• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 Dampak terhadap lingkungan: Dataran Tinggi

5.3 Hewan Dataran Rendah

Parametrix (2002c) mengutip sumber lain seperti survei keanekaragaman hayati pada tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Hatfindo untuk mendeskripsikan margasatwa di area dataran rendah. Sekitar lebih dari 700 spesies burung yang menarik tercatat hidup di daerah Timika, termasuk beberapa spesies “burung dari surga” yang cukup terkenal (“Cenderawasih”, yang kemudian dijadikan nama Universitas Cenderawasih di Papua), beberapa spesies kakaktua, beo, merpati,

burung dara, beberapa spesies burung besar seperti burung enggang, megapodes dan salah satu

spesies burung terbesar yang ada di dunia yaitu kasuari selatan. Selain itu, banyak juga burung-

burung kecil pemakan serangga dan madu bunga, dan juga spesies karnivora seperti kites (burung

layang-layang), burung hantu, elang laut dan kingfishers yang menangkap ikan dari sungai yang

bermeander.

Selain Komodo, kadal terbesar lainnya di dunia hanya terdapat di Papua, yaitu V. sallvadorii yang

memiliki panjang sekitar 3-4 m. Kadal ini ditemukan di wilayah Timika dan hidup di pepohonan di sekitar sungai dan memakan mamalia kecil, burung dan telurnya, kodok dan juga berbagai binatang melata kecil. Selain itu, terdapat juga kura-kura dan penyu, 42 spesies tokek dan beberapa jenis ular termasuk dua spesies ular boa dan empat spesies ular piton.

Mamalia yang tinggal di hutan termasuk beberapa spesies kangguru pohon, kuskus, beberapa spesies kelelawar dan juga “pendatang baru” babi serta tikus yang sekarang merupakan bagian dari ekosistem hutan. Spesies serangga yang ditemukan di wilayah ADA termasuk diantaranya enam dari delapan spesies kupu-kupu sayap burung yang langka yang terdaftar dalam IUCN. Banyak reptil besar dan burung-burung yang disebutkan sebelumnya dilindungi oleh undang- undang Indonesia ataupun undang-undang internasional.

hewan invertebrata air). Logam berat dari tailings juga bisa meresap ke air permukaan dan air tanah, keluar dari kawasan ADA dan menciptakan rute paparan sekunder (Parametrix 2002c).

Penilaian Risiko untuk Tumbuhan dan Satwa Liarmenunjukkan bahwa seluruh spesies tumbuhan

yang diperiksa mengandung setidaknya satu logam berat ketika ditanam dalam tailings dari

penambangan Freeport-Rio Tinto jika dibandingkan dengan yang ditanam dalam tanah dari hutan yang tidak terkontaminasi. Beberapa hasil pengamatan ini bisa dilihat pada Figure 27 di atas. Sebagai akibatnya, satwa liar asli bisa terpapar logam ketika mencari makanan pada dedaunan, biji, buah dan madu dari tumbuhan, atau secara tidak langsung dari memangsa invertebrata yang mengkonsumsi tanaman-tanaman tersebut. ERA mengidentifikasi rantai makanan yang sederhana untuk ekosistem hutan di wilayah Timika (Figure 28), yang menunjukkan bahwa masing-masing dari ke-tujuh “kelompok makanan” bisa terpapar terhadap logam-logam yang terkandung dalam

tailings melalui akumulasi makanan mereka.

Diantara tanaman yang diperiksa dalam Plant and Wildlife ERA, bayam air, cyperus, kubis Cina,

ubi jalar dan daun singkong mengandung tembaga dari tailings Freeport sejumlah lebih dari 30

mg/kg, yang artinya cukup berbahaya bagi satwa liar yang secara khusus memakan vegetasi ini.

Untuk hewan dengan paparan tinggi terhadap logam dari tailings karena hanya mencari makan di

daerah tailings, Plant and Wildlife ERA memperkirakan beberapa risikorisiko berikut:

Tidak mengalami peningkatan risikorisiko karena terpapar logam dari tailings:

• Predator tingkat atas seperti elang atau buaya;

• Burung omnivora seperti egrets (sejenis bangau).

Mengalami sejumlah peningkatan risikorisiko karena terpapar logam dari tailings:

kingfishers dan burung pemakan ikan lainnya;

brush turkey, fantail (sejenis kalkun) dan beberapa jenis burung lainnya yang memakan invertebrata di tanah atau dedaunan;

• kasuari dan burung besar pemakan buah lainnya;

Mengalami peningkatan risikorisiko yang tinggi karena terpapar logam dari tailings:

• mamalia seperti kalong atau hewan seukuran lainnya yang mengkonsumsi buah dan

makanan lainnya, atau hanya mengkonsumsi buah saja;

• mamalia seperti kelelawar yang hanya memakan invertebrata pada dedaunan;

• mamalia seperti kuskus yang makan tanaman;

• mamalia omnivora besar seperti babi.

Figure 28. Rantai makanan untuk ekosistem hutan di wilayah Timika. Dari Parametrix (2002c).

5.3.2 Perusakan Habitat Satwa Liar dan Kerusakan Fungsi Ekologis

Akibat kerusakan area habitat hutan hujan yang cukup luas dalam kawasan ADA yang disebabkan oleh tailings, ditambah dengan penggundulan hutan di sekitarnya oleh komunitas transmigran (Paull et al 2006), maka timbul risikorisiko potensial terhadap kelangsungan hidup populasi spesies satwa langka lokal yang memerlukan keanekaragaman ekosistem hutan alam untuk bertahan hidup. RisikoRisiko ini cukup sulit untuk dihitung namun risikomembawa beberapa implikasi serius. Walaupun begitu, ERA mengenai Tumbuhan dan Satwa Liar tidak mengambil suatu kesimpulan atas dasar bahwa masalah ini adalah hal yang perlu ditangani oleh para pengelola risiko (seperi Menteri Lingkungan Hidup Indonesia) ketimbang untuk para penilai risiko, seperti Parametrix (komentar Parametrix dalam ERA Review Panel, 2002).

Beberapa fungsi ekologis juga bisa mengalami kerusakan di daerah tailings. The Plant and Wildlife ERA mengutip penemuan PT. Hatfindo (1999) yang menggarisbawahi mengenai pentingnya biota tanah, mulai dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan protozoa sampai ke invertebrata seperti semut dan rayap. Biota tanah ini memegang peranan penting dalam menjaga kesuburan tanah dan kelangsungan ekosistem, terutama untuk tanah di hutan hujan dimana siklus nutrisi harus terjadi dengan laju yang cepat. Ada kekuatiran bahwa biota tanah sangat dipengaruhi oleh karakteristik tailings, seperti kadar kandungan logam berat yang tinggi, kesulitan drainase, dan kurangnya nutrisi termasuk karbon organik. Hal ini mengakibatkan sulit tercapainya proses pemulihan kembali ekosistem yang mendukung kelangsungan hidup dalam kawasan ADA setelah penutupan proses penambangan. Populasi mamalia kecil tampaknya juga tergantung kepada biomassa dari invertebrata seperti semut dan rayap yang menjadi bagian dari sumber makanan

mereka. Sayangnya, selain observasi sampingan mengenai dampak tailings terhadap biota tanah,

tidak dilakukan pemeriksaan langsung terhadap potensi kerusakan fungsi ekologis oleh Plant and Wildlife ERA.

Dokumen terkait