Ekspresi antara gen target dengan gen kontrol

dapat dibandingkan dengan persamaan 2-∆∆Ct, dengan delta delta C

t (∆∆Ct) = Ct gen

target – Ct gen kontrol (Schmittgen dan Livak 2008).

Analisis data

Data diolah dengan analysis of variance (ANOVA) dengan menggunakan program SPSS® 21.0. Perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Steel dan Torrie 1995).

19

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Nutrien dan Senyawa Non Nutrien Tepung Kulit Manggis Hasil analisis kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis (TKM) disajikan pada Tabel 2.

Bahan pakan yang belum umum digunakan jika digunakan sebagai bahan pakan (substitusi maupun suplementasi) dianalisa terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan nutrien dan senyawa non nutrien sebagai pertimbangan dalam menyusun ransum dan menentukan tindakan-tindakan atau penerapan teknologi khusus sehingga nutrien yang dimiliki dapat dimanfaatkan lebih efektif.

Hasil analisis kandungan nutrien TKM (Tabel 2) menunjukkan, bahwa TKM belum dapat memenuhi syarat sebagai bahan pakan utama maupun substitusi, akan tetapi TKM dapat dijadikan sebagai salah satu sumber antioksidan alternatif. Hal ini dilihat dari kandungan senyawa non nutrien seperti antioksidan, saponin dan tanin. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode 1.1-diphenyl-1- picrylhidrazyl (DPPH) menunjukkan bahwa bioaktif dalam TKM bekerja dominan sebagai antioksidan dengan mekanisme sebagai penangkap radikal bebas (radical scavenger). Antioksidan yang dimiliki kulit manggis berasal dari senyawa fitokimia terutama xanthone dan turunannya seperti : α - mangostin (78% dari kandungan total xanthone) (Kurose et al. 2012). TKM memiliki kandungan antioksidan (IC50)

yaitu 11.15 ppm. Nilai ini tidak bebeda jauh dengan kandungan antioksidan yang dimiliki oleh vitamin E (10.43 ppm) (Kurniawati 2011) dan vitamin C (9.43 ppm). Nilai antioksidan yang semakin kecil dalam suatu produk menunjukkan semakin besar aktivitasnya dan sebaliknya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kandungan saponin sebesar 8.24 g 100 g-1 (0.08 g kg-1 ransum) dan tanin sebesar 32.49 g 100 g-1 (0.32 g kg-1

Tabel 2 Kandungan nutrien dan senyawa non nutrien tepung kulit manggis

Kandungan Nutrien Jumlah

Bahan kering % 92.171 Kadar abu % 2.371 Protein kasar % 4.371 Lemak kasar % 0.981 Serat kasar % 24.201 Beta – N % 60.251

Energi bruto (kkal kg-1) 4676.001

Ca % 0.121 P total % 0.021 Saponin (g 100 g-1) 8.242 Tanin (g 100 g-1) 32.492 α – mangostin (ppm) 40.633 Antioksidan (IC50 (ppm)) 11.153

Keterangan : 1 Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan; 2 Laboratorium Balai Penelitian Ternak; 3 Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka.

20

ransum) yang terdapat di dalam TKM berada dalam batas toleransi untuk ransum ayam. Batas toleransi saponin dan tanin di dalam ransum ayam yaitu 4.5 g kg-1 (Abbas 2013) dan 2.6 g kg-1 (Kumar et al. 2005), oleh karena itu TKM mengandung saponin dan tanin yang rendah dan tidak bersifat toksik serta dapat digunakan di dalam ransum unggas.

Dampak Suhu Kandang terhadap Produktivitas dan Ekspresi Gen Heat

Shock Protein 70 pada Ayam Petelur

Performa Ayam Petelur

Rataan performa ayam petelur disajikan pada Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukan bahwa performa ayam petelur (Tabel 3) tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda (Gambar 2 dan Gambar 3).

Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Komalasari (2014) bahwa suhu kandang yang berbeda (220C, 280C dan 340C) tidak mempengaruhi performa

(konsumsi ransum, berat telur, produksi telur, konversi ransum dan mortalitas) ayam petelur dan ayam kampung, akan tetapi dipengaruhi oleh bangsa ayam. Ayam kampung memiliki performa lebih rendah dibandingkan ayam petelur. Berbeda dengan hasil penelitian Amizar (2014) bahwa performa ayam broiler dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda, performa terbaik diperoleh pada ayam broiler yang dipelihara dengan suhu kandang terkontrol menggunakan air conditioner dibandingkan ayam broiler yang dipelihara pada kandang suhu tropis.

