• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERPES ZOSTER (ICD-10: B02)

Dalam dokumen PPK KULIT (Halaman 31-38)

1. Pengertian (Definisi) Infeksi kulit oleh virus varicella-zoster yang berupa gerombolan vesikel yang tersebar sesuai dermatom yang diinervasi oleh satu ganglion saraf sensoris.

2. Anamnesis

Gejala prodromal meliputi malaise, nyeri kepala, demam, gatal/nyeri pada dermatom yang terserang.

3. Pemeriksaan Fisik

Lesi kulit berupa papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1 – 2 hari akan timbul gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus sedangkan kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolon sama, sedangkan dengan gerombolan lain tidak sama.

Lokasi lesi sesuai dengan dermatom, unilateral, dan biasanya tidak melewati garis tengah tubuh.

Vesikel dapat menjadi purulen, mengalami krustasi, dan lepas dalam waktu 1 – 2 minggu. Sering terjadi neuralgi post herpetika, terutama pada orang tua yang dapat berlangsung berbulan-bulan.

4. Kriteria Diagnosis

1. Anamnesis 2. Efloresensi 5. Diagnosis Herpes zoster 6. Diagnosis Banding

1. Varicella

2. Dermatitis herpetiformis

7. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan tzank smear ditemukan sel raksasa yang multilokuler dan sel-sel akantolitik.

8. Terapi

1. Analgetika: Metampiron q.i.d 2. Antibiotik untuk infeksi sekunder

3. Bila lesi basah kompres dengan larutan garam fisiologis Bila erosi beri salep natrium fusidat

Bila kering beri bedak salicyl 2%

4. Acyclovir 5 x 800 mg (anak: 20 mg/kgBB 4x sehari) selama 7 – 10 hari

5. Post herpetic neuralgia: Amitriptilin 50 – 100 mg/hari 9. Edukasi

1. Istirahat cukup

2. Menggunakan masker

3. Mengurangi kontak dengan orang sehat 10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C 13. Penelaah Kritis Asri Bindusari, dr., Sp.KK

Asri Rahmawati, dr., Sp.KK 14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Odom R.B., et al. Andrew’s Disease of the Skin.9,hed. Philadelphia: WB Saunders Company.2000

 Arndt JC.A, Bowers, K.E. Manual of Dermatologic Therapeutic.&*&!,. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2002.

Mojokerto,

Ketua Komite Medik Ketua SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Asri Bindusari, dr., Sp.KK Asri Bindusari, dr., Sp.KK Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar

Kabupaten Mojokerto

Sujatmiko, dr., M.MRS

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF : KULIT DAN KELAMIN

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO

TAHUN 2015

DERMATOFITOSIS (ICD-10: B35)

1. Pengertian (Definisi) Infeksi jamur dermatofit (Microsporum spp., Trichophyton

spp., Epidermophyton spp.) yang menyerang bagian superfisial

(stratum korneum) kulit, rambut, dan kuku.

Terdapat 8 bentuk klinis tergantung lokasi infeksi, yaitu tinea capitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea unguium (onikomikosis), tinea pedis, dan tinea manuum.

3. Pemeriksaan Fisik

Tinea Korporis

Bentuk tersering. Efloresensi berupa makula eritematus, batas jelas, tepi polisiklis, tepi aktif (meninggi, ada papul, vesikel), terdapat central healing, tertutup skuama tipis.

Tinea Kruris

Mengenai sela paha, perineum, perianal, bilateral, dapat meluas ke gluteus dan pubis. Skrotum tidak kena, tapi sebagai resevoir yang menyebabkan kambuh-kambuhan. Efloresensi = tinea korporis.

Tinea kapitis

Mengenai kepala, alis, dan bulu mata. Umunya pada anak-anak. 1. Infeksi ektotrik

a. Gray patch

Berskuama, radang ringan, gatal, rambut keabuan, kusut, rapuh, terpotong beberapa milimeter diatas kepala, menyebabkan alopesia, lampu wood (+) hijau terang.

b. Kerion

Kerandangan hebat, rambut mudah putus. Lampu wood (+) hijau terang jika disebabkan M. canis. 2. Infeksi endotrik

Lesi multipel, rambut putus tepat di orifisiumnya sehingga memberikan gambaran black dot. Bersifat kronis, dapat berlangsung hingga dewasa. Lampu wood (-).

Tinea Pedis

Infeksi dermatofit pada kaki, mengenai sela jari kaki dan telapak kaki.

1. Intertriginosa kronis: bentuk tersering. Kulit

mengelupas, maserasi, pecah-pecah, tersering antara jari kaki IV dan V serta antara jari III IV, tertutup epidermis dan debris mati, putih, meluas ke telapak kaki, tumit & dorsum pedis, khas hiperhidrosis dan bau khas tidak enak.

2. Bentuk hiperkeratotik papuloskuamosa kronis

Khas daerah kulit merah muda, tertutup skuama putih keperakan, bilateral, berupa bercak-bercal. Bila mengenai seluruh kaki disebut Moccasin foot. 3. Bentuk vesikuler

Khas lesi vesikel, vesikulopustulosa dan dapat bula, jarang pada tumit dan di daerah depan, seperti erisepelas.

4. Bentuk ulseratif akut

Proses eksematoid vesikulopustula, penyebaran cepat, disertai infeksi sekunder.

