• Tidak ada hasil yang ditemukan

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

H. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, karena solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam (Gandjar dan Rohman, 2010).

HPLC dapat menghasilkan pemisahan yang cepat, dengan keunggulan zat yang tidak menguap atau zat yang tidak tahan panas dapat dipisahkan tanpa terurai atau tanpa perlu diderivatisasi. Pada kromatografi partisi digunakan fase gerak dan fase diam dengan polaritas yang berbeda. Jika fase gerak bersifat polar dan fase diam bersifat nonpolar maka disebut sebagai kromatografi fase terbalik, senyawa nonpolar yang larut dalam hidrokarbon dengan BM < 1000 dapat dipisahkan berdasarkan atas afinitasnya terhadap fase diam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Gambar 5. Dasar pemisahan kromatografi partisi (Lennan, 2010)

Kromatografi partisi merupakan metode pemisahan analit berdasarkan kemampuan partisinya diantara fase diam dan fase gerak yang melewati fase diam. Analit yang mempunyai afinitas lebih besar pada fase diam (gambar 3 - bulatan merah) relatif lebih tertahan di fase diam daripada analit yang kurang tertahan pada fase diam (gambar 3 - bulatan hijau) (Lennan, 2010).

Gambar 6. Diagram sistem HPLC secara umum (Harvey, 2000)

Secara umum instrument HPLC terdiri atas beberapa komponen, yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukan sampel,

kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2010).

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah ini biasanya mampu menampung fase gerak antara 1-2 liter pelarut. Fase gerak harus di degasing (penghilangan gas) dulu sebelum digunakan karena adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk memilih fase gerak dengan kemurnian yang tinggi agar tingkat pengotor rendah dan tidak merusak sistem HPLC (Gandjar dan Rohman, 2010).

Fase gerak pada HPLC biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur dan secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan berdasarkan polaritas pelarut, polaritas fase diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sedangkan untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi akan menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar dan Rohman, 2010).

Dasar pemilihan fase gerak dalam suatu metode pemisahan yaitu

berdasarkan pada indeks polaritas (P’) campuran fase gerak tersebut. Semakin

besar nilai indeks polaritas pelarut menyatakan semakin polar fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang sering digunakan merupakan kombinasi dari dua atau lebih campuran pelarut yang saling bercampur secara keseluruhan. Campuran fase

gerak tersebut akan menghasilkan nilai polaritas tersendiri yang disebut indeks polaritas fase gerak (Harvey, 2000).

�′ Φ . �′ + Φ . �′ (2)

Dengan ΦA dan ΦB merupakan fraksi volume pelarut yang digunakan pada pelarut A dan B, sedangkan P’A dan P’B merupakan indeks polaritas pelarut yang digunakan pada pelarut A dan B (Harvey, 2000).

Tabel 1. Indeks polaritas dan karakteristik solvent selectivity beberapa pelarut HPLC (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010)

Pompa yang digunakan untuk memompa fase gerak pada sistem HPLC memiliki syarat seperti wadah pelarut yakni inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya memiliki kemampuan memberikan tekanan hingga 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak hingga 3 mL/min. Penggunaan pompa ialah untuk dapat menjamin proses penghantaran fase gerak yang

berlangsung dengan tepat, reprodusibel, konstan dan bebas gangguan (Gandjar dan Rohman, 2010).

Metode pencampuran fase gerak dibedakan menjadi dua, yakni metode isokratik dan metode gradien. Metode isokratik merupakan metode pencampuran fase gerak secara manual dengan tangan dan saat memasuki sistem HPLC tidak dibutuhkan adanya pencampuran fase gerak kembali dan dilakukan dengan satu pompa. Metode gradien merupakan metode pencampuran fase gerak yang dilakukan di dalam sistem HPLC, dimana beberapa pompa digunakan untuk memompa pelarut ke dalam wadah pencampuran fase gerak dan hasil pencampuran fase gerak tersebut yang dialirkan ke dalam kolom (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010).

Penyuntikan sampel pada HPLC dilakukan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir menuju kolom (Gandjar dan Rohman, 2010).

Pada sistem HPLC, penyuntikan sampel melalui loop injector yang dapat menyimpan volume dari 0,5 L - 2 mL. Pada posisi load, loop sampler terisolasi dari fase gerak. Ketika katup dipindahkan ke posisi loading, injektor berpindah ke posisi inject dan saat itu pula fase gerak mengaliri sampel dan terbawa memasuki kolom (Harvey, 2000).

Gambar 7. Skema sampler KCKT. (A) – posisi load, sampel diinjeksikan dan terisolasi dari fase gerak. (B) – posisi inject, sampel terbawa fase gerak dan memasuki kolom (Harvey,

2000)

Kolom pada HPLC memuat fase diam, kebanyakan merupakan silika yang dimodifikasi secara kimiawi. Permukaan silika merupakan permukaan yang polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Modifikasi secara kimia akan menutupi gugus silanol dan menggantinya dengan gugus fungsional lain. Hasil reaksi kimiawi tersebut akan menghasilkan silika yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan siloksan (Si-O-Si) (Gandjar dan Rohman, 2010).