Parent stock ayam petelur dan ayam broiler sudah lama didomestikasi di Indonesia, namun respon diantara kedua ayam tersebut berbeda. Ayam petelur beradaptasi mulai dari 0 – 24 minggu diduga sudah mulai terbiasa dengan suhu lingkungan tropis, jika ayam petelur mengalami stres panas sebagai akibat meningkatnya suhu lingkungan, ayam petelur memiliki laju pertumbuhan dan metabolisme yang lambat serta rentang waktu yang panjang bisa digunakan untuk recovery sehingga lama-kelamaan stres yang dialami menjadi hal yang biasa tanpa mempengaruhi performa. Berbeda dengan ayam broiler yang memiliki siklus hidup yang singkat (0 – 5 minggu), responsif terhadap perubahan suhu lingkungan, laju pertumbuhan dan metabolisme yang sangat cepat guna menghasilkan performa optimal sehingga apabila menerima stres dari lingkungan akan cepat bereaksi. Tabel 3 Rataan performa ayam petelur umur 24 – 34 minggu

Peubah Perlakuan

R0 (n = 40) A (n = 40) Konsumsi ransum (g ekor-1 hari-1) 10γ.75±λ.γ1 10γ.λ5±1β.γ1 Berat telur (g butir-1) 5γ.1γ±1.77 55.β8±1.55 Produksi telur harian (%) 86.65±λ.βλ 85.75±7.λγ Masa telur (g ekor-1) γ57γ.ββ±1γ6.64 γ666.λ1±115.48

Konversi ransum β.β5±0.08 β.18±0.08

Mortalitas (%) β.5 0

Keterangan : R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC).

21

Gambar 2 Rataan suhu dan kelembaban pada kandang terbuka selama penelitian (R0)

Gambar 3 Rataan suhu dan kelembaban pada kandang tertutup selama penelitian (A)

22 24 26 28 30 32 34 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 Su h u ( 0C) Minggu Ke 40 50 60 70 80 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 Kele m b ab an ( %) Minggu Ke 22 24 26 28 30 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 Su h u ( 0C) Minggu Ke 60 65 70 75 80 85 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 Kele m b ab an ( %) Minggu Ke

22

Performa ayam petelur (konsumsi ransum, berat telur dan produksi telur) setiap minggu (Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6) umur 24 minggu-34 minggu menunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan R0 tidak berbeda dengan perlakuan A.

Gambar 4 Rataan konsumsi ransum ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang

tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

.

Gambar 5 Rataan berat telur ayam petelur setiap minggu umur 24-34 minggu. R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

. 80 85 90 95 100 105 110 115 120 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 K ons um si r ans um ( g ekor -1 h ar i -1) Umur (Minggu) 45 50 55 60 65 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 B er at t el ur ( g b uti r -1) Umur (Minggu)

23

Kualitas Fisik Telur Ayam

Rataan kualitas fisik telur ayam petelur disajikan pada Tabel 4. Hasil uji statistik menunjukan bahwa suhu kandang yang berbeda selama penelitian berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap warna kuning telur, sedangkan persentase kerabang telur, persentase kuning telur, persentase putih telur, tebal kerabang, haugh unit (HU) dan warna kerabang telur tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda.

Deposit pigmen warna kuning telur dipengaruhi oleh jenis pigmen dalam ransum (Leeson dan Summers 2005), bangsa, jenis ayam, kondisi kandang (cage and floor) (Marussich dan Bauernfeind 1981), lipid, antioksidan, antibiotik, obat- obatan (Karunajeewa et al. 1984) dan intensitas cahaya (Fletcher et al. 1977; Fletcher 1981; Janky et al. 1985; Woodward et al. 1986). Marussich dan Bauernfeind (1981) menyatakan bahkan ayam yang dipelihara berasal dari bangsa, jenis dan kondisi kandang yang sama dapat menghasilkan perbedaan warna kuning telur. Perbedaan warna disebabkan oleh fisiologis setiap ayam yang berbeda sehingga kemampuan dalam menyerap pigmen warna berbeda pula.

Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perbedaan warna kuning telur pada perlakuan R0 dan A. Perbedaan warna kuning telur ini diduga karena perbedaan intensitas cahaya pada masing-masing kandang. Asumsi ini berdasarkan penelitian Fletcher et al. (1977) bahwa intensitas cahaya yang berbeda mempengaruhi pigmentasi pada broiler. Kandang pada penelitian ini terdiri dari dua model kandang yaitu kandang terbuka tanpa menggunakan AC dan kandang tertutup

Gambar 6 Rataan produksi telur harian ayam petelur setiap minggu umur 24- 34 minggu.

R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC), B (Lohmann Brown Lite),

. 65 70 75 80 85 90 95 100 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 Produk si t el ur har ian (% ) Umur (Minggu)

24

menggunakan AC. Kandang terbuka memiliki tambahan cahaya alami yang tidak dimiliki oleh kandang tertutup. Hasil penelitian Woodward et al. (1986) menunjukkan tidak adanya perbedaan warna kuning telur yang dihasilkan antara ayam yang dipelihara pada kandang dengan sistem closed house dengan open housed. Ayam yang dipelihara pada kandang open housed lebih efisien dalam pigmentasi warna kuning telur, hal ini diduga karena efek cahaya alami yang diterima.

Cahaya mempengaruhi pigmen xanthophylls di dalam pakan, meskipun panas dan cahaya dapat menyebabkan konsentrasi xanthophylls menurun (Bartov dan Bornstein 1967), namun cahaya dengan sendirinya juga dapat menyebabkan perubahan struktural atau isomerisasi. Konsentrasi total xanthophylls mungkin menurun, tetapi akibat cahaya warna dari xanthophylls dapat meningkat. Faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi warna akhir atau pigmentasi adalah efek cahaya pada metabolisme atau penyerapan xanthophylls dan pengaruh kondisi lingkungan (selain cahaya) yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan, penyerapan dan metabolisme pigmen.

Kualitas Kimia Telur Ayam

Rataan kualitas kimia telur ayam petelur disajikan pada Tabel 5. Suhu kandang yang berbeda selama penelitian berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap aktivitas enzim superoxide dismutase (SOD) dan nilai thiobarbituric acid reactive substances (TBARS) kuning telur. Kolesterol kuning telur nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda.

Enzim SOD merupakan salah satu enzim antioksidan endogenus selain gluthathione peroxidase (GSH-Px), catalase (CAT) dan metal binding protein yang diproduksi di dalam tubuh berfungsi sebagai pertahanan pertama yang bertanggung jawab mencegah pembentukan radikal bebas (Surai 1999). Zou et al (2007) menyatakan bahwa SOD melindungi organ penting dari serangan radikal bebas dan memelihara fungsi fisiologis tubuh berjalan secara normal dari kelebihan radikal bebas, selanjutnya Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa SOD bekerja Tabel 4 Rataan kualitas fisik telur ayam petelur umur 24 – 34 minggu

Peubah Perlakuan Standar

R0 (n = 60) A (n = 60)

Kerabang telur (%) 1β.1λ±0.58 11.λ5±0.4β 8.50-10.501

Kuning telur (%) βγ.1λ±1.01 βγ.λ8±0.65 β5-γγ1

Putih telur (%) 64.6γ±1.1λ 64.64±0.44 57-651

Tebal kerabang (mm) 0.γγ±0.01 0.γγ±0.01 0.γ6β Warna kuning telur 8.05±0.γ7a 7.57±0.1βb -

Haugh unit λ8.01±1.41 λ5.57±1.β8 >7βγ

Warna kerabang telur 8.5β±0.04 8.66±0.14 -

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC). 1Nys dan Guyot (2011), 2Mignon-Grasteau et al. (2015), 3USDA

25 dengan cara mengubah hidrogen peroksida menjadi komponen yang stabil, sehingga dapat melindungi sel dari kerusakan akibat terbentuknya radikal bebas. Aktivitas enzim SOD lebih besar pada perlakuan R0 dibandingkan dengan perlakuan A, karena secara alamiah SOD aktif seiring meningkatnya suhu lingkungan untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas yang dapat menghasilkan peroksidasi lemak (dapat dilihat dari nilai TBARS). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa status antioksidan yang tinggi pada kuning telur diikuti dengan menurunnya nilai TBARS. TBARS merupakan uji yang paling sering digunakan untuk menentukan oksidasi lipid pada suatu produk (Cherian et al. 2002). Nilai TBARS secara tidak langsung mencerminkan tingkat peroksidasi lemak dan kelebihan reactive oxygen species (ROS).

