• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 HIDROLISIS PAT

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang pati pata ikatan

amilosa α-D-(14 ) kemudian glukosa akan menghasilkan dextrin, atau glukosa tergantung pada derajat pemecahan rantai polisakarida dalam pati. Tetapi reaksi antara air dengan pati ini berlangsung lambat sehingga diperlukan katalisator untuk memperbesar keatifan air. Katalisator ini bisa berupa enzim atau asam yang bisa digunakan adalah asam klorida, asam sulfat dan asam asetat [32].

Dalam penelitian ini mengunakan katalisator asam asetat sebagai katalisator reaksi hidrolisis. Alasan pemilihan asam asetat sebagai katalisator yakni:

a. Pelarut protik hidrofilik. b. Mirip seperti air.

c. Mudah melarutkan senyawa polar dan nonpolar.

d. Berfungsi untuk membersihkan/membeningkan bioplastik [33]. Faktor yang berpengaruh pada hidrolisi pati antara lain:

Suhu Reaksi, semakin tinggi suhu reaksi maka semakin cepat jalannya reaksi. Tetapi apabila proses berlangsung pada suhu yang tinggi, konversi akan menurun. Hal ini sisebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang.

Waktu, semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai akan semakin besar dan pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut relatif panjang makan konversi akan semakin kecil.

Pencampuran Pereaksi (Pengadukan), karena pati tidak larut dalam air maka pengadukan perlu diadakan agar persentuhan antara air dengan pati dapat berlangsung dengan baik.

Konsentrasi Katalisator, penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi namun pada katalisator asam menggunakan konsentrasi terkecil agar garam yang tertinggal tidak terlalu banyak [32].

2.5 TALAS

Talas berasal dari daerah sekitar India dan Indonesia, yang kemudian menyebar hingga ke China, Jepang dan beberapa pulau di Samudra Pasifik [34]. Talas ditanam pada dataran tinggi (nonflooded) dengan kondisi lahan yang basah. Dalam sistem lahan basah, dengan tanah yang bersifat aerobik (tinggi kadar oksigen) talas mampu mendenitrifikasi kandungan nitrogen diudara. sedangakan dalam kondisi tanah anaerobik talas mampu mengurangi unsur-unsur kimiawi tertentu di udara dan mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman seperti fosfor, mangan, dan besi [35].

Kandungan karbohidrat talas sangat tinggi sehingga sangat berpeluang untuk memanfaatkan produknya seperti pati. Kandungan pati pada bagian ujung umbi talas lebih rendah dari bagian pangkalnya. Pati talas mengandung 17-28% amilosa, dan sisanya adalah amilopektin. Amilosa memiliki 490 unit glukosa per molekul dan

amilopektin memiliki 22 unit glukosa per molekul [36]. Talas dikenal mudah dipisahkan karena memiliki granula pati yang yang sangat kecil. Hasil penelitian membuktikan bahwa diameter rata-rata yakni 0,0045 mm. Dengan maksimum ukuran granula sebesar 0,0093 mm, dan minumum 0,0025 mm [38]. Kelemahan umbi talas yaitu mengandung senyawa yang menyebabkan gatal, yaitu kalsium oksalat [29].

Pertumbuhan paling baik dari tanaman ini dapat dicapai dengan menanamnya di daerah yang memiliki ketinggian 0 m hingga 2740 m di atas permukaan laut, suhu antara 21 – 27oC, dan curah hujan sebesar 1750 mm per tahun. Bagian yang dapat dipanen dari talas adalah umbinya, dengan umur panen berkisar antara 6 -18 bulan dan ditandai dengan daun yang tampak mulai menguning atau mengering [34].

Talas banyak dibudidayakan di Indonesia karena talas dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan tidak terlalu memerlukan pengairan. Tanaman ini juga dapat dijadikan sebagai tanaman sela dan dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Di Indonesia dijumpai hampir di seluruh kepulauan dan tersebar dari tepi pantai sampai ke pegunungan dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Talas berbentuk silinder atau lonjong sampai agak bulat [36]. Jenis- jenis talas di Indonesia disajikan dalam tabel 2.1 dibawah ini:

Table 2.1 Jenis Talas Yang Tumbuh di Indonesia

Jenis Talas Gambar Sifat Fisik

Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoott)

Daun berbentuk hati dengan ujung pelepah daunnya tertancap agak ketengah helai daun sebelah bawah. Bunga terdiri atas tangkai seludang dan tongkol. Bunga betinanya terletak di pangkal tongkol, bunga jantan disebelah atasnya, sedang diantaranya terdapat bagian yang menyempit. Tanaman dipanen setelah berumur 6-9 bulan. Hasil per rumpun sangat bervariasi yaitu berkisar 0,25-6 kg [37].