Oktadesil silika (C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan dalam memisahkan senyawa dengan tingkat kepolaran rendah hingga tinggi. Oktilatau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk analit yang polar. Analit polar terutama yang bersifat basa akan memberikan puncak yang mengekor (tailing peak), hal ini terjadi karena adanya interaksi dengan residu silanol ataupun pengotor logam yang terdapat pada silika (Gandjar dan Rohman, 2010).

Deteksi pada KCKT dibagi menjadi empat secara umum, yakni bulk property, sample specific, mobile-phase modification, dan hyphenated techiniques.

a. Bulk property detector. Detektor ini dianggap sebagai detektor universal yang dapat mengukur banyak komponen. Detektor ini memiliki keuntungan karena dapat mendeteksi semua senyawa, sekaligus memiliki kelemahan karena semua senyawa dari sampel yang terelusi akan terbaca sebagai sinyal. Secara umum, detektor universal memiliki sensitivitas yang rendah (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010).

b. Sample specific detectors. Detektor ini merespon terhadap keunikan karakteristik yang dimiliki suatu analit karena beberapa karakteristik sampel mempunyai sifat unik yang mana tidak secara umum dimiliki oleh semua analit. Detektor UV merupakan detektor yang paling banyak digunakan dan merespon analit yang mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang tertentu. Selain detektor UV, terdapat detektor lain seperti fluoresen dan detektor conduct electricity (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010). Detektor UV-VIS dapat mengukur analit yang memiliki struktur kromoforik pada daerah panjang gelombang 190 – 800 nm. Detektor UV-VIS ini dapat berupa detektor dengan panjang gelombang tetap ataupun bervariasi (Gandjar dan Rohman, 2010).

c. Mobile–phase modification detectors. Detektor ini mengubah fase gerak setelah kolom HPLC menghasilkan pengubahan karakteristik analit, seperti

perubahan reaksi analit dan detektor spektrometrik masa (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010).

d. Hyphenated techniques. Teknik ini mengacu pada kopling dari analisis HPLC yang dipadukan dengan teknik lain, seperti LC-MS dan LC-IR (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010).

Detektor pada HPLC idealnya memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

 Respon terhadap analit cepat dan reprodusibel

 Mampu mendeteksi analit hingga kadar yang sangat kecil  Stabil saat dioperasikan/digunakan

 Memiliki sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.

 Sinyal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi analit pada kisaran luas/AUC

 Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Komputer atau integrator merupakan alat yang dihubungkan dengan detektor unuk mengukur sinyal yang dihasilkan dan diplotkan sebagai suatu kromatogram sehingga dapat dievaluasi oleh peneliti (Gandjar dan Rohman, 2010).

I. Landasan Teori

Jamu merupakan sediaan obat tradisional yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat untuk mengobati suatu penyakit tertentu. Salah satu jenis jamu yang sering digunakan adalah jamu asam urat. Regulasi mengenai jamu

belum diterapkan secara semestinya sehingga mendorong beberapa pihak yang kurang bertanggung jawab untuk meningkatkan omsetnya dengan menambahkan bahan-bahan kimia obat untuk dapat memperoleh efek terapi yang cepat.

Penyakit asam urat banyak dialami oleh banyak masyarakat, oleh karena itu agar penyembuhannya cepat banyak masyarakat menggunakan obat. Obat untuk menyembuhkan asam urat adalah alopurinol.

Pada sampel tablet, digunakan pengukuran secara spektrofotometri UV untuk mengukur kadar alopurinol dalam matriks tablet. Sampel tablet disaring lalu diencerkan dan diukur dengan spektrofotometer UV. Parameter pengukuran dengan spektrofotometer UV, yaitu nilai presisi yang baik.

Sampel dipisahkan dengan cara ekstraksi cair-cair, dimana sampel jamu dilarutkan dalam NaOH karena kelarutan alopurinol terbesar terdapat dalam NaOH, kemudian diekstraksi dengan kloroform agar senyawa-senyawa organik larut dalam klorofom tetapi tidak melarutkan analit karena perbedaan polaritas, lalu dibuang fase organiknya kemudian dipisahkan lagi dengan Solid Phase Extraction MCX (Mixed Cation Exchanger) karena analit akan berikatan dengan SO3- dari fase diam SPE. Setelah analit berikatan dengan fase diam MCX, matriks sampel dikeluarkan dengan mengaliri asam asetat dan metanol kemudian dilakukan elusi dengan amonium hidroksida 5% dalam metanol.

Optimasi clean up partisi dan SPE dilakukan untuk memperoleh analit yang bersih dari senyawa lainnya (selain alopurinol) dan didapatkan kandungan alopurinol terbanyak. Hasil ekstraksi diinjeksikan pada sistem HPLC fase terbalik yang sudah teroptimasi dan dilihat kromatogramnya. Parameter pemisahan

dengan SPE yang menunjukkan hasil optimum yaitu berkurangnya puncak-puncak senyawa selain alopurinol, Area Under Curve (AUC) alopurinol yang terbesar, resolusi tercapai ≥ 1,5 pada kromatogram

Dokumen terkait