Enzim SOD pada penelitian ini diduga bekerja pada tingkat metabolisme, sehingga mampu mempertahankan performa seperti performa ayam pada suhu nyaman dan belum dapat meningkatkan performa ayam. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan enzim antioksidan diikuti dengan penurunan peroksidasi lemak, namun belum dapat meningkatkan performa pada ayam broiler (Giannenas et al. 2010; Hu et al. 2012; Boostani et al. 2015; Wu et al. 2015), ayam petelur (An et al. 2010), itik (Park et al. 2015). Hasil yang berbeda pada penelitian Akdemir dan Sahin (2009); Chen et al. (2009) bahwa SOD yang meningkat diikuti penurunan MDA dan dapat meningkatkan performa pada puyuh dan broiler.

Rataan kolesterol yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 4.45 mg g-1– 4.91 mg g-1, nilai kolesterol yang diperoleh lebih besar dibandingkan

dengan standar United States Department of Agriculture (2012) yaitu 3.72 mg g-1 - 4.23 mg g-1. Nys dan Guyot (2011) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar kolesterol pada kuning telur dipengaruhi oleh jumlah kolesterol dan LDL di dalam darah. Penelitian ini menunjukkan korelasi positif antara kadar kolesterol darah (Tabel 7) dengan kadar kolesterol telur, apabila kadar kolesterol di dalam darah meningkat maka kadar kolesterol pada telur juga meningkat. Kolesterol yang telah disintesa di hati kemudian ditransfer melalui darah dalam bentuk lipoprotein selanjutnya dideposisikan ke folikel kuning telur.

Peningkatan kolesterol pada perlakuan R0 dapat juga disebabkan sumbangan dari sintesa kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri (kolesterol endogen) atau kolesterol pakan yang dikonsumsi (kolesterol eksogen) sebagai akibat meningkatnya suhu lingkungan. Kolesterol tersebut selanjutnya dikonversi menjadi

Tabel 5 Rataan kualitas kimia ayam petelur umur 34 minggu

Peubah Perlakuan Standar

R0 (n = 4) A (n = 4)

SOD (unit mg protein-1) 1.77±0.10A 0.βγ±0.0γB - TBARS (mg 100g-1) 0.λ8±0.0λA 0.16±0.0γB -

Kolesterol kuning telur (mg g-1) 4.λ1±0.15a 4.45±0.γ0b 3.72-4.231 Keterangan : Superskrip yang berbeda dengan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan

perbedaan sangat nyata (P<0.01). Superskrip yang berbeda dengan huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC).1USDA (2012).

26

hormon glukokortikoid untuk membantu mendapatkan homeostasis tubuh. Pilliang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan bahwa kolesterol tubuh berasal dari kolesterol yang dikonsumsi melalui pakan (kolesterol eksogen) dan kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri (kolesterol endogen). Tubuh tidak dapat membedakan kedua kolesterol tersebut, apabila jumlah kolesterol dari makanan sedikit untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan organ lain, maka sintesa kolesterol di dalam hati, usus dan adrenal meningkat, demikian juga sebaliknya.

Profil Darah dan Diferensiasi Leukosit

Rataan profil darah dan diferensiasi leukosit ayam petelur disajikan pada Tabel 6. Suhu kandang yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap jumlah monosit. Perbedaan suhu kandang tidak mempengaruhi jumlah eritrosit, hemoglobin, hematokrit, leukosit, heterofil, limfosit, manosit dan rasio heterofil : limfosit (H:L).