Infeksi dermatofit pada daerah interdigitalis, palmar, dan dorsum manus. Bentuk tersering adalah hiperkeratosis difusa. Tinea Unguium

80 – 90% onikomikosis disebabkan karena dermatofit, sisanya karena Candida spp atau kalang Scopulariopsis brevicaulis. Klinis berupa diskromia kuku (berubah warna hitam, kuning, atau coklat), onikolisis (lepasnya lempeng kuku dari dasar kuku), hipertrofi unguium (penebalan lempeng kuku), subungual hiperkeratosis (biasanya karena dermatofit). Terdapat 5 bentuk onikomikosis.

1. Distal-Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO) Paling sering dijumpai dan tersering karena dermatofit. Mengenai bagian distal dan lateral kuku. Kuku akan terkikis dan rusak (distrofik). Bila ditekan tidak terasa sakit karena dermatofit.

2. Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)

Mengenai sisi proksimal kuku. Bentuk yang jarang. Dijumpai pada keadaan imunokompromais.

3. Superficial White Onychomycosis (SWO)

Mengenai jari kaki (kecuali pada imunokompromais). Lempeng kuku tampak bercak jelas, pulau-pulau opak, putih (bisa menjadi kuning), permukaan putih menjadi kasar, lunak seperti kapur, dan mudah dikerok.

4. Candida Onychomycosis (CO)

Dimulai di kuku proksimal, jika kuku digerakkan akan terasan sakit. Wanita lebih sering. Kuku menebal dan rusak, dapat disertai paronychia.

5. Total Dystrophic Onychomycosis (TDO)

Bentuk lanjut dari keempat bentuk diatas. Kuku menjadi menebal dan rusak (distrofik) dengan dasar kuku yang menebal.

4. Kriteria Diagnosis

1. Anamnesis 2. Efloresensi 5. Diagnosis Tinea capitis

Tinea corporis Tinea cruris Tinea pedis Tinea manuum Tinea unguium 6. Diagnosis Banding 1. Dermatitis atopik 2. Leprosi 3. Eritrasma 4. Eritema anulare 5. Pityriasis rosea

7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium dengan KOH 10 – 20% dari kerokan kulit atau rambut atau kuku. Dari sediaan kulit dan kuku terlihat hifa bersepta dengan gambaran double countur (2 garis lurus sejajar, transparan), terdapat dikotomi (cabang dua-dua), dapat ditemukan arthrokonidia berupa spora berderet yang merupakan

pecahan-pecahan ujung hifa. Pada sediaan rambut, tampak arthrokonidia kecil/besar pada ektotrik atau arthrokonidia besar pada endotrik. Hasil KOH yang negatif tidak menyingkirkan dermatofitosis.

Pemeriksaan lampu wood hanya pada tinea capitis. Fluoresensi (+) menunjukkan spesies Microsporum, fluoresensi (-) karena spesies Trichopyton atau memang bukan tinea kapitis.

8. Terapi

1. Bila lesi basah kompres dengan garam fisiologis. Jika ada infeksi sekunder beri antibiotik 5 – 7 hari.

2. Obat topikal bila lesi tidak luas. Salep 2-4 atau 3-10 2x sehari Salep miconazole 2x sehari.

Pengobatan umunya 3 minggu untuk menghindari kekambuhan pada obat fungistatik.

3. Obat oral

Griseofulvin 500 – 1000 mg/hari (anak 10 – 20 mg/kgBB/hari). Tinea corporis selama 2 – 4 minggu, tinea capitis 6 – 12 minggu, tinea pedis 4 – 8 minggu, tinea unguium 4 – 6 bulan.

Ketoconazole 200 mg/hari (anak 3 – 6 mg/kgBB/hari) Itraconazole terapi denyut untuk tinea unguium. 1 siklus 4 minggu, 1 minggu minum itraconazole 400 mg/hari (2 d.d. caps. II), 3 minggu tidak minum obat.

Kuku tangan 2 siklus, kuku kaki 3 – 4 siklus. 4. Kondisi khusus

Shampo selenium sulfida 1 – 1,8%

Shampo ketoconazole 1 – 2% seminggu 2 – 3 kali Bedah kuku.

Rambut tidak perlu dicukur

Jaga kelembaban kulit, mengobati hewan peliharaan yang menjadi sumber infeksi.

9. Edukasi Menjelaskan mengenai penyakit, komplikasi dan prognosa 10. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam/malam Ad sanationam : dubia ad bonam/malam Ad fumgsionam : dubia ad bonam/malam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat Rekomendasi C 13. Penelaah Kritis Asri Bindusari, dr., Sp.KK

Asri Rahmawati, dr., Sp.KK 14. Indikator Medis Kondisi pasien membaik

15. Kepustakaan  Odom R.B., et al. Andrew’s Disease of the Skin.9,hed. Philadelphia: WB Saunders Company.2000

Therapeutic.&*&!,. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2002.

Mojokerto,

Ketua Komite Medik Ketua SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Asri Bindusari, dr., Sp.KK Asri Bindusari, dr., Sp.KK

Direktur RSUD Prof. Dr. Soekandar Kabupaten Mojokerto

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF : KULIT DAN KELAMIN

RSUD PROF. DR. SOEKANDAR KAB. MOJOKERTO

TAHUN 2015

Dalam dokumen PPK KULIT (Halaman 31-38)

Dokumen terkait