Jenis Talas Gambar Sifat Fisik

Talas Kimpul (Xanthosoma sagitifolium)

Kimpul tergolong tumbuhan berbunga

Agiospermae” dan berkeping satu

Monocotylae“. Daunnya hijau muda karena tangkai daunnya yang hijau muda mempunyai garis ungu. Bentuk umbi kimpul silinder hingga agak bulat, terdapat ruas dengan beberapa bakal tunas. Kulit umbi mempunyai tebal sekitar 0,01–0,1 cm, sedangkan korteksnya setebal 0,1 cm [37].

Talas Banten Batang umbi (panjangnya dapat

mencapai 120 cm dengan berat 42 kg dan ukuran lingkar luar 50 cm), kandungan oksalatnya yang tinggi (61,783 ppm) [37].

Talas Ketan Hitam

Talas jenis ini tangkai daunnya berwarna ungu tua. Umbinya bulat lonjong dan daging umbinya putih. Umur panen sekitar 7 bulan [37].

Talas Semir Talas khas Sumedang. Talas ini

memiliki ciri khas pada pangkal ujung daunnya berwarna kemerah-merahan. Umbinya bulat, umur panen sekitar 7 bulan [37].

Jenis Talas Gambar Sifat Fisik

Talas Sutra Ciri khasnya terletak pada permukaan atas helaian daunnya yang hijau mengkilat seperti minyak, sehingga mudah dibedakan dari talas-talas lainnya. Umbinya bulat lonjong, beratnya antara 0,5-3 kg. Umur panen sekitar 6-7 bulan. Memiliki kandungan pati 70-80%, sehingga memiliki potensi untuk bahan baku tepung- tepungan [37].

Dalam penelitian ini mengunakan jenis talas banten dengan ciri varietas ini memiliki permukaan daun berwarna hijau, pangkal pelepah daun juga berwarna hijau namun memiliki akar yang timbul pada pangkal, dan umbi memiliki kandungan asam oksalat yang tinggi.

Kandungan gizi pada talas disajikan pada Tabel 2.1 dibawah ini [19]: Tabel 2.2 Kandungan Zat Gizi Pada Talas

Kandungan Gizi Jumlah

Kalori (kkal) 98 Air (gr) 73 Protein (gr) 1.9 Lemak (gr) 0.2 Fosfor (mg) 61 Kalsium (mg) 28 Besi (mg) 1 Vitamin A (mg) 20 Vitamin B1 (mg) 0.13 Vitamin C (mg) 4

Komposisi Karbohidrat pada Talas (dalam 100 gram) disajikan pada tabel 2.2 dibawah ini [19]:

Tabel 2.3 Komposisi Karbohidrat pada Talas

Komponen Komposisi (%) Pati 77.9 Pentosan 2.6 Serat Kasar 1.4 Dekstrin 0.5 Gula pereduksi 0.5 Sukrosa 0.1

Dari hasil penelitian Rahmawati, dkk (2012) dengan menggunakan metode pengendapan diperoleh kadar pati talas (Colocasisa Esculanta L. Schott) sebesar 80%, dengan kadar air sebesar 9,4%, kadar amilosa sebesar 5,55%, kadar amilopektin sebesar 75,66% [55].

2.6 KITOSAN

Kitosan mempunyai rumus umum (C6H9NO3)n atau disebut sebagai poli

(ß(1,4)-2-amino-2-Deoksi-D-Glukopiranosa). Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin adalah poli N-asetilglukosamin yang terdeasetilasi sedikit. Derajat deasetilasi biasanya bervariasi diantara 8-15%. Struktur kimia dari kitin mirip dengan struktur kimia dari selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah ß-D-glukosa sedangkan pada kitin adalah N-asetil-ß-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH) pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3),

dimana monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan ß(1,4) [38]. Dibawah ini pada gambar 2.4 disajikan struktur kitosan.

O H H H NH2 H OH CH2OH H O O H H NH2 H OH CH2OH H H Chitosan nx 1 1 2 2 3 3 4 4 '-amino-2deoksi-D-Glukopiranosa

Gambar 2.5 Struktur Kitosan

Sifat fisik kitosan berbeda dengan polisakarida alami. Pada umumnya seperti selulosa, dekstrin, pektin, alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan kitin dan kitosan bersifat basa. Kitosan merupakan padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam [40].