Monosit merupakan garis pertahanan kedua setelah heterofil yang memiliki aktivitas fagosit, pada saat terjadi peradangan monosit bermigrasi ke jaringan dan berubah menjadi makrofag (Mitchell dan John 2008). Hasil uji statitik menunjukkan bahwa suhu kandang yang berbeda selama penelitian dapat mempengaruhi nilai monosit, perbedaan ini bukan berarti ayam sedang mengalami gangguan fisiologis atau infeksi akut. Nilai monosit darah ayam pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal monosit yaitu 0.00% - 7.00% (Pollack et al. 2005). Normalnya nilai monosit menandakan ayam tidak mengalami gangguan fisiologis atau infeksi akut. Tidak berbedanya profil darah dan diferensiasi leukosit darah ayam yang dipelihara dengan suhu yang berbeda diduga karena asupan nutrisi yang baik sehingga eritrosit, hemoglobin, hematokrit yang berfungsi dalam mengangkut nutrisi, O2, dan sisa metabolisme berada dalam kisaran normal.

Normalnya eritrosit, hemoglobin, hematokrit juga memberikan dampak positif terhadap performa ayam.

Tabel 6 Rataan profil darah dan diferensiasi leukosit ayam petelur umur 34 minggu

Peubah Perlakuan Standar

R0 (n = 4) A (n = 4) Eritrosit (106 mm-3) 2.33±0.06 2.42±0.28 1.3-4.51 Hemoglobin (%) 10.75±0.73 11.99±0.47 7-18.61 Hematokrit (%) 21.74±1.42 22.64±2.64 23-551 Leukosit (103 mm-3) 12.93±1.03 8.65±3.59 12-302 Heterofil (%) 31.00±11.28 29.00±1.00 15-501 Limfosit (%) 62.50±7.85 63.00±1.00 29-841 Monosit (%) 6.00±1.15A 2.75±0.50 B 0-71 H:L 0.52±0.β5 0.46±0.02 0.51-0.591

Keterangan : Superskrip yang berbeda dengan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC). 1Pollack et al. (2005); 2Wakenell (2010).

27 Profil Lipida Darah

Rataan profil lipida ayam petelur disajikan pada Tabel 7. Suhu kandang yang berbeda sangat nyata (P<0.01) mempengaruhi trigliserida (TG) dan nyata (P<0.05) mempengaruhi kolesterol darah ayam, sedangkan konsentrasi HDL tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda.

Tingginya TG darah disebabkan oleh banyaknya asam lemak yang diubah menjadi TG untuk ditranspor dan disimpan. TG bergabung dengan kolesterol, fosfolipid dan protein membentuk lipoprotein chylomicron (Gambar 7), yang merupakan partikel kaya akan lemak dan merupakan bentuk utama transpor lemak yang terdapat dalam makanan (Piliang dan Djojosoebagio 2006). TG pada saat suhu lingkungan tinggi digunakan untuk membantu dalam memperoleh homeostasis tubuh. Piliang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan TG meningkat juga dapat disebabkan oleh hormon. Hormon dikeluarkan sebagai respon kondisi metabolik tertentu seperti stres, dengan tujuan akhir untuk memobilisasi energi yang disimpan. Tingginya kandungan TG pada penelitian ini memiliki korelasi dengan kandungan kolesterol.

Kolesterol darah ayam lebih tinggi pada suhu kandang tropis dibandingkan dengan ayam yang dipelihara suhu terkontrol, hal ini dikarenakan pada saat suhu lingkungan meningkat adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang diproduksi dari molekul pro-opiomelanocortin (POMC) akan merangsang sintesis dan pelepasan steroid dari adrenal cortex dengan meningkatkan pengambilan kolesterol untuk dikonversi secara enzimatis menjadi hormon glukokortikoid yaitu cortisol dan corticosterone (Matteri et al. 2000). Meningkatknya sekresi kolesterol dari adrenal cortex diduga dapat menyebabkan jumlahnya di dalam darah meningkat, adapun tujuan kolesterol dikonversi menjadi hormon glukokortikoid untuk membantu ternak dalam proses homeostasis sebagai akibat meningkatnya suhu lingkungan. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Sohail et al. (2010) yang melaporkan bahwa jumlah kolesterol darah (152.00 mg dl-1) pada ayam yang dipelihara pada suhu heat stress lebih besar dibandingkan dengan kolesterol darah (104.20) ayam yang dipelihara pada thermoneutral zone.

