• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA PATI TALAS

Pati talas (Colocasia esculenta) yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati talas banten yang diperoleh hasil tanaman rakyat dari Tanjung Anom, Kecamatan Medan Selayang, Provinsi Sumatera uatara.

Berdasarkan metode pengendapan [8] dari 3 kg talas segar dapat menghasilkan pati talas sebanyak 1,24 kg atau kandungan pati sebesar sebesar 58,67%. Gambar 4.1 dibawah ini merupakan pati talas yang diperoleh dengan menggunakan metode pengendapan. Pada gambar dapat dilihat bahwa pati talas yang yang dihasilkan berwarna putih/bening dikarenakan daging talas berwarna putih.

Gambar 4.1 Pati Talas (Colocasia esculenta)

Dalam penelitian ini ukuran partikel pati talas diseragamkan menjadi 100 mesh, karena ukuran pati talas berpengaruh terhadap sifat pasting pati. Semakin besar ukuran pati maka semakin tinggi suhu awal gelatinisasi, semakin tinggi suhu gelatinisasi mengakibatkan semakin tinggi pula viskositas pada suhu gelatinisasi. Dibawah ini disajikan standar mutu pati berdasarkan Standar Industri Indonesia dan hasil karakteristik pati talas tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Standar Mutu Pati Berdasarkan Standar Industri Indonesia dan Hasil Karakteristik Pati Talas

Analisa

Standar Industri Indonesia (%)

Prosentasi yang diperoleh dari Hasil

Penelitian (%)

Kadar pati *min 75 93,55

Kadar air *maks 14 6,5

Kadar abu *maks 15 0,76

Kadar amilosa - 17,89

Kadar amilopektin - 75,66

Kadar protein - 1,02

Kadar lemak - 1,44

*Sumber: S, Widowati et al., 1997

4.1.1 Kadar Pati Talas

Penetapan kadar pati talas dilakukan dengan metode hidrolisa menggunakan alkohol. Berdasarkan metode diatas diperoleh kadar pati talas sebesar 93,55 %. Hasil yang diperoleh sesuai dengan standar mutu pati berdasarkan Standar Industri Indonesia yaitu kadar pati minimum sebesar 75 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Rahmawati, dkk (2012) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih besar, kadar pati talas yang didapatnya adalah sebesar 80 % [55]. Kadar pati tergantung pada proses isolasi pati menurut Pudjiono, 1998 penggilingan bahan baku dalam isolasi pati bertujuan untuk memecahkan dinding sel agar granula-granula pati dapat terlepas. Pemecahan dinding sel dapat dilakukan dengan pencacahan, pengirisan atau pemutaran. Kondisi ini disebut dengan efek pemutaran atau resping effect [58]. Dengan demikian isolasi pati melalui proses pemutaran akan menghasilkan kadar pati yang lebih tinggi. Kadar pati talas yang dihasilkan dalam penelitian ini sangat tinggi yaitu 93,55 % sehingga pati talas dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembutan bioplastik.

4.1.2 Kadar Air Pati Talas

Hasil analisa kadar air pati talas dengan menggunakan metode AOAC, 1995 diperoleh sebesar 6,5 %. Hasil yang diperoleh sesuai dengan standar mutu pati berdasarkan Standar Industri Indonesia yaitu kadar air pati maksimum sebesar 14 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Rahmawati, dkk (2012) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih kecil, kadar air pati talas yang didapatnya

adalah sebesar 9,4 % [55]. Dari hasil analisa sifat pasting (RVA) diperoleh semakin tinggi kadar air pati talas maka temperatur yang dibutuhkan untuk mencapai viskositas gelatinisasi akan semakin tinggi. Selain itu, kadar air erat hubungannya dengan keawetan pati dan produk olahan pati selama proses penyimpanan. Semakin rendah kadar air maka semakin awet pati dan produk olahan pati dari pelapukan akibat serangan mikroorganisme dan jamur.

4.1.3 Kadar Abu Pati Talas

Hasil analisa kadar abu pati talas dengan menggunakan metode AOAC, 1995 diperoleh sebesar 0,76 %. Hasil yang diperoleh sesuai dengan standar mutu pati berdasarkan Standar Industri Indonesia yaitu kadar abu pati maksimum sebesar 15%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Herudiyanto, dkk (2014) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih kecil, kadar abu pati talas yang didapatnya adalah sebesar 2,55 % [56]. Dalam pembuatan bioplastik analisa kadar abu mempunyai fungsi sebagai penentu mutu bioplastik yang dihasilkan, baik atau tidaknya bioplastik yang dihasilkan jika dibakar atau dibiarkan terurai oleh tanah [11].

4.1.4 Kadar Amilosa Pati Talas

Hasil analisa kadar amilosa pati talas dengan menggunakan metode spektrofotometri sebesar 17,89 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Rahmawati, dkk (2012) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih besar, kadar amilosa pati talas yang didapatnya adalah sebesar 5,55 % [55]. Kandungan amilosa mempengaruhi tingkat pengembangan dan penyerapan air pati. Semakin tinggi kadar amilosa, maka kemampuan pati untuk menyerap air dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin. Semakin tinggi kadar amilosa suatu pati maka kelarutannya di dalam air akan meningkat disebabkan amilosa memiliki sifat polar [60].

4.1.5 Kadar Amilopektin Pati Talas

Hasil analisa kadar amilopektin pati talas dengan menggunakan metode spektrofotometri diperoleh sebesar 75,66%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian

Rahmawati, dkk (2012) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih besar, kadar amilopektin pati talas yang didapatnya adalah sebesar 74,45 % [55]. Amilopektin mengandung ikatan α-D-(16) yang memiliki rantai polimer yang bercabang yang tidak larut dalam air. Semakin tinggi kadar amilopektin pada pati maka energi yang diperlukan untuk membentuk gel pada saat proses pendinginan tidak cukup kuat untuk mencegah kecenderungan molekul amilosa menyatu kembali membentuk ikatan amilosa yang panjang. Menurut Hasnelly, 2011 proses pendinginan pasta pati yang telah mengalami proses pemanasan disertai dengan pangadukan memperlihatkan terjadinya proses retrogradasi pati dan viskositas pasta pati akan naik kembali seiring suhu pasta yang menurun [59].

4.1.6 Kadar Protein Pati Talas

Hasil analisa kadar protein pati talas yang diperoleh dengan metode kjeldahl adalah sebesar 1,02 %. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Herudiyanto, dkk (2014) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih kecil, kadar protein pati talas yang didapatnya adalah sebesar 5,21% [56]. Semakin banyak air yang terikat oleh protein akan mempengaruhi viskositas dan temperatur viskositas gelatinisasi pati pada proses pembuatan bioplastik dengan bahan dasar pati yang mengandung protein [20].

4.1.7 Kadar Lemak Pati Talas

Hasil analisa kadar lemak pati talas dengan menggunakan labu Soxhlet diperoleh sebesar 0,44%. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Herudiyanto, dkk (2014) menggunakan metode yang sama hasil yang diperoleh lebih kecil, kadar protein pati talas yang didapatnya adalah sebesar 14,42% [56]. Adanya kadar lemak yang tinggi pada bahan baku akan membuat bioplastik dengan bahan dasar pati mudah lapuk dan menjadi tengik. Menurut Proses Gaman dan Sherrington, 1994 pelapukan dan timbulnya bau tengik terjadi karena adanya reaksi trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara yang menyebabkan timbulnya bau tengik yang tidak sedap [61].

4.2 KARAKTERISTIK HASIL ANALISA PROFIL GELATINISASI PATI

Dokumen terkait