• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hikmah Pernikahan

Dalam dokumen BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM (Halaman 39-45)

4. Pernikahan yang Diharamkan 1 Nikah Mut’ah

5.2 Hikmah Pernikahan

Allah menjadikan makhluknya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup berpasang-pasangan, hidup dua sejoli, hidup suami istri, membangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kokoh yang tak mungkin putus dan diputuskannyalah ikatan akad atau ijab qabul pernikahan. (Ramulyo, 2004, 31)

Allah mensyari’atkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai yang tinggi dan beberapa tujuan utama yang baik bagi manusia, makhluk yang dimulaikan Allah SWT. Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan menjauhi dari ketimpangan dan penyimpangan, Allah telah membekali syari’at dan hukum-hukum Islam agar dilaksanakan manusia dengan baik. (Azzam, Hawwas, 2014: 39)

Islam menganjurkan dan menggembirakan nikah sebagaimana tersebut karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Diantara hikmah pernikahan itu adalah. ( Sabiq, 1980: 19-21)

5.2.1 Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut jalan keluar. Bila jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka seorang manusia akan goncang dan kacau. Dengan nikah badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dan perasaan tenang menikmati barang yang halal. 5.2.2 Nikah merupakan jalan terbuat untuk membuat anak-anak

menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan. Sebagaimana hadits Nabi SAW

Kawinlah dengan perempuan pencinta lagi bisa banyak anak, agar nanti aku dapat membanggakan jumlahmu yang banyak dihadapan para nabi pada hari kiamat nanti. HR. Ahmad dan Ibn Hibban (‘Atsqalani, tt: 208)

5.2.3 Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang. 5.2.4 Menyadarkan akan tanggung jawab beristri dan beranak

menimbulkan sifat rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang.

5.2.5 Pembagian tugas dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan batas-batas tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya. Perempuan bertugas mengatur dan mengurusi rumah tangga, memelihara dan mendidik anak-anak dan menyiapkan suasana yang sehat bagi suasana bagi suaminya

untuk istirahat guna melepaskan lelah dan memperoleh keesegaran badan kembali. Sementtara itu suami bekerja dan berusaha mendapatkan harta dan belanja untuk keperluan rumah tangga.

5.2.6 Pernikahan dapat membuhul tali persaudaraan antara dua keluarga atau lebih, memperteguh kelanggengan rasa cinta diantara mereka dan memperkuat suatu komunitas masyarakat. Oleh karena itu masyarakat yang saliing menghormati lagi saling menyayangi, merupakan masyarakat yang kuat dan bahagia. Menurut Ali Ahmad al Jurjawi hikmah-hikmah pernikahan itu adalah. (al-Jurjawi 1992, 256-258)

5.2.7 Dengan pernikahan maka banyak keturunan, ketika keturunan itu banyak, maka proses memakmurkan bumi akan mudah, karena suatu perbuatan harus dikerjakan bersama-sama akan sulit jika dikerjakan secara individual. Oleh karena itu keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus dilestarikan sampai benar-benar makmur.

5.2.8 Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.

5.2.9 Sesuai dengan tabi’atnya, manusia itu cendrung mengasihi orang yang dikasihi. Adanya istri akan bisa menghilangkan ketakutan dan kesedihan. Istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong untuk mengatur rumah tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteraannya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-A’raf [7] ayat 189





























































Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar Dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah Dia merasa ringan (Beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi Kami anak yang saleh, tentulah Kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (Qs. al-‘Araf: 189)

5.2.10 Manusia diciptakan dengan memiliki potensi ghirah (cemburu) untuk menjaga kehormatan dan kemuliannya. Pernikahan akan menjaga pandangan yang penuh syahwat terhadap apa yang tidak dihalalkan untuknya. Apabila keutamaan dilanggar, maka akan datang bahaya dari dua sisi yaitu melakukan kehinaan dan permusuhan di kalangan dengan melakukan perzinaan dan kefasikan. Adanya tindakan seperti itu, tanpa diragukan lagi akan merusak peraturan alam.

5.2.11 Pernikahan akan memelihara keturunan serta menjaganya. Di dalamnya terdapat faedah yang banyak, antara lain memelihara hak-hak dalam kawarisan. Seorang laki-laki yang tidak mempunyai istri tidak mungkin mendapatkan anak dan tidak pula mengetahui pokok-pokok serta cabangnya diantara sesama manusia. Hal semacam itu tidak dikehendaki agama dan manusia.