Sifat kimia kitosan antara lain adalah polimer poliamin berbentuk linear, mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat berperan dalam pengaplikasiannya [41].

Hasil penelitian Setiani, dkk (2013) dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi

Edible Film dari Poliblend Pati Sukun-Kitosan” menyatakan dari hasil analisa sifat kekuatan tarik dan pemanjangan pada saat putus diperoleh nilai kekuatan tarik sebesar 16,34 MPa dan nilai pemanjangan pada saat putus sebesar 6% [54]. Sedangkan menurut Utari, dkk (2008) semakin besar konsentrasi kitosan maka semakin banyak ikatan hidrogen yang terdapat dalam bioplastik sehingga ikatan kimianya akan semakin kuat dan sulit untuk diputus [63].

2.7 GLISEROL

Gliserol (C3H8O3) adalah senyawa gliserida yang paling sederhana, dengan

hidroksil yang bersifat hidrofilik dan higroskopik. Gliserol merupakan komponen yang menyusun berbagai macam lipid, termasuk trigliserida. Gliserol terasa manis saat dikecap, namun bersifat racun. Gliserol dapat diperoleh dari proses saponifikasi dari lemak hewan, transesterifikasi pembuatan bahan bakar biodiesel dan proses epiklorohidrin serta proses pengolahan minyak goreng. Gliserol memiliki sifat fisik sebagi berikut:

 Berat molekul : 92,02 g/mol

 Titik didih : 290oC

 Titik beku : 19oC

 Densitas uap : 3,17

Gliserol memiliki sifat kimia yaitu:

 Memiliki rasa yang manis

 Larut dengan air

 Larut dengan etanol

 Berwarna bening

OH HO

OH

Gliserol merupakan salah satu plasticizer yang banyak digunakan dan cukup efektif mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekuler. Secara teoritis plasticizer dapat menurunkan gaya internal diantara rantai polimer, sehingga akan menurunkan tingkat kekakuan dan meningkatkan permeabilitas terhadap uap air [43].

Pada pembuatan bioplastik gliserol memiliki peranan yang cukup penting. Pati merupakan polimer alam dalam bentuk butiran yang tidak dapat diproses menjadi material termoplastik karena kuatnya ikatan hydrogen intermolecular dan intramolecular. Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi intermolekuler dan meningkatkan mobilitas polimer. Selanjutnya mengakibatkan peningkatan elongation dan penurunan tensile strength seiring dengan peningkatan konsentrasi gliserol [42]. Sehingga, dengan adanya air dan plasticizer, ikatan hidrogen tersebut dapat diputuskan dan pati dapat diolah menjadi polimer yang biodegradabel yang biasa disebut thermoplastic starch. Pencampuran sempurna diperlukan untuk memperoleh distribusi yang homogen untuk menghasilkan hubungan yang kuat antara gliserol dengan polimer berbasiskan pati. Pada kadar gliserol rendah, polimer yang terbentuk memiliki struktur yang rapuh menunjukkan sifat yang tidak kuat dan tidak fleksibel [7].

Ikatan hidrogen adalah sejenis gaya tarik antar molekul yang terjadi antara dua muatan listrik persial dengan polaritas yang berlawanan. Ikatan hidrogen terjadi ketika sebuah melekul memiliki atom O, N atau F yang mempunyai pasangan elektron bebas (Lone pair elektron). Hidrogen dari molekul lain akan berinteraksi dengan pasangan elektron bebas ini membentuk suatu ikatan hidrogen dengan besaran ikatan bervariasi mulai dari yang lemah (1 – 2 kJ.mol-1) hingga tinggi (> 155 kJ.mol-1) [7].

Hasil penelitian Sinaga, dkk (2014) dengan judul “Pengaruh Penambahan

Gliserol Terhadap Sifat Kekuatan Tarik dan Pemanjangan saat Putus Bioplastik dari Umbi Talas’ diperoleh nilai kekuatan tarik sebesar 18,4992 MPa dan nilai pemanjangan saat putus sebesar 2,129%. Sedangkan menurut Rodriguez, dkk (2006) menyatakan bahwa Semakin banyak variasi gliserol yang ditambahkan maka semakin rendah nilai kekuatan tarik yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan Molekul plastizicer akan mengganggu kekompakan pati, menurunkan interaksi ikatan hidrogen dan meningkatkan mobilitas polimer [42].

Dokumen terkait