High density lipoprotein (HDL) berperan mentranspor fosfolipid dan kolesterol ester (Piliang dan Djojosoebagio 2006). HDL dipengaruhi oleh gen, lingkungan, keadaan ternak dan pakan. Kandungan HDL pada penelitian ini tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun jika dilihat secara kuantitatif terjadi Tabel 7 Rataan profil lipida darah ayam petelur umur 34 minggu

Peubah Perlakuan

R0 (n = 4) A (n = 4) Trigliserida (mg/dl) 7γ0.45±66.51A 456.7λ±41.λ5B

Kolesterol (mg/dl) 1γ8.λ1±11.β4a 10λ.β7±15.β7b

HDL (mg/dl) 14.8λ±1.48 1λ.γγ±4.40

Keterangan : Superskrip yang berbeda dengan huruf besar pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01). Superskrip yang berbeda dengan huruf kecil pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05). R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang terbuka tanpa menggunakan AC), A (Ransum kontrol tanpa suplementasi, kandang tertutup menggunakan AC).

28

penurunan pada ayam yang dipelihara pada suhu tropis dibandingkan dengan ayam yang dipelihara pada suhu terkontrol. Penurunan HDL dapat disebabkan oleh (i) aliran masuknya kolesterol dari HDL menuju membran sel, (ii) penggunaan HDL untuk sintesis senyawa steroid seperti hormon atau garam empedu di hati (Murray et al. 2003). Semakin nyaman ayam petelur maka kolesterol akan diangkut kembali oleh HDL untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan ke dalam kantong empedu sebagai asam empedu.

Gen Heat Shock Protein 70

Rataan ekspresi gen heat shock protein 70 (HSP 70) pada hypothalamus ayam petelur disajikan pada Gambar 8. Eskpresi dari gen HSP 70 pada hypothalamus ayam tidak dipengaruhi oleh suhu kandang yang berbeda. Ekspresi gen HSP 70 yang tidak berbeda nyata antara ayam yang dipelihara pada suhu kandang terkontrol dengan suhu tropis kemungkinan disebabkan ayam petelur yang sudah beradaptasi dengan lingkungan. Berbeda dengan hasil penelitian Amizar (2014) suhu pemeliharaan yang berbeda mempengaruhi ekspresi gen HSP 70 pada otak ayam broiler, nilai ekspresi gen HSP 70 yang dihasilkan pada ayam broiler yang dipelihara pada kandang menggunakan air condtioner (AC) adalah 0.19, sedangkan pada suhu tropis yaitu 0.41.

Gambar 7 Diagram absorbpsi zat makanan lemak. (Kreutle 1980)

29

Ekspresi dari gen HSP 70 pada ternak ayam dipengaruhi oleh kondisi stres ternak, genetik ternak (Tamzil et al. 2013), jenis ternak dan jenis kelamin. Dalam keadaan normal, gen HSP seolah-olah tertidur (dormant) dan tidak berfungsi, sebaliknya bila tubuh mengalami stres berat dan sistem metabolisme tubuh tidak dapat lagi menahan beban stres tersebut, maka sistem tubuh akan dihentikan sejenak dan gen HSP akan mengaktifkan diri untuk mengatasi keadaan dalam jangka waktu yang sangat terbatas (Noor dan Seminar 2009). Ternak yang stres mendorong gen bekerja sama dengan semua jaringan sel untuk merespons beban panas lingkungan di atas thermoneutral zone baik secara intraseluler maupun ekstraseluler, sebagai sinyal untuk mengordinasikan metabolisme di seluruh tubuh (Tamzil 2014).

Suplementasi Tepung Kulit Manggis, Vitamin E di dalam Ransum Ayam Petelur

Performa Ayam Petelur

Rataan performa ayam petelur disajikan pada Tabel 8. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa suplementasi 1 g TKM kg-1 ransum, 2 g TKM kg-1 ransum dan

200 mg VE kg-1 ransum tidak mempengaruhi konsumsi ransum, berat telur, produksi telur, masa telur dan konversi ransum.

Ransum yang dikonsumsi oleh unggas akan digunakan untuk hidup pokok (metabolisme, aktivitas dan pengaturan suhu tubuh) dan produksi (pertumbuhan, telur dan bulu) (Leeson dan Summers 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah strain, energi pakan, asupan protein, suhu lingkungan, ukuran tubuh, jumlah bulu, laju pertumbuhan dan produksi telur (Leeson dan Summers 2001; Gillespie dan Flanders 2010).

Dokumen terkait