Menurut Rahmat Hakim memaparkan dalam buku Beni Ahmad Saebani (Saebani 2001, 133-145) tentang hikmah nikah ini adalah

1. Menyambung Silaturrahmi

Pada awalnya Allah hanya menciptakan seorang manusia, yaitu Adam a.s. kemudian Allah menciptakan Siti Hawa sebagai pasangan Adam. Setelah itu manusia berkembangbiak menjadi berbagai kelompok bangsa yang tersebar ke seluruh alam karena desakan habitat yang menyempit serta sifat keingintahuan manusia akan isi alam semesta. Mereka makin menjauh dari lokasi asal dan nenek moyangnya, membentuk kelompok bangsa tersendiri kemudian menyebabkan terjadinya perubahan, peradaban, bahasa, dan warna kulit hingga akhirnya mereka tidak mengenal antara satu dengan lainnya. Datangnya Islam dengan institusi pernikahan memberi peluang menyambung kembali tali kasih sayang yang lama terputus.

2. Mengendalikan nafsu syahwat yang liar

Seorang yang belum berkeluarga tidak mempunyai ketetapan hati dan pikirannya pun masih labil. Dia tidak mempunyai pegangan dan tempat untuk menyalurkan ketetapan hati dan melepaskan kerinduan serta gejolak nafsu syahwatnya. Sangat wajar apabila seorang pemuda selalu berkhayal, bahkan berpindah-pindah khayalan. Ia membayangkan setiap lawan jenis yang tidak jelas, mata dan hatinya liar. Dengan pernikahan, sifat-sifat seperti itu, walaupun tidak seluruhya, dapat dikendalikan dengan baik dan benar menurut syari’at Islam dan nilai-nilai kemanusiaan.

3. Menghindari diri dari perzinaan

Pandangan yang liar adalah awal dari keinginan untuk berbuat zina. Godaan untuk melakukan kemaksiatan di dunia ini sangat banyak dan beragam, suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi kehidupan

yang beradab. Hal ini akan menggiring manusia ke arah jalan yang sesat, apalagi pada zaman yang fasilitas kemaksiatan begitu mudah dan bertebaran, seolah-olah memanggil untuk memulai berbuat dosa. Itulah sebabnya, institusi pernikahan merupakan terapi bagi mereka yang masih membujang.

4. Estafet amal manusia

Kehidupan manusia dibumi ini sangat singkat dan dibatasi waktu. Kemauan manusia banyak yang melampui batas umurnya dan batas kemampuannya. Pertambahan usia menyebabkan berkurangnya kemampuan karena kerja seluruh organ makin melemah. Akibatnya, kreativitas dan produktifitas menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, hingga saat ajal datang menjemput. Untuk melanjutkan amal serta cita-citanya yang terbengkalai, diperlukan seorang penerus yang dapat ,meneruskan amal dan cita-cita tersebut. Anak sebagai pelanjut cita-cita dan penambah amal orang tuanya, hanya mungkin didapat melalui pernikahan.

5. Menjaga kemurnian nasab

Mendapatkan keturunan yang sah hanya dapat diperoleh melalui pernikahan yang sah pula. Melalui pernikahan inilah diharapkan lahirnya nasab yang sah pula. Menjaga keturunan atau dalam istilah hukum Islam disebut dengan hifzh an-nasb adalah sesuatu yang dharury (sangat esensial). Hal ini karena ketiadannya dapat menciptakan krisis kemanusiaan, suatu malapetaka yang sangat besar dan merusak sendi-sendi kemanusiaan. Oleh karena itu, reproduksi generasi di luar ketentuan nikah, tidak mendapatkan legitimasi dan ditentang keras oleh agama Islam. Selain tidak sesuai dengan etika kemanusiaan, dapat pula mengacaukan nasab (turunan), menghasilkan generasi yang syubhat (generasi yang samar-samar).

Pada umumnya manusia memiliki sifat materialistis. Manusia selalu ingin memiliki perhiasan yang banyak dan bagus. Entah itu perhaisan material, seperti emas permata, kendaraan, rumah mewah, alat-alat yang serba elektronik, maupun perhiasan yang imateril, seperti titel dan pangkat. Menurut ajaran Islam, wanita yang shalihah adalah perhiasan yang terbaik di antara perhiasan duniawi. Wanita yang shalihah ini tidak didapati di dunia hitam walaupun di sana berkeliaran wanita yang terlihat cantik dan indah. Wanita yang shalihah hanya dapat ditemukan melalui lembaga pernikahan. Jadi penekanannya bukan pada segi fisik semata, tetapi pada sikap hidup dan akhlak yang baik. (Hakim, 2000: 29)

7. Mengisi dan Menyemarakkan Dunia

Salah satu misi eksistensi manusia di bumi ini adalah memakmurkan dunia dan membuat dunia ini semarak dan bernilai. Untuk itu, Allah memberikan kemudahan-kemudahan melalui kemampuan ilmu dan teknologi. Dengan bekal yang dikaruniakan Allah tersebut, manusia dapat menaklukkan alam ini dan mengambil manfaatnya. (Hakim, 2000: 30)

Dalam dokumen BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM (Halaman 39-45)

Dokumen terkait